Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Zaim Alkhalish
Abstrak :
Perubahan-perubahan kebijakan dalam politik luar negeri Amerika Serikat seringkali terjadi bahkan secara mendadak, antara lain karena disebabkan oleh munculnya prioritas-prioritas kepentingan yang dipandang urgen atau mendesak. Dalam suatu policy-making process, Amerika Serikat senantiasa memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi balk pada tingkat nasionai maupun internasional. Pada tingkat domestik, di satu pihak kecenderungan apa yang terjadi di masyarakatnya terakomodasikan melalul saluran-saluran yang sesuai, balk di pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah. Di lain pihak, perkembangan-perkembangan di dunia internasional juga mempengaruhi formulasi kebijakan Iuar negeri Amerika Serikat. Deegan munculnya paradigma baru dalam tata hubungan internasional pasta Perang Dingin, hubungan-hubungan intemasional telah pula dipengaruhi oleh isu-isu baru yang menonjol seperti demokrafisasi, lingkungan hidup, dan hak asasi manusia (low politics/non-conventional)Tidaklah mengherankan kalau kebijakan luar negeripun seringkali mengalami penyesuaian-penyesuaian (adaptive) karena dipengaruhi oleh isu-isu tersebut dalam politik luar negerinya, khususnya hak asasi manusia. Tujuan tesis ini adalah untuk mengkaji apakah dalam kasus Timor Timur, kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia mengalami perubahan dari yang awalnya bersifat akomodatif. Metode yang digunakan adalah studi komparatif melalui pendekatan teori perubahan kebijakan. Hasil analisis mengambarkan bahwa seiring dengan munculnya paradigma baru dalam tata hubungan internasional setelah berakhirnya Perang Dingin politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia mengenai: masalah Timor Timur berangsur-angsur mengalami perubahan. Pengaruh dari politik domestik dan politik internasional telah mempengaruhi pemerintahan untuk mengambil kebijakan yang mengarah pada kecenderungan tersebut. Melalui kebijakan HAM, Amerika mulai menilai kembali kebijakannya terhadap Indonesia mengenai masalah Timor Timur, terutama setelah semakin gencar terjadinya pelanggaran HAM di Timor Timur.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
lkhsan
Abstrak :
Penelitian ini menganalisa pengaruh kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi terorisme internasional terhadap tumbuhnya fundamentalisme Islam di Palestina yang diwakili oleh kelompok Hamas, yang bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan motif dan tujuan AS dalam mengeluarkan kebijakan tersebut serta mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan tersebut terhadap tumbuhnya gejala fundamentalisme Islam di Palestina, seperti kelompok Hamas. Gejala fundamentalisme llamas tersebut dibuktikan oleh pernyataan dan tindakan mereka yang selalu bersikap dan bertindak anti AS-Israel, data-data tersebut diperoleh dari dokumen resmi, seperti surat kabar dan situs intemet. Selain itu tulisan ini memprediksikan prospek pemberantasan terorisme dan fundamentalisme Islam di masa mendatang. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan AS pada masa pemerintahan George W. Bush sangat dipengaruhi oleh lobi Yahudi dan Neo Konservatif sehingga warna kebijakannya senantiasa represif dan militeristik. Kebijakan luar negeri AS pada masa pemerintahan George W. Bush mempunyai motif dan tujuan untuk merebut dominasi ekonomi global Isu pemberantasan terorisme internasional sebagai mega proyek Pemerintah AS dalam rangka menjadikan negaranya paling survive di dunia. 2. Akibat dari kebijakan Pemerintah AS tersebut yang cenderung menggunakan instrurnen militeristik ketimbang bermusyawarah antar sesama adalah mempersubur tumbuhnya gejala fundamentalisme, terutama di negara-negara Islam Timur Tengah. Fenomena fundamentalisme Islam Timur Tengah dibuktikan oleh gerakan Hamas di Palestina yang selalu menjadi perbincangan hangat di berbagai media, terutama media Eropa-Amerika. Petjuangan kelompok Hamas bukanlah seperti fundamentalisme yang muncul pada semua keyakinan agarna sebagai respon atas masalah-masalah yang diakibatkan modernitas. Fundamentalisme mereka juga tidak bisa diidentikkan dengan istilah terorisme yang umumnya "dipaksakan" pengertiannya oleh AS dan Barat, tetapi gerakan Hamas merupakan perlawanan terhadap sikap dan tindakan AS-Israel yang represip. 3. Kalau kebijakan AS dalam menghadapi terorisme masih dilakukan dengan Cara-cara yang represip, maka nasib dunia di masa mendatang akan semakin tidak aman dan fundamentalisme Islam akan semakin subur.
This research aimed to analyzes the background and influence of US foreign policy on overcoming international terrorism toward Islamic fundamentalism which is represented by Hamas in Palestine. The indicators of Hamas fundamentalism can be seen of their statements and attitude toward US and Israel. The data of this research is collected from legal documents such as news paper and cyber media. Additionally, this research has led to several findings as follows: 1. Neo-Conservative and Jews' lobbying highly influences the US policy which tends to be militaristic and repressive. The objective of US foreign policy under the government of George W. Bush's is to dominate the global economy. Overcoming the international terrorism has become the US mayor project in turn had US to be the most survival country in the world. 2. The effect of the US' policy which inclined to use the militaristic instruments then to discuss each other is the improvement of the fundamentalism indicators, especially in Middle East Moslem countries that become the pilot project of US' foreign policy. Islamic fundamentalism phenomenon in Middle East was proved by Hamas movement in Palestine that always becomes the theme on every public discussion, especially American-European press. The struggle of I-lamas group is one of the unique group and we must study specifically. Their unique is Hamas' fundamentalism custom must be differentiated with the definition of fundamentalism that often publicized in many media. Hamas fundamentalism is not based by religion and believes in responding the modernity issues. Their fundamentalism is not identical with the terminology of terrorism. Hamas' movement is an opponent toward US' and Israel policy. 3. If the US foreign policy on facing international terrorism was hold repressively, the international situation is not safe and the Islamic fundamentalism grows prosperously in the future.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T 15036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Sabwanto
Abstrak :
Penelitian ini berfokus menganalisis keberhasilan CUFI dalam mempengaruhi kebijakan pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi dokumen. Dalam penelitian ini menemukan bahwa keberhasilan CUFI dalam mendorong kebijakan pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel disebabkan CUFI memiliki modalitas berupa basis massa yang besar. Modalitas massa yang besar ini digunakan untuk melakukan transaksi politik dengan Trump, sebagai agen perumus kebijakan luar negeri. Selain itu, sosok Trump sebagai goal – driven memfasilitasi keberhasilan CUFI dalam mempengaruhi kebijakan tersebut. ......This study examines CUFI's success in influencing the policy of transferring the US Embassy to Jerusalem and recognizing Jerusalem as Israel's capital. This study's research methodology is qualitative, with data collection techniques based on document research. According to this study, CUFI's success in influencing relocation US Embassy to Jerusalem and recognizing Jerusalem as Israel's capital is since CUFI has large membership. This large membership is employed to carry out political transactions with Trump as a US foreign policymaker. Furthermore, Trump's image as a goal-oriented individual aided CUFI's effectiveness in influencing this policy.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McKercher, Asa
Abstrak :
John F. Kennedys thousand days as president coincided not only with the crisis years of the Cold War, but also with the most fractious period in the Canada-United States relationship since the War of 1812. Thanks in part to mounting Canadian nationalist sentiment, Kennedy confronted a host of issues with Canada magnified by Canadian concerns over their countrys close economic, cultural, military, and diplomatic links with the United States. The early 1960s saw tensions in Canada-US relations as growing numbers of Canadians came to question both their governments quiet support for US leadership in the cold war and American economic and military hegemony. Canadas prime minister, John Diefenbaker, with whom Kennedy had a tense relationship, personified these sentiments. While the young president and his administration have often been criticized for stirring up anti-US opinion due to their conduct toward Canada, Camelot and Canada shows that US foreign policymakers dealt with Ottawa in a judicious manner that took account of Canadian nationalism as well as Canadian concerns. In re-examining this fascinating period in Canada-US relations, this book makes clear that the special relationship between Canadian and US officials continued to function, even as the overall bilateral relationship suffered due to nationalist attitudes and differences over major foreign policy issues, from the Cuban revolution to Britains decision to join the European Common Market. The image that emerges of Kennedy is of a policymaker who was pragmatic in his handling of his countrys increasingly nationalistic northern neighbor.
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470114
eBooks  Universitas Indonesia Library