Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melia Halim
"Dengan menggunakan pemikiran Henry Jenkins, skripsi ini membahas kelompok Barisan Relawan Jokowi Presiden 2014 (Bara JP), pendukung politisi Joko Widodo (Jokowi) sebagai sebuah bentuk fandom dan fan activism. Aktivitas fandom yang dilakukan antara lain pengetahuan mendalam tentang Jokowi disertai upaya mencari tahu informasi terbaru tentang Jokowi, serta terdapatnya ikatan emosional terhadap sosok Jokowi hingga tahap merubah identitas. Motivasi untuk bergabung dengan Bara JP sangat didasari oleh pemuasan emosional seperti nasionalisme. Terbentuknya fan activism Bara JP didorong oleh teknologi Facebook, anggota Bara JP yang memiliki pengalaman dalam pergerakan dan keahlian beragam.
......
Using Henry Jenkins work, this literature tries to understand Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) 2014, the supporter group for politician Joko Widodo (Jokowi), as fandom and fan activism. This studies shows that Bara JP fandom activity including collecting extensive and latest information on Jokowi and forming emotional attachment to the extend of changing one identity. Emotional gratification such as nationalism is informant main reason to join the movement. Facebook technology and the involvement of priviledged actor with wide range of experience and skill forms Bara JP as fan activism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nur Azzizah
"Budaya digital membuka ruang baru yang memungkinkan munculnya bentuk-bentuk partisipasi yang cenderung lebih beragam. Kebebasan dalam partisipasi digital ini tidak luput dari berbagai permasalahan, terutama ketika hal tersebut mendorong munculnya kekerasan digital. Salah satu fenomena yang tersangkut dalam problematika partisipasi digital tersebut adalah cancel culture. Studi-studi terdahulu tentang cancel culture melihat fenomena ini melalui dua sisi, yaitu kapasitas cancel culture untuk mewujudkan keadilan sosial melalui penyediaan keadilan alternatif bagi kelompok marginal, dan cancel culture sebagai fenomena yang bersifat disintegratif karena menciptakan permasalahan baru di ruang digital. Penelitian ini berargumen bahwa dualitas ini terkait dengan ambivalensi dualitas partisipasi digital yang berpontensi untuk menciptakan ruang pemberdayaan, namun pada saat yang bersamaan dapat menciptakan kekerasan berbasis digital. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat dua bentuk cancel culture yakni reflektif dan nonreflektif. Dualitas tersebut dipengaruhi bentuk literasi digital yang dimiliki pengguna. Literasi digital berhubungan dengan bentuk tindakan dan partisipasi digital yang dilakukan pengguna. Literasi digital kritis ditandai dengan kesadaran tentang kapasitas transformasi sosial melalui ruang digital. Pengguna dengan literasi digital kritis akan melakukan cancelling yang bertujuan mengangkat suara marginal. Sebaliknya, pengguna dengan literasi digital tidak kritis akan melakukan cancelling yang justru menjurus pada kekerasan digital.
......Digital culture opens up new spaces that allow the emergence of participation that tend to be more diverse. Freedom in digital participation is not problem-free, especially when it encourages digital violence. One of the phenomena involved in the digital participation problem is cancel culture. Previous studies on cancel culture view this phenomenon through two sides: the capacity of cancel culture to realize social justice through the provision of alternative justice for marginalized groups and cancel culture as a disintegrative phenomenon that creates new problems in the digital space. This study argues that this duality is related to the ambivalence of the duality of digital participation, which can create space for empowerment, but at the same time, it can create digital-based violence. This study found two forms of cancel culture, namely reflective and non-reflective. This duality is influenced by digital literacy the user has. Digital literacy is related to the forms of digital actions and participation that users take. Critical digital literacy is characterized by awareness of the capacity for social transformation through the digital space. Users with critical digital literacy will cancel in support of marginal voices. Canceling conducted by users with uncritical digital literacy will lead to digital violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Ngurah Agung Suryadipta Wardhana
"Penelitian ini berusaha melihat konstruksi makna demokratisasi industri seni digital melalui praktik seni NFT (Non-Fungible Token) oleh para anggota Komunitas NFT Indonesia. Teknologi blockchain secara umum mengusung konsep desentral yang berupaya untuk mendisrupsi berbagai industri termasuk seni digital. Dalam konsepsi Trevor J. Pinch dan Wiebe E. Bijker, pengembangan teknologi merupakan hasil konstruksi sosial dari proses interpretasi fleksibel oleh kelompok sosial relevan. Kemudian aktivitas dalam Komunitas NFT Indonesia terkait praktik seni NFT melalui konsepsi Henry Jenkins dilihat sebagai budaya partisipatori yang turut membentuk konstruksi sosial teknologi blockchain sebagai demokratisasi industri seni digital. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dan metode netnografi dengan melibatkan lima narasumber anggota Komunitas NFT Indonesia. Makna blockchain sebagai demokratisasi industri seni digital terlihat pada penafsiran narasumber terhadap praktik seni NFT seperti kendali kuat seniman atas penandaan keaslian, pengembangan loyalitas penggemar, penentuan harga awal dan kontinuitas finansial dari royalti. Anggota komunitas daring tersebut mengonstruksi makna blockchain sebagai demokratisasi industri seni digital melalui aktivitas komunikasi yang terjadi dalam praktik seni NFT.
......This research attempts to look at the construction of the meaning of democratization of the digital art industry through NFT (Non-Fungible Token) art practices by members of the Indonesian NFT Community. Blockchain technology in general carries a decentralized concept that seeks to disrupt various industries including digital arts. In the conception of Trevor J. Pinch and Wiebe E. Bijker, technological development is the result of social construction from a process of flexible interpretation by relevant social groups. Hence the activities within the Indonesian NFT Community related to the practice of NFT art through the conception of Henry Jenkins are seen as a participatory culture that also shaped the social construction of blockchain technology as a democratization of the digital art industry. This study uses the constructivism paradigm and the netnographic method involving five informants from the Indonesian NFT Community. The meaning of blockchain as a democratization of the digital art industry is seen in the interviewees’ interpretation of NFT art practices such as artist’s strong control over marking of authenticity, developing fan loyalty, initial pricing and financial continuity of royalties. Members of the online community construct the meaning of blockchain as a democratization of the digital art industry through communication activities that occur in NFT art practices."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Khrista Zata Amani
"Tesis ini membahas bagaimana online social interaction dan konstruksi pesan terbentuk dan dikonstruksikan melalui participatory culture . Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain konstruktivisme. Hasil penelitian menyarankan bahwa penggunaan media sosial menjadikan sebuah budaya baru yaitu budaya partisipatoris dimana pengguna dapat memberikan feedback bahkan bisa memproduksi sebuah isu atau konten tertentu yang berkaitan dengan peristiwa yang sedang terjadi. Online social interaction dan konstruksi pesan dibentuk dengan gaya komunikasi dan penyampaian cerita yang ditampilkan dengan berbagai gaya komunikasi yang terbentuk didasari dengan respon berupa komentar dari unggahan pada postingan akun Instagram @dramaojol.id
......This thesis discusses how online social interaction and message construction are formed and constructed through participatory culture. This research is a qualitative research with a constructivism design. The results suggest that the use of social media makes a new culture, namely a participatory culture where users can provide feedback and can even produce a certain issue or content related to the events that are happening. Online social interaction and message construction are formed with communication styles and storytelling which are displayed in various communication styles which are formed based on the response in the form of comments from uploads on Instagram @ dramaojol.id account posts."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Dicky Pradityo
"Pemain berinteraksi dengan video game melalui berbagai aktivitas di luar bermain, seperti modding, spectatorship, dan transaksi virtual goods. Dalam kasus DOTA 2, pemain secara aktif berpartisipasi dalam produksi dan distribusi cosmetic item. Riset ini mengeksplorasi dinamika cosmetic item sebagai media-oriented practice dengan mengkaji sirkulasi virtual goods dalam komunitas DOTA 2 sebagai bentuk budaya partisipatoris. Riset ini menerapkan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivis-interpretif dengan metode studi kasus. Temuan menunjukkan bahwa praktik penggunaan dan sirkulasi cosmetic item terorganisir secara sosial dalam komunitas pemain DOTA 2 serta dalam kehidupan pribadi masing-masing pemain. Aktivitas bermain, menggunakan, dan mengoleksi cosmetic item mengonstruksi secara sosial pengalaman pribadi setiap pemain.
......Players engage with video games through a variety of activities outside of gameplay, such as modding, spectatorship, and transactions of virtual goods. In the case of DOTA 2, players actively participate in the production and distribution of cosmetic items. This research aims to explore the dynamics of cosmetic items as media-oriented practices by looking at virtual goods circulation within the DOTA 2 community as a form of participatory culture. This research uses a qualitative approach alongside a constructivist-interpretive paradigm through a case study method. Findings suggest that the practice of using and circulating cosmetic items is socially organised not only within the DOTA 2 community, but also within each player’s personal lifes. The practice of playing, using, and collecting cosmetic items socially constructs each player’s personal experience."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arintia Diah Martiana
"Beberapa penelitian mengenai budaya fan menunjukkan bahwa demokratisasi kebudayaan tengah terjadi. Demokratisasi kebudayaan adalah proses transformasi perilaku konsumen, keberkuasaan konsumen atas media, juga hubungan hirarkis antara produsen dan konsumen. Selama proses transformasi ini berlangsung, produsen dan konsumen memiliki kekuasaan yang semakin setara terhadap media melalui budaya partisipasi. Fenomena ini juga terpantau pada masyarakat Jepang bilamana hubungan dialogis antara produsen dan konsumen ini mulai terjadi pada beberapa fandom di Jepang. Dengan menggunakan metode projected interactivity, penelitian ini berupaya mendefinisikan hubungan antara produsen dan fan dalam fandom grup musik Jepang, Sound Horizon, sebagai salah satu fandom yang menunjukkan gejala demokratisasi kebudayaan.
......
Some studies on fan culture indicated that the democratization of culture is taking place. Democratization of culture is a transformation in consumer rsquo s behavior, consumer rsquo s authority upon media, and the hierarchical relationship between producer and consumer of media. During this transformation, producer and consumer are approaching an equal standing in front of media through the participatory culture. This phenomenon is also taking place in Japanese society, where the dialogical producer fan relationship is observable in some Japanese fandoms. By employing the projected interactivity methodology, this research leads to a greater understanding of producer fan relationship within a fandom for the Japanese musical band, Sound Horizon, as one of the Japanese fandoms which show the signs of democratization of culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Dwi Abdurrahman
"ABSTRAK
Industri musik dalam beberapa tahun kebelakang ini sudah semakin berkembang dari segi kualitas dan kuantitas. Kemajuan ini tak lepas dari dukungan teknologi yang semakin canggih dan mudah di jangkau masyarakat, salah satunya adalah adanya internet dan media sosial untuk pemasaran musik. Internet dan media sosial cukup kental dengan budaya partisipatif sehingga muncul apa yang disebut User Generated Content (UGC). UGC dapat digunakan sebagai strategi untuk mempromosikan sebuah lagu. Masyarakat dapat menjadi medium untuk mempromosikan lagu itu sendiri dengan konten-konten yang mereka ciptakan melalui sosial media. Beberapa musisi yang menggunakan strategi ini yaitu .Feast dalam lagu Luar Jaringan dan Rich Brian dalam lagu Love In My Pocket. .Feast dan Rich Brian menggunakan strategi UGC untuk mempromosikan lagu mereka dengan memanfaatkan partisipasi masyarakat dalam membuat konten di media sosial mereka. Penelitian ini akan membahas bagaimana UGC dapat menjadi salah satu strategi pemasaran dalam sebuah promosi musik melalui media sosial. Melakukan pendekatan kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode desk research, penelitian ini akan membahas bagaimana UGC dapat menjadi salah satu strategi pemasaran dalam sebuah promosi lagu Luar Jaringan milik .Feast dan Love In My Pocket milik Rich Brian melalui media sosial.

ABSTRACT
The music industry in the past few years has grown in terms of quality and quantity. This progress is inseparable from the support of increasingly sophisticated and accessible technology, one of which is the internet and social media for music marketing. The internet and social media are quite thick with a participatory culture so that what is called User Generated Content (UGC) has emerged. UGC can be used as a strategy to promote a song. The community can be a medium to promote the song itself with the content they create through social media. Some musicians who use this strategy are .Feast on the song Luar Jaringan and Rich Brian on the song Love In My Pocket. .Feast and Rich Brian use UGC strategy to promote their song by leveraging community participation in creating content on their social media. This study will discuss how UGC can be a marketing strategy in promoting music through social media. Conducting a descriptive qualitative approach using desk research method, this research will discuss how UGC can be a marketing strategy in promoting the song Luar Jaringan belonging to .Feast and Rich Brian's Love In My Pocket through social media.

"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Choirunnisa
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas budaya partisipasi pada internet dalam fenomena konsumsi naratif josei-muke kontentsu konten untuk perempuan di Jepang. Budaya partisipasi menandakan pergeseran peran konsumen yang tidak hanya mengonsumsi konten namun juga aktif dalam sirkulasi informasi konten. Skripsi ini menggunakan teori budaya partisipasi yang dikemukakan oleh Henry Jenkins, serta teori konsumsi naratif oleh Otsuka Eiji dan media mix oleh Marc Steinberg sebagai teori pendukung untuk menganalisis pemasaran narasi produk josei-muke kontensu, konsumsi naratif konsumen, budaya partisipasi konsumen di Jepang pada internet, serta hubungan ketiga fenomena tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Dalam skripsi ini ditemukan bahwa budaya partisipasi konsumen josei-muke kontentsu memang terjadi dalam konsumsi naratif karena adanya tumpang tindih narasi konten. Melalui budaya partisipasi konsumen juga menegaskan identitasnya sebagai penggemar yang menjadi bagian dari sebuah fandom yang semakin membuka akses untuk mendapatkan narasi. Di sisi lain, produsen memanfaatkan budaya partisipasi konsumen untuk penyebaran informasi dan mempertahankan eksistensi konten dalam pasar industri josei-muke kontentsu di Jepang.

ABSTRACT
This study discusses the participatory culture on the internet in the phenomenon of narrative consumption of josei muke kontentsu contents for female in Japan. Participatory culture shows a shift in the role of consumers who are not only passively consume contents but also actively play a role in driving the flow of contents information. This study uses the theory of participatory culture by Henry Jenkins, as well as the theory of Narrative Consumption by Otsuka Eiji and Media Mix by Marc Steinberg as supporting theories to analyze the narrative marketing of josei muke kontentsu products, consumers rsquo narrative consumption, consumers rsquo participatory culture in Japan on the internet, and the relationship of these three phenomena. The research method used is descriptive analysis method. The result of this study indicates that the participatory culture of josei muke kontentsu consumers indeed occur in narrative consumption due to the overlapping narrative of the contents. Through participatory culture, consumers also affirm their identity as a fan that becomes part of a fandom that increasingly opens access to get the narrative of the contents. On the other hand, producers utilize the participatory culture for information dissemination and maintain the existence of contents in the josei muke kontentsu industry market in Japan. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Khairunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik prosumer fiksi penggemar di kalangan penggemar ENHYPEN sebagai penulis melalui penyediaan jasa open commission yang difasilitasi oleh participatory culture yang bekerja di Twitter sebagai media berbasis Web 2.0. Studi terdahulu menyebutkan bahwa dibandingkan hanya mengonsumsi dan memproduksi karya saja, penggemar dalam komunitas penggemar secara daring juga terlibat dalam proses distribusi dan sirkulasi karya penggemar. Studi lain juga menyatakan bahwa karena adanya kebebasan dalam menciptakan karya, penggemar yang terlibat dalam praktik prosumer dianggap sebagai buruh gratis yang secara tidak langsung memberi keuntungan kepada kapitalis. Peneliti kemudian berargumen bahwa participatory culture yang terdapat di Twitter memfasilitasi hadirnya praktik prosumer fiksi penggemar di kalangan penggemar ENHYPEN yang mewujud melalui penyediaan jasa open commission yang mana memungkinkan penggemar sebagai penulis mendapatkan keuntungan melalui karya mereka. Metode penelitian ini adalah wawancara mendalam terhadap lima informan yang merupakan penggemar ENHYPEN yang menulis fiksi penggemar serta menyediakan jasa open commission di Twitter, dan observasi digital melalui Twitter. Penelitian ini menemukan bahwa participatory culture di Twitter yang memfasilitasi adanya praktik prosumer fiksi penggemar dapat dilihat melalui bentuk partisipasi yang dilakukan penggemar ENHYPEN, yakni affiliation, expression, dan circulation. Sebagai tambahan, terkait dengan hadirnya jasa open commission sebagai wujud praktik prosumer fiksi penggemar di Twitter, informan memiliki alasan berbeda-beda yang akhirnya mendorong mereka menyediakan jasa tersebut.
......This study aims to analyze the prosumer practice of fanfiction among ENHYPEN fans as writers through the provision of open commission services facilitated by participatory cultures working on Twitter as a Web 2.0-based media. Previous studies have stated that compared to just consuming and producing works, fans in online fan communities are also involved in the process of distribution and circulation of fanworks. Other studies also state that because of freedom in creating works, fans who engage in prosumer practices are considered free labor which indirectly benefits capitalists. The researcher then argues that the participatory culture on Twitter facilitates the presence of fanfiction prosumer practices among ENHYPEN fans which is manifested through the provision of open commission services which allows fans as writers to benefit through their work. The method of this research are in-depth interviews with five informants who are ENHYPEN fans who write fanfiction and provide open commission services on Twitter, and digital observation via Twitter. This study found that the participatory culture on Twitter that facilitates fanfiction prosumer practices can be seen through the forms of participation by ENHYPEN fans, namely affiliation, expression, and circulation. In addition, related to the presence of open commission services as a form of fanfiction prosumer practice on Twitter, informants had different reasons which ultimately prompted them to provide these services."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anselmo Jason Edi Ngagianto
"Dalam sebuah masyarakat modern, meme internet mendominasi lanskap online dan telah digunakan untuk berbagai alasan, lebih dari sekadar sebuah sarana komunikasi. Namun, satu meme bernama "We are Number One" menjadi populer pada tahun 2016 berbeda dengan antara yang lain dimana meme tersebut digunakan untuk meningkatkan kesadaran terhadap sebuah masalah tertentu. Awalnya sebuah lagu yang diproduksi untuk acara televisi anak-anak Islandia, "We are Number One" telah mendapatkan ketenaran melalui penggunaan penggalangan dana GoFundMe untuk salah satu pelaku aslinya. Ini dilakukan melalui sebuah upaya kolaboratif antara pembuat konten YouTube yang mengunggah remix lagu asli dan pengguna YouTube yang sering terlibat dalam meme di platform tersebut. Fenomena ini mengundang penelitian untuk memeriksa meme melalui lensa budaya partisipatif dan mendefinisikannya kembali sebagai sebuah video memetik. Melalui penelitian sekunder menggunakan artikel berita, jurnal penelitian, dan beberapa video YouTube, penelitian ini menemukan bahwa "We are Number One" dapat didefinisikan sebagai contoh kuat budaya partisipatif dan video memetika, dimana kreativitas yang terdapat di antara para penggunanya tergolong sebagai aspek terkuat. Ini dapat dikatakan sebagai contoh bagaimana budaya internet modern dapat digunakan untuk tujuan positif bersama.

In a modern society, internet memes dominate the online landscape and has been used for various reasons, more than just communication means. However, one meme named `We are Number One` that found popularity in 2016 stood among the rest by being used for raising awareness on a certain issue. Originally a song produced for a Icelandic children`s television show, `We are Number One` has garnered fame through its usage of GoFundMe fundraising for one of its original performers. This is done through a collaborative effort between YouTube content creators that uploaded remixes of the original song and YouTube users that regularly engage in the meme on the platform. This phenomenon invites research to examine the meme through a participatory culture lens and redefining it as a memetic video. Through secondary research into news articles, research journals, and multiple YouTube videos, the research found that `We are Number One` can be defined as a strong example of both a participatory culture and a memetic video, with creativity found among its users as its strongest aspect. It serves as an example of how modern internet culture can be used for a common positive cause."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>