Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Singh, Gurmeet
"Pneumonia merupakan penyebab kedua terbanyak perawatan di rumah sakit yaitu 600,000 pasien setiap tahun di dunia dengan mortalitas tinggi pada pneumonia berat (50%). Di Indonesia, mortalitas community-acquired pneumonia (CAP) CURB skor ≥ 3 tinggi (60,8%) dengan penyebab tersering gagal ekstubasi. Imunopatologi lokal yang mendasari kegagalan ekstubasi belum diketahui dengan pasti. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk menganalisis respons imunopatologi lokal pada pneumonia berat yang mengalami kematian akibat gagal ekstubasi.
Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien pnemonia berat yang masuk instalasi gawat darurat (IGD) dan intensive care unit (ICU) RS dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2020–Januari 2021. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian diambil sebagai subjek dengan consecutive sampling. Dilakukan pengambilan cairan bronchoalveolar lavage (BAL) untuk pemeriksaan sTREM, makrofag alveolar, IL-6, IL-17, CD4, Treg Foxp3+, surfactant protein-A, dan caspase-3. Status ekstubasi dievaluasi pada hari ke-20 dan mortalitas pada hari ke-28. Data dianalisis dengan uji Mann-Whitney dan uji t tidak berpasangan sedangkan hubungan antar parameter dianalisis dengan uji Fisher.
Terdapat 40 pasien pneumonia berat yang menjadi subjek penelitian saat pandemi COVID-19. Proporsi cedera paru berat 70% di paru kanan, proporsi gagal ekstubasi hari ke-20 sebanyak 80% dan mortalitas hari ke-28 adalah 75%. Kadar CD4 paru kanan lebih rendah secara bermakna dibandingkan paru kiri (uji Mann Whitney, p = 0,003). Kadar CD4 cedera paru berat lebih rendah pada pasien gagal ekstubasi (uji Mann Whitney, p = 0,010) dan status mortalitas (uji Mann Whitney, p = 0,004). Terdapat perbedaan bermakna pada makrofag alveolar fungsional, IL-6, dan CD4; namun tidak ada perbedaan bermakna pada kadar sTREM, IL-17, Treg Foxp3+, jumlah makrofag alveolar, surfactant protein-A, dan caspase-3 terhadap keberhasilan ekstubasi. Disimpulkan gagal ekstubasi dan mortalitas berhubungan dengan kadar CD4 rendah cairan BAL di cedera paru berat. Keberhasilan ekstubasi berhubungan dengan makrofag alveolar fungsional rendah, kadar IL-6 rendah, dan kadar CD4 tinggi di cedera paru berat.
......Pneumonia is the second leading cause for hospitalization with 600,000 patients annually and mortality rate. In Indonesia, community-acquired pneumonia (CAP) with high CURB score ≥ represents 60,8% of mortality due to extubation failure. The explanation of severe pneumonia pathophysiology that underlying immunopathology causing extubation failure is still insufficient. Therefore, the analysis of lungs’ local immunopathology in severe pneumonia patients with mortality due to extubation failure is required.
This is a prospective cohort study. Subject recruitments were conducted in the resuscitation emergency unit (REU) and intensive care unit (ICU) ward, Cipto Mangunkusumo Hospital, from November 2020 to January 2021. Bronchoalveolar lavage fluid (BALF) was performed to investigate sTREM, alveolar macrophage (amount and functional), IL-6, IL-17, CD4, Foxp3+ Tregs, surfactant protein-A, and caspase-3. Data was analyzed using Mann-Whitney and unpaired t test, while fisher test was used to analyze parameter associations.
A total of 40 severe pneumonia patients were enrolled as the study subjects during COVID-19 pandemic. Study results showed the proportion of severe lung injury was 70% in the right lung, the proportion of 20-days extubation failure was 80%, and the 28-days mortality rate was 75%. Levels of CD4 BAL in the right was lower than the left lung (p = 0,003). There was a significant difference of CD4 BAL on 20-days extubation (Mann Whitney test, p = 0,010) and 28-days mortality (Mann Whitney test, p = 0,004). There were an association of functional alveolar macrophage, IL-6, and CD4 in severely affected lungs with extubation success; There were no association of sTREM, IL-17, Foxp3+ Tregs, amount and functional alveolar macrophage, surfactant protein-A, dan caspase-3 in severely affected lungs with extubation success. In summary, extubation failure and mortality are associated with low BALF CD4 in severely affected lungs. Extubation success is associated with low functional alveolar macrophage, low IL-6, and high CD4 levels in severe pneumonia patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randhy Fazralimanda
"Latar Belakang. Pneumonia berat masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia dan dunia. Sistem imun diketahui memiliki peranan penting dalam patogenesis pneumonia, namun tidak banyak studi yang menilai hubungan antara kadar CD4 dan CD8 darah dengan mortalitas akibat pneumonia berat pada pasien dengan status HIV negatif.
Tujuan. Mengetahui data hubungan dan nilai potong kadar CD4 dan CD8 darah dengan angka mortalitas 30 hari pada pasien pneumonia berat di RSCM.
Metode. Penelitian berdesain kohort prospektif yang dilakukan di ruang rawat intensif RSCM periode Juni-Agustus 2020. Keluaran berupa kesintasan 30 hari, nilai titik potong optimal kadar CD4 dan CD8 darah untuk memprediksi mortalitas 30 hari dan risiko kematian. Analisis data menggunakan analisis kesintasan Kaplan-Meier, kurva ROC dan multivariat regresi Cox.
Hasil. Dari 126 subjek, terdapat 1 subjek yang loss to follow up. Mortalitas 30 hari didapatkan 26,4%. Nilai titik potong optimal kadar CD4 darah 406 sel/μL (AUC 0,651, p=0,01, sensitivitas 64%, spesifisitas 61%) dan kadar CD8 darah 263 sel/μL (AUC 0,639, p=0,018, sensitivitas 62%, spesifisitas 58%). Kadar CD4 darah < 406 sel/μL memiliki crude HR 2,696 (IK 95% 1,298-5,603) dan kadar CD8 darah < 263 sel/μL memiliki crude HR 2,133 (IK 95% 1,035-4,392) dengan adjusted HR 2,721 (IK 95% 1,343-5,512). Bila sepsis dan tuberkulosis paru ditambahkan dengan kadar CD4 darah dan CD8 darah, didapatkan nilai AUC 0,752 (p=0,000).
Kesimpulan. Kadar CD4 dan CD8 darah memiliki akurasi yang lemah dalam memprediksi mortalitas 30 hari pasien pneumonia berat. Kadar CD4 darah < 406 sel/μL dan kadar CD8 darah < 263 sel/μL memiliki risiko mortalitas 30 hari yang lebih tinggi.
......Background. Severe pneumonia is a major health problem in Indonesia and the world. The immune system is known to play an important role in the pathogenesis of pneumonia, but few studies have assessed the relationship between blood CD4 and CD8 count and mortality from severe pneumonia in patients with negative HIV status.
Objectives. Knowing the correlation data and the cut-off value of blood CD4 and CD8 count with a 30-days mortality rate in severe pneumonia patients at RSCM.
Methods. This study is a prospective cohort study conducted at RSCM intensive care rooms from June to August 2020. The outputs were 30-days survival rate, optimal cut-off value for blood CD4 and CD8 count to predict 30-days mortality and mortality risk. Data analysis used Kaplan-Meier survival, ROC curves and multivariate Cox regression analysis.
Results. Of the 126 subjects, there was 1 subject who lost to follow up. The 30-days mortality rate was 26.4%. The optimal cut-off value for blood CD4 count was 406 cells/μL (AUC 0.651, p=0.01, sensitivity 64%, specificity 61%), blood CD8 count was 263 cells/μL (AUC 0.639, p=0.018, sensitivity 62%, specificity 58%). CD4 blood count < 406 cells/μL had a crude HR of 2.696 (95% CI 1.298-5.603) and blood CD8 count < 263 cells/μL had a crude HR of 2.133 (95% CI 1.035-4.392) with an adjusted HR of 2.721 (CI 95% 1,343-5,512). If sepsis and pulmonary tuberculosis were added to the blood CD4 and CD8 count, the AUC value was 0.752 (p=0.000).
Conclusion. Blood CD4 and CD8 count had poor accuracy in predicting 30-days mortality in patients with severe pneumonia. The group with blood CD4 count < 406 cells/μL and blood CD8 count < 263 cells/μL had a higher risk of 30-days mortality."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarjo Soejoso
"Kematian bayi umur kurang dari satu tahun 25,2 % disebabkan infeksi saluran napas. Kematian anak Balita umur 1-4 tahun 18,2 % disebabkan infeksi saluran napas. Analisis data sekunder Pneumonia pada Balita di Kodya Jakarta Timur tahun 1994 menyimpulkan angka Case Fatality Rate sebesar 3,3 %. Sedangkan perkiraan angka kematian Pneumonia dari Depkes RI untuk Indonesia tahun 1993 sebesar 6 permil.
Berkembangnya tingkat kesakitan dan kematian dari Pneumonia bisa dilihat dari kemampuan ibu memberi perawatan penunjang yang baku, kemampuan keluarga membedakan derajat ISPA Bukan Pneumonia dan Pneumonia, membawa anak mereka lebih awal bagi pengobatan khusus ke tempat pelayanan kesehatan. Apakah Balita yang menderita Pneumonia Berat dan' dirawat di rumah sakit tidak mendapatkan penanganan baku sejak dini sebelumnya di tingkat keluarga dan masyarakat?
Jenis penelitian adalah kasus kontrol. Penelitian ini mengambil sampel 45 penderita Pneumonia Berat pada Balita berdomisili di Kodya Jakarta Timur, yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan dan Rumah Sakit Islam Jakarta Timur sebagai kasus, dan 45 penderita Pneumonia yang dirawat jalan di kedua rumah sakit tersebut dan di Puskesmas, alamat Balita di kelurahan yang sama sebagai kontrol. Alpha 0,05; Power of the test 80 %; one sided test. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner mengunjungi alamat Balita. Entry data mengunakan Epi Info 6.0, analisis data menggunakan SPSS for Win.
Hasil penelitian adalah bermaknanya hubungan penanganan ISPA di tingkat keluarga dengan kejadian Pneumonia Berat (cOR 2,96; 95 % CI 1,10 r OR < 8,10; p 0,016). Setelah dikontrol dengan imunisasi DPT dan imunisasi Campak pada analisis multivariat, hubungan tersebut tidak bermakna dengan aOR 2,42; (95 % CI: 0,79-7,43; p 0,1237. Variabel konfounder yang dimasukkan dalam model akhir adalah imunisasi DPT dan imunisasi Campak dengan pertimbangan substantif amat diyakini dapat mengganggu hubungan penanganan ISPA terhadap kejadian penyakit Pneumonia Berat; tidak ada variabel interaksi yang memenuhi syarat statistik. Pengaruh variabel utama dan kovariate secara bersama-sama adalah Logit P(x) = - 0,9697 + 0,8821tangan + 0,2256imunDPT - 1,5075imunCPK.
Gizi Balita, umur Balita, pengeluaran kepala keluarga, pendidikan responden, pemberian ASI, pemberian vitamin A, riwayat berat lahir, rumah sehat tidak terbukti dapat mengganggu hubungan penanganan ISPA di tingkat keluarga dengan perjalanan penyakit Pneumonia Berat pada Balita di Kodya Jakarta Timur, Januari 1995 - Mei 1996.
Saran operasional mengupayakan penurunan kejadian penyakit Pneumonia Berat dengan upaya supervisi pelaksanaan manajemen ISPA oleh petugas di Puskesmas secara teratur dan berkesinambungan, serentak dengan intervensi peningkatan pengetahuan ibu di masyarakat mengenal dan menanganai kasus Pneumonia dengan tepat.
Saran penelitian adalah penelitian dengan disain serupa secara incidence cases, namun klasifikasi ditetapkan peneliti, di rumah sakit yang sama, wawancara dengan responden dilakukan saat Balitanya menderita Pneumonia dan Pneumonia Berat. Pembuatan kuesioner didasarkan atas studi ethnografi terlebih dahulu di Kodya Jakarta Timur.

The infant mortality rate which is less than one year is 25,2 % caused by the respiratory tract infection. The mortality of the children of 1-4 years old 18,2 % is due to respiratory tract infection. The secondary data analysis of pneumonia in the Municipality of East Jakarta in 1994 concluded that the case fatality rate is 3.3 %. While the estimate of the pneumonia mortality rate by the Department of Health of the Republic of Indonesia in Indonesia is 0,6 % in 1993.
The development of the pneumonia morbidity and mortality can be seen from the mother ability to provide a standardized supporting maintenance, the family ability to differentiate the non pneumonia and the pneumonia of ARI, be motivated to bring their children early for treatment, especially to the health care centre. Do the children that suffered from severe pneumonia and treated in the hospital not received standardize handling early in the family and in the community?
This research is a case control. This research sampled 45 severe pneumonia patients among the children under five years old domiciled in the Municipality of East Jakarta, which are in-house nursing in the Persahabatan Public General Hospital and the Islamic Hospital of East Jakarta as the cases, and 45 pneumonia patients which are on out-going nursing in both hospitals and in the community health centre, with children address in the same village as a control. The a = 0.05; power of the test 80 %; one sided test. The data collection is by questionnaire by visiting the children address. The data entry is using Epi Info 6.0, and the data analysis is done by using the SPSS for Win soft-ware.
The research proceeding is that there is a significant relationship between the ARI handling in the family level and the incidence of severe pneumonia (cOR 2,96; 95 % CI 1,10 < OR < 8,10; p = 0.016). After controlled with the DPT and measles immunization in the multivariate analysis, the relationship is not significant with aOR 2,42; 95 % CI 0,79 < OR < 7,43; p = 0,1237. The confounder variable included in the final model is the DPT and measles immunization with a substantive consideration, is able to confound the relation-ship of ARI toward the incidence of severe pneumonia; there is no interaction variable which fulfill the statistic criteria. The main variable influence and the covariate collectively is Logit P(x) = - 0.9697 + 0.8821 family care + 0.2256 imunDPT - 1.5075 immun MSL.
The children nutrition, the children' age, expenditure of the family, respondent education, breast feeding, vitamin A supplementation, the birth weight record, healthy housing turned out can not confound the ARI handling the family level with the disease history of pneumonia in the children under five years old in the Municipality of East Jakarta, January 1995 - May 1996.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Price Maya
"Latar belakang: Pneumonia berat yang membutuhkan tatalaksana ventilasi mekanik prevalensnya terus meningkat. Tindakan trakeostomi dilakukan untuk memfasilitasi penyapihan ventilasi mekanik. Studi sebelumnya dalam menilai faktor terkait kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi masih sedikit dan menunjukkan hasil yang berbeda.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan faktor-faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi pada pasien pneumonia berat.
Metode: Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif dari data rekam medik pasien yang dirawat di ICU/HCU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 2018-bulan Juni 2022. Faktor-faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi pada pasien pneumonia berat didapatkan dari hasil analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Dari total 328 subjek yang memenuhi kriteria didapatkan proporsi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik adalah 70,73%. Faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik adalah durasi ventilasi mekanik >14 hari dengan RR 2,079 (IK 95% 1,566-2,760, p<0,0001), obesitas dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥25 dengan RR 1,188 (IK 95% 1,016-1,389, p=0,031) dan Neutrofil Limfosit Rasio (NLR) pasca trakeostomi ≥11 dengan RR 1,244 (IK 95% 1,071-1,445, p=0,004).
Simpulan: Proporsi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi pada pasien pneumonia berat adalah 70,73%. Faktor-faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik adalah durasi ventilasi mekanik >14 hari, obesitas (IMT ≥25 kg/m2) dan NLR pasca Trakeostomi ≥11
......Background: The prevalence of severe pneumonia requiring mechanical ventilation continues to increase. A tracheostomy was performed to facilitate weaning from mechanical ventilation. Previous studies assessing factors related to weaning failure from mechanical ventilation after tracheostomy are few and show varying result.
Objective: This study aims to determine proportion and factors that influence failure to wean from mechanical ventilation after tracheostomy in patients with severe pneumonia.
Methods: This study used a retrospective cohort design from medical record data of patients treated in the ICU/HCU of RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo between 2018-June 2022. Factors affecting failure to wean mechanical ventilation after tracheostomy in patients with severe pneumonia were obtained from the result of multivariate regression analysis.
Results: From a total 328 subjects who met the criteria, the proportion of weaning failure was 70,73%. Factors that influence failure to wean are duration of mechanical ventilation >14 days RR 2,079 (95% CI 1,566-2,760, p<0,0001), obesity (BMI ≥25 kg/m2) RR 1,188 (95% CI 1,016-1,389, p=0,031) and post-tracheostomy Neutrofil Lymphocyte Ratio (NLR) ≥11,RR 1,244 (95% CI 1,071-1,445, p=0,004).
Conclusion: The proportion of weaning failure from mechanical ventilation after tracheostomy in patients with severe pneumonia was 70,73%. Factors that influence weaning failure are duration of mechanical ventilation > 14 days, obesity (BMI ≥25 kg/m2) and post-tracheostomy NLR ≥11."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Juwita
"Latar Belakang: Pneumonia berat adalah infeksi saluran napas yang masih memiliki angka mortalitas yang tinggi. Pasien pneumonia berat sering kali memerlukan intubasi untuk mencapai ventilasi yang adekuat. Terjadinya kegagalan ekstubasi dapat meningkatkan komplikasi dan mortalitas pada pasien, sehingga pasien dengan risiko gagal ekstubasi perlu dikenali sedini mungkin.
Tujuan: Mengetahui faktor yang dapat memprediksi kegagalan ekstubasi pada pasien pneumonia berat
Metode: Studi ini merupakan studi kohort retrospektif yang melibatkan pasien dengan pneumonia berat yang terintubasi dan dirawat di ICU/HCU RSCM pada tahun 2015-2019. Data pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium diambil dari rekam medis. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi-square atau uji Fischer, sementara analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi cox.
Hasil: Sebanyak 192 subjek pasien pneumonia berat dilibatkan dalam penelitian ini. Insidensi kegagalan ekstubasi pada pasien pneumonia berat di RSCM adalah 70,3%, dengan angka mortalitas pada pasien yang mengalami gagal ekstubasi adalah sebesar 85,2%. Dari analisis bivariat, didapatkan usia >60 tahun, merokok, Charlson Comorbidity Index sedang-berat, tidak adanya penyakit neuromuskular, terapi pengganti ginjal, prokalsitonin > 2 ng/mL, dan skor APACHE II ≥25 sebagai variabel yang berhubungan signifikan dengan kegagalan ekstubasi. Selanjutnya, analisis multivariat menemukan bahwa Charlson Comorbidity Index sedang-berat (p=0,002, HR 2,254, IK95% 1,353-3,755), dan prokalsitonin > 2 ng/mL (p<0,001, HR 1,859, IK95% 1,037-3,333) merupakan prediktor independen terhadap kegagalan ekstubasi pada pasien pneumonia berat.
Kesimpulan: Faktor-faktor yang secara independen merupakan prediktor kegagalan ekstubasi pada pasien pneumonia berat adalah Charlson Comorbidity Index sedang-berat, dan kadar prokalsitonin > 2 ng/mL.
......Background: Severe pneumonia is a lower respiratory tract infection still presenting with a high a mortality rate. Patients with severe pneumonia often require intubation in order to achieve adequate ventilation. Extubation failure, however, is associated with increased complications and mortality. Therefore, it is crucial to recognize risk factors associated with extubation failure as soon as possible.
Objective: To determine the predictors associated with extubation failure in patients with severe pneumonia
Methods: A retrospective cohort study was conducted, which included patients with severe pneumonia who were intubated in ICU/HCU of Ciptomangunkusumo General Hospital over the period of 2015-2019. Patient characteristics and laboratory values were obtained from medical records. Bivariate analysis was performed with Chi-square or Fischer test, whereas multivariate analysis was performed with cox regression model.
Results: A total of 192 subjects with severe pneumonia was included in this study. Incidence of extubation failure among patients with severe pneumonia was 70,3%, with a mortality rate of 85,2%. Bivariate analyses found that age of >60 years, smoking history, moderate-to-severe Charlson Comorbidity Index, procalcitonin > 2 ng/mL, not having neuromuscular disease, renal replacement therapy, and APACHE II score of ≥25 were significantly associated with extubation failure. In multivariate analysis, moderate-to-severe Charlson Comorbidity Index (p=0,002, HR 2,254, 95% CI 1,353-3,755) and procalcitonin > 2 ng/mL (p<0,001, HR 1,859, 95% CI 1,037-3,333) were found to be independent predictors of extubation failure in patients with severe pneumonia.
Conclusion: Moderate-to-severe Charlson Comorbidity Index and procalcitonin level of > 2 ng/mL were independent predictors of extubation failure in patients with severe pneumonia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Nur Aulia
"Latar Belakang: Kegagalan ekstubasi akibat pneumonia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Imunitas adaptif sistemik berupa fraksi dan rasio sel T limfosit CD4/CD8 darah memiliki peranan penting sebagai prediktor lemah mortalitas. Dibutuhkan studi lanjutan untuk mengetahui imunitas adaptif lokal melalui Bronchoalveolar Lavage (BAL) pada kedua paru.
Tujuan: Mengetahui perbedaan kadar dan rasio sel T limfosit CD4/CD8 Bronchoalveolar Lavage sesuai status ekstubasi dan status mortalitas pada pneumonia berat.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif pada 40 pasien pneumonia berat. Data primer diambil dari pasien yang terintubasi dan menjalani tindakan bronkoskopi di perawatan IGD dan ruang intensif RSCM sejak November 2020 hingga Januari 2021. Analisa univariat dan bivariat dengan uji beda rerata digunakan pada data skala numerik dengan sebaran normal dan uji Mann Whitney dengan sebaran tidak normal.
Hasil: Proporsi gagal ekstubasi sebesar 80% dan proporsi mortalitas sebesar 75%. Terdapat perbedaan bermakna pada fraksi sel T limfosit CD4 BAL pada paru cidera berat kelompok berhasil ekstubasi dan gagal ekstubasi (p=0,006); kelompok pasien hidup dan meninggal (p=0,002). Fraksi CD4 darah dan rasio CD4/CD8 darah ditemukan lebih tinggi secara bermakna pada kelompok berhasil ekstubasi dibandingkan dengan gagal ekstubasi; juga ditemukan lebih tinggi pada kelompok yang hidup dibandingkan yang meninggal.
Kesimpulan: Fraksi CD4 BAL pada paru cidera berat berbeda secara statistik bermakna lebih tinggi pada kelompok pasien berhasil ekstubasi dibandingkan dengan kelompok pasien gagal ekstubasi dan kelompok pasien hidup dibandingkan dengan kelompok pasien meninggal.
......Background: Extubation failure due to severe pneumonia increases morbidity and mortality. Systemic adaptive immunity, T lymphocyte cells CD4/CD8 in blood, has special role as a mortality predictor in severe pneumonia. Further study still needed to evaluate local adaptive immunity through bronchoalveolar lavage celluler examination in both lung.
Objective: The aim of this study was to find out the differences between T lymphocytes CD4/CD8 in both lung based on extubation status and mortality status.
Methods: We performed a cohort prospective study of 40 patients with severe pneumonia whom underwent endotracheal intubation and bronchoscopy hospitalized in intensive care unit between November 2020 to January 2021 in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Primary data was taken and analyzed using univariat and bivariat to investigate mean or median differences with unpaired t-test for normal numeric distribution data and Mann-Whitney test for abnormal distribution numeric data.
Result: The proportion of extubation failure was 80% and mortality rate was 75%. There were significantly different results of BALF CD4 T cells lymphocyte fraction in severe pneumonia group of patients based on extubation status (p=0,006) and mortality status (p=0,002). Blood CD4 T cells lymphocyte fraction and blood CD4/CD8 T cells lymphocyte ratio were found significantly higher in the successfully extubation group of patients compared to extubation failure group of patients; and also significantly higher in survived group of patients compared to mortality group of patients with pneumonia severe.
Conclusion: Fraction of CD4 BALF in severely injured pneumonia lungs group of patients who had succesful intubation processes were statistically different compared to the group of patients with unsuccesful extubation. Fraction of CD4 BALF were also found statistically different in the group of patients who were survived compared to the group of patients who were passed away."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library