Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Christina
Abstrak :
ABSTRAK
Hubungan antara etnis pribumi dan Tionghoa yang seringkali diwamai konflik menandakan bahwa usaha asimilasi yang dilaksanakan oleh pemerintah belum memuaskan. Salah satu upaya mempermudah proses asimilasi antara dua golongan etnis tersebut adalah melalui perkawinan campur. Namun, perbedaan latar belakang budaya dalam perkawinan campur dapat menimbiilkan konflik bagi pasangan sehingga diperlukan strategi coping yang tepat untuk mengatasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi coping yang digunakan wanita etnis Tionghoa dalam mengatasi konflik budaya dengan suaminya yang pribumi. Masaiali-masalah yang mungkin timbul dalam perkawinan campur antara lain, komunikasi, perbedaan nilai, dan hubungan dengan keluarga (Markoff, dalam Tseng, McDermott, & Maretzki, 1977). Strategi coping yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut terbagi dalam kategori problem-focused coping atau coping terpusat-masalah, emotion-focused coping atau coping terpusat-emosi, dan gabungan keduanya (Lazarus, Folkman, Schetter, DeLongis, & Gruen, 1986 dalam Bird & Melville, 1994). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena memungkinkan peneliti mendapatkan penghayatan subyek mengenai strategi coping yang digimakan dalam menyelesaikan terjadinya konflik berlatar belakang budaya dalam perkawinan campur. Pemilihan subyek sebanyak 3 orang menggunakan salah satu pedoman yang diuraikan oleh Patton (1990), yaitu pemilihan subyek berdasarkan teori atau berdasarkan konstruk operasional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan didukung oleh metode observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subyek jarang mengalami konflik dengan suami mengenai perbedaan budaya. Namun, bila teijadi konflik, ketiga subyek menggunakan strategi coping yang berbeda untuk mengatasinya. Subyek EN cenderung menggunakan strategi coping terpusat-masalah, sedangkan subyek LI lebih cenderung menggunakan coping teipusat-emosi dan mengalah. WL sendiri menggunakan kedua cara coping tersebut secara bergantian, tidak ada satu kecenderungan tertentu. Kurang nampaknya konflik budaya dalam penelitian ini mungkin disebabkan oleh perbedaan budaya yang tidak terlalu jauh antara subyek dan suaminya, seperti dalam kasus WL dan IN. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dicari pasangan subyek yang kebudayaannya memang iaub berbeda agar gambaran konflik dan strategi coping yang digunakan terlihat lebih jelas dan nyata. Berdasarkan analisis hasil penelitian, disarankan agar pasangan perkawinan campur menggunakan strategi coping terpusat-masalah untuk mengatasi konflik budaya karena strategi coping ini membantu pasangan untuk menyelesaikan perbedaan budaya di antara keduanya, tidak sekadar mengurangi tekanan akibat adanya perbedaan tersebut.
2001
S2797
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library