Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizka Retnomawarti
Abstrak :
Kanker payudara masih menjadi jenis kanker yang paling umum terjadi di dunia. Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor. Pemeriksaan histopatologi dapat memberikan informasi penting mengenai fenotipe, yaitu karakteristik fisik atau morfologi dari jaringan yang diperiksa. Pemeriksaan genotipe juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi varian gen pada mutasi gen tertentu, yang dapat memberikan informasi tentang faktor risiko genetik seseorang terhadap penyakit tertentu dan respons terhadap terapi target yang ditujukan pada mutasi gen tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mutasi gen penetrasi non-BRCA dan hubungan antara genotipe-fenotipe pada pasien kanker payudara. Pada penelitian ini, pemeriksaan genotipe dilakukan menggunakan metode targeted sequencing. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 18 gen kerentanan dengan varian pathogenic dan likely-pathogenic (P/LP). Kelompok varian gen dibandingkan dengan fenotipe pasien yaitu diantaranya adalah usia, riwayat kanker payudara pada keluarga, status metastasis, subtipe molekuler, dan grade. Kesimpulannya, ditemukan mutasi gen penetrasi non-BRCA diantaranya SMAD4 H427Lfs*9, ATM H1951Pfs*39, PTEN Q219Rfs*2, dan MET K842Sfs*7, mutasi gen penetrasi SMAD4 H427Lfs*9 berhubungan dengan subtipe molekuler luminal B, mutasi gen penetrasi ATM H1951Pfs*39, PTEN Q219Rfs*2, dan MET K842Sfs*7 berhubungan dengan subtipe molekuler TNBC. Pada penelitian ini juga dilakukan homology modelling protein PTEN mutan terhadap protein PTEN wild type dan kaitannya dengan respons terapi target GSK2636771 dan AZD8186. ......Breast cancer is still the most common type of cancer in the world. Breast cancer is a complex disease caused by various factors. Histopathological examination can provide important information regarding the phenotype, namely the physical or morphological characteristics of the tissue being examined. Genotyping tests can also be performed to identify gene variants in certain gene mutations, which can provide information about a person's risk of genetic factors for certain diseases and response to targeted therapy aimed at certain gene mutations. This study aims to identify non-BRCA penetrance gene mutations and the relationship between genotypes in breast cancer patients. In this study, genotype examination was carried out using the targeted sequencing method. In this study, 18 susceptibility genes with pathogenic and likely-pathogenic (P/LP) variants were found. Gene variant groups were compared with the patient's phenotype, including age, family history of breast cancer, metastatic status, molecular subtype, and grade. In conclusion, non-BRCA penetrance gene mutations were found, including SMAD4 H427Lfs*9, ATM H1951Pfs*39, PTEN Q219Rfs*2, and MET K842Sfs*7. SMAD4 H427Lfs*9 penetrance gene mutation is associated with luminal molecular subtype B, ATM H1951Pfs penetrance gene mutation *39, PTEN Q219Rfs*2, and MET K842Sfs*7 are associated with TNBC molecular subtypes. In this study, homology modeling was also performed on wild type PTEN protein with mutant PTEN protein and its relation to the response to targeted therapy of GSK2636771 and AZD8186.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanty Olivia Febrianti Jasirwan
Abstrak :
Pengantar: Zigot tiga pronukleus (3PN) merupakan salah satu hasil dari fertilisasi abnormal yang sering yang diamati dalam teknologi fertilisasi in vitro, dan biasanya tidak dikultur dan ditransfer atas pertimbangan risiko kelainan kromosom. Namun, informasi mengenai perkembangan dan komposisi genetik embrio 3PN tersebut bermanfaat untuk mempertimbangkan apakah embrio tersebut dapat ditransfer atau tidak apabila tidak didapatkan embrio 2PN ataupun embrio yang dihasilkan sangat sedikit. Tujuan: Untuk mengetahui status kromosom embrio 3PN dan menganalisis hubungan antara morfologi embrio 3PN dan status kromosomnya. Hasil: Tiga puluh zigot 3PN dari 16 pasangan/siklus intracytoplasmic sperm injection (ICSI) diperoleh selama periode 6 bulan. Biopsi dilakukan pada embrio 3PN hari ke-5/6 dan selanjutnya dilakukan skrining genetik menggunakan metode Next Generation Sequencing (NGS). Dari 30 embrio 3PN tersebut, 66,7% memiliki kromosom yang abnormal. Pada tahap pembelahan, tidak didapatkan hubungan antara semua parameter morfologi embrio 3PN dengan status kromosomnya. Sebaliknya, pada tahap blastokista, derajat ekspansi blastokista <3 memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara bermakna daripada derajat ekspansi lainnya (90%, P = 0,05). Begitu pula dengan derajat intracellular mass (ICM) dan trofektoderm (TE), embrio dengan derajat ICM bukan A dan TE bukan A memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara signifikan (masing-masing 100,0%, P = 0,001 dan 93,3%, P = 0,001). Kesimpulan: status kromosom embrio 3PN berhubungan secara bermakna dengan parameter morfologinya pada tahap blastokista, sehingga penilaian morfologi embrio 3PN pada tahap blastokista dapat digunakan bersama-sama dengan preimplantation genetic screening (PGS) dalam menyeleksi embrio yang euploid supaya dapat ditransfer apabila tidak didapatkan embrio 2PN lainnya. ......Introduction: Three pronuclear (3PN) zygote is one of the most frequently abnormal fertilization observed in IVF/ICSI technology, which are usually discarded as there are concerns about their abnormal chromosomal constitution. However, because in certain cases there are no other embryos available, new information would be valuable to consider transferring or discarding them. Aim: To analyze the chromosomal constitution 3PN embryos and to investigate the relationship between its morphology and the chromosomal status. Results: Thirty 3PN zygotes from 18 cycles were reviewed during a 6-month period. Biopsy was performed on day 5/6 which were subsequently screened for chromosomal status by Next Generation Sequencing (NGS) method. Of the 30 3PN embryos, 66.7 % were chromosomally abnormal. At the cleavage stage, there were no association between all morphological features and chromosomal status. In contrast, at blastocyst stage, a grade <3 blastocyst expansion had significantly higher chromosomal abnormality than the other grade of expansions (90%, P=0.05). As regards to intercellular mass (ICM) and trophectoderm (TE), embryos with grade non-A ICM and TE had a significantly higher chromosomal abnormality (100.0%, P=0.001 and 93.3%, P=0.001 respectively). Conclusion: chromosomal status and 3PN embryo morphology are linked at the blastocyst stage, and thus morphology asessment of 3PN blastocysts can be used in conjunction with PGS to select which embryo should be transferred when no other embryos from 2PN ICSI zygotes are available.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra
Abstrak :
Kulit mempunyai fungsi sebagai lini pertama melindungi dari faktor kimia maupun fisik, selain itu juga memiliki peran dalam proses metabolisme, termoregulasi, pertahanan serangan mikroorganisme, dan juga bagian dari sistem imunitas tubuh. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genetik, hormon, produksi sebum, tingkat hidrasi, dan mikrobiota komensal. Produksi sebum dipengaruhi dari lokasi, kepadatan ujung saluran kelenjar, dan aktifitas kelenjar sebasea. Faktor tingkat hidrasi pada kulit tergantung pada adanya komponen higroskopis atau natural moisturizing factor (NMF) yang berada pada sel stratum korneum dan lipid antar sel yang mengelilingi sel. Pengaruh produksi sebum dan tingkat hidrasi dipengaruhi oleh mikroorganisme komensal, sebagaimana fungsi kulit sebagai ekosistem. Teknik sekuensing telah menjadi pilihan untuk mempelajari mikrobiota kulit, karena bisa melihat sampai tingkat kelimpahan mikrobiota yang tidak bisa dilakukan dengan cara kultur dan isolasi. Analisis dengan menggunakan Next Generation Sequencing (NGS) dengan sekuensing amplikon 16S rRNA mempunyai keuntungan yaitu hemat biaya, karena hanya memakai ukuran gen yang relatif kecil dan ukuran amplikon yang pendek. Selain itu high-throughput ribosomal community profiling mengandung sekuens dan beberapa daera hipervariabel (V3-V4 adalah regio yang dipakai untuk bakteri), yang dapat digunakan untuk menyimpulkan komposisi taksonomi komunitas. Analisis sekuensing 16s rRNA dengan Qiime2 memberikan hasil adanya perbedaan signifikan profil mikrobiota wajah sehat dengan parameter tingkat sebum dan tingkat hidrasi terutama pada genus Cutabacterium dan Neisseria spp. ......The skin has a function as the first of protection from chemical and physical factors, besides that it also has a role in metabolic processes, thermoregulation, defense against attacks from microorganisms, and is also part of the body's immune system. It is influenced by factors such as genetics, hormones, sebum production, hydration level, and commensal microbiota. Sebum production is influenced by the location, the density of the duct ends of the glands, and the activity of the sebaceous glands. The hydration level factor in the skin depends on the presence of a hygroscopic component or natural moisturizing factor (NMF) which is present in the stratum corneum cells and the intercellular lipids that surround the cells. The influence of sebum production and hydration levels is influenced by commensal microorganisms, as well as the function of the skin as an ecosystem. Sequencing techniques have become the preferred method of studying skin microbiota, because they can see to an extent the abundance of microbiota that cannot be done by culture and isolation. Analysis using Next Generation Sequencing (NGS) with 16S rRNA amplicon sequencing has the advantage of being cost-effective, because it only uses relatively small gene sizes and short amplicon sizes. In addition, high-throughput ribosomal community profiling contains sequences and several hypervariable regions (V3-V4 are the regions used for bacteria), which can be used to infer the taxonomic composition of the community. Analysis of 16s rRNA sequencing with Qiime2 showed significant differences in healthy facial microbiota profiles with parameters of sebum level and hydration level, especially in the genus Cutabacterium and Neisseria spp.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanty Olivia Febrianti Jasirwan
Abstrak :
Pengantar: Zigot tiga pronukleus (3PN) merupakan salah satu hasil dari fertilisasi abnormal yang sering yang diamati dalam teknologi fertilisasi in vitro, dan biasanya tidak dikultur dan ditransfer atas pertimbangan risiko kelainan kromosom. Namun, informasi mengenai perkembangan dan komposisi genetik embrio 3PN tersebut bermanfaat untuk mempertimbangkan apakah embrio tersebut dapat ditransfer atau tidak apabila tidak didapatkan embrio 2PN ataupun embrio yang dihasilkan sangat sedikit.. Tujuan: Untuk mengetahui status kromosom embrio 3PN dan menganalisis hubungan antara morfologi embrio 3PN dan status kromosomnya. Hasil: Tiga puluh zigot 3PN dari 16 pasangan/siklus intracytoplasmic sperm injection (ICSI) diperoleh selama periode 6 bulan. Biopsi dilakukan pada embrio 3PN hari ke-5/6 dan selanjutnya dilakukan skrining genetik menggunakan metode Next Generation Sequencing (NGS). Dari 30 embrio 3PN tersebut, 66,7% memiliki kromosom yang abnormal. Pada tahap pembelahan, tidak didapatkan hubungan antara semua parameter morfologi embrio 3PN dengan status kromosomnya. Sebaliknya, pada tahap blastokista, derajat ekspansi blastokista <3 memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara bermakna daripada derajat ekspansi lainnya (90%, P = 0,05). Begitu pula dengan derajat intracellular mass (ICM) dan trofektoderm (TE), embrio dengan derajat ICM bukan A dan TE bukan A memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara signifikan (masing-masing 100,0%, P = 0,001 dan 93,3%, P = 0,001). Kesimpulan: status kromosom embrio 3PN berhubungan secara bermakna dengan parameter morfologinya pada tahap blastokista, sehingga penilaian morfologi embrio 3PN pada tahap blastokista dapat digunakan bersama-sama dengan preimplantation genetic screening (PGS) dalam menyeleksi embrio yang euploid supaya dapat ditransfer apabila tidak didapatkan embrio 2PN lainnya ......Introduction: Three pronuclear (3PN) zygote is one of the most frequently abnormal fertilization observed in IVF/ICSI technology, which are usually discarded as there are concerns about their abnormal chromosomal constitution. However, because in certain cases there are no other embryos available, new information would be valuable to consider transferring or discarding them. Aim: To analyze the chromosomal constitution 3PN embryos and to investigate the relationship between its morphology and the chromosomal status. Results: Thirty 3PN zygotes from 18 cycles were reviewed during a 6-month period. Biopsy was performed on day 5/6 which were subsequently screened for chromosomal status by Next Generation Sequencing (NGS) method. Of the 30 3PN embryos, 66.7 % were chromosomally abnormal. At the cleavage stage, there were no association between all morphological features and chromosomal status. In contrast, at blastocyst stage, a grade <3 blastocyst expansion had significantly higher chromosomal abnormality than the other grade of expansions (90%, P=0.05). As regards to intercellular mass (ICM) and trophectoderm (TE), embryos with grade non-A ICM and TE had a significantly higher chromosomal abnormality (100.0%, P=0.001 and 93.3%, P=0.001 respectively). Conclusion: chromosomal status and 3PN embryo morphology are linked at the blastocyst stage, and thus morphology asessment of 3PN blastocysts can be used in conjunction with PGS to select which embryo should be transferred when no other embryos from 2PN ICSI zygotes are available.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Arfan
Abstrak :
Latar Belakang: Lebih dari 50 % kasus neuroblastoma datang dengan stage lanjut. Untuk itu, perlu upaya deteksi dini kasus neuroblastoma agar terapi menjadi lebih tepat dan terarah. Salah satu upaya deteksi dini tumor adalah dengan dengan menemukan mikro RNA (miRNA) yang berpotensi sebagai petanda hayati. Jenis tumor yang berbeda mengekspresikan profil miRNA yang berbeda pula. Dengan meneliti profil miRNA pada penderita neuroblastoma, maka bisa diketahui miRNA mana yang berperan sebagai petanda hayati neuroblastoma. Metode: Mikro RNA yang terkandung di dalam eksosom plasma diekstraksi dan disekuens dengan teknologi Next Generation Sequencing menggunakan mesin MiSeq. Data yang didapat menjalani normalisasi dan dilakukan analisis lanjutan yakni mencari miRNA yang terekspresi signifikan secara statistik di sampel plasma dan jaringan terkait dengan stage (M vs Non M), luaran (Meninggal vs Hidup), dan status amplifikasi gen MYCN (teramplifikasi atau tidak). Hasil: Pada parameter stage, terdapat 40 miRNA pada plasma dan 20 miRNA pada jaringan yang terekspresi signifikan. Di parameter luaran, terdapat 35 miRNA pada plasma dan 39 miRNA pada jaringan yang terekspresi signifikan. Pada analisis MYCN, terdapat 11 miRNA pada plasma dan 110 miRNA pada jaringan yang terekspresi signifikan. Mikro RNA-375 ter-upregulated secara signifikan pada stage M. Pada parameter luaran, miRNA-92a-3p ter-upregulated secara signifikan pada luaran meninggal. Mikro RNA 92a-3p dan miR-99a-5p ter-upregulated secara signifikan pada sampel yang terdapat amplifikasi gen MYCN. Kesimpulan: Mikro RNA 375 terekspresi signifikan pada parameter stage M. Mikro RNA 92a-3p terekspresi signifikan pada parameter luaran meninggal. Mikro RNa 92a-3p dan miR-99a-5p terekspresi signifikan pada parameter gen MYCN teramplifikasi. Ketiga miRNA ini, yakni miR-375, miR-92a-3p, miR-99a-5p berpotensi menjadi petanda hayati pada neuroblastoma. ......Background: More than 50 % of neuroblastoma cases present in advance stage. An early detection effort is needed to direct the treatment with precision. One such effort is to find potential micro RNA (miRNA) that functions as biomarker. Different tumor type produces different miRNA expression profile. The study of miRNA profile in neuroblastoma may pave way to identify potential miRNA that may play role as biomarker in neuroblastoma. Methods: Exosomal miRNA were extracted and sequenced using MiSeq, a Next Generation Sequencing platform machine. The counts obtained underwent normalization and further analysis of significantly expressed miRNA in stage (M vs Non M), Output (Deceased or Alive), and MYCN gene amplification (present or not) in both plasma and tissue samples were done. Results: In stage parameter, there were 40 and 20 miRNAs significantly expressed in plasma and tissue. In output parameter, there were 35 and 39 miRNAs significantly expressed in plasma and tissue. In MYCN parameter, there were 11 and 110 miRNAs significantly expressed in plasma and tissue. Micro RNA-375 was significantly upregulated in stage M. In output parameter, miRNA-92a-3p was significantly upregulated in deceased cases. Micro RNA 92a-3p and miR-99a-5p were significantly upregulated in samples with amplified MYCN gene. Conclusion: Micro RNA 375 was significantly expressed in stage M. Micro RNA 92 a- 3p was significantly expressed in deceased cases. Micro RNA 92a-3p and miR-99a-5p were significantly expressed in amplified MYCN samples. Those three miRNAs, miR- 375, miR-92a-3p, miR-99a-5p have potential to be biomarkers for neuroblastoma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library