Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simorangkir, Victor
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Edi H.
Abstrak :
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia menjadi persoalan serius oleh karena terjadi hampir merata di semua lapisan masyarakat, dari kalangan atas hingga anak ja|anan_ Sasaran peredaran gelap narkoba tidak hanya pada tempat-tempat umum saja tetapi sudah merambah pada Iingkungan perguruan tinggi, sekolah-sekolah bahkan sampai kepada lingkungan pemukiman. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, masyrakat menjadi terusik ketentramannya oleh karena takut terhadap banaya narkoba apalagi bila Salah satu anggota keluarganya terjerumus pada kecanduan narkoba. Pada sebuah masyarakat di Iingkungan pemukimen Rw.O7 kelurahan Kayu Putih berupaya untuk mengatasi masalah narkoba dengan ikut berperan serta melakukan gerakan sosial masyarakat untuk memberantas penyatahgunaan dan peredaran gelap narkoba Tujuan penulisan tesis adalah untuk mendiskripsikan serta memahami bentuk dan kegiatan gerakan sosial masyarakat. Teori yang digunakan adalah ?Teori Gerakan Sosiat dan Mobilisasi Sumber Daya"_ Melode yang digunakan adalah kualitatif sedangkan untuk memahami secara mendalam dari gerakan sosial tersebut penulis menggunakan metode Studi Kasus deng n tehnik pengumpulan data : pengamatan, wawancara terstruktur ataupun spontan dalam rangkaian pengamatan terlibat. Hasil penelitian adalah bahwa masyarakat melakukan gerakan sosial oleh karena para orang tua merasa khawatir anak-anaknya terjerumus menjadi pecandu narkoba, masyarakat khawatir dengan adanya perilaku kriminal dari penyalahguna narkoba seperti teriadinya pencurian, masjid AI Fallah dij dikan alamat transaksi peredaran narkoba, aparat keamanan belum me1akukan tindakan represif, mendukung program pemda DKI. Dalam gerakan sosial masyarakat ini kegiatan yang dilaksanakan berupa orasi, pemasangan spanduk-spanduk, pamp1et~pampIet, penggeledahan rumah-rumah dan penangkapan orang-orang yang dicurigai sebagai penyalahguna dan pengedar narkoba. Sedangkan faktor-faktor yang menentukan sukses tidaknya suatu gerakan sosial yaitu adanya kepemimpinan, organisasi dan taktik yang digunakan, tujuan, jumlah orang dan Iamanya berlangsung. Demikian juga faktor-faktor yang mendukung yaitu peraturan hukum, pejabat yang membantu dan sumber daya pendukung. Pada gerakan sosial ini masyarakat tidak melaksanakan sendiri tetapi adanya kerja sama dengan aparat Kepolisian.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T5080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bose Devi
Abstrak :
ABSTRAK Kepadatan penduduk yang tinggi terutama akan terjadi di kota kota besar. Hal tersebut disebabkan karena derasnya arus perpindahan penduduk ke perkotaan, yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah seperti penyediaan lapangan kerja dan kesempatan kerja. Konsentrasi-konsentrasi penduduk yang sangat padat membentuk kantong-kantong permukiman kumuh dan miskin di pusat-pusat dan pinggiran kota. Akibat keterbatasan ekonomi dan keadaan sosial yang kurang mendukung, lapisan penduduk marjinal di DKI Jakarta dengan terpaksa dan atau sengaja bermukim di human kumuh. Di antara mereka bahkan mendirikan bangunan-bangunan liar pada lokasi-lokasi yang semestinya tidak diperuntukan sebagai permukiman atau pada lahan-lahan milik pihak lain. Di samping itu industrialisasi dan proses urbanisasi yang berlangsung cepat akan menimbulkan masalah kesehatan perkotaan yang berantikan masalah kesehatan lingkungan permukiman. Masalah-masalah tersebut antara lain meliputi, perumahan sehat, sanitasi makanan, kebutuhan air bersih dan lain-lain. Eckholm (1983), mengatakan bahwa kesehatan lingkungan tidak sekedar dilihat dan segi estetika lingkungan alami saja, tetapi dipengaruhi juga oleh kebijakan sosial, ekonomi, budaya pemerintah maupun kebiasaan, gaya hidup dan tradisi masyarakat. Secara umum masalah-masalah kesehatan lingkungan yang mendasar antara lain adalah : Masalah Air minum , Air limbah, Masalah Tinja, Masalah Sampah, Masalah Sanitasi makanan, Masalah Perumahan, Masalah Serangga, Masalah Pencemaran (Wina.mo:1984) Adapun ruang lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri: meliputi hal-hal yang luas, antara lain, penyediaan air minum, pengolahan air limbah dan pengendalian pencemaran air, pengelolaan sampah padat, pengendalian vektor, pengendalian dan pencegahan pencemaran tanah, higiene makanan, pengendalian pencemaran udara, pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan dan lain-lain (Kusnoputranto: 1992) Perumahan merupakan salah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia, yaitu pagan, sandang dan papan, yang mau tidak mau harus dipenuhi agar manusia hidup layak. Khusus untuk kota Jakarta, dengan luas Jahan yang hanya 661,52 km2 dan pada tahun 1996 di huni lebih dari 9.341.400 jiwa atau dengan kepadatan penduduk sekitar 14.121 jiwa per km2 serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (1,97%), perumahan yang layak dan suhat telah menjadi salah satu masalah yang utama. Kepadatan penduduk terbesar adalah di Jakarta timur yaitu, 2.471.300 jiwa atau 26,5% dari total penduduk Jakarta. Pertambahan jumlah penduduk tersebut seyogianya diikuti pula dengan tersedianya perumahan yang layak dan sehat. Namur sampai saat ini kemampuan pemerintah maupun Swasta untuk menyediakan pemukiman yang memadai bagi semua warganya masih sangat jauh dari yang dibutuhkan, hal ini telah menjadi salah satu masalah utama di Jakarta. Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, maka masalah-masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah: 1. Belum tersedianya informasi tentang kondisi Sarana kesehatan lingkungan (Jamban, saluran air kotor, lokasi pembuangan sampah dan sumber air bersih) di Rumah Susun Palo Gadung dan di Permukiman Kumuh di sekitarnya. 2. Bagaimana kualitas kesehatan lingkungan di Rumah Susun Pulo Gadung dan di Pemukiman Kumuh di sekitarnya. 3. Bagaimana kondisi pencahayaan dan ventilasi udara pada Rumah Susun Pulo Gadung dan di Permukiman Kumuh di sekitamya. 4. Bagaimana kondisi kesehatan lingkungan dan kejadian penyakit diare pada Rumah Susun Pulo Gadung dan di Permukiman Kumuh di sekitarnya. 5. Apakah ada hubungan yang signifikan antara Keberadaan Rumah Susun dengan Kesehatan lingkungan dan bagaimana kondisi kesehatan lingkungan pada Rumah Susun dan Pemukiman Kumuh ditinjau dari variable-variabel berikut: - Air Bersih dengan Sub variabel: Air Minum dan Air Mandi - Sanitasi dengan Sub variabel: Pencahayaan, Jamban, Saluran air kotor Pengelolaan Sampah dan Ventilasi - Penyakit. Dari permasalahan di atas dapat diajukan beberapa hipotesis yang akan diuji seperti di bawah ini : 1. Tidak ada perbedaan Kualitas Kesehatan lingkungan antara Rumah Susun Pulo Gadung dan Permukiman Kumuh di sekitarnya terhadap keberadaan dan kondisi sarana kesehatan lingkungan (Jamban, saluran air kotor, sampah, ventilasi udara, pencahayaan). 2. Tidak ada hubungan Keberadaan Permukiman (Permukiman Kumuh, Rumah Susun) dengan Sarana Kesehatan lingkungan. 3. Tidak ada hubungan antara penyediaan Air bersih dengan kejadian penyakit diare pada Rumah Susun Palo Gadung dan Permukiman Kumuh di sekitamya . Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif sedangkan pengujian hipotesis dengan teknik korelasi sederhana "Product moment " Pearson dan regresi linier dan ganda, serta uji-T dengan menggunakan fasilitas program komputer SPSS for Windows. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Variabel Sarana kesehatan lingkungan untuk Rumah Susan diperoleh harga, r = 0,618, dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0,38. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Rumah Susun (Y) dapat dijelaskan oleh kondisi sarana kesehatan lingkunganya sebesar 38 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 15,156 + 0,14 X1. Ini berarti bahwa keberadaan Rumah Susun dapat meningkat sebesar 0,14, jika sarana kesehatan lingkungan ditingkatkan sebesar satu satuan Variabel Sarana kesehatan lingkungan untuk Perumahan Kumuh diperoleh harga, r = 0,645, dengan koefisien determinasi (r) sebesar 0,41. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Rumah Susun (Y) dapat dijelaskan oleh kondisi Sarana Kesehatan Lingkunganya sebesar 41 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 15,50 + 0,03 X1. 1ni berarti bahwa keberadaan Rumah Susun dapat meningkat sebesar 0,03, jika sarana kesehatan lingkungan ditingkatkan sebesar satu satuan. Nilai rerata Sarana kesling untuk Rumah Susun sebesar 27,52 Permukiman Kumuh sebesar 27,38. Melalui Uji T antara Rumah Susun dengan Permukiman Kumuh diperoleh harga t hitung = 1,27 dengan harga t tabel pada dk (41)(0,05) sebesar 0,78 diperoleh bahwa t hitung > t tabel. Sehingga ada perbedaan yang signifikan antara Sarana Kualitas Kesehatan lingkungan Rumah Susun dengan Kualitas Sarana Kesehatan lingkungan Permukiman Kumuh, 2. Variabel Air bersih untuk Rumah Susun diperoleh harga, r = 0,675, dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0,45. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Rumah Susun (Y) dapat dijelaskan oleh kondisi Air bersih (X2) sebesar 45 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 11,33 + 0,17 X7. Ini berarti bahwa keberadaan Rumah Susun dapat meningkat sebesar 0,17, jika Air bersih ditingkatkan sebesar satu satuan Variabel Air bersih untuk Permukiman Kumuh diperoleh harga, r = 0,626, dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0,41. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Rumah Susun (Y) dapat dijelaskan oleh kondisi Air bersih sebesar 41 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 17,94 + 0,17 X2. Ini berarti bahwa keberadaan Rumah Susun dapat meningkat sebesar 0,17, jika Air bersih ditingkatkan sebesar satu satuan 3. Variabel Penyakit (X3 ) Rumah Susun diperoleh harga, r = 0,65; dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0,43. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Rumah Susun (Y) dapat dijelaskan oleh kondisi Penyakit (X3) sebesar 38 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 15,007 - 0,065 X3. Persamaan ini mengandung anti bahwa Kualitas Kesehatan Lingkungan Rumah Susun akan meningkat sebesar 0,065 jika Variabel Penyakit ditunmkan sebesar satu satuan. Tanda negatif menunjukan bahwa ada hubungan terbalik antara kedua variabel, bila Kualitas Kesehatan Lingkungan Rumah Susun baik, maka prevalensi Penyakit semakin kecil dan sebaliknya. Variabel Penyakit (X3) untuk Permukiman Kumuh diperoleh harga, r = 0,669, dengan koefisien determinasi (r) sebesar 0,44. .Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Rumah Susun (Y) dapat dijelaskan oleh Penyakit (X3) sebesar 44 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 15,26 - 0,19X3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Rumah Susun (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel kesehatan lingkungan sebesar 66 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 16,53 + 0,41 X1 + 0,33 X2 - 0,30 X3, Sementara 34 % dapat dijelaskan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan, tetapi tidak di teliti pada penelitian untuk Permukiman Kumuh harga, r = 0,726 dan koefisien determinasi (r) sebesar 0,52. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Permukiman Kumuh (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel kesehatan lingkungan sebesar 52 % melalui model persamaan regresi yang digambarkan dalam bentuk Y = 16,53 + 0,40 X1 + 0,20 X2 - 0,21 X3, dimana X, = Variabel Sarana Kesehatan Imgkungan, X2= Variabel Air bersih dart X3= Variabel Prevalensi kejangkitan Penyakit. Hasil Uji-T dari perbedaan aritara Rumah Susun dengan Pemukiman Kumuh ini diperoleh bahwa : nilai t hitung sebesar 0,70 dengan dk (41)(0,05) mempunyai nilai t tabel sebesar 0,49. Karena t hitung > t label ( 0,70 > 0,49) maka perbedaan ini signifikan, yang berarti bukan karena kebetulan saja, tetapi karena kondisi permukiman, yang dalam penelitian ini yang diteliti dari kondisi pemukiman adalah Luas lantai bangunan, dinding bangunan, dan jumlah penghuni. Untuk mengetahui ada hubungan antara penyediaan Air bersih dengan kejadian penyakit diare dilakukan pengujian korelasi kemudian dilakukan uji beda dengan signifikansi 95 % antara Variabel Air bersih (X1) dan kejadian penyakit (X2) dengan mengontrol variabel Sarana kesehatan lingkungan (X3) dan Kondisi Permukiman (Rumah Susun, Permukiman Kumuh). Dari hasil Pengujian korelasi antara Air bersih dan Penyakit diperoleh korelasi sebesar 0,7224 atau dengan kata lain kejangkitan penyakit dapat dijelaskan oleh Keberadaan Air bersih sebesar 72 %,. Namun dalam korelasi ini belum menjelaskan sebab-akibat dari korelasi tersebut, sehingga dilakukan pengujian dengan Uji-T variabel Air bersih dan Variabel Penyakit di Rumah Susun dengan di Permukiman Kumuh dan pengaruhnya terhadap kejangkitan penyakit. Dari hasil perhitungan diperoeh nilai skor rerata variabel Air bersih di Rumah Susun sebesar 20,19; di Permukiman Kumuh sebesar 20,11, Nilai di Rupiah Susun lebih besar daripada di Permukiman Kumuh dengan perbedaan ,08. Melalui Uji-T yang dilakukan terhadap perbedaan ini diperoleh bahwa t hitung sebesar 1,29 dengan t tabel 0,241 pada dk (41)(0,05). Karena besar t hitung > t tabel ( 1,29 > 0,241) maka perbedaan ini signifikan, bukan karena kebetulan tetapi berdasarkan kondisi kedua permukiman tersebut. Dari perhitungan skor nilai Variabel Penyakit, di Rumah Susun diperoleh sebesar 3,738 dan di Permukiman Kumuh sebesar 3,928. Skor ini lebih besar di Permukiman Kumuh dengan selisih 3,928 - 3,738 = 0,21, yang berarti bahwa frekuensi kejangkitan penyakit lebih besar di Permukiman Kumuh, Jadi semakin bagus kualitas Air bersih, maka semakin sedikit kemungkinan kejangkitan penyakit dan sebaliknya semakin buruk kualitas Air bersih semakin besar kejangkitan penyakit. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: - Ada perbedaan Kualitas Kesehatan Lingkungan antara Rumah Susun Pula Gadung dengan Permukiman Kumuh di sekitamya terhadap Keberadaan dan kondisi Sarana Kesehatan Lingkungan (jamban, saluran air kotor, sampah, ventilasi udara dan pencahayaan). - Ada hubungan keberadaan Permukiman (Rumah Susun dan Permukiman Kumuh) dengan Kesehatan Lingkungan. - Ada hubungan antara penyediaan Air berslh dengan kejadian penyakit diare pads Rumah Susun Pula Gadung dan Permukiman Kumuh di sekitamya.
ABSTRACT The rapid flow of urbanization results in the increase growth of population (1,97%) which in general occur in a big city, especially Jakarta. From the five district cities, the largest concentration of population is in the East Jakarta, that is 2,471,300 people (year 1996) or 26,5 % of the total population of the DKI Jakarta. The population concentration is congested and forms area of slums and poverty. One of the area which is still a potential slum area is Pulo Gadung area which is located in East Jakarta District. Housing is one of the three basic needs of human beings aside from clothing and food, which has to be fulfilled, So that human beings can live in prosperous and in a healthy environment. Slum area is not an area from a structure area, this slums area does not have any proper sanitary channel to dispose waste product. Most of people whose living in slum area dispose their waste product into the river, because they do not have a proper lavatory. These slum areas are not provided with temporary waste dispose area, they throw most of their garbage into the water stream. Water which they use every day are taken from land water, because in these slum areas, the clean water supply from the PDAM is not provided. Houses where they live in are built with no precautions for protecting, against rain, heat and wind. They do not estimate the lighting or air circulation in the room. With such conditions in the slum area, needs on the proper house become a desperate need , where as the area or which these houses are built need to be restructured. In the policy made by Pemda DKI Jakarta, it states that developing housing sectors and slums are directed to increase the quality and quantity of housing and quality of living environment. One of the efforts that have been done is through managing of the slum areas into flats and reorganized the slum areas at location like along river sides, along railway tracts. The constructions of multistoried is a hope for government and community who use to live and stayed in the slum areas, so they will be able to provide themselves with a better place to stay looking not only from the physical sight but more towards the quality of the healthy and clean environment. For example, proper bathrooms, waste disposal areas, gutter ventilation, proper lighting and clean water facilities and also a decrease in transferring diseases such as diarrhea. For examples of developing multistoried housing is the multistoried housing at RW 01 Pulo Gadung area, East Jakarta. Depart from the issues, can be identified problems that occur in this research are: 1. Lack of information regarding conditions of an environment health facility (lavatory, gutter, garbage disposal location and clean water source) in Pulo Gadung multistoried and the slum areas nearby. 2. How is the quality of environmental health in Pula Gadung multistoried complex and the slum area nearby. 3. How is the lighting conditions and ventilation in Pulo Gadung multistoried complex and the slum area nearby. 4. The occurence of disease like diarrhea in Pula Gadung multistoried complex and the slum area nearby. 5. Is there any significant relation between the existence of the Pulo Gadung multistoried and environmental health and how is the environmental health condition at the multistoried complex and slum areas considered by these variables: - Clean water (variables: drinking water and bathing water). - Sanitation (variables: lighting, lavatory, gutter, waste management and ventilation). - Disease. The main point of this research is that to know the differences between the quality of healthy environment in the Pulo Gadung multistoried with the slum areas surrounding. The result of this research is in hope that it will become an input for the Pemda DKI Jakarta in order to reorganize the policies of developing multistoried complex and the architect of multistoried to pay more attention in the aspects of a environmental health. Referring to the above problems, few hypothesis which will be tested, can be purposed, such as: 1. There are no differences of the environmental health quality between Pula Gadung multistoried and the slum area nearby to the existence and condition of the environmental health facilities (lavatory, gutter, garbage, ventilation, lighting). 2. There is no relation between residential (multistoried complex, slum area) and environmental health facilities. 3. There is no relation between clean water supply and the diarrhea phenomenon in Pulo Gadung multistoried and the slum area nearby. The research made through a few appropriate steps. First with the use of primary data, in this case of using question list and direct interviews with respondence. Second, by doing field observation, with inspecting directly the condition of the fields and also follows interviewing the Ketua RT, RW and the ladies of the societies. Third, by using secondary data which has links to the work between data of district chief, correlation institution, map, reports, results of study, and also library. Data analysis which was made to get a picture about the health quality of the environment in Pulo Gadung multistoried housing and comparing it with environmental health quality in slums nearby. The environmental health variable which was tested is the environmental health facilities (lavatory, gutter, garbage handling, clean water, ventilation and lighting) and also the occurrence if diarrhea disease. The research has been made by using a descriptive analysis method. The samples taken were groups of people living in the multistoried housing which was done with a census and for people whose living in the slums was done by random. Data analysis was done with statistic method to test correlations, regressions and T-test with significance a = 5%, by using computer program facilities SPSS for Windows. The methods are to know the correlation between environmental health facilities variables with residential, in this case the multistoried housing and slum areas. The results of the research are: 1. There is a positive correlation between the existence of multistoried and slum areas to the conditions of environmental health facilities. So there is a significant difference of quality in the environmental health between Pulo Gadung multistoried and the slum areas to the existence and conditions of environment health facilities. By using a correlation test for the multistoried a counted t > table t (11,9>I,884-), this means the coefficient correlation is significant. And also through the regression equation model which is illustrated in Y = 15,156 + 0,14 X1. This equation means that there is a positive correlation between the quality of the existing multistoried and condition of environmental health facilities. Also means that the quality of multistoried will increase 0,14 if the conditions of environmental health facilities are increased by one unit. For the slum area it is obtain counted t > table t (9,31 1,884), therefore coefficient correlation is significant, and a positive relation between condition of environmental health facilities (X1) with existence of slum area (Y) is also obtain through a regression equation model of Y = 15,50 + 0,03 X1. This equation means that the qualities of the slums will be increased to 0,03 if the correlation of environmental health facilities is increased to one unit. Therefore it is proven there is a correlation between the existence of multistoried and slum areas surroundings with conditions of environmental health facilities. The average value of environmental health facilities for multistoried is 27,52 and for slum is 27,16. With a test between multistoried and slum areas found a counted t = 1,27 was obtained and table t price at of (41)(0,05) is 0,78, found a higher counted "t" than that of table "t". This means there is a significant difference between the quality of environmental health facilities of multistoried with the quality of environmental health facilities of that the slum area. Where the quality for environmental health facilities of multistoried is better than that of the slums, therefore the H01 is rejected. 2. From the test the coefficient correlation obtained that there is a relation between clean water with the existence of multistoried through equation of Y = 11,33 + 0,17 X2, which means that qualities of existence of the multistoried will be increased by 0,17 if clean water condition is increased one unit. Therefore H02 is rejected. 3. From the test of the coefficient correlation obtained there is a relation between disease and the existence of multistoried. Through equation of Y = 15,007 - 0,065X3, which means that quality of an environmental health for multistoried will be increased by 0,065 if the variable of disease is decreased one unit. From the test it is also obtained a significant relation between disease and the existence of slum area, Through equated Y = 15,26 - 0,19X3, which means that quality of environmental health in slum areas will be increased to 0,19 if the disease variable is decreased one unit. Therefore Ho3 is rejected. So there is a significant correlation between existence of residential (multistoried and slums) with environmental health variables. The correlation can be put into a double regression equation, Y = 16,53 + 0,40X1 + 0,33X2 - 0,30X3, meanwhile for the slums, the double regression equation is, Y = 16,53 + 0,40X1 + 0,20X2 - 0,21X3. This equation describes that the relation between variables which involves, where is Y which is physical condition of multistoried/slums, and also XI is environmental health facility variable, X2 the clean water variable and X3 is the disease occurrence variable. This above equation give information that there is a relation which is equal between existence of multistoried housing and slum area with variable XI, X2, X3 which is also means an increase in.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Sunarso
Abstrak :
Studi ini mencoba mengkaji pola-pola interaksi sosial dalam komuniti di permukiman kumuh sebagai tempat tinggal dan usaha pendatang di sekitar kawasan industri, dengan fokus studi pada motivasi penduduk dalam menetap di permukiman, pengelompokan yang terjadi. Adaptasi pendatang di permukiman baru serta peluang dan kendala yang menghambat keserasian sosial dalam menunjang ketahanan lingkungan. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Rawa Terate Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur pada bulan Nopember 1997 hingga Januari 1996. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan Disktiptif. Pemilihan sampel dilakukan secara acak sebanyak 100 responden dan 10 informan atau tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai masalah yang relevan dengan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berstruktur dan wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan pengamatan biasa, serta Studi Pustaka. Data yang terkumpul di Edit, Code, Tabulasi dan dianalisa dengan bentuk distribusi frekuensi dan tabel silang berdasarkan perhitungan proporsi persentase dan pengukuran Skala Bogardus. Hasil penelitian didapat bahwa motivasi utama penduduk menetap di permukiman kumuh sebagian besar karena masalah ekonomi dan merasa aman, dan sebagian kecil karena panggilan kerja dan keluarga. Pengelompokan tempat tinggal dengan alasan untuk menghemat biaya sewa rumah, menghemat biaya ke tempat kerja, satu profesi/pekerjaan dan bisa menitipkan uang ke kampung. Dalam adaptasi di permukiman, umumnya mengikuti kegiatan sosial yang terwujud, yaitu Kerja Bakti, Pengajian, olah raga, Karang Taruna, Arisan, Siskamling dan PKK. Namun ada yang tidak mengikuti kegiatan sosial formal tersebut karena kesibukan dan kelelahan kerja sehari-hari, sehingga fungsi rumah / tempat tinggal hanyalah untuk beristirahat. Kesertaan penduduk dalam kegiatan sosial ini sangat dipengaruhi oleh lama tinggal di permukiman, status kependudukan, tingkat penghasilan dan pendidikan. Peluang untuk memperkuat keserasian sosial adalah kegiatan non formal yang tercipta di permukiman sedang yang menjadi kendala dalam keserasian sosial adalah konflik yang terjadi dan kejadian yang bersifat negatif. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penduduk permukiman kumuh di sekitar kawasan industri Pulo Gadung ,ini relatif heterogen dan pola interaksi yang berlangsung bersifat simbiotik konflik terbuka dan tertutup, dan masing-masing menjaga jarak serta terdapat peluang untuk memperkuat keserasian sosial melalui kegiatan non formal sehingga akan memperkuat solidaritas sesama yang akhirnya akan memperkuat ketahanan lingkungan. Namun sangat lemah / rawan bagi katahanan wilayah mengingat penduduknya relatif rendah pondidikannya dan miskin dalam bidang ekonominya, sehingga mudah digerakkan untuk tujuan yang bersifat negatif.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T7079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
Abstrak :
Bila diperhatikan dari sisi kontribusi revenue dan prospek ke depan, wilayah Industri Pulo Gadung merupakan kawasasan bisnis yang sangat penting bagi Telkom terutama KANDATEL Jakarta Timur. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar di kawasan tersebut. Salah satu upaya pentingnya adalah dengan mengembangkan infrastruktur pelayanan. Pengembangan infrastruktur pelayanan dimulai dari proses perkiraan dengan menggunakan data kuantitatif untuk dapat mengetahui kebutuhan fasilitas telekomunikasi. Perkiraan yang dimaksudkan disini adalah merupakan pernyataan apa yang akan terjadi bila kondisi tertentu atau kecenderungan yang terus menerus dengan asumsi bahwa penyebab kejadian tersebut dapat diatur oleh manusia , sehingga bila hasil perkiraan tidak seperti yang diinginkan masih mungkin dengan kemampuan manusia untuk memperbaikinya. Perkiraan kebutuhan fasilitas telekomunikasi pada Kawasan Industri Pulo Gadung dan pada setiap subsegmen industri dengan menggunakan Metode Regresi. Variabel-variabel bebas yang dipergunakan adalah inflasi, suku bunga (rate), kurs dan produk domestik bruto. Pemilihan variabel-variabel tersebut diatas sangat beralasan mengingat sektor industri sangat dipengaruhi hal-hal tersebut diatas. Output dari proses regresi dianalisa untuk mengetahui seberapa besar dan pentingnya pengaruh masing-masing variabel terhadap kebutuhan fasilitas telekomunikasi. Disamping menggunakan data kuantitatif, pengembangan layanan juga perlu menggunakan data kualitatif agar hasil dari pelaksanaan sesuai dengan keinginan dan harapan para pelanggan. ...... If it is seen from side of revenue and future prospect, Pulo Gadung Industrial Area is very important business area for TELKOM particularly for East Jakarta Area. Hence, it needs some efforts to keep and develop market segment in the said area. One of its important attempts is to develop service infrastructure. The development of service infrastructure is initiated from forecasting process using quantitative data to see telecommunication facility needs. The forecasting stipulated here is a statement of what will happen if certain conditions or continuing tendency on assumption that the cause of it could be managed by human being, so that out come of the assessment is not like what it was desired still has possibility for human being capability to renew it. The forecasting of telecommunication facility needs in Pulo Gadung Industrial Area and at every sub segment of Industry using Regression Method. The independent variables utilized are inflation, interest rate, foreign exchange currency, and gross domestic product. The selection of the variables above is very reasonable recalling that the industry sector influences the said matters. Output of the regression process is analyzed to see how much and how important the impact of each variable on telecommunication facility needs. Instead of using quantitative data, service development also needs to use qualitative data so that the output of its implementation is fit to the expectation and the desire of customers.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T3018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Paranna
Abstrak :
Salah satu sasaran pembangunan adalah tersedianya air bersih yang memenuhi syarat kesehatan maupun dari segi kuantitas dan kualitasnya memadai serta terjangkau harganya oleh masyarakat dari segala lapisan. Air bersih yang memenuhi syarat kesehatan adalah air bersih yang memenuhi syarat-syarat kesehatan baik secara kuantitas maupun kualitas sesuai dengan persyaratan kesehatan yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SKIVU/2002, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, sehingga air yang dikonsumsi oleh masyarakat terasa aman dan sehat. Untuk Kotamadya Jakarta Timur, ternyata tertinggi di DKI Jakarta dalam hal ketergantungan sumber air dari air sumur untuk 32.130 rumah tangga dan terbesar untuk jarak antar septic tank pada jarak kurang dari 6 M sebesar 149.226 rumah tangga. Peningkatan pengambilan air tanah oleh penduduk di sekitarnya tidak diiringi dengan menjaga kualitas air tanah yang dikonsumsi, sehingga akhirnya berakibat kepada penduduk itu sendiri. Laju pembangunan yang terus meningkat di semua sektor serta pertambahan penduduk maka berakibat akan meningkatkan kebutuhan air bersih, sehingga pengambilan air tanah di wilayah DKI Jakarta akan selalu meningkat, melalui pemompaan air tanah yang melebihi kapasitasnya.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatahillah Dachlan
Abstrak :
ABSTRAK
Bangsa Indonesia memulai bisnis pengelolaan kawasan industri. Sejak tahun 1973. Pertama kali bisnis ini dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Persero Jakarta Industrial Estate Pulogadung disingkat PT.JIEP. Kemudian diikuti oleh BUMN lainnya yang lokasinya menyebar di beberapa daerah di Indonesia seperti Cilacap, Surabaya, Ujung Pandang, Medan , Lampung, Cilegon.

Perubahan dan perkembangan sekitar kawasan industri Pulogadung (KIP), menimbulkan permasalahan terhadap harga tanah, malah diikuti dengan sulitnya membuat pengkaplingan. Industri, pemasaran kepada investor mengenai luasnya tanah kavling industri (TKI) yang tidak memadai, dan meningkatnya persaingan baru sejalan dengan adanya Keppres No. 53 tahun 1989. Munculnya pesaing-pesaing baru yang tumbuh begitu cepat dengan permodalan kuat, posisi lokasi cukup strategis, harga TKI cukup murah, pengurusan ijin-ijin cepat dan faktor-faktor lain yang mendasari menurunnya percepatan minat investor untuk melakukan investasinya di KIP.

Melakukan penelitian lingkungan internal dan eksternal untuk meneliti lingkungan fisik dan sosial perusahaan dengan menggunakan metoda Proses Hirarki Analisis (PHA) untuk membobot derajat setiap faktor, kemudian menentukan posisi bersaing KIP digunakan General Electric (GE) Matrix.

Hasil penelitian ini menunjukkan posisi bersaing KIP ada pada kuadran Selectivity dengan daya tarik Iadustri tinggi. Melihat posisi bersaing, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta tujuan perusahaan dapat ditentukan strategi pengembangan pasar dan secara bertahap perubahan KIP tidak lagi menjadi Kawasan Industri di tengah kota Jakarta Timur, tetapi menjadi Kawasan bisnis elite. Membentuk kota baru harus bermodal besar yang tentunya sulit bagi perusahaan untuk mewujudkannya dengan modal sendiri. Oleh karena itu sebaiknya dirintis dengan mengikut sertakan pemilik industri sebagai pemegang saham menyediakan lahan baru untuk merelokasi industri-industri yang ada sehingga merubah wajah pabrik menjadi bangunan komersial bernilai tinggi.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roosdilan Kurdi
Abstrak :
ABSTRAK Industrialisasi dari tahun ke tahun semakin meningkat proses ini menuju pertumbuhan ekonomi dan struktur industri yang kuat. Keterlibatan manusia khususnya tenaga kerja dalam proses pembangunan semakin meningkat, agar supaya tenaga kerja menjadi sehat dan produktif, maka peranan kesehatan kerja dan keselamatan kerja semakin menjadi penting. Dalam hal ini pula perlu diterapkan peraturan-peraturan yang telah ada sesuai dengan petunjuk dan maksud dari peraturan itu. Pada saat ini banyak timbul masalah-masalah dalam kesehatan kerja yang datangnya dari pihak majikan, buruh tenaga kerja) itu sendiri. Dalam penelitian ini akan dilakukan dari dekat, yaitu, sampai sejauh mana sudah dilaksanakan peraturan-peraturan atau perundang-undangan kesehatan kerja yang telah dilaksanakan dan masalah apa saja yang menghambat dalam pelaksanaannya. Dalam penelitian itu diambil sebanyak sepuluh buah perusahaan industri yang ada di Kawasan Pulo Gadung itu, hampir 80% sudah melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan kerja, keselamatan kerja dan kecelakaan kerja. Hasil dari pengamatan bahwa diperusahaan industri itu sudah hampir 85% sudah mempunyai tenaga dokter umum dan tenaga perawat. Hasil pengamatan, apabila terjadi suatu kecelakaan ringan dapat ditangani oleh petugas kesehatan perusahaan itu sendiri kecuali yang agak berat baru di bawa ke Rumah Sakit Umum yang ada di wilayah itu atau Rumah Sakit tertentu yang sudah rutin sebagai langganan. Dan untuk program preventif teknis, yakni terhadap ancaman lingkungan kerja, itu dilakukan pemeriksaan oleh Kanwil Hiperkes setempat, tidak oleh pengusaha yang bersangkutan inipun dilakukan sebagian besar atas permintaan atau atas dasar keluhan pada karyawan. Dalam pengamatan, bahwa pada umumnya ancaman lingkungan kerja berupa debu adalah paling utama, dan urutan kedua kebisingan dan ketiga panas. Dalam pengamatan bahwa, secara komperhensif bentuk pelayanan kerja adalah meliputi bentuk kuratif preventif serta perlindungan tenaga kerja sudah dilaksanakan terpadu. Dalam pengamatan pelayanan preventif medis meliputi pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan berkala, imunisasi, pendidikan kesehatan dan lain-lain baru bisa dilaksanakan oleh 6 perusahaan itupun dalam keadaan sangat sederhana sekali (mungkin karena biayanya yang agak minim). Dalam pengamatan bahwa imunisasi pada umumnya dilakukan oleh 10 perusahaan itu, terutama jenis vaksinasi kholera, sedangkan kegiatan pencegahan lainnya melalui pendidikan kesehatan hanya dilakukan oleh 5 perusahaan, dengan menggunakan ceramah atau spanduk. Dalam pengalaman dan kekurangan dari pihak perusahaan bahwa sudah pernah diadakan latihan penataran hygine perusahaan dan kesehatan kerja terhadap para dokter perusahaan para medis, sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan tenaga kesehatan dan keselamatan kerja didasarkan pada prospek jumlah tenaga kerja yang ada pada perusahaan industri itu.
ABSTRACT Industrialization is increasing from year to year; this process proceeds to strong economical growth and industrial structure. The involvement of man especially labor force in the development process is increasing in order the labor force becomes healthy and productive, so the role of occupational health and occupational safety becomes more important. Also in this matter we need apply the existing regulations according to the directive and the aim of those regulations. At this time many problems appear in the occupational health, which come from the employer's side or from the employees or the labor force themselves. In this research we will carry out from near as how far the regulations or the legislation have been executed and what kind of problems hamper the execution. In our approach as many as ten industrial enterprises in the Pulo Gadung Industrial Estate nearly 80% have carried out the regulation of the Legislation in the field of occupational health, occupational safety and occupational accident. The result of the survey that in the industrial enterprise already nearly 85% have public doctors and nurses. The result of the survey shows that when it happens a light accident the health officers in charge of the enterprise themselves can overcome it, except in case of more serious accident the patient has to be taken to Public Hospital in that region or to a certain Hospital which is already routine as customer. And for technical preventive program, i.e. against occupational environment threat, the inspection is done by the local Kanwil Hiperkes, not by the entrepreneur concerned, mostly it is done on the request or based on the complaint of the employees. In the survey in general shows that occupational environment threat conspicuously consists of dust, and on the second place noise and heat. In the survey that comprehensively the form of occupational service envelops preventive curative form and the protection of the labor force has been carried out solidly. In the survey the medical preventive service envelops the examination of would-be employee, periodical examination, immunization, health education etcetera can be just executed by 6 enterprises that is to say in a very in a very simple way (probably its cost is rather small). In the survey that immunization in general is done by 10 enterprises, especially cholera vaccination, while activities on other prevention through health education have been only done by 5 enterprises, using lectures or banners. In the experience and shortcoming of the enterprise "side that training on enterprise" hygiene and occupational health have been given to enterprise doctors and nurses according to the need and development of the health staff and occupational safety based on the prospect of the number of the labor force owned by that industrial enterprise.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anselma Wiwiek Widiarti
Abstrak :
Latar belakang dari penelitian ini adalah minimnya pengetahuan ibu tentang ASI Ekslusif dan minimnya dukungan RSB/Klinik bersalin untuk memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk merancang program intervensi yang diharapkan bahwa pengetahuan para ibu tentang pemberian ASI eksklusif meningkat, sehingga percaya diri ibu pun bertambah bahwa dirinya dapat mampu memberikan ASI eksklusif. Dengan perubahan ini maka akan ada lebih banyak ibu yang memberikan ASI eksklusif. Penyuluhan atau program intervensi ini disambut baik oleh banyak pihak seperti community organizer Mercy Corporation, para kader posyandu, para guru TK Swadaya, ibu aktivis dan peserta penyuluhan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library