Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Yeyen Fidyani
"Status gizi yang buruk terutama selama masa anak-anak berdampak negatif pada kehidupan awal, serta sepanjang siklus hidup manusia. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan status gizi anak-anak adalah bargaining power ibu. Penelitian-penelitian sebelumnya masih memiliki keterbatasan: (1) penggunaan data cross-sectional, padahal status gizi (stunting) merupakan akumulasi periode sebelumnya dan bargaining power merupakan suatu proses, sehingga untuk melihat hubungan kausalitas kurang tepat jika menggunakan data cross-sectional; (2) pengukuran bargaining power masih menggunakan pendekatan tidak langsung yang umumnya berkisar pada kepemilikan ekonomi, sementara ada indikator yang lebih baik yaitu dengan pendekatan langsung melalui pertanyaan tentang pengambilan keputusan dalam rumah tangga.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bargaining power ibu terhadap status gizi anak di Indonesia. Unit analisisnya adalah anak berusia 7-19 tahun (IFLS5) yang masih memiliki dan tinggal bersama orang tua (IFLS4). Dengan menggunakan metode estimasi OLS, hasilnya menunjukan bahwa bargaining power ibu signifikan dan positif memengaruhi status gizi anak yang diukur dengan z-score TB/U. Demikian juga dengan status bekerja ayah, pendidikan dan tinggi badan orang tua, jenis kelamin anak, pendapatan dan kepemilikan aset rumah tangga, serta status kota-desa. Sedangkan bargaining power ayah dan status bekerja ibu tidak signifikan, bahkan umur dan jumlah saudara kandung anak memiliki dampak negatif.

Poor nutritional status, especially during childhood, has a negative impact on early life as well as throughout the human life cycle. One of the factors that influence the improvement of children's nutritional status is the bargaining power of mothers. Previous studies still have limitations: (1) the use of cross-sectional data, whereas nutritional status (stunting) is the accumulation of previous periods and bargaining power is a process, so to see causality is less appropriate when using cross-sectional data; (2) the measurement of bargaining power still uses an indirect approach which generally revolves around economic ownership, while there are better indicators, namely a direct approach through questions about decision making in the household.
This study aims to see the effect of bargaining power of mothers on children's nutritional status in Indonesia. The unit of analysis is children aged 7-19 years (IFLS5) who still have and live with parents (IFLS4). Using the OLS estimation method, the results show that maternal bargaining power is significant and positively influences the child's nutritional status as measured by the z-score TB/U. Likewise with the working status of the father, education and height of the parents, the sex of the child, income and ownership of household assets, as well as the status of the urban-rural. While the father's bargaining power and mother's working status are not significant, even the age and number of siblings have a negative impact."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Anggraeni
"Pendek adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan linear berada di bawah standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO). TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD memiliki berbagai dampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita serta kondisi kesehatan jangka panjang. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di Wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Garut tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 152 balita (6-59 bulan). Adapun pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2013. Variabel yang diteliti yaitu TB/U atau PB/U, umur, berat lahir, panjang lahir, penyakit infeksi, asupan energi, asupan protein, perbandingan persentase asupan protein hewani dan nabati, asupan zat gizi mikro (zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin C, kalsium, dan zink), pengeluaran keluarga, ASI eksklusif, dan pendidikan ibu. Analisis yang digunakan adalah uji korelasi dan uji t independen (analisi bivariat), serta regresi logistik berganda (analisis multivariat).
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara TB/U atau PB/U dengan berat lahir, penyakit infeksi, dan asupan energi. Sementara itu dari hasil analisis multivariat didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Garut.

Stunting is a form of malnutrition which is characterized by impaired linear growth below the World Health Organization (WHO) standards. HAZ or LAZ under-2 SD has various negative effects in infants growth, development and long-term health conditions. The objective of this study was to investigate the dominant factor of stunting (HAZ or LAZ) in infants (6-59 months) in the work areas of Mekarwangi community health center.
This study used cross-sectional design with a sample size of 152 infants (6-59 months). Data collection was conducted in March until April 2013. Variables studied were HAZ or LAZ, age, birth weight, birth length, infectious diseases, energy intake, protein intake, percentage ratio of animal protein and vegetable intake,micronutrients intake(iron , vitamin A , vitamin D, vitamin C, calcium, and zinc), family expenses, exclusive breastfeeding, and mother’s education. The data was analyzed using correlation test, independent t test (bivariate analysis), and multiple logistic regression (multivariate analysis).
The results of bivariate analysis showed a significant relationship between HAZ or LAZ with birth weight, infectious diseases, and energy intake. Meanwhile, results of multivariate analysis showed that infectious disease was the dominant factor associated with HAZ or LAZ on infants (6-59 months) in the work areas of Mekarwangi community health center, Garut regency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joseph Prasetyo
"Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di negara berkembang termasuk Indonesia. Hasil RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi anak balita yang stunting adalah 37,2% dan anak usia 5-12 tahun memiliki prevalensi 30,5%. Banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stunting, salah satunya nutrisi. Salah satu komponen nutrisi yang penting dipenuhi untuk pertumbuhan anak adalah asupan protein.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik sosiodemografi, indikator TB/U, dan asupan protein serta mengetahui ada tidaknya korelasi antara asupan protein dan intikator TB/U.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan data sekunder dari penelitian primer yang berjudul “The effect of Frisian Flag GUM 456 ((isomaltulose enriched and mineral and vitamin fortified) on cognitive performance parameters in young children (5-6 years old)”. Subjek penelitian yaitu anak usia 5-6 tahun yang berdomisili di Jalan Kimia, Jakarta Pusat. Data asupan protein didapatkan dengan menggunakan instrumen semi-kuantitatif food frequency questionnaire (FFQ) dan data antropometri tinggi badan diukur dengan alat pengukur mikrotoise.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 20% subjek penelitian memiliki persentil TB/U kurang dari 5 (stunted) dan masih terdapat beberapa subjek (8,6%) yang memiliki asupan protein kurang dari AKG. Namun, tidak terdapat korelasi bermakna antara asupan protein dan indikator TB/U (p=0,903).

Stunting is one of serious health problems in developing country including Indonesia. Result from RISKESDAS 2013 shows that Indonesia has a prevalence of stunting toddlers 37.2% and prevalence of 5-12 years old stunting children 30.5%. There are many factors contributing to stunting, including nutrition. One of essential nutrients for children growth is protein.
The aim of this study is to know subject distribution based on characteristic of sociodemography, height-for-age index, protein intake and corelation between protein intake with height-for-age index of 5-6 years old children in Jakarta.
This study uses cross-sectional design of secondary data from primary study with title “The effect of Frisian Flag GUM 456 ((isomaltulose enriched and mineral and vitamin fortified) on cognitive performance parameters in young children (5-6 years old)”. Subject is 5-6 years old children who lives in Jalan Kimia, Jakarta Pusat. Protein intake is measured by semi-quantitative instrument food frequency questionnaire (FFQ) and antropometric body height is measured by microtoise.
The results show that there are 20% subject who have height-for-age (H/A) index below 5th percentile and 8.6% subject have protein intake less than AKG. Nevertheless, there is no significant correlation between protein intake and height-for-age (H/A) index (p=0.903).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Salim S Alatas
"Status gizi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah asupan nutrien, baik makronutrien dan mikronutrien. Dalam penelitian ini, saya ingin mengetahui bagaimana tingkat status gizi dan hubungannya dengan asupan kalsium harian pada anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids. Penelitian ini menggunakaan desain cross sectional analitik. Data diambil pada 18 Oktober 2009 dengan jumlah repsonden sebesar 73 responden. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat asupan kalsium harian pada anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids yang tergolong kurang sebanyak 64 responden (87,67%), normal sebanyak 8 responden (10,96%) dan tergolong lebih 1 orang (1,37%). Berdasarkan tingkat status gizi, sebanyak 35 responden (47,9%) memiliki status BB/U kurang, sebanyak 37 responden (50,7%) memiliki status BB/U baik dan sebanyak 1 responden (1,4%) memiliki status BB/U yang tergolong lebih. Sedangkan berdasarkan indikator TB/U, sebanyak 21 responden (28,8%) memiliki status TB/U kurang dan sebanyak 52 responden (71,2%) memiliki status TB/U baik. Berdasarakan BMI (BB/TB), sebanyak 27 responden (37%) memiliki status BMI kurang dan sebanyak 46 responden (63%) memiliki status BMI yang tergolong baik. Dengan menggunakan uji two-sample Kolmogorov-Smirnov test dan uji Fisher?s Exact Test, didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara status gizi berdasarkan BB/U (p=1,000), TB/U (p=1,000), dan BB/TB (p=1,000) dengan tingkat asupan kalsium harian.

The nutritional status is influenced by many factors, such as the balanced intake of macronutrient and micronutrient. In this study, I would like to do research about the nutritional status level and its association with the calcium daily intake level at school aged children at Yayasan Kampung Kids. The design of this study was analytical cross sectional. This study was held on 18th October 2009 and involving about 73 respondent. The result showed that the number of students with low calcium daily intake level were 64 people (87,67%), with normal calcium daily intake level were 8 people (10,96%), and with high calcium daily intake level only 1 people (1,37%). According to the level of nutritional status (weight for age), children in Kampung Kids, there were 35 people (47,9%) categorized underweight, there were 37 people (50,7%) in normal range, and there was 1 people (1,4%) categorized overweight. In addition, according to the height for age status, there were 21 people (28,8%) categorized short stature but most of them ( 71,2%) were in normal range and for weight for height status (BMI), most of them also were in normal range (63%) and the less were categorized into underweight (37%). The data retrieved and then processed by using Two-sample Kolmogorov-Smirnov Test and Fisher?s Exact Test, which gave result that weren?t have significant correlation between nutritional status indicators (weight for age, p= 1,000), height for age (p=1,000), and weight for height (p=1,000) and the calcium daily intake level among school aged children at Yayasan Kampung Kids."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gulshan Fahmi El Bayani
"Penelitian ini merupakan sebuah studi cross sectional yang bertujuan melihat hubungan pendidikan orang tua, pola konsumsi susu saat balita, dan faktor-faktor lain dengan status gizi (TB/U) serta dampak TB/U terhadap prestasi belajar. Penelitian melibatkan 96 anak kelas satu di SDN Kedung Waringin 02 dan 03, data-data diperoleh dari pengukuran tinggi badan secara langsung, pengisian kuesioner oleh ibu, dan nilai rapor dari sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tinggi badan anak laki-laki (115.85cm ± 5.14) lebih rendah dibandingkan anak perempuan (117.45cm ± 5.75). Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pendidikan ibu, pendidikan ayah, dan pola konsumsi susu saat balita dengan TB/U pada anak kelas satu. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara TB/U dengan prestasi belajar, akan tetapi anak dengan tubuh yang pendek (Z-score TB/U < -2SD) cenderung memiliki rata-rata prestasi belajar yang lebih rendah (71.94) daripada anak dengan tubuh yang tidak pendek (Z-score TB/U ≥ -2SD) (76.40). Pendidikan ibu dan ayah, dan pola konsumsi susu saat balita yang baik merupakan faktor-faktor yang dapat mendukung tercapainya status gizi (TB/U) yang baik.

This study was a cross sectional study that examines the relationships of parental education, the pattern of consumption of milk in toddler, and other factors with nutritional status (H/A) and the impact of H/A on learning achievement. The study involved 96 children in first class at SDN Kedung Waringin 02 and 03, the data obtained from direct measurements of height, filling out maternal questionnaires, and school report scores.
The results showed the average height of boys (115.85cm ± 5.14) lower than girls (117.45cm ± 5.75). There are statistically significant relationships between mother's education, father's education, and the toddler pattern of milk consumption with H/A on first-grade children. Found no statistically significant association between H/A with school learning achievement, but children with short stature (Z-score H/A <-2SD) tend to have average lower learning achievement (71.94) than children without short stature (Z-score H/A ≥-2SD) (76.40). Maternal and paternal educations, and patterns of milk consumption in toddler that good are all factors that can support the achievement of good nutritional status (H/A).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Syahruzad
"Latar belakang: Stunting adalah masalah global yang menyebabkan pertumbuhan anak tidak maksimal. Selain asupan nutrisi, stunting juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, seperti karakteristik sosioekonomi. Jenis lingkungan tempat tinggal, antara di urban atau rural, dapat memengaruhi faktor-faktor tersebut.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara lingkungan urban dengan lingkungan rural dan skor-Z TB/U pada balita untuk mencegah stunting.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang komparatif antara populasi balita di lingkungan urban dan rural dengan status stunting dan skor-Z TB/U di Banten, Indonesia. Sebanyak 99 anak di Kota Serang dan 102 anak di Kabupaten Tangerang berusia 6-59 bulan diteliti. Panjang/tinggi anak diolah menggunakan WHO Anthro Survey Analyser untuk mendapatkan skor-Z TB/U. Asupan gizi dicatat menggunakan kuesioner 24-hour recall dan dihitung total konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak dalam satu hari. Karakteristik sosioekonomi pekerjaan ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, serta pemasukan keluarga per bulan) didapatkan melalui kuesioner. Hasil penelitian diuji menggunakan SPSS v20 dengan uji hipotesis Chi-Square untuk proporsi stunting dan uji T independen untuk skor-Z TB/U.
Hasil: Skor-Z TB/U di lingkungan urban -1,05 (±1,42) dan di urban -0,81 (±1,09) (p: 0,183). Sedangkan, proporsi status stunting di lingkungan rural 25,5% dibandingkan di urban 14,1% (p: 0,044).
Simpulan: Skor-Z TB/U antara lingkungan urban dan rural tidak berbeda signifikan, namun proporsi stunting lebih tinggi di lingkungan rural secara signifikan

Background: Stunting is a global problem that affects growth of children. Aside from nutrition intake, stunting is also caused by other factors, for instance socioeconomic characteristics. Differences in living areas between urban and rural can affect these factors.
Aim: To find out the relation between urban and rural environment and height-forage Z-score (HAZ) in children to prevent stunting.
Methods: A cross-sectional study was held comparing population of children in rural and urban areas with stunting status and HAZ in Banten, Indonesia. The samples were 99 children from Kota Serang and 102 children from Kabupaten Tangerang aged 6-59 months. Length/height was processed using WHO Anthro Survey Analyser to get HAZ. Nutrition intake was recorded using 24-hour recall questionnaire and converted into total energy, carbohydrate, protein, and fat consumption of one day. Sosioeconomic characteristics were recorded using a questionnaire. Results of this study were processed using SPSS v20 with Chi-Square test for stunting difference proportion and independent-T test for HAZ difference.
Results: HAZ in rural area is -1,05 (±1,42) whilst in urban area is -0,81 (±1,09) (p: 0,183). Meanwhile, the proportion of stunting in rural area is 25,5% compared to in urban area, which is 14,1% (p: 0,044).
Conclusion: There is no significant difference in HAZ between urban and rural areas, but the proportion of stunting is significantly higher in rural area.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library