Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Bambang Jaya Bangkit
Abstrak :
Berawal dari keprihatinan akan banyaknya kasus yang merugikan kepentingan konsumen serta didukung oleh ketidakberdayaan konsumen dalam menuntut hak-hak mereka, dapat dilihat dengan adanya beberapa kasus kerugian konsumen dimana para konsumen sama sekali tidak memiliki niat untuk melakukan klaim terhadap produsen. Hal ini disebabkan antara lain oleh tidak pahamnya mereka bahwa hak-hak konsumen tersebut dilindungi oleh undang-undang, ketidakberdayaan menghadapai produsen besar serta keengganan mereka menghadapi intitusi Pengadilan. Sementara itu ketimpangan dalam kemampuan mengadapi permasalahan konsumen juga seringkali dialami konsumen yang notabene adalah konsumen kecil, pembeli atau pengguna produk sebuah industri berkapitalisasi besar. Sedangkan pelaku usaha yang dimaksud adalah pelaku usaha dari produk-produk yang selain dibentuk oleh modal besar juga memiliki jaringan pemasaran yang luas. Pelaku usaha berkapitalisasi besar didalam usahanya memiliki perputaran modal yang besar pula. Maka di dalam perputaran itu berbagai pihak memiliki kepentingan di dalamnya. Ada investasi yang bukan hanya menanamkan modal dalam jangka panjang melainkan juga bermain saham dengan sesaat, pihak birokrasi dan politisi yang menghendaki kestabilan ekonomi dan sebagainya. Tak heran bahwa setiap sengketa yang melibatkan pelaku usaha dan konsumen selalu diselesaikan secara cepat, sistematis dan jalan belakang. Hal ini dilakukan agar selain tidak menimbulkan aib bagi pelaku usaha juga untuk menghindari ketidakstabilan pelaku usaha; yang bila pelaku usaha tersebut termasuk pelaku usaha berskala besar akan mempengaruhi stabilitas ekonomi negara. Perkara sengketa konsumen adalah berkenaan dengan pelanggaran pada hak-hak konsumen yang ruang lingkupnya mencakup pada semua segi hukum, baik hukum Perdata, Pidana maupun Tata Usaha Negara. Dalam penyelesaian sengketa konsumen diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka secara umum peraturan hukum tersebut dalam Herziene Indonesia Regelement (HIR) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tetap berlaku.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T37800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanti Adi Nugroho
Jakarta: Kencana, 2008
343.071 SUS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Satwika Narendra
Abstrak :
ABSTRAK
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPK, dinyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Terkait hal tersebut guna mendukung perlindungan konsumen guna penyelesaian sengketa konsumen yang terjadi, dibentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK untuk menyelesaikan sengketa konsumen dimana keputusan BPSK bersifat final dan mengikat, seperti yang dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan tersebut jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 56 ayat 2 sangat kontradiktif, karena Pasal 56 ayat 2 menyatakan bahwa ldquo;Terhadap putusan BPSK dapat diajukan keberatan ke pengadilan rdquo;. Oleh sebab itu penulis merumuskan pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaimanakah putusan BPSK dapat dijadikan alasan keberatan untuk diajukan di pengadilan? Dalam menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan, dan dokumen. Dari hasil penilitian menunjukkan bahwa Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat belum dapat melindungi konsumen karena terjadi ketentuan yang bertentangan mengenai arti putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat.
ABSTRACT
Under the provisions of Article 1 number 1 UUPK, stated that consumer protection is any effort that ensures the existence of legal certainty to provide protection to consumers. In relation to this matter in order to support consumer protection for the settlement of consumer disputes, a Consumer Dispute Resolution Agency BPSK was established to resolve consumer disputes in which the decision of BPSK is final and binding, as referred to in Article 54 paragraph 3 of Law no. 8 Year 1999 on Consumer Protection. The provision in connection with the provision of Article 56 Paragraph 2 is very contradictory, since Article 56 Paragraph 2 states that Against the decision of BPSK can be filed objection to the court . Therefore, the authors formulate the subject matter in this writing is How can the decision of BPSK be the reason for objections to be filed in court In answering the question the authors use normative juridical research methods with data collection techniques literature study, and documents. The results of the research indicate that the final and binding BPSK Decision has not been able to protect the consumers due to conflicting provisions regarding the meaning of the final and binding decision of BPSK.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Gunawan
Abstrak :
Kasus serah terima perumahan, rumah toko (ruko), apartemen yang muncul di tengah perkembangan bisnis dalam bidang property, banyak merugikan pihak konsumen dari perumahan, rumah toko (ruko) dan apartemen yang ada. Sebagai upaya penyelesaian hukum tersebut konsumen memilih pilihan hukum untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dari pada menyelesaikannya melalui badan peradilan. Hal ini dikarenakan penyelesaian sengketa melalui litigasi (peradilan) sangat lambat dan atau berbelit-belit, biaya berperkara mahal. Mediasi merupakan proses negosiasi penyelesaian masalah dimana mediator tidak berpihak, netral, tidak bekerja bersama para pihak yang bersengketa, mediator membantu para pihak dalam mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. Mediator berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Mediator harus mampu menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif bagi terciptanya kompromi di antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan (Win-win). Setelah di peroleh persetujuan dari para pihak atas proposal yang diajukan (beserta segala revisi atau perubahannya) untuk menyelesaikan masalah yang dipersengketakan, mediator kemudian menyusun kesepakatan itu secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak. Tidak hanya sampai di situ, mediator juga diharapkan dapat membantu pelaksanaan dari kesepakatan tertulis yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dalam rangka menjalankan dan menegakkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka dibentuklah suatu lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa konsumen sebagai salah satu sarana untuk melindungi hak-hak dan kepentingan konsumen yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Hasil dari proses mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen tergantung kepada itikad dari para pihak yang bersengketa, tetapi tidak menutup kemungkinan apabila dengan cara mediasi gagal dan salah satu pihak yang tidak mau menerima hasil keputusannya dapat melanjutkan proses penyelesaian kasusnya melalui peradilan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui norma hukum yang terdapat dalam Undang-Undang, Peraturan Pelaksana, Kontrak, Putusan, terhadap permasalahan/kasus dan pendapat atau data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber pertama tidak langsung dari masyarakat, yang berupa bahan-bahan kepustakaan baik yang berupa literatur-literatur seperti buku, majalah, surat kabar maupun peraturan perundang-undangan. ......Transference Case of Housing, shop house (Ruko), apartment occuring in the midts of property business growth had damaged consumers of an existing housings, shop houses and apartement numerously. To solve such case rather, the consumers had elected law option by mediation as alternative than by litigation process. Inspite of settling law case before the court being heavy, too long and waste time, they elect mediated negotion process being fair, netral and free. Without cooperation with any party in dispute, mediator assist both parties to achieve agreement to negosiate the disputes satisfactorily. Mediator has obligation to realize the duty and function based on good will of parties. To achieve the win-win solution (no party will demaage), in condusive situation and condition the mediator should be able to create compromise among both parties in dispute. Then, upon getting agreement through the requested proposal (along with the revisions and addendum) from both parties therein, the mediator provide with such agreement in written to be signed by both parties. Biside it, the mediator is wished in order to realize such written and signed agreement as well. Within framework to enforce Law No. 8 of 1999 regarding consumer protection, then, it is estabilished the authorized institution to settle consumer disputes as instrument to protect rights and consumer’s interests, so called Agency for Consumer Disputes Sattlement (BPSK). Results of mediation process as alternative for settling consumer disputes is depend on good will of parties in disputes, but, it is not impossible that this mediation process is default and any party will not receive their agreed award, then, it may be continued to litigation process.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T37613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkisyabana Yulistyaputri
Abstrak :
Terhadap putuasan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK dapat diajukan 2 (dua) upaya hukum, yaitu keberatan sesuai dengan UU 8/1999 dan juga pembatalan sesuai dengan UU 30/1999. Adanya dua tindakan yang dapat dilakukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut menimbulkan pertanyaan terkait proses arbitrase dalam upaya penyelesaian sengketa konsumen dan juga perlindungan konsumen dalam proses tersebut, serta implikasi putusan Mahkamah Konkstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 tentang Pembatalan Putusan Arbitrase terhadap proses penyelesaian sengketa konsumen di BPSK, karena keduanya bertentangan dengan sifat final and binding dari putusan arbitrase. Melalui metode penelitian doktrinal didapatkan hasil bahwa proses penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan tujuan utama mengusahakan upaya damai di antara pihak yang bersengketa, dan juga untuk mempersingkat waktu serta biaya penyelesaian sengketa, sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen secara maksimal. 3 (tiga) tahun sejak duicapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi terkait, terdapat peningkatakan putusan terkait pembatalan putusan arbitrase dan juga keberatan atas putusan BPSK, walaupun hal tersebut tidak berlangsung seterusnya. Putusan Mahkamah Konstitusi berasaskan erga omnes, sehingga ketika putusan tersebut telah dibacakan, tidak hanya mengikat pihak yang terlibat dalam pokok perkara, namun juga bagi semua orang. Hal ini menyebabkan walaupun para Pemohon dalam pokok perkara dalam putusan Mahkamah Konkstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 adalah pihak yang bersengeta di BANI, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga tetap berlaku bagi putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh lembaga lain selain BANI, termasuk BPSK. UU 8/1999 dan UU/1999 telah berusia lebih dari 20 (dua puluh) tahun, sehingga sejatinya diperlukan suatu pembaharuan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini, agar dapat lebih memberikan perlindungan konsumen secara maksimal. ......Against the arbitration decision issued by BPSK, 2 (two) legal remedies can be filed, namely objection in accordance with Law 8/1999 and also annulment in accordance with Law 30/1999. The existence of two actions that can be taken against the arbitration award issued by BPSK raises questions related to the arbitration process in an effort to resolve consumer disputes, consumer protection in the process, as well as the implications of the Constitutional Court Decision Number 15/PUU-XII/2014 on the Cancellation of Arbitration Awards on the process of resolving consumer disputes at BPSK, because both are contrary to the final and binding nature of arbitration awards. Through the doctrinal research method, it is found that the process of resolving consumer disputes is carried out with the main objective of seeking peaceful efforts between the parties to the dispute, and also to shorten the time and cost of dispute resolution, so as to provide maximum legal certainty and consumer protection. 3 (three) years since the issuance of the relevant Constitutional Court Decision, there has been an increase in decisions related to the annulment of arbitration awards and also objections to BPSK decisions, although this has not continued. The Constitutional Court's decision is erga omnes, so that when the decision has been read out, it is not only binding for the parties involved in the subject matter, but also for everyone. This is why even though the Petitioners in the main case in Constitutional Court Decision No. 15/PUU-XII/2014 are parties to a dispute at BANI, the Constitutional Court's decision also applies to arbitration decisions issued by institutions other than BANI, including BPSK. Law No. 8/1999 and Law No. 1999 are more than 20 (twenty) years old, so a renewal is actually needed in accordance with current conditions, in order to provide maximum consumer protection.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dea Cheryna
Abstrak :
Penjualan Sepeda Motor yang dibeli secara angsuran pada prakteknya terkadang terjadi pertentangan di mana Kreditur menerapkan ketentuan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada perjanjiannya, sedangkan Debitur yang juga bertindak selaku konsumen yang dilindungi oleh ketentuan-ketentuan pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketika kedua Peraturan perundang-undangan tersebut berbenturan, permasalahan yang timbul adalah Apakah Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dapat efektif diberlakukan untuk mengatur penjualan barang secara cicilan dengan mempergunakan lembaga fidusia dalam perjanjian kreditnya?, Bagaimanakah Pertimbangan Majelis Arbritrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) memutuskan perkara sengketa antara pelaku usaha dan konsumen?, Bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung No. No. 117PK/ Pdt.Sus/2009?. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian terhadap data sekunder yang menggunakan bahan hukum primer. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan metode kualitatif. Lembaga Jaminan Fidusia dapat berlaku efektif pada penjualan sepeda motor secara angsuran apabila memenuhi ketentuan di dalam Undang-undang Jaminan Fidusia sehingga memberikan kepastian hukum bagi kreditur dan debitur. Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Kreditur bukanlah perbuatan melawan hukum dan bukan pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen sebagaimana Putusan Badan Penyelesaian Sengketa konsumen dalam putusannya Nomor 03/P3K/2007. Hakim Peninjauan Kembali melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 117PK/Pdt.Sus/2009 seharusnya menyatakan menolak alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali (Kreditur) berdasarkan pada Perjanjian yang dibuat oleh Debitur dan Kreditur tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, bukan berdasarkan pertimbangan itikad baik Debitur. Perusahaan Pembiayaan harus menggandeng Notaris dalam Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, biaya pendaftaran Jaminan Fidusia yang relatif mahal dapat dilakukan secara kolektif. Debitur juga harus membaca klausula asuransi agar ia benar-benar menjaga Objek Jaminan Fidusia. Ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata harus ada dalam perjanjian agar tidak terjadi tindakan sepihak. Agar tidak terjadi penyelesaian sengketa yang berbelit, maka para pihak harus beritikad baik dalam melaksanakan penyelesaian sengketa secara non litigasi dan dalammelaksanakan hasil perdamaiannya tersebut. ......Motorcycle sales are purchased in installments, in practice sometimes there is a contradiction in which the creditor to apply the provisions of Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Warranty to the pact, while the Debtor also act as consumers are protected by the provisions of Law No. 8 1999 on Consumer Protection. When both laws and regulations are in conflict, the problems that arise are Law No. Is. 42 of 1999 on Fiduciary Warranty can be effectively applied to regulate the sale of goods on installment using fiduciary institution in the loan agreement?, How Arbritrase Advisory Council Consumer Dispute Settlement Board (BPSK) decide in disputes between business and consumers?, How to judge the consideration of the Award No Supreme Court. No. 117PK / Pdt.Sus/2009?. The research method used is the method of juridical normative research is a study of secondary data using primary legal materials. Analysis of the data obtained is done by qualitative methods. Institute for Fiduciary Warranty to be effective in motorcycle sales in installments if they meet the provisions in the Act Fiduciary Warranty those providing legal certainty for creditors and debtors. Foreclosure actions by lenders is not a tort and not breach the Consumer Protection Act as the Dispute Settlement Body ruling in its decision No. 03/P3K/2007 consumers. Judges Review by Supreme Court Number 117PK/Pdt.Sus/2009 should reject the reasons stated Applicant Review (Creditors) based on the agreement made by the debtor and creditors have no power eksekutorial, not based on good faith consideration of the Debtor. Funding must be notary public holding company in the manufacture of fiduciary deed, registration fees are relatively expensive fiduciary who can do collectively. Debtors must also read the insurance clause that he actually keep Attraction fiduciary. The provisions of Article 1266 Civil Code must exist in the agreement to avoid unilateral action. To avoid complicated dispute settlement, the parties have good faith in implementing non-litigation dispute resolution and in implementing the peace.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28955
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arya Samudra
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk mengetahui lembaga alternative penyelesaian sengketa manakah yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan antara konsumen dengan pelaku usaha di sektor jasa keuangan perbankan serta untuk mengetahui apakah dengan adanya kedua lembaga yang sama sama memiliki tugas untuk menyelesaikan sengketa tersebut akan timbulnya dualisme hukum. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normative, yaitu dengan melihat undang undang yang mengatur serta wawancara. Peneliti juga memperoleh data statistik yang didapat dari BPSK Prov. DKI Jakarta serta LAPSPI. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa LAPSPI merupakan lembaga yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan di sektor jasa keuangan perbankan, serta tidak adanya dualisme hukum diantara kedua lembaga tersebut karena LAPSPI mengharuskan para pihak yang bersengketa di LAPSPI untuk membuat perjanjian yang menimbulkan adanya kompetensi absolut bagi LAPSPI untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Namun dalam impelementasinya hal tersebut dirasa masih kurang maksimal karena menyebabkan ambiguitas dalam proses penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan perbankan. Dengan demikian, disarankan seharusnya kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama  sehingga menciptakan kondisi hukum yang Efektif, Efisien, dan Bersinergi. Namun apabila hal tersebut sulit untuk diwujudkan maka diperlukannya sosialisasi yang lebih baik dari LAPSPI serta dibentuknya peraturan pelaksana yang lebih tegas oleh pemerintah terhadap kedua lembaga tersebut.
ABSTRACT
This research is conducted to further obtain which alternative dispute resolution institutions were more effective in resolving disputes between consumers and business person form the financial services sektor on banking, and to find out whether the existence of the two institutions that had the same task which to resolve the dispute can cause legal dualisme. This research is conducted with normative juridical method, by looking at the governing law and by interview. Researcher obtained the statistical data from Consumer Dispute Resolution Body (BPSK) and Alternative Body for Dispute Settlement in Banking of Indonesia (LAPSPI). The results of this study indicate that LAPSPI is a more effective institution in resolving disputes in the banking financial services sektor, and there was no legal dualisme between the two institutions because LAPSPI requires the parties to make an agreement which creates absolute competence for LAPSPI to resolve the dispute. However, the implementation of this matter were still not optimal because it caused ambiguity in the dispute resolution process in the banking financial services sector. Furthermore, it is recommended that the two institutions to work together to make an Effective, Efficient, and Synergic legal condition. However, if that is difficult to be realized then the need for better socialization from LAPSPI is needed, Also the establishment of  more resolute implementing agreement by the government on both Institutions.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Indriani
Abstrak :
Penyelesaian sengketa secara konvensional yang dilakukan melalui aktivitas tatap muka dinilai menyulitkan konsumen untuk menuntut kerugian yang dialami setelah menggunakan barang atau jasa. Posisi konsumen dan pelaku usaha yang berjauhan menyulitkan kedua belah pihak karena harus menempuh jarak ke lokasi penyelesaian sengketa. Online Dispute Resolution menjadi solusi yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa meskipun berada di lokasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Online Dispute Resolution di Indonesia dan menganalisis penerapannya di LAPS SJK. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur Online Dispute Resolution, namun keberadaan Online Dispute Resolution telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Online Dispute Resolution juga telah diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa, antara lain dalam mediasi di Pengadilan, melalui layanan pengaduan konsumen di Kementerian Perdagangan, serta dalam penyelesaian sengketa yang diselenggarakan LAPS SJK. Sebagai perbandingan penerapan Online Dispute Resolution, Belanda memiliki platform terintegrasi yang memungkinkan pihak untuk melakukan pengaduan dari berbagai sektor sengketa. Selain itu, Belanda juga memiliki platform di beberapa sektor yang terintegrasi dengan platform Online Dispute Resolution milik Uni Eropa. Adapun China menjadi negara pertama yang menerapkan Online Dispute Resolution di Asia melalui CIETAC. Khusus berkaitan dengan sengketa konsumen, Brasil juga telah memiliki platform Online Dispute Resolution yang membantu konsumen dalam melakukan pengaduan dan menyelesaikan sengketa. Dalam penerapannya di LAPS SJK, Online Dispute Resolution terdapat dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, mediasi, dan pendapat mengikat. Secara teknis, proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK dilaksanakan secara elektronik, namun masih dimungkinkan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara konvensional atau secara hybrid sesuai persetujuan para pihak. ......Conventional dispute resolution, which is carried out through face-to-face activities, is considered difficult for consumers to claim their loss after using goods or services. The position of consumers and businesses far apart makes it difficult for both parties because they have to travel the distance to the location of the dispute settlement. Online Dispute Resolution is a solution that enables parties to resolve disputes even though they are in different locations. This research aims to understand the development of Online Dispute Resolution in Indonesia and its implementation in the LAPS SJK. Indonesia does not yet have laws and regulations that specifically regulate Online Dispute Resolution, but the existence of Online Dispute Resolution has been mentioned across various laws and regulations. Online Dispute Resolution has also been implemented in the dispute resolution process, including mediation in courts, through the consumer complaint service at the Ministry of Trade, as well as in dispute resolution organized by LAPS SJK. Compared to the implementation of Online Dispute Resolution, the Netherlands has an integrated platform that allows parties to submit complaints from various dispute sectors. In addition, it also has several sectors whose platforms are integrated with the European Union's Online Dispute Resolution platform. Meanwhile, China became the first country to implement Online Dispute Resolution in Asia through CIETAC. Regarding consumer dispute settlement, Brazil has an Online Dispute Resolution platform that helps consumers to complain and resolve disputes. In the LAPS SJK, Online Dispute Resolution is contained in the process of resolving disputes through arbitration, mediation, and binding advice. Technically, the dispute settlement process at the SJK LAPS is carried out electronically. However, it is still possible to carry out conventional or hybrid dispute resolution according to the parties' agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Septawibisono
Abstrak :
Pengajuan klaim yang sulit dan berujung kepada penolakan klaim polis asuransi merupakan salah satu kendala yang sering dialami konsumen. Beberapa konsumen memilih BPSK sebagai Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa dalam menyelesaikan sengketa polis asuransi untuk mendapatkan keadilaan dan kepastian hukum dengan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase, disisi lain terdapat adanya proses keberatan yang diajukan oleh pihak yang tidak puas dalam menyelesaikan sengketa klaim polis asuransi ke Pengadilan Negeri, dan sampai ke tingkat Kasasi yang ujung-ujungnya Putusan BPSK dianulir oleh Majelis Hakim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertimbangan terhadap putusan majelis hakim yang menguatkan Putusan BPSK dan untuk mengetahui efektivitas penyelesaian sengketa melalui BPSK dengan adanya proses keberatan dan penolakan putusan BPSK. Penelitian ini dilakukan dengan metode non-dokrtinal (Socio Legal Research). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa majelis hakim menilai pokok perkaranya bukan bersumber dari wanprestasi atas hutang piutang (perjanjian pokok) dan faktanya ada kerugian yang diderita oleh konsumen kemudian mengenai efektivitas penyelesaian sengketa pada BPSK, peneliti menemukan data statistik dan keterangan-keterangan yang diperoleh dari BPSK Prov DKI Jakarta. BPSK masih efektif untuk menyelesaiakan sengketa polis asuransi dengan melaui mediasi atau konsiliasi karena tidak terdapat proses keberatan dari hasil keputusan BPSK tersebut. Namun dalam faktanya terhadap pertimbangan majelis hakim masih Terdapat perbedaan cara pandang antara Majelis Hakim satu dan lainnya di Mahkamah Agung terkait dengan kewenangan BSPK dan apa yang menjadi tolak ukur sengketa konsumen. Kemudian mengenai efektifitas penyelesaian sengketa di BPSK, masih banyak kekurangan mulai dari eksekusi putusan yang masih ambigu, SDM yang kurang memahami sengketa, prasana dan sarana yang sangat terbatas. ......The submission of difficult claims and the rejection of insurance policy claims is one of the obstacles often experienced by consumers. Some consumers choose BPSK as an alternative Dispute Settlement Institution in resolving insurance policy disputes to obtain justice and legal certainty with mechanisms through conciliation, mediation and arbitration. On the other hand, there is an objection process filed by unsatisfied parties in resolving insurance policy claim disputes to the District Court, and up to the Cassation level, which ultimately results in the BPSK Decision being annulled by the Panel of Judges. This research was conducted to determine the consideration of the decision of the panel of judges that upheld the BPSK Decision and to determine the effectiveness of dispute resolution through BPSK in the presence of the objection process and the rejection of the BPSK decision. This research was conducted using the non-docrtinal method (Socio Legal Research). The results of this study found that the panel of judges assessed that the subject matter of the case did not originate from default on debt and credit (main agreement) and in fact there were losses suffered by consumers then regarding the effectiveness of dispute resolution at BPSK, researchers found statistical data and information obtained from BPSK Prov DKI Jakarta. BPSK is still effective in resolving insurance policy disputes through mediation or conciliation because there is no objection process from the BPSK decision. However, in fact, there are still differences in perspective between the panel of judges in the Supreme Court related to the authority of BSPK and what is the benchmark for consumer disputes. Then regarding the effectiveness of dispute resolution in BPSK, there are still many shortcomings starting from the execution of decisions that are still ambiguous, human resources who do not understand disputes, very limited infrastructure and facilities.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>