Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Suci Kusuma
"Rumah tinggal menjadi salah satu bangunan penunjang yang terdapat dalam emplasmen perkebunan teh. Dalam membangun sebuah rumah tinggal perlu memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, orang-orang Belanda memahami perlunya beradaptasi dengan lingkungan daerah Kabawetan. Adanya kebutuhan untuk beradaptasi dengan iklim dan alam sekitar yang sesuai dengan daerah perkebunan teh Kabawetan mempengaruhi bentuk suatu bangunan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk adaptasi manusia melalui tinggalan budaya materialnya berupa bangunan rumah tinggal. Pendekatan ekologi budaya digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tahapan analisis, penulis menggunakan analisis bentuk, analisis komparatif dan analisis kontekstual. Hasilnya orang-orang Belanda mampu beradaptasi dengan lingkungan daerah Kabawetan. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk-bentuk bangunan rumah tinggal yang mereka bangun. Beberapa elemen rumah merepresentasikan adaptasi terhadap lingkungan daerah Kabawetan, seperti penggunaan atap limas, dinding yang tidak terlalu tebal, pondasi yang ditinggikan dari permukaan lantai dan lain-lain. Dalam penelitian ini proses adaptasi tersebut dilihat melalui mekanisme budaya dimana orang-orang Belanda mengembangkan pengetahuan dan kemampuan teknologi yang dikuasainya untuk beradaptasi.
......Residential houses are one of the supporting buildings found in tea plantation emplacements. In building a residential house, it is necessary to pay attention to the surrounding environmental conditions. Therefore, the Dutch people understood the need to adapt to the environment of the Kabawetan area. The need to adapt to the climate and natural surroundings that are suitable for the Kabawetan tea plantation area affects the shape of a building. Thus, this study aims to determine the form of human adaptation through its material cultural heritage in the form of residential buildings. The cultural ecology approach is used to achieve this goal. In the analysis stage, the author uses form analysis, comparative analysis and contextual analysis. The result is that the Dutch people were able to adapt to the environment of the Kabawetan area. This can be seen from the forms of residential buildings that they built. Some elements of the house represent adaptation to the environment of the Kabawetan area, such as the use of pyramid roofs, walls that are not too thick, foundations that are elevated from the floor surface and others. In this study, the adaptation process is seen through a cultural mechanism where the Dutch people develop their knowledge and technological capabilities to adapt."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Poernomo Woelan
"ABSTRAK
Fluorosis gigi merupakan kelainan yang terjadi pada permukaan enamel gigi yang ditandai dengan bercak putih, kuning sampai coklat kehitaman. Banyak faktor yang mempengaruhi fluorosis gigi di antaranya adalah kandungan fluor yang tinggi dalam teh. Berdasarkan kepustakaan fluorosis gigi dapat mempengaruhi estetik/penampilan dan mengakibatkan rasa rendah diri. Pada penelitian pendahuluan (1995) ditemukan 44,1 % (15) dad 34 pemetik teh mempunyai tanda-tanda fluorosis gigi. Kemudian dilakukan pengukuran kandungan flour pada 4 sumber air minum di daerah penelitian, hasilnya berkisar antara 0,1 - 0,3 ppm.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan minum teh dengan fluorosis gigi pada karyawan Perkebunan Teh X pada tahun 1996. Jenis penelitian Cross Sectional dengan sampel 59 karyawan (total populasi) yang mempunyai kriteria lahir dan tinggal di daerah Perkebunan Teh X sampai penelitian dilakukan. Pengumpulan data dilakukan dengan Cara : wawancara, pemeriksaan gigi, pengukuran kandungan fluor dalam seduhan teh dan pengumpulan data sekunder. Setelah dilakukan pemeniksaan gigi, dari 59 responden didapatkan 55,9 % (33) menderita fluorosis gigi dengan berbagai tingkat keparahan menurut Indeks Dean. Selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan fluor dalam seduhan teh yang dikonsumsi responden
dengan menggunakan alat Spectronic 21. Seduhan teh dibuat dari 1,8-11, 80 gram/liter diseduh selarna 1-14 jam. Hasilnya berkisar antara 0,66 - 3,76 ppm.
Hasil uji analisis membuktikan ada hubungan antara konsumsi minuman dan kepekatan seduhan teh dengan fluorosis gigi (p<0,05). Serta tidak ada hubungan antara karakteristik karyawan dan frekuensi minum teh dengan fluorosis gigi (p>0,05). Konsumsi minuman merupakan variabel paling berpengaruh terhadap fluorosis gigi diikuti dengan kepekatan seduhan teh.
Saran dari penelitian ini adalah penyebaran informasi/penyuluhan tentang Kesehatan Gig dan Mulut untuk melindungi khususnya anak-anak Perkebunan dari fluorosis gigi di. masa yang akan datang, juga meningkatkan rasa percaya diri pada masyarakat Indonesia pada umumnya.

ABSTRACT
The dental fluorosis is a disorder which occurs at the surface of the dental enamel which is characteristic by white, yellow to brown stanning and pitting. There are many factors which influence the dental fluorosis among others the high fluor content in the tea. In the preliminary research (1995) it was found that 44,1 % (15) of 34 tea pickers have shown dental fluorosis. From various sources it is evident that dental fluorosis will esthetical appearance and tend to increase the inferiority complex of the person. In measuring the fluor content in the four local drinking water sources it was found that fluor concentration was between 0,1 to 0,3 ppm.
The purpose of this research is to study the relationship between the tea drinking habits with dental fluorosis of the staffs in Tea Plantation X in 1996. The research is a Cross Sectional one with sample of 59 respondents who were the staffs with the criteria of being born and resite in the Tea Plantation X areas up to the conduct of the research. Four data collection methods were caned out i.e : interview, dental screening, fluor concentration measurement and secondary data. Of the 59 respondents screened 55,9 % (33) have dental fluorosis with various level of intensity according to the Dean Index. To measure the fluor content in the consumed tea a specific process of measuring was applied using Spectronic 21. Fluor content in the tea consumed yielded a result ranging from 0,66 to 3,76 ppm with various concentration of day tea leaves of 1,9 - 11,8 gram in I liter of water.
The research analysis proved that there is a relationship between the drinks consumed and the concentration of the tea consumed with dental fluorosis (p<0,05). And there is no relationship between characteristic of the staffs and the tea drinking frequency with dental fluorosis (p>0,05). The drinks consumed are the most influential factors toward dental fluorosis followed by the concentration of the tea consumed.
The research further recommended that Dental Health Education be carried out if we would like to prevent future plantation children to be affected by dental fluorosis, in so doing increasing the personal confidence of the future Indonesia People.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Julaeha
"Penelitian mengenai Perkebunan Teh di Hindia-Belanda Studi Kasus: Perkebunan Teh Malabar di Pangalengan-Bandung 1930-1934 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah ekonomi dan sejarah perkebunan khususnya perkebunan teh di Indonesia. Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penulisan ini hanya menggunakan sumber-sumber tertulis.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perkebunan Teh Malabar yang didirikan oleh Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha pada tahun 1896 di Pangalengan-Bandung merupakan salah satu perkebunan teh terbesar pada masanya. Dari tahun ke tahun perkebunan mengalami peningkatan baik dari luas lahan yang digunakan maupun volume produksi. Penurunan terjadi setelah Bosscha wafat pada tahun 1928 hingga tahun 1930-an pasca terjadinya depresi ekonomi. Dalam menghadapi krisis, pengurus perkebunan mengambil beberapa langkah yaitu menghentikan sementara pengirirman teh ke pasaran dunia di London, melakukan penghematan serta pemecatan pegawai, memakai cadangan-cadangan modal dan terakhir meminta bantuan dana kepada pemerintah. Oleh karena langkah-langkah yang diambil tersebut belum mampu menolong kondisi perkebunan, maka pada tahun 1934 Perkebunan Teh Malabar diambil alih oleh Pemerintah Belanda.Perkebunan Teh Malabar telah memberikan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitar. Dampak tersebut tidak hanya dirasakan pada masa pemerintahan Belanda, tetapi hingga saat ini masyarakat sekitar dan bahkan negara masih tetap merasakan manfaat dari keberadaan perkebunan ini.

This research, concerning on tea plantation in Netherlands India Case Study: Malabar Tea Plantation in Pangalengan Bandung 1930-1934, is aimed to complete the literature about economy and plantation history, particularly about tea plantation in Indonesia. The process of writing usined historical method, that consist of four stages: heuristics, criticisms, interpretation, and historiography. The process only included written documents.The obtained results show that the Malabar Tea Plantation, founded by Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha in Pangalengan-Bandung, 1896, was one of the biggest tea plantations in that era. From year to year, the plantation grew in the occupied land and the volume of production. The declining of Malabar tea plantation occurred after Bosscha passed away in 1928 which lasted until 1930th after the economic depression. In order to face economical condition in 1930_1934, the management took some strategies which were the temporary ceased of tea distribution to world market in London, used the money thriftily, conducted the efficiency of labor, used the capital reserves, and asked for liquidity from the government. The strategies had not given enough improvements; therefore in 1934 the Malabar was taken over by the Netherlands India government. Nevertheless, the Malabar plantation has given significant influences to the surrounding people. Not only in Netherlands India era, but also up to now does the Malabar gives the benefits to the people and this country for its existence."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S12572
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Rivai
"Ruang Lingkup dan Metodologi:
Penelitian tentang upaya peningkatan hasil kerja pemetik teh melalui penurunan prevalensi cacing usus yang penularannya melalui tanah dilaksanakan pada bulan Mei, Juni, Juli 2003 terhadap pekerja pemetik teh. Masalah yang dihadapi adalah target kerja yang tidak tercapai. Tujuan penelitian untuk mengetahui upaya peningkatan hasil kerja pemetik teh melalui penurunan prevalensi penyakit cacing usus di PT."X".
Desain penelitian ini adalah studi intervensi, besar sampel sebanyak 104 orang pekerja pemetik teh. Pengumpulan data dasar dilakukan dengan kuesioner, wawancara, pemeriksan fisik, pemeriksaan tinja pertama dengan tehnik Kato Katz terhadap 104 orang pekerja. Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan, terapi antihelminthes terhadap pekerja yang positif menderita infestasi cacing usus. Pemeriksaan tinja ke dua untuk pekerja yang positif dan pemeriksaan tinja ke tiga untuk melihat adanya reinfestasi terhadap 104 pekerja. Evaluasi dilakukan dengan melihat perubahan pengetahuan dan perilaku, prevalensi penyakit cacing usus dan hasil kerja pada pekerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Pemeriksaan tinja pertama dari 104 subyek penelitian didapatkan 65 orang (62,5%) positif terinfestasi cacing usus. Seteiah dilakukan intervensi dengan terapi albendazol 400 mg single dose, semua penderita sembuh dan tidak ada reinfestasi pada pemeriksaan tinja ketiga. Terjadi peningkatan pengetahuan tentang casing usus dan perilaku bila semula nilai pre-test 3,09 setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 8,65. Terjadi peningkatan hasil kerja, bila rata-rata hasil kerja sebelumnya dibawah target (64,76%), setelah di intervensi meningkat menjadi rata-rata di atas target (117,8%). Kebiasaan buang air besar, kondisi WC, pola makan, dan pemakaian alat pelindung diri tidak mempunyai hubungan bermakna.
Intervention Research Increasing Productivity of Workers In Tea Plantation by Reducing Prevalence of Soil Transmitted Helminthes of "X" Corporation Sindanglaya, Pacet, Cianjur - West Java
Scope and Methodology:
A study of increasing productivity product of workers in tea plantation by reducing prevalence of Soil Transmitted Helminthes of "X" Corporation Sindanglaya, Pacet, Cianjur - West Java, has been conduct to improve the health of workers. The design of study is an intervention study with specific objective to identify the prevalence of Soil Transmitted Helminthes infestation to reducing the prevalence and to asses the relationship between prevalence of several risk factors, beside to seek relationship between knowledge, behavior, productivity and prevalence of Soil Transmitted Helminthes.
Results and Conclusions:
Out of 104 subject, 65 person (62,5%) were tested positively in the first stool examination. Post intervention by giving appropriate antihelminthes therapy, there was a reduced in the prevalence of STH, that all cases showed negative; at Second stool examination also at third stool examination to seek reinfestation of STH is also negative. Knowledge and behavior before intervention have average value is 3,09 after intervention by information the average value is 8,65, outcome product of workers before intervention the average of outcome product is 64,76% below the target, after intervention the average of outcome product is 117;8% upper target. There is no correlation was found between the prevalence of STH and the habit of defecation, the habit of using self protector equipment, the habit of eaten, WC condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huda Novrida S.
"Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu perubahan, yaitu peralihan dari satu kondisi kepada kondisi lainnya yang dianggap lebih baik secara terencana atau disengaja. Melalui pembangunan, gagasan-gagasan, metode-metode, teknik-teknik tertentu diintroduksi dan dikomunikasikan ke dalam kehidupan suatu masyarakat agar berbagai segi kehidupan dapat meningkat.
Konsepsi diatas rasanya relevan apabila diterapkan kepada situasi di negara Indonesia yang sedang giat-giatnya membangun. Sejak berdirinya pemerintahan Orde Baru, titik berat pembangunan terutama pada PJPT I, diberikan pada bidang ekonomi yang dinilai oleh sementara pihak dapat menjadi titik tolak bagi peningkatan berbagai aspek kehidupan lainnya. Dalam pelaksanaan PJPT I tersebut, keberhasilan pembangunan memang telah dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia, ditandai dengan adanya peningkatan berbagai aspek kehidupan, baik fisik maupun non-fisik.
Dewasa ini pembangunan memasuki tahap PJPT II dengan titik tekan pada pembangunan sumber daya manusia, yakni upaya menciptakan dan membentuk manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain didunia. Guna mencapai tujuan tersebut, sektor pendidikan memperoleh prioritas utama sebagai wahana strategis pembentuk manusia Indonesia yang berkualitas.
Satu hal yang perlu digaris bawahi, selama pelaksanaan pembangunan dalam PJPT I masyarakat Indonesia mengalami laju perubahan yang cukup pesat. Disektor kependudukan, khususnya bidang ketenaga kerjaan proses pembangunan turut memacu minat wanita untuk memasuki pasar kerja, baik diwilayah perkotaan maupun pedesaan, di sektor formal maupun sektor informal. Sebagai dampak pembangunan, citra wanita telah bergeser dan dituntut untuk mewujudkan peran ganda. Banyak kaum wanita tidak lagi hanya menyandang status atau predikat ibu rumah tangga, tetapi sekaligus sebagai pekerja yang memperoleh penghasilan tertentu. Kaum wanita, sejalan dengan upaya pelaksanaan pembangunan yang dapat mengisi dan menunjang pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Secara historis, keterlibatan wanita kedalam pekerjaan keluarga sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Dalam masyarakat pedesaan yang hidup dari sektor pertanian tampak, bahwa wanita memiliki andil yang besar dalam mendukung pekerjaan tersebut. Mulai dari menabur benih, penanaman, penyiangan, pemeliharaan sampai dengan pemetikan hasil panen dan pasca panen bahkan pemasaran, tidak terlepas dari keterlibatan peran wanita dalam mendukung pekerjaan itu."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T4974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library