"
ABSTRAKDi desa-desa terpencil seperti Atep, Palamba dan Teep di daerah Minahasa Tengah, kecamatan Langoan, Hari Pekabaran Injil (Hari PT) biasa diperingati setiap tanggal 12 Juni. Hari ini termasuk Hari Besar untuk rakyat setempat yang diperingati di gereja-gereja. Para generasi muda mengadakan sandiwara di gereja. Ada tokoh pemain yang berkuda, dan mengabarkan Injil. Bagian yang amat menarik dari drama yang dipentaskan adalah si tokoh yang berperan sebagai penginjil itu berbahasa Tontemboan, dan didampingi oleh seorang penerjemah yang berbahasa Indonesia.
Peringatan tanggal 12 Juni di desa-desa terasa lebih syahdu. Perayaan biasanya diadakan sehari penuh, bahkan sampai tengah malam, karena sesudah memperingati di gereja-gereja di desa, penduduk pada sore hari dengan berjalan kaki, menuju kota kecil Langoan untuk memperingatinya di pusat gereja kota kecil tersebut, yang dikenal sebagai gereja-centrum Langoan.
Di Langoan bentuk perayaan bagi anak-anak muda dilakukan dengan mengadakan semacam pawai alegori, ada tokoh penginjil yang memakai pakaian pendeta berwarna hitam, dan biasanya yang menjadi tokoh adalah seorang pemuda yang berperawakan seperti orang Eropa atau diambil seorang albino.
Di daerah Tompaso dan Kawangkoan walaupun penduduk tidak lagi mengadakan perayaan semacam itu, tetapi gereja tetap memperingatinya. Di Kakas, Remboken dan sekitarnya para pemuda juga masih mengenalnya, mereka mengatakan bahwa cerita tentang J.G.Schwarz mereka dapatkan dari orang tua mereka, atau dari gereja. Rakyat pada umumnya mengenangnya sebagai se tuang panda. to ang kawalo (tuan pendeta yang berkuda). Hari. Pekabaran Injil sering dipusatkan di gereja pusat Langoan pada setiap tanggal 12 Juni, kedatangan J.G.Schwarz di daerah Minahasa Tengah dikenang kembali pada hari itu.
Para pemuda dari sekeliling Langoan, pada sore hari biasanya memenuhi kota kecil ini.Para orang tua berpakaian hitam datang berkumpul ke Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM), dan setelah ibadah diadakan ziarah ke makam J.G.Schwarz.
Makam J.G.Schwarz ini.terletak di kampung Wolaang, tanah yang pernah tercatat sebagai miliknya yang dibeli dengan uang Zending, yang sekarang ini tercatat sebagai milik GMIM."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994