Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zakya Sukma Hapsari
"Latar Belakang: Periodontitis adalah penyakit inflamasi yang merusak jaringan pendukung gigi meliputi gusi, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. Salah satu tipe penyakit ini adalah periodontitis agresif yang dicirikan dengan kerusakan tulang yang cepat akibat aktivitas sel osteoklas yang berlebih. Tipe tersebut sering dikaitkan dengan bakteri Gram negatif Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Namun, interaksi langsung antara bakteri A. actinomycetemcomitans dengan sel preosteoklas sebagai cikal dari sel osteoklas belum diketahui. Tujuan: Mengetahui pengaruh interaksi langsung dari bakteri A. actinomycetemcomitans dengan sel preosteoklas terhadap proliferasi bakteri. Metode: Studi in vitro dengan melakukan paparan bakteri A. actinomycetemcomitans terhadap sel preosteoklas yang didapatkan dari bone marrow cells mencit dalam keadaan aerob dan anaerob selama 30 menit. Kemudian medium pascapaparan tersebut dilakukan total plate count dengan teknik spread plate. Hasil: Rerata jumlah koloni bakteri (CFU/mL) pada kelompok paparan secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diinteraksikan dengan sel preosteoklas baik dalam keadaan aerob maupun anaerob (p<0,05). Sementara itu, perbandingan rerata jumlah koloni kelompok yang dipaparkan dalam kondisi aerob cenderung menghasilkan lebih banyak koloni dibandingkan kelompok anaerob (p<0,05). Kesimpulan: Interaksi langsung antara bakteri A. actinomycetemcomitans dengan sel preosteoklas menurunkan tingkat proliferasi bakteri ekstraseluler diduga akibat internalisasi bakteri terhadap sel preosteoklas yang membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Background: Periodontitis is an inflammatory disease that affects the supporting tissues of the teeth, including the gingiva, periodontal ligament, and alveolar bone. One type of periodontitis is aggressive periodontitis, which is characterized by rapid bone destruction due to overactivity of osteoclasts. This type of periodontitis is often associated with Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Gram-negative bacteria. However, the direct interaction between A. actinomycetemcomitans bacteria and preosteoclasts as the precursor of osteoclasts was still unclear. Objective: To determine the effect of direct interaction of A. actinomycetemcomitans with preosteoclasts on bacterial proliferation. Methods: In vitro study by A. actinomycetemcomitans bacterial infection to preosteoclasts that obtained from bone marrow cells of mice under aerobic and anaerobic conditions for 30 minutes. Then the medium from the infection was collected. The total plate count is then carried out on the post-exposure medium using the spread plate technique. Results: The mean number of bacterial colonies (CFU/mL) in the exposure group was significantly lower than the control group which did not interact with preosteoclasts in both aerobic and anaerobic conditions (p<0.05). Meanwhile, the comparison of the mean number of colonies in the exposure group in aerobic conditions tended to produce more colonies than the anaerobic group (p<0.05). Conclusion: The direct interaction between A. actinomycetemcomitans bacteria and preosteoclasts affects the rate of extracellular bacterial proliferation that presumed to be due to the internalization of bacteria into preosteoclasts which requires further research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurul Mustaqimah
"

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian di luar negeri ditemukan bahwa beberapa orang dewasa muda menderita penyakit periodontitis agresif. Saya memilih judul ini karena ternyata di Indonesia pun ditemukan adanya individu dewasa muda, baik dari kalangan sosial ekonomi rendah maupun sosial ekonomi menengah ke atas, yang menderita penyakit periodontitis agresif ini, yaitu geligi menjadi goyang hingga tanggal pada usia dini, remaja, atau dewasa muda. Prayitno (1990) meneliti pada 592 petani pemetik teh di Puncak dan Bandung serta pada 747 mahasiswa UI dari 10 fakultas yang semuanya berumur 18-30 tahun. Meskipun higiene mulut kelompok petani lebih buruk daripada kelompok mahasiswa, namun ditemukan tidak adanya perbedaan prevalensi kejadian penyakit periodontitis agresif pada kedua kelompok tersebut, yaitu 4,2% pada petani dan 3,9% pada mahasiswa. Untuk kejelasannya, saya akan membahas secara singkat mengenai jaringan periodonsium, macam penyakit, prevalensi, faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan atau memodifikasi penyakit periodontal, kecepatan progresi, serta patogenesis proses pengrusakannya.

Jaringan Periodonsium dan Macam Penyakit Periodontal

Jaringan periodonsium terdiri dari jaringan gingiva, ligamen perio. dontal, scmentum, dan tulang alveolar yang menyangga gigi di tempatnya. Penyakit periodontal mencakup gingivitis dan periodontitis. Gingivitis merupakan keadaan keradangan pada jaringan lunak di sekitar gigi sebagai respons imun langsung terhadap plak bakteri yang terbentuk di dekatnya. Periodontitis akan menyertai gingivitis, tergantung pada respon imun dan keadaan keradangan individu bersangkutan. Keadaan tersebut diawali oleh keberadaan plak bakteri. Namun, pada periodontitis terjadi keradangan kerusakan jaringan penyangga gigi, dan setelah jangka waktu tertentu dapat menyebabkan gigi terlepas. Gingivitis terjadi tanpa kerusakan epithelial attachment (perlekatan jaringan) yang merupakan bagian dasar dari sulkus gingiva (saku gusi), sedangkan periodontitis diawali oleh kerusakan perlekatan jaringan.

"
Jakarta: UI-Press, 2005
PGB 0450
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Oktawati Sarwansa
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besar perbedaan antara hasil pengukuran--pengukuran kehilangan perlekatan jaringan periodonsium. Pengukuran-pengukuran tersebut adalah kehilangan perlekatan klinis tanpa anestesi, dengan anestesi, saat operasi dan secara radiografis. Pengukuran dilakukan pada 80 sampel area proksimal gigi posterior bawah. Pengukuran klinis dilakukan memakai prob Williams dengan tekanan yang ringan sedangkan gambaran radiografis dilakukan dengan teknik "bisecting angle.
Hasil pengukuran kehilangan perlekatan klinis ternyata lebih kecil secara bermakna daripada pengukuran saat operasi, rerata perbedaannya sebesar 0,85 mm. Gambaran radiografis juga memperlihatkan hasil yang lebih kecil secara bermakna daripada pengukuran saat operasi, rerata perbedaannya sebesar 0,588 mm.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chiquita Priyambodo
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan peran kontak prematur dan bloking terhadap bentuk kerusakan tulang alveolar secara klinis. Pengamatan dilakukan pada 92 elemen gigi posterior bawah. Pengamatan secara radiografis dilakukan dengan melihat bentuk kerusakan tulang alveolar, berbentuk vertikal atau horisontal. Sampel diambil dari gigi yang mengalami kontak prematur dan atau bloking dengan kehilangan perlekatan > 5 mm. Penelitian ini diuji dengan uji statistik secara cross sectional dengan Chi kuadrat dengan. koreksi Yates pada p = 0,05. Hasil Penelitian ini memperlihatkan bahwa kontak prematur mesial berbeda bermakna pada sisi distal ( X > 3,84 ), kontak prematur distal berbeda bermakna pada sisi mesial dan distal ( X > 3,84 ), bloking bukal berbeda bermakna pada sisi-distal ( X > 3,84 ), bloking lingual tidak berbeda bermakna pada sisi mesial dan distal ( X < 3,84 ), kontak prematur + bloking berbeda bermakna di sisi mesial dan distal ( X > 3,84 ). Penelitian ini memperlihatkan bahwa kerusakan tulang yang terjadi lebih banyak berbentuk vertikal. Gigi dengan kelainan periodontal memiliki nilai plak > 1.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levina Mulya
"Latar Belakang: Periodontitis kronis mempunyai prevalensi yang sangat tinggi. Baru-baru ini, ada tipe baru fototerapi non bedah untuk mengeliminasi bakteri dinamakan terapi fotodinamik.
Tujuan: Menganalisis efek terapi fotodinamik setelah SPA pada periodontitis kronis.
Metode: Desain split-mouth menerima SPA dengan atau tanpa terapi fotodinamik. BOP, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan diperiksa pada awal dan 1 bulan.
Hasil: Terjadi penurunan kedalaman poket dan peningkatan perlekatan, yang lebih besar dibandingkan sisi kontrol (p<0,05). Pada BOP terjadi penurunan hampir sama dengan sisi kontrol.
Kesimpulan: Tindakan SPA + terapi fotodinamik dibandingkan SPA saja terbukti menyebabkan perubahan efek klinis yang lebih baik pada penurunan kedalaman poket periodontal dan meningkatkan perlekatan gingiva.

Background: Chronic periodontitis has a very high prevalency. Recently, there is a new type of non-surgical phototherapy to eliminate bacteria called photodynamic therapy.
Aim: Analyzing the effects of photodynamic therapy after SPA in chronic periodontitis.
Methods: split-mouth design receives SPA with or without photodynamic therapy. BOP, pocket depth, and attachment loss examined at baseline and 1 month.
Results: There was a decrease in pocket depth and increasing clinical attachment, which is greater than the controls (p <0.05). In BOP decreased nearly equal to the control side.
Conclusions: Measures SPA + photodynamic therapy have better clinical effect on periodontal reduction pocket depth and increased gingival attachment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Najla Rubiati
"Latar Belakang : Single nucleotide polymorphism SNP gen TNF-? terbukti dapat meningkatkan kerentanan berbagai penyakit inflamasi termasuk periodontitis.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan distribusi polimorfisme gen TNF-? -308 G/A pada penyakit periodontitis dan individu sehat.
Metode: 100 bahan biologi tersimpan 50 sampel periodontitis dan 50 sampel kontrol dianalisa menggunakan teknik PCR-RFLP dengan enzim restriksi NcoI.
Hasil : Genotip AA tidak ditemukan dan genotip GG ditemukan dengan jumlah terbanyak pada kelompok kontrol dan periodontitis. Genotip dan alel polimorfik ditemukan lebih banyak pada kelompok periodontitis 22 dan 11 dibandingkan kelompok kontrol 8 dan 11 . Hasil uji Fisher`s Exact menghasilkan p value=0.091.
Kesimpulan : Terdapat polimorfisme gen TNF-? -308 G/A pada penderita periodontitis namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme antara penyakit periodontitis dan individu sehat di populasi Indonesia p>0.05.

Background : Single nucleotide polymorphism SNP in TNF gene has been associated with several inflammatory diseases including periodontitis.
Purpose : This study aimed to discover the difference of TNF 308 G A gene polymorphism distribution in periodontitis and healthy controls.
Methods : 100 stored samples of from 50 periodontitis male patients and 50 controls were analyzed using PCR RFLP technique with NcoI restriction enzyme and subsequently assessed with statistical analysis using Fisher's Exact test.
Results : AA genotype was absent and GG genotype was found with the highest amount in both sample. Polymorphic genotype and alelle were found higher in periodontitis sample 22 and 11 than healthy controls 8 and 11. Using fisher exact test, it was found p value 0.091.
Conclusion : No significant difference of TNF 308 G A SNP distribution was found between periodontitis and controls in Indonesian population p 0.05.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hj. Sofa Inayatullah
"Latar belakang: Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit yang kronik, ditandai oleh plak eritematosa dan skuama kasar berlapis, dengan fenomena Koebner dan tanda Auspitz. Salah satu faktor pemicu yang diduga berperan adalah infeksi. Periodontitis merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan dapat menjadi fokus infeksi. Penelitian untuk mengetahui proporsi periodontitis pada pasien psoriasis belum pernah dilakukan di Indonesia dan belum ada penelitian yang melaporkan korelasi derajat keparahan psoriasis dengan kedalaman poket periodontal.
Tujuan: Mengetahui proporsi kasus periodontitis pada pasien psoriasis vulgaris dan korelasi antara derajat keparahan psoriasi dengan kedalaman poket periodontal.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada bulan Juli-November 2017 di poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan poliklinik Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Pemilihan sampel dilakukan secara consecutive sampling dengan jumlah sampel 34 pasien. Anamnesis dan pemeriksaan fisis lesi kulit dilakukan oleh peneliti, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan gigi dan mulut oleh dokter gigi spesialis Periodontologi.
Hasil : Didapatkan total 34 subjek dengan median usia 37,5 tahun 19-58 tahun . Subjek terdiri atas 20 pasien 58,8 dengan psoriasis derajat ringan dan 14 pasien 41,2 dengan psoriasis derajat sedang-berat. Hasil didapatkan 16 pasien 47,1 dengan periodontitis dan 18 pasien 52,9 tanpa periodontitis. Periodontitis didapatkan sebanyak 8 pasien 23,53 pada masing-masing kelompok psoriasis derajat ringan dan sedang-berat. Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara derajat keparahan psoriasis dengan kedalaman poket periodontal r 0,126, p 0,478.
Simpulan: Ditemukan proporsi periodontitis yang cukup tinggi pada pasien psoriasis vulgaris yaitu sebesar 47,1 dan tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara derajat keparahan psoriasis dengan kedalaman poket periodontal. Hasil ini mungkin dikarenakan faktor perancu yang dapat memengaruhi derajat keparahan psoriasis maupun kedalaman poket. Kata kunci: Psoriasis, periodontitis, infeksi.

Background: Psoriasis is a chronic inflammatory skin disease, characterized by erythematous plaques and coarse grained scales, with the Koebner phenomenon and the Auspitz sign. One of the trigger factors that contributes is infection. Periodontitis is an infection that occurs in periodontal tissue and can be focus of infection. A study to determine the proportion of periodontitis in psoriasis patients has never been done in Indonesia and no studies have reported a correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth.
Objective: To determine the proportion of periodontitis in patients with psoriasis vulgaris and the correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth.
Methods: This cross sectional study was conducted in July November 2017 in Dermatovenereology clinics of dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. The sample selection was done consecutive sampling with total sample of 34 patients. Anamnesis and physical examination of skin lesions were done by investigator, then dental and oral examination were done by periodontist.
Results: Total of 34 subjects were enrolled with median age of 37.5 years 19 58 years old. The subjects consisted of 20 patients 58.8 with mild psoriasis and 14 patients 41.2 with moderate severe psoriasis. The results showed that 16 patients 47.1 with periodontitis and 18 patients 52.9 without periodontitis. Periodontitis was found in 8 patients 23.53 in each group of mild and moderate severe psoriasis. There was no statistically significant correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth r 0.126, p 0.478 .
Conclusion: The high proportion of periodontitis was found in patients with psoriasis vulgaris 47.1 and there was no statistically significant correlation between psoriasis severity and periodontal pocket depth. The results may be due to counfounding factors that affect both psoriasis severity and pocket depth. Keywords Psoriasis, periodontitis, infection
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florencia Natasya Putri Saraswati
"Latar Belakang: Rokok merupakan salah satu faktor risiko utama periodontitis dengan peningkatan resiko sebesar 2 hingga 8 kali lipat lebih tinggi terkait resiko kehilangan perlekatan klinis. Namun, belum ada penelitian mengenai distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada perokok terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis dengan parameter kehilangan perlekatan klinis pada perokok.
Metode: Penelitian observasi deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 138 rekam medik dengan subjek periodontitis kronis yang merokok di klinik integrasi RSKGM FKG UI periode 2010 sampai 2017.
Hasil: Subjek merupakan 56 perokok ringan, 45 perokok sedang, dan 37 perokok berat. Frekuensi periodontitis kronis tertinggi terjadi pada rahang bawah pada perokok ringan (54,4%), serupa pada perokok sedang (53,34%), serta perokok berat (51,48%). Posterior maksila mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (31,21%), sedang (28,44%), dan berat (30,28%). Premolar mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (30,24%), sedang (30,29%) dan berat (31,21%). Elemen gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi adalah gigi 33 pada perokok ringan (4,68%), gigi 43 pada perokok sedang (4,79%), dan pada perokok berat adalah gigi 34 (4,59%). Frekuensi kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada perokok ringan adalah sisi mesial gigi 42 (1,44%), pada perokok sedang adalah sisi mesial gigi 41 (1,45%), dan pada perokok berat adalah sisi mesial gigi 43 (1,39%).
Kesimpulan: Periodontitis kronis pada perokok paling banyak terjadi pada rahang bawah, regio posterior maksila, dan kelompok gigi premolar. Elemen gigi dengan periodontitis kronis terbanyak terdapat pada gigi 33, gigi 43, dan gigi 34. Sisi dengan frekuensikehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis adalah sisi mesial gigi 42, sisi mesial gigi 41, dan sisi mesial gigi 43.

Background: Cigarette smoking is one of the main risk factors for periodontitis with an increased risk of 2 to 8 times higher in clinical attachment loss. However, no study has examined the distribution of each element of tooth that has chronic periodontitis in smokers, especially in Indonesia.
Objective: Determine the distribution of affected teeth with chronic periodontitis in smoker with clinical attachment loss as a parameter.
Method: This retrospective descriptive observational study was conducted using 138 periodontal medical records of smokers chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI periode of 2010 to 2017.
Results: Subjects consisted of 56 light smokers, 45 moderate smokers, and 37 heavy smokers. The frequency of chronic periodontitis is higher in lower jaw teeth (54,4%), and similar to moderate smokers (53,34%), and heavy smokers (severe category) (51,48%). Posterior maxilla is the highest frequency in light smokers (31,21%), also in moderate smokers (28,44%), as well as in heavy smokers (30,28%). The premolar group (30,24%) has highest periodontitis in light smokers, as in moderate smokers (30,29%) and in heavy smokers (31,21%). The most frequent tooth affected by chronic periodontitis in light smokers is lower left canine (4,68%), while in moderate smokers is lower right canine (4,79%), and in heavy smokers is lower first premolar (4,59%). The highest frequency of clinical attachment loss in light smokers patient is the mesial surface of lower right lateral incisor (1,44%), in moderate smokers is the mesial surface of lower right central incisor (1,45%), and in heavy smokers is the mesial surface of lower right canine (1,39%).
Conclusion: Chronic periodontitis in smokers mostly occurs in the lower jaw, posterior maxilla region, and in the premolar group. Element of tooth most frequently affected by chronic periodontitis are lower left canine, lower right canine, and lower first premolar. The surface of the teeth with most clinical attachment loss are mesial surface of lower right lateral incisor teeth, the mesial side of lower right central incisor, and the mesial side of lower right canine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurul Aziziah
"Latar belakang: Periodontitis kronis merupakan jenis penyakit periodontal yang umum ditemukan pada orang dewasa, dengan prevalensi mencapai angka 74,1% di Indonesia menurut Riskesdas 2018. Tantangan utama pada perawatan periodontitis adalah waktu dan ketepatan dari diagnosis. Periodontitis kronis tidak menyebabkan timbulnya rasa sakit, sehingga pasien sering tidak mencari perawatan untuk penyakit tersebut. Menurut penelitian Grover et al. (2013), keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang datang untuk perawatan gigi dan mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, berkaitan dengan estetik, serta berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut. Melalui penelusuran berbagai penelitian, ditemukan berbagai macam keluhan utama pada pasien dengan periodontitis kronis dengan proporsi yang berbeda-beda, dan belum pernah dilakukan studi serupa di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deksriptif untuk distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang didapat dari data sekunder berupa 588 rekam medis RSKGM FKG UI dalam rentang tahun kunjungan 2016 - 2018. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat menggunakan SPSS untuk menggambarkan distribusi.
Hasil: Secara umum, keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang paling sering ditemukan adalah keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (39,8%), diikuti dengan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik (39,1%), dan keluhan utama yang berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut (0,9%). Ditemukan kelompok keluhan utama lainnya sebesar 20,2% yang sebagian besar meliputi rujukan (6,8%) dan sakit gigi (5,6%). Pada jenis kelamin laki-laki, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (20,2%), sedangkan pada jenis kelamin perempuan adalah keluhan yang berkaitan dengan estetik (21,6%). Pada kelompok usia remaja awal, lansia awal, dan lansia akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, dan pada kelompok usia remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik.
Kesimpulan: Terdapat gambaran distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Keluhan berkaitan dengan gejala penyakit periodontal paling sering ditemukan pada laki-laki, serta pada kelompok usia remaja awal dan lansia, sedangkan keluhan berkaitan dengan estetik paling sering ditemukan pada perempuan, serta pada kelompok usia remaja akhir dan dewasa. Keluhan berkaitan dengan kegawatdaruratan ditemukan di beberapa kelompok usia dan kedua jenis kelamin.

Background: Chronic periodontitis is one of the common periodontal diseases found on adults. The prevalence of chronic periodontitis in Indonesia is 74,1% according to Indonesian Health Survey 2018. The main challenge on treating chronic periodontitis is a proper time of diagnosis. Chronic periodontitis is a painless disease and is often undiagnosed until it has reached moderate to advanced stage, and many patients rarely seek care. A research by Grover et al. describes the common chief complaint in chronic periodontitis patients based on three major groups; periodontitis symptoms related, esthetic related, and dental emergency related. Other researches describe different distribution on patients’ chief complaints, and currently there are no similar research in Indonesia.
Objectives: To describe the distribution of chief complaints in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI.
Methods: A descriptive study using secondary data from 588 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI throughout 2016 - 2018.
Result: The highest distribution of chief complaint found in patients with chronic periodontitis is periodontitis symptoms related (39,8%), followed by esthetic related (39,1%), and dental emergency (0,9%). Patients with other chief complaints (20,2%) found mainly came through referral (6,8%) and pain (5,6%). In male, the common chief complaint found is periodontitis symptoms related (20,2%), while in female is esthetic related (21,6%). According to age, periodontitis symptoms related complaints were mainly found in early adolescents and elderly, while esthetic related complaints were mainly found in late adolescents and adults.
Conclusion: There are different distributions of chief complaint in patients with chronic periodontitis according to gender and age. Periodontitis symptoms related complaints were mainly found in males, and found in early adolescents or elderly. Esthetic related complaints were mainly found in females, and found in late adolescents and adult. Dental emergency related complaints were found in various age group and both genders equally.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edlyn Dwiputri
"Pendahuluan: Periodontitis adalah penyakit inflamasi oleh mikroorganisme spesifik yang mengakibatkan kerusakan progresif pada jaringan periodontal / pendukung gigi dan dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang. Penyakit periodontal memiliki hubungan erat dengan kadar Reactive Oxygen Species (ROS) yang berlebihan. Peningkatan nilai rasio RANKL/OPG terlihat pada kerusakan tulang pada periodontitis. Indonesia berada pada urutan ke-4 sebagai negara pemasuk umbi porang terbesar di Indonesia. Konjac Glukomannan adalah sediaan dari akar umbi porang yang telah terbukti memiliki banyak kemampuan seperti antioksidan dan pengaruhnya terhadap tulang. Tujuan: Menganalisis aktivitas inhibitor osteoklastogenesis dan antioksidan dari Konjac Glukomannan melalui nilai histomorfometrik, rasio RANK/OPG dan ROS pada mencit Swiss Webster model periodontitis. Metode: Studi eksperimental laboratoris (in vivo) pada mencit Swiss Webster jantan berusia 8 minggu yang dibagi ke dalam empat kelompok perlakuan dengan jumlah sampel pada tiap kelompok penelitian adalah 12. Suspensi Konjac Glukomannan diberikan selama 14 hari. Induksi periodontitis dilakukan pada hari ke-7 hingga hari ke-14. Pengukuran dilakukan pada sampel maksila, gingiva, dan cairan sulkus gingiva mencit untuk mendapatkan nilai kerusakan tulang secara histomorfometrik, ekspresi gen RANKL/OPG, dan nilai protein ROS. Hasil: Kelompok periodontitis yang diawali dengan pemberian Konjac Glukomannan menunjukkan nilai kerusakan tulang alveolar secara histomorfometrik linear, rasio RANKL/OPG, dan ROS yang lebih rendah signifikan secara statistik dibandingkan tanpa pemberian Konjac Glukomannan. Pemberian Konjac Glukomannan pada mencit sehat tidak memberikan perubahan signifikan secara statistik pada nilai-nilai tersebut. Kesimpulan: Pemberian Konjac Glukomannan dinilai mampu menghambat periodontitis melalui aktivitas inhibitor osteoklastogenesis dan antioksidan.

Introduction: Periodontitis is an inflammatory disease caused by specific microorganisms that result in progressive damage to the periodontal/dental supporting tissues and can affect a person's quality of life. Periodontal disease is closely related to excessive Reactive Oxygen Species (ROS) levels. An increase in the RANKL/OPG ratio is seen in bone damage on periodontitis. Indonesia is in 4th place as the largest importer of porang tubers in Indonesia. Konjac Glucomannan is a preparation from porang root which has been proven to have many abilities such as antioxidants and its effect on bones. Objectives: To analyze the osteoclastogenesis inhibitor and antioxidant activity of Konjac Glucomannan through histomorphometric values, RANK/OPG ratio, and ROS in the Swiss Webster mice model of periodontitis. Methods: Laboratory experimental study (in vivo) on 8 weeks old male Swiss Webster mice divided into four treatment groups with 12 samples in each study group. Konjac Glucomannan suspension was given for 14 days. Periodontitis induction was carried out from the 7th to the 14th day. Measurements were made on samples of the maxilla, gingiva, and gingival crevicular fluid of mice to obtain histomorphometric values ​​of bone damage, RANKL/OPG gene expression, and ROS protein values. Results: The periodontitis group pre-treated with Konjac Glucomannan showed lower alveolar bone damage, RANKL/OPG ratio, and ROS significantly than without Konjac Glucomannan. Administration of Konjac Glucomannan to healthy mice did not provide significant changes to these values. Conclusion: Administration of Konjac Glucomannan is considered capable of inhibiting periodontitis through the activity of inhibitors of osteoclastogenesis and antioxidants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>