Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ignasius Bambang Sugiharto
Abstrak :
Ilmu-ilmu manusia, dalam berbagai bentuk dan namanya yang berbeda-beda, telah mengalami sejarah panjang, hampir setua tradisi filsafat barat sendiri. Namun sejak bentuk awalnya sebagai sistem kurikulum'Paideia' Yunani hingga bentuk 'Studia Humanitatis' Renesanse sebetulnya persoalan metodologik belum merupakan isyu pokok. Persoalan metodologik ilmu-ilmu manusia baru muncul secara tajam terutama sejak paradigma Newtonian dianggap sebagai satu-satunya dasar yang sahih untuk melandasi ilmu pengetahuan. Dominasi paradigma fisika itu berkembang pada abad 17 dan 18 akibat bobot kepastian dan ketepatan hasil-hasil penyelidikannya yang eksperimental dan matematis. Dampak dari dominasi tersebut adalah krisis identitas khususnya pada filsafat (terutama filsafat moral), yang saat itu merupakan bidang pokok ilmu-ilmu manusia (Studia Humanitatis). Filsafat, dalam sifatnya yang metafisik dan teosentrik, tidak memiliki kepastian ala Fisika, maka cenderung dianggap tidak ilmiah. Dalam konteks inilah Kant muncul. Melalui 'Kritik atas Rasio murni'nya ia mengadakan tindakan 'penyelamatan' yang sangat penting. Di satu pihak filsafat sebagai Metafisika yangbersifat sintetik a priori (cenderung sangat spekulatip) itu ia singkirkan dari wilayah Pengetahuan ilmiah teoritik dan ia masukkan ke wilayah Rasio praktis. Di pihak lain iapun membuat batas-batas fundamental bagi pengetahuan ilmiah itu. Baginya pengetahuan ilmiah teoritik terbatas, bukan karena batas-batas realitas, melainkan karena pengetahuan manusia sudah selalu ditentukan oleh unsur-unsur a priori dari sensibilitas dan kemampuan pemahamannya sendiri. Tambahan pula pengetahuan tersebut hanya dapat bergerak di wilayah Fenomenal (spatio-temporal) belaka. Sedangkan wilayah filsafat (dan kesadaran moral/religius) adalah wilayah Noumenal Sambil melakukan tindakan penyelamatan itu Kant pun serentak melahirkan identitas baru bagi filsafat. Filsafat tidak lagi merupakan 'Ratu ilmu pengetahuan' (Queen of Sciences) melainkan menjadi 'Disiplin yang terdasar, yang melandasi llmu pengetahuan'. Keutamaan filsafat tidak lagi dalam posisinya sebagai 'Yang tertingi', melainkan sebagai 'yang terdasar'. Dengan kata lain Filsafat pada hakekatnya menjadi 'Teori dasar Pengetahuan'. 'Itulah sebabnya setelah Kant, pala pemikiran filsafat cenderung berorientasi epistemologik. Pola pemikiran epistemologik ini pada hakekatnya selalu hendak mengukur bobot pengetahuan berdasarkan satu kerangka/aturan dasar yang sama. Maka bersikap rasional disini berarti: mampu mencapai persetujuan dengan manusia lain tentang dasar yang satu dan sama. Meyakini bahwa tak ada atau tak perlu ada dasar yang satu dan sama itu berarti membahayakan rasionalitas. Pola berpikir yang biasa disebut 'foundational' sernacam itu kemudian berpengaruh besar tidak hanya dalam wilayah filsafat, melainkan juga dalam kegiatan-kegiatan ilmiah pada umumnya. Manakala disiplin-disiplin ilmu terpilah-pilah menjadi spesifik, maka dasar yang satu dan sama tadi mewujud dalam tatanan peristilahan teknis yang khas pada tiap disiplin itu, atau sebutlah dalam 'matriks disipliner' masing-masing ilmu itu. Tiap disiplin itu dibangun atas satu unsur, ungkapan, atau proses yang dianggap terdasar. Sebagian menganggap unsur itu terletak pada proses mental, sebagian lagi pada proses sosial, yang lain proses alam, dan sebagainya. Kenyataan inilah yang kemudian melahirkan kecenderungan reduktif dan sektoral pada ilmu - ilmu, termasuk ilmu-ilmu manusia. Bahayanya adalah bahwa kesempitan perspektif ilmu tertentu dimutlakkan sedemikian hingga realitas yang tak dapat dimasukkan dalam matriks disipliner ilmu tersebut dianggap bukan realitas. Gejala ini menandai kegiatan ilmu-ilmu manusia pula dan mengakibatkan krisis kemanusiaan abad ini. Demikianlah dengan ini hendak dikatakan, bahwa dalam persoalan metodo-logik ilmu-ilmu manusia, orientasi pemikiran epistemologik Kantian sebenarnya merupakan tonggak awal. Maka tak mengherankan bila persoalan metodologik ilmu-ilmu manusia terkemudian diolah oleh kelompok Neo-Kantian (Dilthey, Windelband dan Rickert).
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Mega Larasati
Abstrak :
Kebencian berbasis kelompok memiliki appraisal bahwa outgroup berwatak jahat dan sengaja menyakiti ingroup, memicu kecenderungan bertindak yang destruktif. Appraisal ini dipengaruhi oleh faktor jangka panjang yang terikat konteks. Mayoritas studi terdahulu berlatar konteks konflik intens berkepanjangan, padahal kebencian dapat terjadi dalam konteks politik karena peran ideologi. Di Indonesia, terjadi polarisasi antara ideologi agamis (mendukung kebijakan berbasis Syariat Islam) vs. sekuler. Partai Komunis Indonesia (PKI) telah lama dibenci karena dipersepsikan jahat dan anti-Islam. Penelitian ini bertujuan menyelidiki prediktor kebencian berbasis kelompok terhadap PKI melalui survei pada 217 WNI muslim. Menurut hipotesis ekstremisme ideologi, ekstremisme ideologi dicirikan oleh persepsi dunia yang kaku dan memicu intoleransi terhadap kelompok yang berseberangan. Peneliti menguji pengaruh ekstremisme ideologi (ideologi agamis), absolutisme moral (gaya kognitif hitam-putih), dan keyakinan konspirasi. Peneliti juga mengeksplorasi perbedaan interaksi antarvariabel dalam memprediksi kebencian chronic (sentimen jangka panjang) dan immediate (emosi intens jangka pendek). Berdasarkan analisis PLS-SEM, ketiga prediktor memprediksi kedua jenis kebencian. Keyakinan konspirasi memediasi pengaruh ideologi agamis, yang kemudian memediasi pengaruh absolutisme moral terhadap kebencian. Chronic hatred memediasi pengaruh ketiga prediktor terhadap immediate hatred. Chronic hatred diprediksi terutama oleh keyakinan konspirasi (dengan maupun tanpa ideologi agamis), sementara immediate hatred terutama oleh ideologi agamis pada individu dengan keyakinan konspirasi dan absolutisme moral sedang-tinggi. Persepsi ancaman dari PKI diduga lebih relevan dan mendesak bagi penganut ideologi agamis. Penelitian selanjutnya perlu menginvestigasi lebih jauh kebencian berbasis kelompok yang nyata dalam konteks politik. ......Group-based hatred contains appraisal that the outgroup is evil and intentionally hurts the ingroup, causing destructive action tendencies. This appraisal is affected by long-term factors that are context-specific. Previous studies mostly focused on intractable conflict, although hatred can also occur within political context because of ideology. In Indonesia, polarization emerges between religious vs. secular ideology. Indonesian Communist Party (PKI) has long been hated since it is perceived as evil and anti-Islam. This study aimed to investigate the predictors of group-based hatred against PKI through a survey toward 217 Moslem citizens. According to ideological extremism hypothesis, ideological extremism is characterized by rigid perception of the world and causes intolerance against perceived opposing groups. We examined the role of ideological extremism (religious ideology), moral absolutism (black-or-white cognitive style), and conspiracy belief. We further explored the difference between chronic (long-term sentiment) and immediate (short-term intense emotion) hatred in terms of interactions among predictors. According to PLS-SEM, all three variables predicted both types of hatred. Conspiracy belief mediated religious ideology, which mediated the influence of moral absolutism on hatred. Chronic hatred mediated the influence of predictors on immediate hatred. Chronic hatred was predicted especially by conspiracy belief (with or without the influence of religious ideology). Immediate hatred was predicted especially by religious ideology among individuals with low-moderate score of conspiracy belief and moral absolutism. Perceived threat from PKI is thus more relevant and urgent to the religious ideology adherents. Future studies should further investigate the evident group-based hatred in politics.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library