Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
Mariana Makmur
"Sampai saat ini masalah asimilasi penduduk Tionghoa masih merupakan suatu masalah yang tetap diperbincangkan di Indonesia, dan masalah itu lebih populer dengan sebut an masalah pribumi dan non-pribumi. Sebenarnya hal yang demikian adalah wajar terjadi pada setiap negara yang memppyai masyarakat yang terdiri dari beraneka warna su ku bangsa yang memiliki kebudayaan yang beraneka warna pula dan ditambah pula dengan adanya golo4gan minoritas tertentu dengan kebudayaannya yang tereendiri pula. Salah satu aspek dari kebudayaan orang Tionghoa di Indonesia yang masih bertahan dan merupakan suatu ciri menyolok yang menunjukkan ketionghoaan mereka lalah da_lam bidang religi Cina tradisional. Walaupun ada banyak pula orang Tionghoa yang telah menjadi warga negara In_donesia telah meninggalkan dan melupakan religi tradisio nul mereka, dan Lelah menganut uulah autu dart ugama-gaga ma besar seperti Katolik, Kristen Protestant dan jugs Is lam. Khusus dalam tulisan ini yang saya bicarakan adalah menge_naJ orang '1'ionghou yang masih munganut re l ifr,l. don keyakinan tradisional, pemujaan leluhur atau nenek mo_yang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S12809
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
M. Asruchin
"Sebagai negara yang bersemboyan Bhineka Tungal Ika_, memang Indonesia terbantuk dari beraneka ragam suku bangsa-1engkap dengan segala identitasnya yang melekat. Mereka itu terdiri dari suku bangsa yang diketahui sebagai penduduk asli dari pulau- pulau/daerah yang terbentang luas mulai Sabang sampai Morauke, maupun suku-suku bangsa ketu_runan dari luar yang telah lama menetap dan mengakui Republik Indonesia sebagai tanah air satu-satunya. Di antara kelompok masyarakat tersebut, suku bangsa Tionghoa merupa_kan tipe yang amat menarik untuk di jadikan sumber peneli_tian sosial.Agaknya tidak berlebihan jika dikatakan masalah Tiong_hoa merupakan masalah yang selalu aktual di manapun, tidak terkecuali di negara kita. Masalah ini cukup peka di kalangan masyarakat, sehingga perlu mendapatkan penanganan _"
Depok: Universitas Indonesia, 1979
S12711
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Cahya Indah Sari Dewi
"Kebudayaan merupakan hasil dari cipta rasa dan karsa manusia. Salah satu unsur dari kebudayaan manusia tersebut adalah religi. Religi selalu berkaitan dengan kehidupan manusia baik masa lampau maupun masa sekarang. Religi atau kepercayaan pada hal-hal yang bersifat spiritual selalu berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Kepercayaan pada hal-hal yang bersipat spiritual ini mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang mengusai alam semesta atau adanyaYang Maha atas segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Setiap religi atau agama memerlukan wadah dan sarana untuk menunjang aktivitas peribadatannyya. Salah satu bentuk wadah dan sarana tersebut adalah bangunan suci. Oleh kerena aktifitas ritual peribadatan pada setiap agama adalah berbeda, maka secara logikanya kebutuhan akan tempat dan ruangan pun berbeda. Kebutuhan ini indentik dengan rasa nyaman, praktis dan sesuai dalam melakukan aktivitas ritual peribadatan. Hal ini pun indentik dengan ajaran dan nilai yang ada dalam agama itu sendiri. Kebutuhan ini kemudian diwujudkan dalam konsep pembangunan suci yang kemudian menjadi salah satu penyebab timbulnya kekhasan bentuk pada sebuah bangunan suci. Salah satunya adalah mesjid. Dalam sebuah konsep penataan ruang pada sebuah bangunan mesjid yang selalu lapang, terdapat kolam bersuci dan adanya batasan yang memisahkan penempatan jemaah perempuan dan laki-laki., Kelenteng juga memiliki konsep penataan ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan para pemeluknya. Hal ini tercermin dalam pola penataan ruang, sistem kontruksi bangunan, dan komponen-komponen yang terdapat di dalamnya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11592
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sulardi
"Revolusi Indonesia (periode 1945-1949) merupakan peristiwa yang sangat unik dan khas di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, sebab disamping rakyat Indonesia mengadakan revolusi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan, di daerah-daerah terjadi pula revolusi sosial yang ingin merombak struktur masyarakat yang ada. Revolusi sosial ini ditujukan kepada orang-orang Eropa dan pamong praja serta orang beretnis Cina. Di masa periode itu, orang Cina sering menjadi sasaran tenor dan pembunuhan karena mereka selalu berhasil mengambil hati penjajah sehingga memperoleh hak-hak istimewa yang tidak diperoleh warga lain. Semakin lama teror yang dialami oleh orang-orang Cina dirasakan semakin berat, oleh karena itu mereka memikirkan langkah-langkah untuk mengatasinya. Setelah diadakan konferensi antar perkumpulan Cina, akhirnya mereka sepakat untuk mernbentuk satuan keamanan sendiri dengan sebutan Pao An Tui. Kehadiran Pao An Tui merupakan peristiwa yang sangat istimewa sekali, mengingat keadaan saat itu orang-orang Cina merupakan warga jajahan pula. Izin pambentukan diberikan oleh Pemerintah Belanda, selain itu mereka juga memperoleh bantuan dana, pakaian, ransum dan persenjataan. Bagi Pemerintah Belanda memberi izin dibentuknya Pao An Tui dapat membantu menanggulangi kekurangan militer Belanda di Indonesia, sedangkan bagi orang-orang Cina, organisasi ini dapat dipergunakan untuk membalas sakit Hati mereka terhadap musuh-musuh mereka. Di awal perkembangannya, Pao An Tui ini sangat popular sehingga dalam waktu singkat banyak bermunculan cabang Pao An Tui di daerah dengan anggota yang cukup besar. Struktur kepengurusan organisasi ini pun sangat rapi dengan pembagian tugas yang cukup ielas. Namun perkembangan selanjutnya, popularitas Pao An Tui semakin merosot setelah organisasi ini mengambil sikap untuk menjadi lawan rakyat Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12647
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yulie Neila Chandra
"Contoh dari kelompok etnik Cina di Indonesia yang masih memegang teguh tradisi serta mempertahankan jati dirinya sebagai bagian dari kelompok etnik tersebut, dapat dilihat dalam skripsi ini. Untuk kepentingan penyusunannya. penulis telah melakukan penelitian terhadap kelompok etnik Cina di Kotamadya Ujung Pandang (Makassar) yang umumnya berasal dari kalangan menengah ke atas. Skripsi ini membahas pelaksanaan upacara perkawinan tradisional peranakan Cina di Kotamadya Ujung Pandang, yang sebelumnya juga telah diberikan gambaran singkat mengenai latar belakang atau sejarah kedatangan bangsa Cina di Ujung Pandang, serta beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan etnik Cina, khususnya golongan peranakan Cina, seper ti pemakaian nama keluarga, mata pencaharian, bahasa, sistem kekerabatan, agama dan kepercayaan. Upacara perkawinan tradisional peranakan Cina di Kotamadya Ujung Pandang yang penulis teliti merupakan upacara percampuran antara upacara perkawinan tradisional Cina dan upacara perkawinan tradisional Makassar, sehingga keadaan ini menimbulkan akulturasi kebudayaan dan di harapkan keadaan ini dapat berlan,jut pada generasi berikutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S13083
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lina
"Masyarakat Cina mengenal pai-khe sebagai suatu kebiasaan dalam mengasuh anak. Pai-khe adalah iatilah bahasa Hokkian untuk menyebut tindakan memberikan anak kepada keluarga lain. Tindakan ini didasarkan pada kepercayaan tentang kekuatan supraalami yang dapat mempengaruhi kehidupan anak-anak. Seorang anak yang diberikan kepada keluarga lain tidak berarti bahwa hubungan dengan orang tua kan-dungnya telah diputuskan. la tetap tinggal bersama orang tua kandungnya dan menjalankan kewajiban sebagai anak sesuai tradiai yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat_nya, akan tetapi ia memiliki sejumlah kewajiban tertentu terhadap orang tua angkatnya sebagai konsekwensi dari tindakan pai-khe. Kebiasaan pai-khe yang didasarkan pada kepercayaan akan kekuatan supraalami merupakan tradisi warisan nenek moyang yang menjadi bagian yang integral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Cina di mana pun mereka berada, baik di negeri leluhurnya sendiri maupun di negeri perantauan. Kebiasaan pai-khe masyarakat Cina di Medan berakar dari kebiasaan serupa' di negeri Cina. Dalam pelaksanaannya, kebiasaan berbau religius ini senantiasa berkembang seba_gaimana religi Cina yang sangat fleksibel dan fungsional. Perkembangan ini dalam jangka waktu lama akan membentuk kebiasaan pai-khe yang khas, yang lazim dilakukan oleh masyarakat Cina di Medan. Penuliaan skripsi ini dimaksudkan untuk menggambarkan kebiasaan pai-khe dalam kehidupan masyarakat Cina di kota Medan, khususnya kecamatan Medan Area, dan untuk melihat seberapa jauh perbedaan kebiasaan pai-khe yang dilakukan masyarakat Cina di Medan dari akar tradisinya. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan kebenaran hipotesa saya bahwa pai-khe masih menjadi salah satu bagian dari tataca_ra mengasuh anak dalam kehidupan masyarakat Cina di keca_matan Medan Area, kotamadya Medan. Sebagaimana religi Cina yang bersifat fleksibel, kebiasaan yang berkaitan dengan Cara mengasuh anak dalam kehidupan masyarakat Cina di Medan ini memiliki beberapa perbedaan dari akar tradisinya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13017
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hudiyekti Prasetyaningtyas
"Sentuh bahasa sebagai salah satu aspek peristiwa sentuh budaya berpengaruh terhadap istilah kekerabatan sapaan masyarakat etnik Cina khususnya sub etnik Hokkian di Jakarta Pusat dalam penelitian ini di wilayah Bungur dan Kemayoran. Penelitian dilaksanakan dengan sistem wawancara terbuka dan juga penelitian pustaka untuk memperoleh istilah-istilah kekerabatan sapaan yang asli baik dalam bahasa Cina dialek Hokkian maupun bahasa Betawi.Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sentuh bahasa Cina-Betawi dapat dikatakan tidak mengakibatkan perubahan yang berarti di dalam kosakata istilah kekerabatan sapaan masyarakat etnik Cina kecuali adanya pemakaian istilah yang sama untuk hubungan kekerabatan yang berbeda. Namun dapat dikatakan berpengaruh besar dalam bidang fonetik, yaitu dengan munculnya bunyi-bunyi nasal di awal istilah-istilah sapaan tersebut, Juga adanya pencampuran istilah bahasa-bahasa tersebut yang membentuk makna tertentu dalam suatu istilah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13030
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tanti Septiyani
"Masyarakat Cina merupakan masyarakat yang terkenal sebagai masyarakat yang teguh menjalankan tradisi merayakan hari-hari raya tradisional. Ini dapat dilihat dari bermacam-macam hari raya yang mereka rayakan dalam kehidupannya, misalnya Ceng Bang (Qing Ming/_) yang jatuh pada tanggal 5 April atau Festival Lentera yang di Indonesia dikenal dengan Cap Go Meh atau Yuan Xiao (_) yang jatuh pada tanggal 15 bulan 1 penanggalan Imlek. Menurut beberapa sumber, pada dasarnya hanya ada tiga perayaan panting yang biasa dirayakan oleh masyara_kat Cina, yaitu Pesta Musim Semi (Chun Jie/_), Pesta Perahu Naga (Duan Wu Jie,/_) dan Pesta..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S13066
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Teresa Yasmin
"Makanan mempunyai peran penting dalam kebudayaan Cina terutama dalam segi sosial dan religi dari Jaman dulu sampai sekarang. Dalam kehidupan sosial orang Cina, yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan religi, makanan Cina berfungsi untuk menjaga hubungan baik orang Cina dengan kerabatnya, sanak-saudaranya dan anggota masyarakat lainnya. Hal itu dapat dilihat pada upacara perkawinan, kelahiran dan jamuan makan yang diselenggarakan formal maupun informal. Dalam kehidupan religi, makanan mempunyai fungsi untuk menjaga hubungan baik orang Cina dengan arwah nenek moyang dan dewa-dewa. Hal tersebut tercermin dalam upacara kematian dan upacara pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa. Metode penelitian yang dipakai adalah metode peneli_tian kepustakaan dan wawancara langsung. Melalui peneli_tian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa walaupun orang-orang Cina di Jakarta pada masa kini sedikit banyak masih menganggap makanan Cina memegang-peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam upacara tradiaional Cina. tetapi terdapat beberapa perbedaan dengan apa yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka. Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh: (1) kemajuan zaman; (2) Pengaruh kebudayaan setempat; (3) Agama."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S12713
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hannie Kwartanti Pramita Abadi
"Upacara dan perayaan ulang tahun kedatangan Sam Poo Kong diadakan di kelenteng Sam Poo Kong dan Tay Kak Sie di Semarang, Jawa Tengah. Ini adalah acara terbesar dari kelenteng yang terkenal di Jawa Tengah tersebut. Upacara dan perayaan tersebut diadakan setiap tahun yaitu dua hari terakhir bulan keenam Imlek (sistem penanggalan Cina) yang pada tahun 1992 bertepatan dengan tanggal 28 dan 29 Juli. Kedatangan Sam Poo Kong ke Semarang dianggap sebagai hal besar yang patut untuk dikenang dan dirayakan, maka tidaklah mengherankan kalau acara itu berlangsung dengan sangat meriah. Antusiasme masyarakat khususnya para penganut kepercayaan kepada Sam Poo Kong untuk hadir dalam acara tersebut sangat besar. Mereka datang dengan berbagai motivasi seperti menyampaikan terima kasih, meminta berkah, mohon kesembuhan kepada Sam Poo Kong dan sebagainya, atau karena tradisi memperingati dan merayakan hari kedatangan Sam Poo Kong setiap tahun.Upacara dan perayaan yang berlangsung begitu meriah adalah perwujudan keyakinan yang dalam terhadap Sam Poo Kong. Sate Poo Kong yang dianggap sebagai orang yang berjasa besar dijadikan dewa, dipuja, disembah oleh banyak orang dari beragam keyakinan khususnya para penganut kepercayaan kepada Sam Poo Kong. Hal ini didasarkan pada keyakinan masyarakat Cina bahwa orang-orang yang sudah meninggal bisa melindungi dan memberi berkah kepada mereka. Untuk menguraikan dan menganalisis topik tersebut di atas, saya menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan. Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi terlibat. Hasil penelitian membuktikan kebenaran dari teori-teori yang saya pakai bahwa upacara dan perayaan tersebut merupakan suatu perwujudan dari kegiatan religius. Hasil yang diperoleh juga membuktikan bahwa hipotesis yang saya ajukan kurang tepat yaitu orang yang datang ke tempat beribadat (kelenteng), pasti memiliki tujuan, bukan hanya sekedar kebiasaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12871
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library