Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitria Diah Ayu Permatasari
"Tesis ini meneliti mengenai perlindungan hukum bagi nelayan terhadap pemenang lelang pada pelaksanaan lelang ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke di Jakarta Utara, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode analisis kualitatif. Pelaksanaan Lelang Ikan berdasarkan Vendu Reglement (VR) Pasal 49 lelang ikan merupakan lelang dikecualikan karena pada pelaksanaan lelang ikan tidak dilakukan di hadapan pejabat lelang sebagaimana lelang pada umumnya. Tetapi mengingat fungsi dan tujuan lelang ikan untuk kesejahteraan nelayan maka pelaksanaan lelang ikan di TPI Muara Angke dilaksanakan berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 1994 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelelangan Ikan. Dalam pelaksanaan lelang berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang Pelelangan Ikan ini terdapat beberapa perbedaan dengan pelaksanaan lelang menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pelaksanaan lelang ikan di TPI Muara Angke dilakukan dengan beberapa tahapan, di mana tahapan-tahapan tersebut dilaksanakan seperti prosedur lelang pada umumnya tetapi terdapat beberapa tahapan yang berbeda. Namun kenyataannya perlindungan hukum terhadap nelayan yang melakukan lelang ikan di TPI Muara Angke masih lemah, hal tersebut terlihat dari munculnya kekurangan pembayaran lelang ikan di TPI Muara Angke. Penyebabnya adalah karena pembeli yang sudah dinyatakan sebagai pemenang lelang oleh TPI tidak segera menyelesaikan pembayaran harga lelang, tetapi ikan telah diserahkan kepada pembeli, untuk mencegah ikan membusuk. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pelaksanaan lelang ikan peneliti mengkaji secara yuridis hubungan dan perbedaan pelaksanaan lelang ikan dan pelaksanaan lelang menurut peraturan yang berlaku. Lelang ikan di Jakarta saat ini mengacu pada Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 149 Tahun 1994 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelelangan Ikan. Dalam peraturan tersebut pemerintah daerah kurang mengakomodasi dengan baik kebutuhan nelayan, karena itu diperlukan peraturan baru yang telah disesuaikan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan pihak-pihak peserta lelang terutama nelayan pada pelaksanaan lelang ikan.

This thesis discusses about the legal protection for the fishermen to the winning bidder at fish auction in the Muara Angke Fish Auction Place in North Jakarta, using normative research methods and qualitative analysis methods. Vendu Reglement (VR) Article 49 stipulates that the fish auction is not conducted before government auctioneer. But the function and purpose of fish auction is for the welfare of fishermen therefore the fish auction in Muara Angke Fish Auction Place is regulated by the Governor of Jakarta Decree No. 149 of 1994 on Procedures for Implementation of the fish auction. In the auction pursuant to the Governor of Jakarta Decree about the fish auction there are some differences with the auction according to VR and Minister of Finance Regulation No. 93/PMK.06/2010 on Auction Guidelines. Implementation of the fish auction at Muara Angke Fish Auction Place done in several stages. Every stages are implemented as an auction procedure in general but there are several different stages. But in reality the legal protection of fishermen joining fish auction at Muara Angke Fish Auction Place is still weak, it can be concluded from the appearance of lack of payment of the fish auction at Muara Angke Fish Auction Place. The reason is the buyer does not immediately settle auction price, but the fish have been delivered to the buyer, in order to prevent the fish from rotting. To find out more about the auction of fish this thesis examined the relationship and differences of fish auction between the aforementioned regulations. Fish auction in Jakarta today refers to the Governor of Jakarta Decree No. 149 of 1994 on Procedures for Implementation of the fish auction. This thesis concludes that the local governments needs to revise the fish auction regulation in order to provide more legal protection to fishermen."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29307
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hathaway, James C
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2014
341.486 HAT l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Ria Apriani
"ABSTRAK
Obyek studi dalam penelitian ini adalah status hukum dan perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing (tinjauan yuridis terhadap Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003). Dimana angka pengganguran yang semakin tinggi pada
zaman sekarang ini mengakibatkan banyaknya perusahaan mengunakan sistem outsourcing, sistem outsourcing ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi perusahaan tetapi di satu sisi jelas merugikan bagi para pekerja outsourcing. Ini
dikarenakan outsourcing tidak dapat memberikan suatu status hukum yang jelas dan haI tersebut akan menimbulkan tidak adanya perlindungan hukum yang kuat bagi
pekerja outsourcing tersebut.
Tujuan Penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran bagaimana status hukum para pekerja outsourcing tersebut sebenarnya dalam Undang - Undang nomor 13 Tahun 2003. selain itu yang panting bagaimana perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing tersebut jika ditinjau dari Undang - Undang nomor 13 Tahun 2003.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode yuridis normatif. Sehingga data yang diperoleh dalam penelitian ini mengacu pada peraturan perundang undangan, terutama dalam Undang - Undang Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2001
Melalui penelitian yang mendalam dan sangat teliti, peneliti mendapatkan hasil, bahwa para pekerja outsourcing tersebut status hukumya disamakan dengan para pekerja waktu tertentu, dmana para pekerja outsourcing dipekerjakan berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yang jangka waktu kerja ditetapkan oleh perusahaan dan disepakati oleh perusahaan penyedia jasa kerja dengan perusahaan penyewa. Perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing juga disamakan dengan perlindungan pekerja waktu tertentu, tetapi realita yang ada perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing tidak berjalan sesuai dengan perundang-undangan yangberlaku. SaIah satunya banyak perusahaan penyedia jasa yang tidak memilki status hukum yang jelas. sehingga sangat menyulitkan para pekerja outsourcing untuk meminta perlindungan hukum jika adanya permasalahan dalam perjanjian kerja mereka dengan perusahaan penyewa. Para pekerja outsourcing dikarenakan mereka bekerja berdasarkan PKWT maka jaminan perlindungan mereka di masa akan mendatang juga tidak terpenuhi, dan pemerintah tidak bisa memberikan perlindungan hukum yang pasti karena belum adanya peraturan perundang - undangan yang jelas mengatur tentang sistem outsourcing tersebut.
Secara demikian, maka dapat disimpulkan, bahwa status hukum dan perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing belum jelas, sehingga menimbulkan banyaknya kerugian bagi generasi muda pekerja pada zaman modern sekarang ini, tetapi para pekerja tersebut tidak dapat banyak berbuat apa-apa hal tersebut dikarenakan banyaknya angka pengganguran dan sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada. Sehingga pemerintahlah yang mempunyai tanggung jawab besar dalam menyelesaikan permasalahan pengganguran yang semakin hari semakin meningkat dan pemerintah jugalah yang seharusnya memberikan suatu kebijakan terhadap sistem outsourcing tersebut agar sistem ini tidak merugikan baik bagi para pekerja maupun bagi perusahaan."
2007
T19319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanum Megasari
"Perceraian pada perkawinan campuran pastinya membawa konsekwensi terhadap status hukum dan pemeliharaan anak yang dihasilkan dari perkawinan campuran tersebut. Indonesia telah melahirkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menggantikan Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 480/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel telah memutuskan mengenai status hukum dan pemeliharaan anak akibat perceraian orang tuanya yang melakukan perkawinan campuran antara Indonesia dengan Inggris. Terhadap putusan tersebut penulis mencoba menganalisis terhadap putusan Pengadilan tersebut mengenai pemeliharaan anak dan status hukum anak bila ditinjau dari UU 12/2006.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan empiris. Sedangkan pendekatan penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan dan wawancara. Status hukum anak ditinjau dari Undang-undang 12/2006 lebih menguntungkan dibandingkan dengan UU 62/1958. Hal ini bisa terlihat bahwa dalam Undang-Undang Kewarganegaraan baru, anak dapat memiliki kewarganegaraan ganda terbatas dari kedua orang tuanya. Disebut terbatas karena nanti setelah anak-anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Sedangkan bila ditinjau dari UU 62/1958, status hukum anak itu mengikuti kewarganegaraan ayahnya saja. Dalam hal pemeliharaan anak maka berdasarkan yurisprudensiyurisprudensi, hukum tempat kediaman sehari-hari si anak (habitual residence) yang berlaku, namun apabila terjadi sengketa, maka "the best interest of the child" merupakan pertimbangan utama bagi hakim dalam memutuskan sengketa. Dengan diundangkannya UU 12/2006 maka anak dapat bebas dan tidak takut dideportasi. Terhadap pemeliharaan anak maka tepatlah bahwa habitual residence merupakan solusi yang baik.
......
Divorce in the intermarriage of course bring the consequences of the legal status and maintenance children produced from a mixture of the marriage. Indonesia has born the Law No. 12 Year 2006 on Citizenship of the Republic of Indonesia replace Law No. 62 Year 1958 on Citizenship of the Republic of Indonesia. The court decision in the South Jakarta State Tax 480/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel have decided on the status of law and maintenance children divorce their parents do that intermarriage between Indonesia and Britain. Decision against, the author tries to analyze the court decision regarding the maintenance of children and the legal status of children when the review of Law No. 12/2006.
Research method used is the normative and empiris legal research methods. While the approach to research that is conducted research literature and interview. Review the legal status of children from the Law No. 12/2006 more profitable than the Law No. 62/1958. This can be seen that in the Citizenship Act new, children can have a limited dual citizenship from both parents. Called limited because later after children aged 18 (eighteen) years old or have married the child must choose one of the stated nationality. Meanwhile, when the review of Law No. 62/1958, the legal status of children is to follow his father's citizenship course. In the case of the child based on the jurisprudence-jurisprudence, legal residence the day-to-day child (habitual residence) is fine, but when disputes occur, then "the best interest of the child" is a major consideration for judges in deciding disputes. With born Law No. 12/2006 the children can be free and not worry about deported. About a maintenance children is indeed appropriate that the habitual residence is a good solution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25252
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azyyati
"[Skripsi ini membahas mengenai status hukum dan hak waris dari anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yuridis dengan metode kualitatif yang menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, status hukum dan hak waris anak didasarkan pada jenis inseminasi buatannya. Menurut hukum Islam hanya anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan yang menggunakan sperma suami dan ovum isteri kemudian embrionya ditanamkan dalam rahim isteri saja yang merupakan anak sah, anak hasil inseminasi buatan jenis lain merupakan anak hasil zina sehingga hanya berhak mewaris dari ibunya dan keluarga ibunya saja. Menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, hanya anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan yang menggunakan sperma suami yang sudah meninggal yang berstatus sebagai anak luar kawin, anak hasil inseminasi buatan jenis lain berstatus sebagai anak sah selama wanita yang melahirkannya terikat dalam perkawinan yang sah dan tidak dilakukan penyangkalan anak oleh suaminya.
......, This thesis discuss about the legal status and inheritance of children born through
artificial insemination according to Islamic law and western civil law in
Indonesia. The form of research that is used in this thesis is juridical normative
research with qualitative method that uses a secondary data. Based on the results
of the study, to find the legal status and inheritance of children born through
artificial insemination is based on the type of artificial insemination itself.
According to Islamic law, only children born through artificial inseminastion
using husband‟s sperm and wife‟s ovum then the embryo implanted in the wife‟
womb who count as a legitimate child, while the children that born through the
other type artificial insemination is a child of adultery so he only got inheritance
from his mother only. According to the regulations in Indonesia, only children
born through artificial insemination using a sperm of a dead husband get status as
a child of adultery, while the children that born through the other type of artificial
insemination is legitimate children as long as the woman that give birth to them is
in marriage and the child itself is not denied by her husband.]"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ihsan
"ABSTRAK
Perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat, dapat diajukan
permohonan pembatalan ke Pengadilan. Permasalahannya adalah bagaimana
akibat hukum pembatalan perkawinan tersebut terhadap status hukum anak.
Dengan metode penelitian kepustakaan, penulis berusaha menguraikan dan
menganalisanya. Pembatalan perkawinan yang dilakukan melalui Putusan
Pengadilan Agama Jakarta Pusat No. 090/Pdt.G/2005/PA.JP yang kemudian
dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta No.
76/Pdt.G/2005/PTA.JK, menurut hemat penulis adalah sudah tepat karena
terdapat syarat perkawinan yang tidak dipenuhi. Namun pada Penetapan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 87/Pdt.P/2006/PN.Jak.Sel terdapat
kekeliruan, yakni hakim menetapkan bahwa si anak tidak mempunyai hubungan
hukum dengan ayahnya dan tidak berhak menyandang nama ayahnya atau
keluarga ayahnya. Sayangnya, kekeliruan tersebut berlanjut hingga proses
perlawanan sang ibu (terhadap penetapan tersebut) pada Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sesungguhnya, baik
menurut UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 28 maupun Kompilasi Hukum Islam Pasal
75 dan 76, pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak yang telah
lahir dalam perkawinan

ABSTRACT
A marriage which doesn?t fulfill the conditions, can be filed for annulment
to the court. The question is how the legal consequences of the marriage
annulment affect the legal status of a child. Using the method of library research,
writer tries to elaborate and analyze them. Marriage annulment that has been
determined by the verdict of Central Jakarta Religious Court No.
090/Pdt.G/2005/PA.JP was upheld by the verdict of High Religious Court of
Jakarta No. 76/Pdt.G/2005/PTA.JK, according to writer, the verdict is absolutely
right because of the unfulfilled marriage conditions. However, in the decision of
South Jakarta State Court No. 87/Pdt.P/2006/PN.Jak.Sel has some errors, such as
the Judge determined that a child did not own a legal relation with his father and
did not have a right to carry neither his father?s name nor his family.
Unfortunately, the error continues until the resistance process of the mother
(towards the decision) at the South Jakarta State Court which is binding and
legally forceable. Actually, either the Act 1/74 in article 28 or The Compilation of
Islamic Law in article 75 and 76, marriage annulment is not retrospective for a
child that were born in a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43813
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Krisna Murti
"Go private merupakan salah satu bentuk restrukturisasi struktur kepemilikan yang pada dasarnya dilakukan untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham itu sendiri.Go private bukanlah suatu langkah mundur bagi perseroan terbuka dengan pengalamannya sebagai perseroan terbuka yang wajib menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance sehingga dengan melakukan go private dan tetap menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance maka perseroan tersebut dapat lebih maju dan fleksibel dalam mengembangkan usahanya. Walaupun saat ini peraturan khusus mengenai syarat dan ketentuan dan tata cara go private belum ada, namun Bapepam dapat menetapkan kebijakan peraturan dan ketentuan yang wajib diperhatikan dalam pelaksanaan go private. Untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemegang saham publik yang umumnya minoritas, go private dilakukan melalui penawaran tender, sesuai dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender atau sesuai dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka dalam hal terjadi pengambilalihan yang mengakibatkan perubahan pengendalian perseroan terbuka; Dalam RUPS diperlukannya persetujuan dari pemegang saham independen sesuai dengan Peraturan Bapepam IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu; penetapan harga penawaran pembelian saham dalam Penawaran Tender; serta bagi pemegang saham yang tidak menyetujui tindakan perseroan berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, sesuai Pasal 55 UUPT."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Arizka Maulidyna
"Tesis ini mengkaji mengenai eksistensi penjelasan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kaitannya dengan status hukum Penjelasan Undang Undang Undang Dasar tersebut sebelum dan setelah perubahan Undang Undang di Indonesia. Adapun beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian tesis ini meliputi: (i) hubungan keterkaitan antara penjelasan Undang Undang Dasar dengan Pembukaan dan Batang Tubuh; (ii) status hukum penjelasan Undang Undang Dasar setelah diberlakukannya Pasal II Aturan Tambahan dalam naskah perubahan Undang Undang Dasar; dan (iii) status hukum penjelasan Undang Undang Dasar menurut teori dan ilmu perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris-evaluatif. Untuk menunjang penelitian ini, metode pendekatan yang dilakukan meliputi pendekatan perunundang-undangan, pendekatan historis, pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penjelasan Undang Undang Dasar memiliki keterkaitan yang erat dengan Pembukaan dan Batang Tubuh dan memiliki hubungan yang bersifat kausal organis yang membentuk sistem konstitusi Indonesia secara utuh. Hal tersebut dikarenakan secara filosofis-historis, bahwa penjelasan mengandung pokok-pokok pikiran pembukaan dan pasal-pasal serta merupakan deskripsi sejarah yang jelas dan terang, serta menggambarkan keseluruhan proses, ide, suasana kebatinan dan latar belakang yang bersifat kronologis terhadap keseluruhan norma dalam konstitusi. Secara yuridis, eksistensi dan fungsi penjelasan sebagai bagian inti konstitusi diperkuat dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dan secara sosiologis norma penjelasan dilaksanakan bersama-sama norma dalam Batang Tubuh. Adapun status hukum penjelasan Undang Undang Dasar menjadi kabur dan tidak jelas setelah berlakunya Pasal II Aturan Tambahan pada naskah Perubahan Undang Undang Dasar sehingga menyebabkan banyaknya tafsir mengenai status hukum penjelasan Undang Undang dasar dan melahirkan perdebetan antara pihak yang setuju dengan eksistensi penjelasan dan pihak yang menolak eksistensi penjelasan. Padahal secara teoritis, Pasal II Aturan Tambahan tersebut tidaklah menyebabkan hilangnya status keberlakuan Penjelasan jika dihadapkan dengan sistem amandemen dan metode adendum. Maka dari itu, diperlukan adanya rumusan norma yang jelas dan peblisit untuk menghapus keberlakuannya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, eksistensi penjelasan perlu diakui secara tegas sebagai bagian konstitusi Indonesia untuk menghindari perdebatan mengenai eksistensinya di masa yang akan datang.
......This thesis examines the existence of the explanation of Indonesia’s Constitution of 1945 and its relation to the legal status of the Explanation of the Constitution before and after the amendment of constitution in Indonesia. Some of the problems discussed in this thesis research include: (i) the relationship between the explanation of the Constitution and the Preamble and the Torso of Constitution; (ii) the legal status of the explanation of the Constitution after the enactment of Article II of the Additional Rules in the amended text of the Constitution; and (iii) the legal status of the explanation of the Constitution according to the theory and science of legislation. The research method used in this thesis research is normative juridical research with a typology of explanatory-evaluative research. To support this research, the approach methods carried out include the statute approach, the historical approach, the comparative approach and the conceptual approach. The results of this study show that the explanation of the Constitution has a close relationship with the Preamble and torso and has an organizational causal relationship that forms the Indonesian constitutional system as a whole. This is because philosophically-historically, that explanation contains the points of the preamble mind and chapters and is a clear and clear description of history, as well as describing the whole process, ideas, atmosphere of spirituality and background that is chronological to the whole norm in the constitution. Juridically, the existence and function of explanation as a core part of the constitution is strengthened in the TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 and sociologically the explanatory norms are implemented together with the norms in the Torso. The legal status of the explanation of the Constitution became vague and unclear after the enactment of Article II of the Additional Provision on the text of the Amendment to the Constitution, causing many interpretations of the legal status of the explanation of the Constitution and giving birth to a debit between parties who agree with the existence of explanations and parties who reject the existence of explanations. Whereas theoretically, Article II of the Additional Provision does not cause a loss of the status of the applicability of the Explanation if faced with a system of amendments and an addendum method. Therefore, it is necessary to formulate clear norms and regulations to remove their applicability in the Indonesian constitutional system. In addition, the existence of explanations needs to be expressly recognized as part of the Indonesian constitution to avoid debate about its existence in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diena Fitriya Hanifa
"ABSTRAK
Skripsi ini berisi tentang status hukum dan hak anak hasil hubungan incest ayah dengan anak perempuan kandung berdasarkan analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai Nomor: 457/Pid.Sus/2014/PN Tjb ditinjau dari pandangan hukum Islam. Pokok permasalahan membahas mengenai bagaimana status dan hak anak yang dilahirkan akibat pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah terhadap putri kandungnya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dimana sumber data diperoleh dari data sekunder dan data primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa status hukum anak hasil hubungan incest ayah dengan anak perempuan kandung dalam putusan tersebut adalah sama dengan anak hasil zina, yakni hanya memiliki nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini menyebabkan seluruh hak-hak anak yang terkait dengan hak nasab hanya bisa ia dapatkan dari ibunya dan keluarga ibunya pula.

ABSTRAK
This thesis describes the legal status and the rights of incest child, the analysis is based on the Tanjungbalai District Court Verdict Number: 457/Pid.Sus/2014/PN Tjb. The issues are about the legal status and the rights of the child that was born due to the rape commited by a father to his own daughter according to the Islamic law. This research is the juridical-normative research where the data sources obtained from primary data and secondary data. The conclusion of this study shows that the legal status of incest child in this case is equated with the child that was born from adultery, thus the child?s lineage can only be attributed to his/her mother. This causes the rights of the incest child that related to the lineage right can only be connected to his/her mother as well.
"
2016
S64988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Yaqin
"Jenis kelamin merupakan salah satu identitas yang melekat pada diri manusia. Dalam kenyataannya terdapat orang yang merasa bahwa jenis kelamin mereka tidak merepresentasikan diri mereka yang sesungguhnya atau sering disebut dengan transeksual. Hal tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan maupun diskriminasi dari masyarakat. Untuk menghindari potensi tersebut, seseorang transeksual akan melakukan Operasi Ganti Kelamin. Permasalahan yang terjadi adalah tidak terdapat aturan yang jelas terkait kebolehan maupun prosedur pelaksanaan Operasi Ganti Kelamin. Namun, terdapat Putusan Nomor 1230/Pdt.P/2019/Pn Jkt.Sel terkait permohonan perubahan kelamin. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pengaturan di Indonesia terkait penentuan status hukum jenis kelamin dan dampak Operasi Ganti Kelamin terhadap status hukum Warga Negara Indonesia yang kemudian akan dianalisis berdasarkan Putusan Nomor 1230/Pdt.P/2019/Pn Jkt.Sel. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dan dilakukan menggunakan tipe penelitian deskriptif untuk menganalisis data yang ditemukan dari peraturan perundang-undangan dan sumber literatur yang lain mengenai dampak Operasi Ganti Kelamin terhadap status hukum Warga Negara Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa tidak ada aturan yang jelas terkait Operasi Ganti Kelamin. Perubahan status hukum jenis kelamin seseorang berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan harus didahului dengan putusan Pengadilan. Ketiadaan atau ketidakjelasan aturan tidak dapat dijadikan oleh hakim sebagai alasan untuk menolak kasus. Oleh karena hal tersebut hakim harus mencari cara untuk memutuskan perkara Operasi Ganti Kelamin. Salah satu mekanisme yang dapat digunakan oleh hakim adalah menggunakan teori interpretasi dari Dworkin yakni law as interpretation.
......Sex is an identity that is always attached to every person. But in reality, there are some people felt that their sex cannot represent their true self. This condition is called as a transsexual. Obviously, this condition can cause a problem or a discrimination from the society. To avoid those problems, a transsexual will do Sex Reassignment Surgery (SRS). The problem is there are no clear regulations about that in Indonesia. However, there is a jurisprudence number 1230/Pdt.P/2019/Pn Jkt.Sel about a plea to change his sex legal status. Hence, this research is aim to find the regulations in Indonesia about the determination of sex legal status and the Impact of SRS on the legal status of Indonesian citizens. That aim will be analyze based on the jurisprudence number 1230/Pdt.P/2019/Pn Jkt.Sel. The form of this research is normative juridical and is using a descriptive type of research to analyze various data from regulation in Indonesia and other literature sources regarding about the impact of SRS on the legal status of Indonesian citizens. Based on the research conducted, the results are that there are no clear regulations about SRS. Related to Law number 23 of 2006 about Civil Administration, the transformation of sex legal status must be preceded by a jurisprudence. The unclear regulation about SRS can not be a justification by judge to reject the case. Hence, judge should find a way out for settle the case about SRS. One of the way out that can used by judge is using interpretation theory called “law as interpretation” by Dworkin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>