Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fakhrudi Akbar
"Wabah penyakit SARS tiba-tiba muncul menggemparkan dunia, setelah selama satu dasawarsa dunia sibuk dengan virus HIV/AIDS. Penyakit inipun disebabkan oleh virus. Penyebaran pertama di daratan China. Duniapun sibuk kembali berusaha membendung penyebaran virus yang mernatikan ini. Dibalik kesibukan tersebut ternyata ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari wabah virus ini.
Dunia periklanan seolah mendapatkan keuntungan dari wabah penyakit ini. Hal ini dikarenakan siruasi yang ada dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan produk kesehatan, berupa obat-obatan berjenis vitamin, suplemen atau makanan kesehatan dan juga produk pencuci tangan anti-kuman; dengan melalukan promosi produknya melalui iklan yang dikait-kaitkan dengan penyakit SARS ini.
Berkaitan dengan kedua hal diatas, maka alam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana penyakit SARS direpresentasikan dalam iklan produk-produk makanan kesehatan, khususnya pada iklan display dalam media massa surat kabar.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotik. Yang menjadi unit analisis dari penelitian ini adalah iklan display produk makanan kesehatan yang bertemakan SARS, dan diterbitkan pada surat kabar harian Kompas, sejak tanggal 01 April 2003 sampai dengan 30 April 2003.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain adalah untuk mendeskripsikan isi dan susunan teks iklan produk kesehatan yang berkaitan dengan penyakit SARS, menginterpretasikan tanda sehingga memperaleh makna serta hubungan antar tanda dalam ikian produk kesehatan yang berkaitan dengan penyakit SARS, mendeskripsikan representasi ancaman bahaya penyakit SARS dalam iklan produk kesehatan.
Melalui proses analisis dalam penelititian ini maka didapatkan beberapa temuan beberapa ciri dari ikian-iklan tersebut: (1) Isi iklan menjelaskan gejala-gejala terinfeksi virus SARS; (2) Susunan teks iklan selalu didahului oleh headline; (3) Teks "SARS" pada headline umumnya direpresentasikan sebagai sesuatu yang menyeramkan, membahayakan, dan mematikan; (4) Wama, tipologi huruf dan lay out pada masing-masing iklan berbeda-beda; (5) Warna yang umum digunakan adalah merah, biru dan orange; (6) Iklan yang disajikan tidak menonjolkan warna-warna yang berkesan menyeramkan melainkan rnenggunakan warna-warna dengan kesan psikologis menarik perhatian; (7) Tidak semua iklan mencantumkan peringatan Departemen Kesehatan, yaitu `Baca Aturan Pakai'. Secara umum dapat disimpulakn bahwa tidak semua iklan produk makanan kesehatan mengekploitasi rasa takut sebagai daya tarik iklan.
Implikasi penelitian ini adalah basil penelitian diharapkan menjadi masukan bagi masyarakat terutama para pemerhati iklan, staf pengajar atau dosen, dan insan periklanan dalam memahami dan memaknai iklan-iklan, sehingga menumbuhkan pemikiran kritis masyarakat dalam menyikapi iklan maupun dalam menciptakan iklan-iklan kreatif lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Agustanti
"Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan pandemi dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. COVID-19 dapat mencetuskan badai sitokin, suatu reaksi hiperinflamasi yang menyebabkan acute respiratory distress syndrome dan kegagalan multiorgan. Zink dipertimbangkan sebagai terapi supportif pada COVID-19 karena memiliki potensi sebagai immunomodulator, antivirus serta antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar zink pada saat masuk perawatan dengan manifestasi derajat penyakit COVID-19 serta luaran buruk COVID-19. Derajat penyakit
ditentukan berdasarkan manifestasi klinis sesuai kriteria WHO saat masuk perawatan sedangkan luaran buruk bila subjek pernah dirawat di ruang intensif, menggunakan ventilator selama perawatan atau meninggal. Pada penelitian ini didapatkan total 87 kasus yang terbagi menjadi kelompok derajat tidak berat sebanyak 74 kasus dan kelompok derajat berat sebanyak 13 kasus. Berdasarkan luaran didapatkan kelompok luaran buruk sebanyak 22 kasus dan luaran baik 65 kasus. Rerata kadar zink lebih rendah pada
kelompok derajat berat dan kelompok luaran buruk. Ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik pada rerata kadar zink dengan luaran COVID-19 sedangkan dengan derajat penyakit cenderung bermakna secara statistik. Kadar zink terhadap luaran buruk
COVID-19 memiliki luas Area Under the Curve (AUC) 81,6%, dengan nilai titik potong kadar zink 56,05 ug/dL yang memiliki sensitivitas 77,3% dan spesifitas 73,8%. Pasien dengan kadar zink ≤56,05 ug/dL berisiko 8,79 kali lebih tinggi mengalami luaran buruk COVID-19 dibandingkan pasien dengan kadar zink >56,05 ug/dL setelah diadjust dengan usia, komorbid penyakit jantung, dan diabetes mellitus. Diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang cukup untuk memperkuat hasil penelitian ini.

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is a pandemic with high morbidity and mortality. COVID-19 can trigger a cytokine storm, a hyperinflammatory reaction that causes acute respiratory distress syndrome and multiorgan failure. Zinc was considered as a supportive therapy for COVID-19 because it has potential as an immunomodulator, antiviral and anti-inflammatory. This study aims to analyze the association between zinc level at the time of admission on disease severity and poor outcome of COVID-19. Disease severity was determined based on clinical manifestations according to WHO criteria on admission, while poor outcome was defined as a history of intensive care unit stay, intubated during treatment or deceased. There were 87 subjects consist of 74 cases of non-severe group and 13 cases of severe group. As for the outcome, there were 22 cases of poor outcome and 65 cases of good outcome. The mean of zinc level was lower in severe and poor
outcome group. There was a significant association between zinc level and poor outcome, while disease severity tended to be statistically significant. An Area Under the Curve (AUC) of zinc level and COVID-19 poor outcome was 81,6%, with a cut point of 56,05
ug/dL, sensitivity and specificity was 77.3% and 73.8%. Patients whose zinc level ≤56.05ug/dL had a 8.79-fold higher risk of poor outcome compared to patients whose zinc level > 56.05 ug/dL after age, heart disease, and diabetes mellitus adjustment. Further studies a sufficient number of sample are needed to support this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hilda Putri
"Severe acute respiratory syndrome (SARS) merupakan penyakit infeksi pernafasan akut berat yang disebabkan oleh virus korona baru. Virus baru ini dinamakan SARSCoronavirus (SARS-CoV). Mengingat tidak spesifiknya gejala yang ditimbulkan, masih belum adanya obat dan vaksin yang efektif, serta masih adanya kemungkinan berulangnya wabah SARS, maka sistem pendeteksi yang cepat dan akurat sangat diperlukan. Salah satu sistem pendeteksi cepat yang dikembangkan saat ini adalah dengan metode RT-PCR: Keunggulan sistem deteksi dengan RT-PCR adalah, disamping dapat mendeteksi infeksi lebih dini karena RNA virus relatif.mudah ditemukan pada awal infeksi, sistem ini juga dapat mendeteksi tidak hanya SARS-CoV, tapi juga beberapa virus korona yang lain, dengan menggunakan primer yang sama. Hal ini dimungkinkan karena dari beberapa penelitian memperlihatkan bahwa daerah open reading frame (ORF) lb pol merupakan daerah yang sangat lestari pada kelompok virus korona termasuk SARS-CoV. Dalam penelitian ini sudah berhasil disintesis cDNA SARS-QoV yang mengandung daerah lestari pada virus korona. Disamping mengandung daerah yang lestari, daerah di dalam fragmen yang dihasilkan dari produk PCR, juga terdapat daerah yang sangat spesifik untuk SARS-CoV. Selanjutnya DNA SARS-CoV, disisipkan ke plasmid pBluesrcipt®II KS, sehingga berhasil mengkonstruksi plasmid pembawa fragmen DNA SARS CoV yang akan digunakan sebagai pola cetak RNA standar. RNA standar yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kontrol positif untuk sistem pendeteksi virus korona dengan metode RT-PCR."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 16188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parastoo Hasseini
"The global widespread mortality after the emergence of SARS-CoV-2 infection in China, has become a critical concern all around the world. Convalescent plasma (CP) therapy is one of the methods elevating the survival rate for COVID-19 infection cases. This technique, as a practicable therapy, was used in previous viral outbreaks including influenza, SARS and MERS. In CP therapy, the blood plasma is collected from persons rehabilitated from that specific infection in order to develop a passive immunity in other patients. Therefore, this review aimed to point out the role of CP therapy in aforementioned viral infections and illustrate different factors influencing the efficacy of CP therapy."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2021
610 UI-IJIM 53:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi virus yang baru muncul di awal tahun 2003. Menurut WHO, kasus "suspek" SARS adalah mereka yang suspect bila menderita panas > 38 C ditambah adanya gejala respiratorik, baik berupa batuk, atau sesak napas, atau kesulitan bernapas, dengan riwayat kunjungan/tinggal ke affected area, atau ada kontak erat dengan penderita SARS. Selain itu, mereka yang meninggal karena penyakit infeksi respiratorik setelah 1 November 2002 tanpa sebab yang jelas dan padanya tidak dilakukan otopsi dengan riwayat kunjungan / tinggal di affected area, atau ada kontak erat dengan penderita SARS. Sementara kasus “probable” SARS adalah kasus suspect yang pada gambaran radiologik menunjukkan adanya infiltrat yang konsisten dengan gambaran pneumonia atau respiratory disstress syndrome (RDS), atau kasus suspect yang pemeriksaan virologiknya menemukan virus SARS, atau kasus suspect yang meninggal tanpa sebab yang jelas yang gambaran otopsinya konsisten dengan gambaran patologi SARS. Pada tulisan ini juga disampaikan beberapa data epidemiologik SARS di Indonesia, di mana antara periode 1 Maret sampai 9 Juli 2003 tercatat 2 kasus probable dan 7 kasus suspek SARS, dan tidak ada lagi kasus SARS setelah saat itu. Bagaimana perkembangan SARS di masa datang masih akan jadi kajian para ahli, dan kita harus bersiap untuk menghadapi berbagai kemungkinan di masa datang. (Med J Indones 2004; 14: 59-63)

Severe acute respiratory syndrome (SARS) is an emerging viral infectious disease. According to the World Health Organization, a suspected case of SARS is defined as documented fever (temperature >38°C), lower respiratory tract symptoms, and contact with a person believed to have had SARS or history of travel to an area of documented transmission. A probable case is a suspected case with chest radiographic findings of pneumonia, acute respiratory distress syndrome (ARDS), or an unexplained respiratory illness resulting in death, with autopsy findings of ARDS without identifiable cause. In this article some SARS epidemiological data in Indonesia will also presented. There are 7 SARS suspected cases and 2 probable cases were registered in Indonesia on the period of 1 March to 9 July 2003, and no more cases were reported after that time. How will be SARS progression in the future will be a subject of discussion among scientist, and we will have to wait and be prepared for any development might occur. (Med J Indones 2004; 14: 59-63)"
Medical Journal of Indonesia, 14 (1) January March 2005: 59-63, 2005
MJIN-14-1-JanMar2005-59
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari Angka, translator
"Cases of coronavirus disease 2019 (COVID-19) in Indonesia are still increasing and even higher in the last few weeks. Contact tracing and surveillance are important to locate cases in the community, including asymptomatic individuals. Diagnosis of COVID-19 depends on the detection of viral RNA, viral antigen, or indirectly, viral antibodies. Molecular diagnosis, using real time, reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), is the common standard method; however, it is not widely available in Indonesia and requires a high standard laboratory. Rapid, point-of-care antibody testing has been widely used as an alternative; however, interpretation of the results is not simple and now it is no longer used by the Indonesian government as a screening test for people travelling between locations. Thus, the rapid antigen detection test (Ag-RDT) is used by the Indonesian government as a screening test for travellers. As a result, many people buy the kit online and perform self-Ag-RDT at home. This raises the question of how safe and accurate it is to perform self-Ag-RDT at home. Before a test is applied, it is suggested to research its sensitivity and specificity, as compared to gold standard, and its limitations. In this article, laboratory diagnosis of severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) is discussed, with an emphasis on Ag-RDT and the recommendation to use it properly in daily practice."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2021
610 UI-IJIM 53:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Suryanthie
"Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) disebabkan oleh infeksi virus SARS CoV-2, dan telah dilaporkan banyak menyebabkan kematian di berbagai negara. Pada pasien COVID-19, ditemukan perubahan kadar asam amino, baik asam amino esensial maupun non esensial, yang dikaitkan dengan proses inflamasi dan infeksi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui profil asam amino esensial dan non esensial, serta mengetahui perbedaannya pada pasien terkonfirmasi COVID-19 severe dan non severe. Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Laboratorium HGRC pada Januari-Desember 2021. Total subjek adalah 128 subjek, terdiri dari 70 subjek (54,7%) kelompok severe dan 58 subjek (45,3%) kelompok non severe. Profil asam amino pada pasien terkonfirmasi COVID-19 severe dan non-severe, secara klinis ditemukan sedikit perbedaan dengan rentang effect size d 0,08-0,48. Tidak terdapat perbedaan bermakna keseluruhan profil asam amino antara kelompok severe dan non severe (p>0,05). Temuan ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam proses penyembuhan pasien terutama pada kondisi infeksi/inflamasi akut, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas melalui penambahan asupan makanan atau terapi suplementasi potensial pada penderita dengan kadar asam amino yang lebih rendah

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is an infection, caused by SARS CoV-2 virus infection, and had been reported that cause death in many countries. Patients with COVID-19 infection, could have amino acid alteration, both in essential and non essential, which are associated in inflammation and infectious processes. The main objective of this study, was to know the essential and non essential amino acid profile, and to determine the differences in severe and non severe COVID-19 patients. This cross sectional study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Public Hospital and HGRC Laboratory, from January-December 2021. There were 128 subjects, consisted of 70 subjects (54.7%) in severe group and 58 subjects (45.3%) in non severe group. The amino acid profile in severe and non-severe COVID-19 patients, clinically were found slight different, with the effect size range d 0.08-0.48. There was no significant difference in all amino acid, between severe and non severe group (p>0.05). These findings were expected to contibute in recovery process especially in infection/acute inflammation state, decreased the morbidity and mortality, through additional intake and potential supplementation therapy in lower amino acid patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akane Viebia Aya
"SARS adalah penyakit pernapasan akut yang mewabah pada tahun 2003. Penyebaran penyakit SARS dikonstruksi dengan model SIS dengan intervensi berupa pengunaan masker dan pemberian obat. Pada model ini terdapat dua populasi yaitu populasi individu rentan susceptible dan populasi individu terinfeksi infected . Model penyebaran penyakit SARS dikonstruksi secara deterministik, kemudian diberikan gangguan stokastik pada parameter laju penyebaran penyakit ? dan laju kesembuhan ?0. Metode Euler-Maruyama digunakan untuk mencari solusi numerik dari individu terinfeksi. Dari hasil numerik, didapat laju penyebaran penyakit ? lebih dominan untuk mengakselerasi jumlah individu terinfeksi. dibanding laju kesembuhan ?0. Selain itu, intervensi penggunaan masker dan pengobatan dapat menekan jumlah individu terinfeksi.

SARS is an acute respiratory disease that outbreak in 2003. The spread of SARS disease is constructed by SIS model with intervention using masks and getting medical treatment. In this model there are two populations the Susceptible population S and the Infected population I . The SARS disease distribution model is constructed deterministically, then perturbation is given on the transmission parameter and the recovery 0. The Euler Maruyama method is used to find the numerical solutions of infected individuals. From the numerical results, the transmission rate is more dominant than the recovery rate 0 to accelerate the infected population. Also, the interventions that are using masks and getting medical treatment can suppress the number of infected individuals.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S70128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chesira Rizki Agreatia
"COVID-19 merupakan penyakit yang sangat cepat menular, disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Pada awal tahun 2020 dunia dikejutkan dengan keberadaan virus baru yang berasal dari Tiongkok ini. Virus ini diduga pertama kali menular melalui kelelawar yang dijual di pasar tradisional di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Namun sampai saat ini belum diketahui perantara yang bertanggung jawab atas penularan dari hewan ke manusia. Walaupun belum diketahui perantara penularan dari hewan ke manusia, kini virus tersebut menular dengan cepat dari manusia ke manusia dan membuat lumpuh sebagian besar negara di dunia. Seperti namanya, virus ini menyerang saluran pernafasan terutama paru-paru. Tidak hanya paru-paru, virus ini juga dapat menargetkan organ lain yang memiliki ACE2, seperti ginjal. Di ginjal, banyak ditemukan ACE2 terutama pada bagian tubulus. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengulas sejumlah pustaka mengenai virus SARS-CoV-2 dan kaitannya dengan penurunan fungsi ginjal. Sumber pustaka dicari dengan kata kunci COVID-19 SARS-CoV-2, COVID-19 and kidney, COVID-19 and ACE2, ACE2 and kidney, serta SARS-CoV-2 and kidney. Sumber pustaka yang digunakan adalah yang sumber dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Beberapa data dari rumah sakit menunjukkan penurunnan fungsi ginjal pada beberapa pasien COVID-19 dan dapat berpengaruh pada kematian pasien. Salah satu hasil penelitian tersebut melampirkan hasil analisis imunohistokimia, menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menyebabkan nekrosis pada tubulus. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>