Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ricky Karta Atmadja
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba actinomycetes termofil hasil isolasi dari geiser di Cisolok, Jawa Barat. Delapan belas isolat yang memiliki morfologi menyerupai actinomycetes berhasil diisolasi dari serasah daun dan ranting di sekitar pusat semburan geiser. Seluruh isolat diuji aktivitas antimikrobanya menggunakan paper disk method dan agar block method dengan Kocuria rhizophila, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis sebagai bakteri uji Gram positif, dan Escherichia coli sebagai bakteri uji Gram negatif. Pengujian menggunakan metode paper disk menunjukkan hasil negatif pada isolat actinomycetes yang dikultur pada medium International Streptomyces Project (ISP) 1 cair selama 14 hari pada suhu 50oC dan 40oC. Berdasarkan uji menggunakan metode blok agar, didapatkan bahwa dua isolat, yaitu LC2-2 dan LC2-6 memberikan hasil positif terhadap bakteri uji Gram positif. Isolat LC2-2 menunjukkan morfologi makroskopis dan mikroskopis menyerupai genus Bacillus sehingga tidak digunakan untuk identifikasi molekuler. Hasil identifikasi molekuler sequence parsial gen 16S rRNA menggunakan primer 785F dan primer 802R menunjukkan bahwa LC2-6 diidentifikasi sebagai Actinomadura keratinilyitica dengan nilai homologi 99%. Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan untuk mempelajari lebih lanjut senyawa antimikroba yang dihasilkan isolat LC2-6. Hal tersebut disebabkan oleh belum adanya laporan penelitian mengenai aktivitas antimikroba Actinomadura keratinilytica. ...... The aim of this study was to screen the antimicrobial activity by actinomycetes isolated from Cisolok Geyser, West Java. Eighteen isolates which are have similar morphology with actinomycetes have been isolated from leaves and branches around the geyser. The isolates were screened for their antimicrobial activity using paper disk method and agar block method with Kocuria rhizophila, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis as Gram positive test bacteria and Escherichia coli as Gram negative test bacteria. Screening by paper disk method showed negative result from all the isolates that cultured on International Streptomyces Project (ISP) 1 medium at 50oC and 40oC for 14 days. Screening by block agar method showed that two isolates, LC2-2 and LC2-6 gave positive result to Gram positive test bacteria. Morphologically, LC2-2 showed similarity to genus Bacillus, thus it’s not used for molecular identification. Molecular identification based on partial sequence of 16S rRNA gene with primer 785F and primer 802R showed that LC2-6 identified as Actinomadura keratinilytica (99%). Based on this research, it is suggested to do further study about the antimicrobial activity produced by LC2-6, because there is still no report about antimicrobial activity produced by Actinomadura keratinilytica.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cesilia Anita R.
Abstrak :
Bakteri asam laktat (BAL) memproduksi banyak substansi yang berguna bagi manusia. Salah satu substansi tersebut adalah bakteriosin, protein yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki kekerabatan erat secara filogenik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bakteri-bakteri asam laktat asal sumber lokal yang menghasilkan bakteriosin, dan untuk mengetahui bakteri-bakteri patogen yang dapat dihambat oleh bakteriosin tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji aktivitas antimikroba dengan metode difusi sumur agar menggunakan silinder logam. Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Leuconostoc mesenteroides adalah bakteri-bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini yang mewakili bakteri Gram positif, sementara Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa mewakili bakteri Gram negatif. Empat dari 28 isolat BAL dalam penelitian ini menunjukkan hambatan terhadap semua bakteri Gram positif, yaitu MBF 2-5, 7-5, 10-2, and PDG 15. Tidak ada satupun BAL yang menunjukkan hambatan terhadap bakteri Gram negatif. Inkubasi untuk aktivitas optimum adalah 24 jam pada suhu 32°C, yang menunjukkan zona hambat terbesar. Proteinase K digunakan dalam penelitian ini untuk mengkonfirmasi apakah aktivitas penghambatan merupakan hasil dari bakteriosin saja, atau bakteriosin dan substansi lain. Hasilnya menunjukkan bahwa hambatan dari BAL tidak hanya berasal dari bakteriosin.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32655
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Flavonoid -glycoside was synthesized enzymatically using CGT-ase (EC.2.4.1.19) of indigenous Bacillus licheniformis in a phosphate bufter pH6.0 at 45oc for 24 h,through trnsglycosylation in the present of flavonoid those were extraced from rhizomes such as ginger,...
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Wati Zahroh
Abstrak :
Empat belas isolat actinomycetes berhasil diisolasi dari tanah di sekitar kawasan geothermal Cisolok, Jawa Barat. Keseluruhan isolat actinomycetes dilakukan pengujian pertumbuhan pada berbagai suhu dan medium pertumbuhan untuk mengetahui pertumbuhan optimum. Hasil pengujian diperoleh bahwa empat belas isolate mampu tumbuh pada suhu 25, 30, 35, 40 dan 45 °C yang diinkubasi pada ISP 1 agar selama 7 hari, namun pertumbuhan optimal mencapai batas suhu tertinggi terjadi pada suhu 45 °C dibandingkan pada suhu 50 dan 55 °C. Pada suhu 50 °C diketahui 10 dari 14 isolat mampu tumbuh dan 14 isolat tidak mampu tumbuh apada suhu 55 °C. Uji pertumbuhan pada berbagai medium diperoleh bahwa empat belas isolat mampu tumbuh pada 6 jenis medium pertumbuhan (ISP 1 agar, ISP 2 agar, ISP 3 agar, Modiffied Bennet’s agar, Mm 1 agar, dan Mm2 agar) yang di inkubasi pada suhu 45 °C selama 7 dan 14 hari, namun tumbuh optimal pada medium ISP 1 agar dan ISP 3 agar. Penelitian ini juga bertujuan untuk diperoleh isolat actinomycetes termofilik yang potensial sebagai penghasil senyawa antimikroba dan amilase berdasarkan pendekatan OSMAC yaitu variasi medium dan suhu inkubasi. Penapisan aktivitas antimikroba dilakukan pada isolat yang ditumbuhkan di 6 jenis medium pertumbuhan yang diinkubasi pada suhu 45 °C selama 7 dan 14 hari menggunakan metode agar plug diffusion. Hasil penapisan aktivitas antimikroba diperoleh bahwa 8 dari 14 isolat menunjukkan hasil positif terhadap aktivitas antimikroba yaitu SL1-1-R-1, SL1-1-R-3, SL1-1-R-6, SL1-1-R-10, SL2-2-R-6, SL2-2-R-13, SL3-2-R-38 A2 dan SL3-2-R-38 A3. Aktivitas antibakteri terhadap S. aureus ditemukan pada tiga isolat (SL1-1-R-1, SL2-2-R-6, dan SL3-2-R-38 A3), B. subtilis pada dua isolat (SL3-2-R-38 A2 dan SL3-2-R-38 A3), dan K. rhizophila ditemukan pada tiga isolat (SL1-1-R-1, SL2-2-R-13, dan SL3-2-R-38 A3). Aktivitas antifungi terhadap C. albicans ditemukan pada empat isolat (S SL1-1-R-3, SL1-1-R-6, SL1-1-R10, dan SL2-2-R-6), A. niger pada empat isolat (SL1-1-R-1, SL1-1-R-3, SL1-1-R-6, dan SL2-2- R-6,) dan A. flavus pada satu isolat (SL2-2-R-6). Penapisan aktivitas amilolitik dilakukan dengan metode starch agar plate pada medium Mm + 1 % pati terlarut yang diinkubasi pada tiga suhu berbeda yaitu 45, 50 dan 55 °C selama 3 dan 7 hari. Hasil penapisan aktivitas amilolitik diperoleh bahwa 14 isolat positif terhadap aktivitas amilolitik. Sebanyak 14 isolat mampu mendegradasi pati pada suhu 45 °C (11 isolat mulai mendegradasi pati di hari ke-3 sedangkan 14 isolat mendegradasi pati pada hari ke-7), dua belas isolat mampu mendegradasi pati pada suhu 50 °C (9 isolat mendegradasi pati mulai dari hari ke-3 hingga hari ke-7 dan tiga isolat lainnya hanya pada hari ke-7). ......Fourteen of actinomycetes isolates were successfully isolated from the soil around the Cisolok geothermal area, West Java. All actinomycetes isolates were tested for growth at various temperatures and growth mediums to determine optimum growth. The results obtained the 14 isolates were able to grow at temperatures of 25, 30, 35, 40, and 45 °C were incubated at ISP 1 agar for 7 days, but optimal growth reached the highest temperature limit at 45 °C compared to 50 and 55 °C. At 50°C, it was found that 10 out of 14 isolates were able to grow and 14 not able to growth at 55 °C. Growth tests on various media showed that fourteen isolates were able to grow on six types of growth medium (ISP 1 agar, ISP 2 agar, ISP 3 agar, Modified Bennet's agar, Mm 1 agar, and Mm2 agar) were incubated at 45 °C for 7 and 14 days, but grew optimally on ISP 1 agar and ISP 3 agar. This study also aims to obtain thermophilic actinomycetes isolates that have the potential to produce antimicrobial compounds and amylase based on the OSMAC approach (variation of medium and temperatures). The screening for antimicrobial activity was carried out on isolates grown in 6 types of growth medium which were incubated at 45 °C for 7 and 14 days using the agar plug diffusion methods. The results showed that 8 out of 14 isolates showed positive results for antimicrobial activity, namely SL1-1-R-1, SL1-1-R-3, SL1-1-R-6, SL1-1-R-10, SL2 -2-R-6, SL2-2-R-13, SL3-2-R-38 A2, and SL3-2-R-38 A3. Antibacterial activity against S. aureus was found in three isolates (SL1-1-R-1, SL2-2-R-6, and SL3-2-R-38 A3), B. subtilis in two isolates (SL3-2-R -38 A2 and SL3-2-R-38 A3), and K. rhizophila were found in three isolates (SL1-1-R-1, SL2-2-R-13, and SL3-2-R-38 A3). Antifungal activity against C. albicans was found in four isolates (S SL1-1-R-3, SL1-1-R-6, SL1-1-R-10, and SL2- 2-R-6), A. niger in four isolates (SL1-1-R-1, SL1-1-R-3, SL1-1-R-6, and SL2-2-R-6,) and A. flavus on one isolate (SL2-2-R-6). Screening for amylolytic activity using starch agar plate methods was carried out on Mm medium + 1% soluble starch and was incubated at three different temperatures; 45, 50, and 55 °C for 3 and 7 days. The results showed that 14 isolates were positive for amylolytic activity. A total of 14 isolates were able to degrade starch at 45 °C (11 isolates began to degrade starch on day 3 , while 14 isolates degraded starch on day 7), twelve isolates were able to degrade starch at 50 °C (9 isolates degraded starch from day 3 to day 7, and three other isolate only on day 7).

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Siti Gumala Sari
Abstrak :
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berperan sebagai flora normal sekaligus patogen penting pada manusia. Asam galat atau 3,4,5-asam trihidroksibenzoat merupakan senyawa polifenol yang memiliki banyak kegunaan seperti pada industri, makanan antioksidan, serta industri farmasi. Asam galat juga memiliki potensi untuk menjadi agen antimikroba berspektrum luas. Modifikasi gugus karboksil maupun hidroksil pada asam galat akan menghasilkan senyawa turunan asam galat yang diharapkan lebih aktif sebagai antimikroba dibandingkan asam galat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antimikroba senyawa turunan asam galat terhadap Staphylococcus aureus. Pengujian dilakukan secara duplo pada asam galat dan 10 turunan asam galat dengan antibiotik amoksisilin sebagai kontrol positif menggunakan metode makrodilusi dan uji konfirmasi pada agar darah. Hasil penelitian diambil dari nilai KHM Konsentrasi Hambat Minimum pada uji plat agar darah yang menunjukkan bahwa lima senyawa turunan asam galat yaitu senyawa 2-fenil-etil galat 4, benzil galat 6, amil galat 8, isoamil galat 9, dan sekunder amil galat 10 memiliki aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan asam galat dengan KHM masing-masing 989 g/mL, 983,5 g/mL, 455,5 g/mL, 972 g/mL, dan 1089 g/mL. Aktivitas antimikroba kelima senyawa turunan ini dipengaruhi oleh panjang rantai alkil ester yang optimal, struktur gugus alkil lurus, dan adanya gugus aromatik benzena. ...... Staphylococcus aureus is a gram positive bacteria that acts both as a normal flora and as an important human pathogens. Gallic acid or 3,4,5 trihydroxybenzoic acid is a polyphenol compounds that have many uses such as in industry, for antioxidant foods, and pharmaceutical industries. In addition, gallic acid has the potential to be a broad spectrum antimicrobial agents. Modification of carboxyl and hydroxyl groups on the gallic acid will generate gallic acid derivative compounds which are expected to be more active as an antimicrobial agent than gallic acid. This study aimed to examine the antimicrobial activity of gallic acid derivatives against Staphylococcus aureus. The test was done in duplicate on gallic acid and 10 gallic acid derivative compounds with antibiotic amoxicillin as a positive control with macrodilution tube method and confirmation test by blood agar. The results were taken from MIC Minimum Inhibitory Concentration on blood agar plate test which showed that five gallic acid derivative compounds, 2 phenyl ethyl gallate 4, benzyl gallate 6, amyl gallate 8, isoamyl gallate 9, and the secondary amyl gallate 10 has antimicrobial activity better than gallic acid with MIC of each is 989 g mL, 983.5 g mL, 455.5 g mL, 972 g mL and 1089 g mL. The antimicrobial activity of the fifth derivatives is influenced by optimum long chain alkyl ester, the straight structure of alkyl groups, and the presence of benzene aromatic group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Naufal Hadi
Abstrak :
Sintesis amida asam oleat [N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina] telah terbukti berhasil dibuat dengan menggunakan metode amidasi dari metil oleat dengan glisina dan fenilalanina. Pada penelitian ini dilakukan optimasi reaksi berupa penambahan pelarut amidasi yaitu asetonitril. Selain itu amidasi langsung juga dilakukan dengan menggunakan disikloheksilkarbodiimida (DCC) sebagai agen pengopling reaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan waktu reaksi menjadi 12 jam dengan penambahan pelarut asetonitril untuk pembentukan N-oleilglisina, sedangkan reaksi amidasi dengan agen pengopling dapat berlangsung selama 2 jam untuk N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina. Pengujian sifat toksik N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina dilakukan dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT) didapatkan nilai LC50 secara berurutan 27,20 ppm (toksik tinggi) dan 143,70 ppm (toksik sedang). Hasil ini menunjukkan bahwa N-oleilglisina dan N-oleilfenilalanina memiliki sifat toksik terhadap perkembangan sel. Aktivitas antimikroba amida asam oleat juga telah ditentukan dengan metode difusi cakram terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. N-oleilglisina didapatkan memiliki aktivitas antimikroba dengan kategoti sedang sedangkan N-oleilfenilalanina tidak memiliki aktivitas antimikroba. ......The synthesis of oleic acid amides [N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine] proved to be successful using the amidation method of methyl oleate with glycine and phenylalanine. In this study, optimization was carried out in the form of adding an amidation solvent, namely acetonitrile. In addition, direct amidation was also carried out using dicyclohexylcarbodiimide (DCC) as a coupling agent. The results showed that the reaction time increased to 12 hours with the addition of acetonitrile for the formation of N-oleylglycine, while the amidation reaction with a coupling agent could last for 2 hours for N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine. The toxic properties of N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine were carried out using the brine shrimp lethality test (BSLT) method the test obtained LC50 values respectively, 27.20 ppm (high toxic) and 143.70 ppm (medium toxic). These results indicate that N-oleylglycine and N-oleylphenylalanine have toxic properties to cell development. The antimicrobial activity of oleic acid amides has also been determined by disc diffusion method against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. N-oleylglycine was found to have antimicrobial activity by category while N-oleylphenylalanine did not have antimicrobial activity.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Az Zahra
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Infeksi Staphylococcus aureus semakin meningkat dan diperumit oleh munculnya jenis yang resisten terhadap antibiotik methicillin. Perkembangan terakhir melaporkan penurunan kepekaan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terhadap terapi lini pertamanya yaitu antibiotik vankomisin. Daun kelor (Moringa oleifera) telah lama diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan berpotensi memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA. Tujuan: Mengetahui kemampuan antibakteri yang dimiliki oleh fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA menggunakan metode makro dilusi. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,078125 μg/mL hingga 1280 μg/mL. Uji makro dilusi antibiotik vankomisin terhadap MRSA dilakukan sebagai standar pembanding. Hasil: Tidak ditemukan KHM dan KBM fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA pada konsentrasi yang digunakan pada penelitian. Kesimpulan: Fraksi heksan daun kelor tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA pada konsentrasi 0,078125 μg/mL hingga 1280 μg/mL.
ABSTRACT Background: Staphylococcus aureus infection is increasing and becomes more complicated as a methicillin-resistant strain arises. Latest updates report decline in sensitivity of Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) to vancomycin as its first line therapy. Moringa oleifera leaves has long been known to possess many health benefits and potentially has antimicrobial properties against MRSA. Aim: To find out antimicrobial activities possessed by hexane fraction of Moringa oleifera leaves against MRSA. Methods: Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test was carried out by macrodilution method. Concentration of hexane fraction used in the study was 0,078125 μg/mL to 1280 μg/mL. Macrodilution of vancomycin was done as a comparison standard. Results: In MIC and MBC test of hexane fraction of Moringa oleifera leaves, there was no MIC nor MBC found in all concentration. Conclusion: Hexane fraction of Moringa oleifera leaves in concentrations of 0,078125 μg/mL to 1280 μg/mL does not possess antimicrobial activities against MRSA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Tri Lestari
Abstrak :
Munculnya penyakit infeksi baru dan peningkatan resistensi bakteri menimbulkan keharusan untuk menemukan antimikroba baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi antimikroba fraksi-fraksi ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima Miq. tanaman obat tradisional dari Indonesia. Aktivitas antimikroba ditentukan menggunakan metode zona hambat metode difusi cakram kertas, metode mikrodilusi secara kolorimetri, dan bioautografi kontak terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633. Hasil dari metode zona hambat menunjukkan bahwa terdapat 14 fraksi yang dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis pada konsentrasi 20 mg/mL. Berdasarkan metode mikrodilusi secara kolorimetri, fraksi O, S, H, dan T memiliki nilai KHM. ......The emergence of new infectious diseases and the increase in bacterial resistance have created the necessity for development of new antimicrobials. The objective of this study was to evaluate the antimicrobial potentials of fractions from Garcinia latissima Miq. an ethnomedicinal plant from Indonesia fruits ethyl acetate extract. The antimicrobial activity was determined using agar disc diffusion method, colorimetric broth microdilution method, and contact bioautography against Bacillus subtilis ATCC 6633. The results from the disc diffusion method showed that 14 out of 22 fractions could inhibit the growth of Bacillus subtilis at a concentration of 20 mg mL. Based on a colorimetric broth microdilution method, the MIC values of O, S, H, and T fractions were
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Salma Dhiya Saputro
Abstrak :
Senyawa antibiotik merupakan senyawa yang memiliki sifat antimikroba dengan cara menghambat aktivitas dari enzim dan protein pada sel tubuh mikroorganisme yang bersifat patogen. Namun untuk saat ini, mikroorganisme patogen telah berevolusi menjadi resisten terhadap senyawa antibiotik komersial.Sehingga, dilakukan penelitian untuk mencari senyawa alternatif sebagai agen antimikroba. Jenis senyawa yang dikembangkan salah satunya adalah asam lemak memiliki aktivitas antimikroba. Pada penelitian ini asam lemak yang digunakan adalalah asam risinoleat diubah menjadi metil risinoleat dan direaksikan dengan amilamina. Reaksi dimulai dengan esterifikasi asam risinoleat menjadi metil risinoleat. Selanjutnya dilakukan modifikasi dengan dua tahap, yaitu reaksi asetilasi untuk memproteksi gugus hidroksil dan reaksi hidrasi pada ikatan rangkap. Produk yang diperoleh kemudian direaksikan dengan amilamina sehingga menghasilkan senyawa amida-risinoleat terhidrasi. Produk yang diperoleh diuji aktivitas antimikrobanya menggunakan metode difusi cakram pada konsentrasi 500 ppm. Hasil uji antimikroba menunjukkan bahwa zona hambat hanya terlihat pada kontrol positif kloramfenikol 500 ppm dengan diameter 22 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus dan18 mm untuk bakteri Escherichia coli. Pada uji toksisitas dengan Dapnia magna, nilai LC50 amida-risinoleat terhidrasi sebesar 51,26 ppm dan lebih toksik dibandingkan asam risinoleat dengan nilai LC50 sebesar 76,18 ppm. ......Antibiotic compounds are compounds that have antimicrobial properties by inhibiting the activity of enzymes and proteins in the body cells of microorganisms that are pathogenic. But for now, pathogenic microorganisms have evolved to become resistant to commercial antibiotic compounds. Therefore, research is being conducted to find alternative compounds as antimicrobial agents. One of the compounds developed is fatty acids, which have antimicrobial activity. In this study, the fatty acid used was ricinoleic acid, which was converted into methyl ricinoleate and reacted with amylamine. The reaction begins with the esterification of ricinoleic acid to methyl ricinoleate. Subsequently, modifications were carried out in two stages, the acetylation reaction to protect the hydroxyl group and the hydration reaction of the double bond. The product thus obtained is then reacted with amylamine to produce a hydrated amide-ricinoleate compound. The products obtained were tested for antimicrobial activity using the disc diffusion method at a concentration of 500 ppm. The antimicrobial test results showed that the inhibition zone was only seen in the positive control of 500 ppm chloramphenicol with a diameter of 22 mm for Staphylococcus aureus bacteria and 18 mm for Escherichia coli bacteria. In the toxicity test with Dapnia magna, the LC50 value of hydrated amide-ricinoleate was 51.26 ppm, making it more toxic than ricinoleic acid, with an LC50 value of 76.18 ppm.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Abdullah
Abstrak :
Penumpukan sampah yang terjadi terutama sampah organik mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat. Untuk itu diperlukan pengolahan sampah lebih lanjut menjadi produk yang bermanfaat, salah satunya adalah ekoenzim. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dan mengevaluasi potensi antimikroba ekoenzim yang terdiri dari campuran bahan kulit buah naga, kulit pepaya, kulit jeruk, dan bonggol nanas. Skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder dilakukan melalui reaksi warna dengan menggunakan pereaksi tertentu. Sedangkan aktivitas antimikroba ditentukan dengan menggunakan metode zona hambat atau metode difusi cakram kertas dan metode bioautografi kontak terhadap mikroba Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhi, dan Candida albicans. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekoenzim mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid dan fenol. Hasil dari metode zona hambat menunjukkan bahwa ekoenzim pada konsentrasi 50%, 75%, dan 100% dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat berturut-turut 0,450 mm, 2,133 mm, dan 4,367 mm; menghambat pertumbuhan Salmonella typhi dengan diameter zona hambat berturut-turut 1,483 mm, 4,733 mm, dan 6,083 mm; tetapi tidak menghambat pertumbuhan Candida albicans. Pada uji bioautografi, ekoenzim menunjukkan adanya zona hambat tetapi hanya pada titik awal penotolannya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya aktivitas antimikroba dari ekoenzim yang terdiri dari campuran bahan kulit buah naga, kulit pepaya, kulit jeruk, dan bonggol nanas terhadap S. aureus dan S. typhi, sehingga dapat dijadikan produk antimikroba alami potensial. ......The accumulation of waste, especially organic waste, can have a negative impact on the environment and public health. Therefore, further processing of waste into useful products is needed, one of which is eco-enzymes. This study aimed to identify secondary metabolite compounds and evaluate the antimicrobial potential of eco-enzymes consisting of a mixture of dragon fruit peel, papaya peel, orange peel, and pineapple stem. Phytochemical screening of secondary metabolite compounds is carried out through color reactions using certain reagents. Meanwhile, antimicrobial activity is determined using the inhibition zone method or paper disc diffusion method and contact bioautography method against Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhi, and Candida albicans. The results of phytochemical screening showed that eco-enzymes contain secondary metabolite compounds of flavonoids and phenols. The results of the inhibition zone method showed that eco-enzyme at concentrations of 50%, 75%, and 100% could inhibit the growth of Staphylococcus aureus with inhibition zone diameter respectively 0,450 mm, 2,133 mm, and 4,367 mm; inhibit the growth of Salmonella typhi with inhibition zone diameter respectively 1,483 mm, 4,733 mm, and 6, 083 mm; but didn’t inhibit the growth of Candida albicans. In bioautography assay, the eco-enzyme showed the presence of an inhibitory zone but only at the starting point. The results of this study showed the antimicrobial activity of eco-enzymes consisting of a mixture of dragon fruit peel, papaya peel, orange peel, and pineapple stem against S. aureus and S. typhi, so that it can be used as a potential natural antimicrobial product.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library