Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitria Chaerunnisa
"Latar Belakang: Prevalensi Early Childhood Caries (ECC) anak usia 3-5 tahun masih tinggi. Lidah merupakan sumber bakteri terbesar pada rongga mulut. Oral Veillonella merupakan bakteri yang berhubungan dengan karies.
Tujuan: Menganalisis keberadaan dan perbandingan kuantitas Oral Veillonella pada plak lidah anak usia 3-5 tahun kategori risiko karies rendah dan tinggi.
Metode: Sampel plak lidah diekstraksi DNA dan dikuantifikasi dengan Real-Time PCR.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan kuantitas Oral Veillonella yang signifikan pada plak lidah subjek kategori risiko karies rendah dan tinggi (p>0,05).
Kesimpulan: Kuantitas Oral Veillonella pada plak lidah kategori risiko karies tinggi lebih banyak dibandingkan dengan kategori risiko karies rendah.

Background: The prevalence of Early Childhood Caries (ECC) among 3-5 years old children is still high. Tongue is the biggest bacterial source in mouth. Oral Veillonella is bacteria that associate with dental caries.
Objectives: Analyze the presence and comparison of Oral Veillonella quantity on the tongue plaque among 3-5 years old children with low and high caries risk category.
Methods: The tongue plaque DNA are extracted and quantified by Real-Time PCR.
Results: There was no significant difference of Oral Veillonella quantity between low and high caries risk category (p>0,05).
Conclusion: Quantity of Oral Veillonella on the tongue plaque‟s with high caries risk is more than low caries risk.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kacera, Walter Shantree
"The highly valued diagnostic technique that has been used for centuries by cultures around the world. A reliable diagnostic tool for monitoring the overall state of health. Easy to learn, effective and accurate. Determines a person's unique constitution. Detects imbalances and potential disease in the early stages. Reveals the underlying cause, stage and progression of a disease. Reflects the quality of Prana, blood, bodily fluids, and essence. Examines the expression of the Five Elements in each organ. Determines the state of physical, mental and emotional health. Mirrors the function of the organs, strength and depth of pathogenic factors. Provides immediate access to the body's pH balance, energy levels and health of the digestive system. [back cover"
New York: Lotus Press, 2000
616.31 KAC a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Nugraha Agung
"Analisis praktik residensi keperawatan medikal bedah merupakan karya ilmiah akhir Ners Spesialis. Bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum proses pelaksanaan praktik residensi keperawatan medikal bedah yang dilaksanakan dalam dua semester. Analisis ini terdiri dari kasus kelolaan utama pada gangguan sistem neurologi dengan kasus astrositoma dan 30 kasus resum menggunakan pendekatan model adaptasi Roy, penerapan evidence based nursing (EBN) dan proyek inovasi. pada kasus kelolaan masalah masalah ketidakefektifan perfusi cerebral teratasi dan pada 30 kasus resum diagnosa terbanyak yaitu risiko jatuh dan ketidakefektifan perfusi cerebral. untuk peneraan evidence based nursing tentang Tongue stretching exercises (TSE) pada pasien stroke dengan gangguan menelan dan terbukti dapat meningkatan gerakan lidah dalam proses menelan. Untuk proyek inovasi melakukan tatalaksana perawatan pasca stroke terkini. Banyak manfaat yang didapatkan selama proses praktik residensi diantaranya melatihan berpikir kritis dalam mengelola kasus sulit, melatih keterampilan praktik, dan menerapkan intervensi berdasarkan bukti ilmiah. Diharapkan bagi bagi perawat untuk memberikan intervensi keperawatan berdasarkan bukti ilmiah dan selalu berlatih dalam berpikir kritis agar memiliki tingkat sensitifitas dalam melihat fenomena masalah pada pasien.

Analysis of practice medical surgical nursing residency is the final scientific work of Specialist Nursing. The aim is to provide an overview of the process of implementing medical surgical nursing residency practices that got in two semesters. This analysis consists of cases of major management in neurological system disorders with astrocytoma cases and 30 cases of rums using Roy's adaptation model approach, application of evidence based nursing (EBN) and innovation projects. The case of managed cerebral perfusion problems the problem is managed and in 30 cases the most common diagnoses are the risk of falls and the ineffectiveness of cerebral perfusion. For evidence based nursing information about Tongue stretching exercises (TSE) in stroke patients with swallowing disorders and is proven to increase tongue movement in the swallowing process. Innovation projects carry out the latest post-stroke care management. Many benefits got during the residency practice process include training critical thinking in managing difficult cases, practicing practical skills, and implementing interventions based on scientific evidence. Hope is expected for nurses to provide nursing interventions based on scientific evidence and always practice critical thinking in order to have a sensitivity level in seeing the phenomenon of problems in patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universiats Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elisabeth
"Penelitian ini fokus pada fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis dan hairy tongue. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi dan distribusi dari lesi tersebut berdasarkan usia dan jenis kelamin pada 312 pasien yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Studi ini merupakan survei epidemiologi deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Data diperoleh melalui pemeriksaan klinis dan wawancara. Fissure tongue merupakan lesi yang paling sering ditemukan (46,5%) diikuti geographic tongue (3,2%), median rhomboid glossitis (1,3%) dan hairy tongue (1,3%). Semua lesi tersebut ditemukan lebih sering pada pasien pria. Fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis dan hairy tongue memiliki prevalensi paling tinggi pada kelompok usia 61-68 tahun, 5-12 tahun, 53-60 tahun dan 13-20 tahun, secara berurutan.

This study is focused on fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis and hairy tongue. The purpose of this study is to determine the prevalence and distribution of these lesions according to age and gender in 312 patients who visited University of Indonesia dental hospital. This study has been done by cross sectional descriptive epidemiological survey. The data were collected by clinical examination and interview. Fissure tongue was observed most frequently (46.5%) followed by geographic tongue (3.2%), median rhomboid glossitis (1.3%) and hairy tongue (1.3%). All of these lesions are more common in male patients. Fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis, and hairy tongue had the highest prevalence in 61-68 years old, 5-12 years old, 53-60 years old, 13-20 years old, respectively."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Suryandari
"Pada kasus gigi tiruan penuh, salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis perawatan adalah retensi dan stabilitas. Dalam hal retensi dan stabilitas gigi tiruan penuh rahang bawah, posisi lidah memiliki peranan penting. Walaupun seseorang memiliki posisi lidah normal sejak lahir, namun kondisi itu dapat berubah dan menghasilkan posisi lidah abnormal (retracted tongue). Penyebab perubahan posisi lidah ini dapat dikaitkan dengan ketinggian dasar mulut. Sehingga diasumsikan bahwa posisi lidah mungkin berkaitan dengan resorpsi tulang alveolar. Resorpsi tersebut dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan 75 kartu rekam medik pasien gigi tiruan penuh rahang bawah yang datang ke klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2005-Juni 2007 yang memenuhi kriteria penelitian. Dengan pendekatan deskriptif, analisis univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi variabel usia, jenis kelamin, dan posisi lidah menurut klasifikasi Wright. Sedangkan dengan pendekatan analitik, digunakan analisis bivariat dengan Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk melihat hubungan antara usia dan posisi lidah menurut klasifikasi Wright serta untuk mengetahui perbedaan posisi lidah menurut klasifikasi Wright antara kelompok perempuan dan laki-laki. Nilai p yang diperoleh adalah 1,000 (p>0,05). Kesimpulan: (1) Posisi lidah kelas I merupakan posisi lidah yang paling banyak ditemukan dan yang paling jarang adalah posisi lidah kelas III. (2) Tidak terdapat hubungan antara usia dan posisi lidah menurut klasifikasi Wright. (3) Tidak terdapat perbedaan posisi lidah menurut klasifikasi Wright antara kelompok perempuan dan laki-laki."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa
"Latar belakang: Kanker sel skuamosa (KSS) lidah adalah keganasan rongga mulut tersering dengan prognosis terburuk. Insiden KSS lidah cenderung meningkat dan semakin banyak pada usia kurang dari 45 tahun. Hampir semua pasien kanker kepala leher mengalami malnutrisi saat didiagnosis kanker. Tiga puluh satu persen pasien KSS kepala leher dengan kaheksia memiliki disease-free survival lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak kaheksia. Modalitas terapi KSS lidah seperti radioterapi, kemoterapi, pembedahan, maupun kombinasi ketiganya dapat memperburuk malnutrisi atau kaheksia yang telah terjadi jika tidak ditatalaksana dengan baik. Terapi medik gizi diperlukan pada pasien KSS lidah yang menjalani radioterapi untuk mencegah malnutrisi atau kaheksia.
Metode: Pasien KSS lidah berusia 41-53 tahun. Tiga pasien berjenis kelamin perempuan dan satu orang laki-laki. Dua pasien telah menjalani pembedahan, semua pasien menjalani radioterapi bersamaan dengan kemoterapi. Satu pasien memiliki hasil skrining MST kurang lebih 5, dan selebihnya memiliki nilai 4. Pemantauan dilakukan sebelum, saat, dan sesudah radioterapi meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support (ONS), suplementasi vitamin dan mineral serta asam lemak omega-3.
Hasil: Keempat pasien dapat meningkatkan asupan makanannya. Pasien mengalami penurunan berat badan, tiga pasien mengalami kenaikan berat badan pasca radioterapi. Dua pasien menggunakan NGT serta memiliki penyulit berupa hipertiroid subklinis dan DM tipe 2. Pasien mengalami anemia, dua di antaranya mengalami perbaikan kadar Hb. Terjadi penurunan massa otot namun terdapat perbaikan kekuatan genggaman tangan dan skor EGOG.
Kesimpulan: Terapi medik gizi dapat memperbaiki keluaran klinis, kapasitas fungsional, antropometri, dan laboratorium terutama pada pasien tanpa penyulit

Background. Squamous cell carcinoma of the tongue (SCCOT) is the most common oral cavity cancer with the worst prognosis. The incidence of SCCOT tends to increase at the age of less than 45 years old. Almost all head and neck cancer patients are malnourished at the time of diagnosis. Thirty-one percent of head and neck SCC cachexia patients have a lower disease-free survival than non cachexia. Modalities of tongue SCC therapy such as radiotherapy, chemotherapy, surgery, or a combination of all three can worsen malnutrition or cachexia that has occurred if it is not managed properly. Early medical nutrition therapy is required in SCCOT patients undergoing radiotherapy to prevent cachexia or malnutrition.
Method. Four SCCOT patients 41-53 years old. Three patients were females and one patient was male. Two patients underwent surgery, and all patients underwent concurrent radio-chemotherapy. One patient had MST score more less than 5, and the rest had a score of 4. Monitoring was carried out before, during and after radiotherapy including subjective complaints, clinical conditions, laboratory examinations, anthropometry, body composition, functional capacity and food intake analysis. Four patients received nutritional education, oral nutrition support (ONS), supplementation of vitamins and minerals and omega-3 fatty acid.
Results. All patients can increase their food intake. Patients experienced weight loss, most of them experienced weight gain after radiotherapy. Two patients used tube feeding and had complications of subclinical hyperthyroidism and type 2 diabetes. Patients had anemia, two of them had improved hemoglobin level. There was a decrease in muscle mass but there was an improvement in the strength of hand grip and EGOG score, especially after radiotherapy.
Conclusion. Medical nutrition therapy can improve clinical outcomes, functional capacity, anthropometry, and laboratory especially in patients without complications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afi Savitri Sarsito
"Pemilihan topik "fissured tongue" untuk penelitian adalah karena pada dasarnya masyarakat masih awam tentang kelainan ini sehingga sering mereka datang dengan keluhan ada celah-celah pada lidahnya yen disertai rasa pedih dan panas, bahkan juga suatu 'cancer phobi'. Oleh karena itu kami tergerak untuk meneliti tersebut dan membatasi pada anak Panti asuhan se Jakarta Pusat.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi 'fissured tongue' didalam masyarakat Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan ini. Tujuan khusus adalah untuk mengetahui prosentasi 'fissured tongue' pada anak Panti Asuhan se Jakarta Pusat, perbedaan prosentasinya pada anak laki-laki dan perempuan serta distribusi 'fissured tongue' berdasarkan lokasi dan dalamnya fissura."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Fachrizal
"ABSTRAK
Secara visual, sulit untuk membedakan antara perokok dan bukan perokok bahkan untuk dokter atau dokter gigi yang berpengalaman. Salah satu cara yang paling obyektif untuk mengenali lidah perokok adalah dengan menggunakan alat seperti kamera. Penelitian yang relevan menemukan bahwa kelainan pada permukaan lidah dapat ditangkap oleh kamera HS pada rentang spektrum 650 - 900 nm. Sistem yang diusulkan terdiri dari dua bagian, perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras terdiri dari rangka aluminium, slider, sebuah sumber cahaya halogen dan kamera HS dengan rentang spektral antara 400-1000 nm yang terhubung ke komputer. Sistem dilengkapi oleh perangkat lunak pengolah citra hiperspektral yang dirancang untuk mendeteksi lidah perokok. Nilai reflektansi permukaan lidah diekstraksi dari citra lidah responden yang sebelumnya dikoreksi dengan menggunakan referensi citra hiperspektral gelap dan terang. Merata-ratakan data reflektansi spektral disetiap region lidah dilakukan untuk mengubah fitur yang ada menjadi ruang dimensi yang lebih kecil. Principal Component Analysis PCA digunakan untuk menghitung dan memilih subset fitur yang akan digunakan sebagai input oleh pengklasifikasi. Support vector machine SVM digunakan sebagai model klasifikasi citra karena kinerjanya sangat baik untuk memilih separator hyperplane terbaik di antara dua kelas yang berbeda. Sejumlah sampel citra lidah diakuisisi, diolah dan diklasifikasikan sebagai lidah perokok dan bukan perokok oleh sebuah sistem pengukuran hiperspektral. Evaluasi hasil sistem diperiksa menggunkan confusion matriks dengan menjadikan false positive rate FPR , false negative rate FNR , sensitivity dan specificity sebagai parameter kehandalan sistem. Validasi terhadap hasil pengukuran dilakukan menggunakan metode k-fold cross validation dengan rata-rata error klasifikasi SVM sebagai parameter akurasi sistem prediksi. Sistem deteksi perokok untuk mengidentifikasi smoker rsquo;s melanosis ini berhasil mengklasifikasi lidah perokok dan bukan perokok dengan akurasi yang baik.Kata kunci: Hiperspektral, SVM, Fingerprint, Lidah, Perokok.

ABSTRACT
Visually, it is difficult to diffrentiate between smoker and non smoker tongue even for an experienced doctor or dentist. One of the most objective way to acknowledge the smoker tongue is by using tools such as camera. The relevant research found that lession on tongue surface possible to be captured by hiperspektral camera in spectral range 650 ndash 900 nm. The proposed system contains of two parts, hardware and software. The hardware consists of workbench, slider, a halogen light source and hyperspectral camera with spectral range between 400 1000 nm connected to personal computer. The system complemented with hiperspektral image processing software built up especially to analyse the smoker tongue. The reflectance values of tongue surface was extracted from respondent tongue image that previously corrected using white and dark hiperspektral image references. Averaging all of spectral data have been done to transform the existing features into a lower dimensional space. The principal component analysis PCA was used to compute and select the features subset which will be used as an input by the classifier. The support vector machine SVM classifier is used as image classification model since it perform excellent to choose the best hyperplane separator between two difference classes. A number of samples of the tongue image were acquired, processed and classified as smokers and non smokers tongue by a hyperspectral measurement system. The evaluation of system result is checked using confusion matrix by making false positive rate FPR , false negative rate FNR , sensitivity and specificity as system reliability parameters. Validation of the measurement results was done using k fold cross validation method with average error classification SVM as parameter of system prediction accuration. Smoker detection system to identify smoker rsquo s melanosis is successfully classify the tongue of smokers and non smokers with good accuracy.Keywords Hiperspektral, Reflectance, Smoker, Tongue, Diagnosis, SVM, PCA "
2017
T49745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Geophine
"The purpose of this study was to investigate the pattern, mean and differences of measurements between men and women on vertical dentocraniofacial cephalometric values of open bite subjects with anterior tongue thrust. There were 27 subjects between ages of 12-28 years, 6 men and 21 women of which thirteen vertical dentocraniofacial variables were obtained from measurements taken from lateral cephalometrics; ANS-Me, N-Me, S-Go, CC-Go, SN-MP, N-ANS, PP-MP, Y-axis, UPDH, LPDH, ANS-UI, LI-MP and overbite. The means of values of ANS-Me, N-Me, S-Go and CC-Go were compared with the norms based on Deouteromalay population and SN-MP, PP-MP, Y-axis, UPDH, LPDH, ANS-UI, LI-MP with the norms based on Caucasian population. The obstacle of this study was the unavailable norms of vertical dentocraniofacial cephalometric for Deuteromalay population. Generally the pattern of vertical dentocraniofacial of open bite subjects with anterior tongue thrust shows the long face syndrome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nisyia Ferlia Khairiyah
"Latar Belakang: Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit kronis yang umum pada masa anak anak. Penyakit ini didefinisikan sebagai adanya kerusakan pada permukaan gigi, kehilangan gigi, atau restorasi pada gigi sulung anak berusia 71 bulan atau dibawahnya. Terdapat empat faktor utama yang memegang peranan penting untuk terjadinya karies pada anak usia dini, yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, serta waktu. Kelompok bakteri Streptococcus mutans menjadi yang utama di antara spesies bakteri tersebut. Streptococcus mutans dibagi menjadi beberapa serotype yang terdiri dari serotype c, e dan f. Serotype c menjadi yang paling banyak ditemukan pada kasus ECC. Namun, tidak hanya bakteri yang menjadi peran dalam pembentukan karies, terdapat pula Candida Albicans yang merupakan jamur yang biasa menjadi penyebab infeksi pada rongga mulut.
Tujuan: Evaluasi terhadap kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype C dan Candida albicans pada dorsal lidah anak usia dini dan kaitannya dengan tingkat dmft.
Metode: Metode yang digunakan pada kuantifikasi antigen yang disebutkan adalah metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Nilai absorbansi dibaca pada panjang gelombang 450 nm, nilai tersebut dijadikan sebagai nilai kuantitas dari masing masing antigen.
Hasil: Perbedaan jumlah kuantitas antigen Streptococcus Mutans serotype C pada indeks dmft rendah sebesar 2,87, pada indeks dmft sedang 3,004 serta pada indeks dmft tinggi sebesar 3,174. Selanjutnya pada antigen Candida Albicans, terdapat perbedaan jumlah kuantitas, yaitu pada indeks dmft rendah sebesar 1,728, pada indeks dmft sedang 1,738, serta pada indeks dmft tinggi sebesar 1,71.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype c dan Candida albicans pada derajat dmft. Selain itu, peneliti juga mendapatkan bahwa kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype c dan Candida albicans pada anak bebas karies dan ECC memiliki korelasi negatif.

Background: Early Childhood Caries (ECC) is a common chronic disease in childhood. This disease is defined as damage on the tooth surface, tooth loss, or restoration in the deciduous teeth of children aged 71 months or below. There are four main factors that play important roles for caries in early childhood, which are host, agent or microorganism, substrate or diet, and time. The Streptococcus Mutans group of bacteria is the main of these bacterial species. Streptococcus Mutans are divided into several serotypes consisting of serotypes C, E and F. Serotype C is the most commonly found in ECC cases. However, it is not only bacteria that play a role in caries formation, there are also Candida Albicans which are fungi that commonly cause infections in the oral cavity.
Objective: evaluation of the quantity of Streptococcus Mutans serotype C and Candida Albicans antigens on the dorsal tongue of early childhood and its relation to dmft levels.
Method: The method used in the quantification of the antigen mentioned is the ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) method.The absorbance value is read at a wavelength of 450 nm, the value is used as the quantity value of each antigen.
Result: The difference in the quantity of Streptococcus Mutans serotype C antigens on the low dmft, the quantity is 2.87, on the medium dmft, the quantity is 3.004 and on the high dmft, the quantity is 3.174. Candida Albicans antigens, there are differences in the quantity, on the low dmft, the quantity is 1.728, on the medium dmft, the quantity is 1.738, and on the high dmft, the quantity is 1.71.
Conclusion: There is no significant difference between the quantity of Streptococcus mutans serotype c antigens and Candida albicans at dmft degrees. In addition, researcher also found that the quantity of Streptococcus mutans serotype c antigens and Candida albicans in caries-free children and ECC have a negative correlation.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>