Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmi
Abstrak :
ABSTRAK
Harga diri akademis memainkan peran penting di dalam prestasi akademis. Hubungan antara harga diri akademis dengan prestasi akadamis bersifat resiprok. Artinya anak yang berprastasi di sekolah akan mengembangkan harga diri akademis yang tinggi dan anak yang memiliki harga diri akademis yang tinggi memiliki kepercayaan diri untuk menca- pai kesuksesan. Sebagai akibatnya harga diri akademis yang tinggi akan menghasilkan prestasi akademis yang baik. Harga diri akademis berkembang sebagai hasil interaksi dengan orang-orang yang bermakna di dalam kehidupan individu. Setelah memasuki usia sekolah guru dan taman sebaya mempan- garuhi persepsi anak terhadap dirinya. Di dalam kelas tradi- sional, guru berperan sebagai otoritas tunggal dalam hal menentukan hegiatan belajar dan penyampaian pengetahuan. Hal ini menyebabkan anak didik menjadi pasif dan kurang mendapat pengalaman belajar yang menarik. Untuk itu perlu diadakan perubahan metode mengajar agar siswa tertantang untuk bela- jar dan memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan. Banyak ahli yang menawarkan Metode Belajar Kolaboratif sebagai satu metode belajar yang akan memberi dampak positif pada pembelajaran siswa. Metode Belajar Kolaboratif memberi siswa kesempatan untuk saling berbagi pengetahuan, keteram- pilan dan tanggung jawab di antara siswa sendiri maupun dengan guru. Situasi belajar kolaboratif memungkinkan siswa untuk terlibat aktif di dalam pengkonstruksian pengetahuan dan mempeouleh pengalaman berhasil mengerjakan suatu tugas. Dengan demikian siswa akan termotivasi untuk belajar dan mengembangkan rasa kompeten di dalam dirinya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Metode Belajar Kolaboratif terhadap harga diri akademis anak usia 15-18 tahun. Subyek penelitian adalah 15 anak usia 15-18 tahun yang berada pada tahap perkembangan formal operasio- nal. Mereka adalah siswa kelas I SMU Islam Dian Ilmu. Untuk mengetahui apakah metode belajar kolaboratif mempengaruhi harga diri akademis subyek, sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan belajar kolaboratif subyek diminta untuk mengisi Skala Harga Diri Akademis. Gain Scare diolah dengan teknik statistik non parametrik.

Dari penelitian diperoleh hasil bahwa Metode Belajar Kolaboratif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga diri akademis subyak. Secara keseluruhan tidak ada peningkatan skor karena pengaruh metode belajar kolaboratif tetapi dengan melihat skor harga diri akademis masing-masing subyek terlihat adanya peningkatan skor yang dihubungkan dengan jumlah sessi kehadiran subyek. Subyek yang selalu hadir memperoleh kesempatan untuk mengkunstruksi pengetahuan dan saling memberi penjelasan. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan harga diriakademis. Sedangkan subyek yang tidak mengikuti keseluruhan kegiatan belajar kolaboratif tidak memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan menimbulkan perasaan kpmpeten di bidang akademis. Selain itu diperoleh hasil bahwa kehadiran subyek di dalam kegiatan belajar kolaboratif tidak akan meningkatkan harga diri akademis bila subyek tidak terlibat aktif di dalamnya misalnya hanya memainkan peran sebagai pencatat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan-sumbangan teoritis bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai harga diri akademis terutama di dalam situasi belajar yang menggunakan Metode Belajar Kolaboratif. Dari segi praktis, diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi khususnya bagi guru mengenai Metode Belajar Kolaboratif agar guru dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan anak akan termotivasi untuk belajar. Dengan demikian mereka menunjuk- kan prestasinya secara optimal.
1998
S2513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophie Dwiyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Collaborative learning/CL sebagai suatu metode pengajaran alternatif, diyakini bisa membawa perubahan bagi falsafah pengajaran tradisional yang masih dianut di Indonesia saat ini. Ciri pengajaran tradisional yang bertumpu pada pusat otoritas guru dalam kelas, banyak mengakibatkan situasi berharga yang bisa dipetik siswa di kelas, menjadi begitu saja terlewatkan dan bahkan pada akhirnya hanya menjadikan siswa bersikap pasif pada proses pembelajaran dirinya sendiri (Harris & Graham, 1994; Hewitt & Scardamalia, 1995).

Metode CL dibangun melalui pendekatan belajar yang mendefinisikan belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan, penggunaan pengetahuan terdahulu dan selalu terkait dengan situasi (Resnick, 1989), sehingga implikasinya adalah harus ada kegiatan aktif dalam proses belajar. Dengan demikian dalam kelas CL guru diminta untuk berbagi otoritas dengan siswa, saling memberikan pengalaman dan pengetahuan bersama menetapkan pilihan tugas dan menyelesaikannya secara bersama (Tinzmann, dkk., 1990)

Aktivitas kelas yang demikian, didominasi oleh keadaan saling berbagi, yang akan berimplikasi pada penggunaan alat dan kegiatan bersama. Kenyataan ini hanya bisa sampai pada tujuan yang ditetapkan hanya bila ada pemahaman bersama (shared understanding) mengenai tugas (Traum, 1996). Tercapainya pemahaman bersama dalam CL dapat terlihat dari mekanisme social grounding/ SG (Dillenbourg & Schneider, 1993). SG adalah proses dimana dua orang yang berdiskusi berusaha mengelaborasi keyakinan bersarna (mutual belief) bahwa salah satu rekan diskusinya telah memahami apa yang disampaikan pembicara SG terlihat dalam setiap unit percakapan dimana masing-masing pembicara secara terus menerus berkoordinasi untuk tetap ?terhubung? dengan ini pembicaraan, dengan cara menunjukkan bukti- bukti yang dapat memandu pembicara mengetahui bahwa lawan bicaranya telah memahami ucapannya.

 Dalam aktivitas CL, komunikasi yang terjadi adalah hasil aktivitas kolektif yang memerlukan tindakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu grounding menjadi penting artinya untuk melihat bahwa tiap anggota tetap berada di jalur yang sama. Selain itu, shared understanding ini adalah kondisi yang dibutuhkan agar aktivitas CL berjalan, karena kita tidak mungkin berasumsi bahwa kelompok rnemang berkolaborasi, bila setiap anggota tidak mengerti apa yang dikolaborasikan. Dari pemikiran ini, maka peneliti ingin memperoleh gambaran bagaimana social grounding yang terjadi pada sekelompok siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan collaborative learning.

Grounding dalam percakapan dapat dilihat melalui model kontribusi yang dikemukakan oleh Clark dan Schaefer (dalam Clark & Brennan, 1991). Dalam model ini, setiap kalirnat dianalisa dengan melihat bukti-bukti grounding, seperti relevant next turn, continued attention, gelengan kepala atau dari teknik yang digunakan, seperti menunjuk sesuatu, memberikan deskripsi alternatif dan sebagainya. Analisis yang dilakukan dari tiap kalimat yang ada, dikenal dengan analisis percakapan (conversation analysis) yang dikemukakan Schegloff (1991).

Untuk melihat gambaran social grounding, maka satu kelompok (terdiri dari 5 orang siswa) berdiskusi mengenai suatu tugas (materi AIDS), dan direkam secara audio- video selama kegiatan berlangsung. Penelitian yang dilakukan selama 8 kali sesi diskusi, menghasilkan 8 buah transkrip percakapan, dengan total kalimat/giliran bicara sebanyak 6452 buah. Selain itu penelitian ini menunjukkan juga bahwa dalam kelompok terjadi grounding dengan persentase yang cukup tinggi (88,8%). Hal ini dikuatkan dengan bukti-bukti positif bahwa siswa memiliki pemahaman dengan isi diskusi.

Beberapa saran bisa diberikan untuk penelitian ini, bila guru ingin menerapkan CL dalam kegiatan belajarnya, maka ia harus memainkan peran sebagai mediator yang terus memantau jalannya diskusi yang rnemastikan siswa tetap terkoordinasi. Saran lain yang dapat diberikan antara lain perumusan tujuan yang lebih jelas, pengaturan jadwal kegiatan yang lebih lama namun dalarn frekuensi 1 kali saja dalam seminggu. Selain itu, penulisan transkrip harus lebih mengikuti kaidah penulisan yang baku, dan perlu untuk menonton kembali rekaman video nntuk melihat kalimat-kalimat yang tidak bisa diidentifikasi dan sekaligus untuk mernperkaya observasi.
1998
S2756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda I. Sumayku
Abstrak :
Sekolah belum berhasil mempersiapkan siswa untuk terjun ke masyarakat (dunia kerja/kehidupan sehari-hari). Ini disebabkan karena sebagian besar aktivitas sekolah masih dijiwai plinsip surface conception of learning. Prinsip ini mengandung pemahaman bahwa belajar (learning) adalah sekedar proses merekam pengetahuan baru untuk ditambahkan kepada kumpulan pengetahuan yang sudah ada, bukan upaya aktif pelakunya mengkonstruksi pemahaman bagi dirinya seperti terkandung dalam prinsip deep conception of learning. Konteks belajar dapat mempengaruhi conception of learning siswa, yang akan menentukan pendekatan mereka dalam belajar. Pendekatan dalam belajar dapat dilihat dari strategi-strategi self-reguIated learning siswa ketika berhadapan dengan tugas belajar. Metode belajar kolaboratif; yang dirancang berdasarkan prinsip deep conception of learning, memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi munculnya strategi-strategi self-regulated learning. Masalah-masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana conception of learning siswa SMU? (2) Bagaimana conception of learning mereka setelah mengikuti kegiatan belajar kolaboratif? Dan (3) Bagaimana hubungan conception of learning yang ditampilkan para siswa tersebut dengan penggunaan strategi strategi self-regulated learning mereka dalam kegiatan belajar kolaboratif? Penelitian ini adalah penelitian N kecil (N=15). Subyek adalah siswa SMU Islam Dian Ilmu Cinere. Data conception of learning siswa diperoleh lewai wawancara (sebelum dan sesudah kegiatan belajar kolaboratif), sedangkan data strategi sirategi self-regulated learning siswa diperoleh lewat penyelenggaraan kegiatan belajar kolaboratif. Analisis data bertujuan melihat proses/dinamika perubahan yang terjadi, dan pola hubungan dalam proses tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek ternyata memiliki surface conception of learning, namun setelah kegiatan belajar kolaboratif, terjadi perubahan positif. Penelitian ini juga mencatat antara lain ciri-ciri subyek yang memiliki deep learning conception dalam penggunaan self-regulated learning strategies, dan mereka yang mengalami perubahan positif dalam learning conception.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasiatun Israini
Abstrak :
Individu harus memiliki keterampilan melakukan pemecahan masalah untuk mengatasi masalahnya sehari-hari. Agar dapat melakukan pemecahan masalah secara efektif dan efisien seseorang hams menguasai tingkahlaku-tingkahlaku tertentu yang disebut sebagai tingkah laku inteligetL Pendidikan bertujuan akhir mengajarkan siswa untuk mampu melakukan pemecahan masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Namun saat ini, hasil pendidikan belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan tersebut.

Selama ini metode pengajaran yang paling sering diterapkan adalah metode ceramah Metode ini teibukti kurang efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa memecahkan masalaL Oleh karena itu perlu diterapkan metode pengajaran lain yang lebih efektif. Belajar dalam kelompok (belajar secara kolaboratit) yang mengajak siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses belajar diyakim dapat memberikan hasil yang lebih baik. Dalam kegiatan belajar kolaboratif mi tingkah laku inteligen, yang menentukan keterampilan seseorang memecahkan masalah, dapat berkembang lebih baik.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara kegiatan belajar kolaboratif dengan keterampilan siswa melakukan pemecahan masalah melalui gambaran tingkah laku inteUgen yang tampil selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif. Selain itu, ingin dilihat pula hal-hal yang kiranya beipengamh pada tingkah laku inteligen yang ditampilkan siswa selama berlangsungnya proses kegiatan belajar kolaboratif.

Untuk itu satu kelompok siswa diminta melakukan kolaborasi untuk memecahkan masalah Selama berlangsungnya proses tersebut dilakukan perekaman terhadap percakapan-percakapan yang teijadi antar siswa, Percakapan yang terekam itu kemudian dikategorisasi ke dalam indikator tingkah laku inteligen yang telah ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif, tingkah laku inteligen yang paling sering tampil adalah tingkah laku bertanya, mendengar, dan keinginan imtuk mencapai hasil keija yang akurat. Sementara itu, kreativitas siswa hampir tidak muncul selama berlangsungnya kegiatan tersebut Situasi tertentu, yaitu kehadiran pakar, guru, dan jangka waktu pelaksanaan sesi kegiatan belajar kolaboratif tampak memepengaruhi pola tampilnya tingkah laku inteligen siswa.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library