Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Rafid Naufaldi
"

Latar Belakang: Talasemia I² mayor merupakan penyakit dengan gen carrier yang cukup banyak ditemukan di Indonesia sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang pola talasemia β mayor terlebih lagi penderitanya mengalami inefektif hematopoesis sehingga pasien talasemia I² mayor sangat bergantung dengan terapi transfusi dan kelasi untuk bertahan hidup sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari kepatuhan terapi kelasi pada populasi Indonesia terhadap kadar alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, dan AST to patelet ratio index (APRI) score.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode observatif cross sectional dan seluruh partisipan penelitian adalah pasien RSCM Kiara. Data kepatuhan pasien didapat dari kuisioner morisky medication adherence scale -8 serta pertanyaan singkat alasan ketidakpatuhan dalam terapi yang akan dicocokan dengan data laboratorium pasien pada rekam medik elektronik dan selanjutnya data dianalisis menggunakan uji bivariat nonparametrik Kruskal-Wallis dan uji Post-Hoc Mann-Whitney.

Hasil: Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kepatuhan terapi kelasi terhadap kadar alanin amintotransferase, aspartat aminotransferase, dan APRI score namun, ditemukan hubungan yang bermakna pada umur, lama transfusi, dan jenis kelator terhadap nilai APRI score.

Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna pada kepatuhan terapi kelasi terhadap kadar alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, dan APRI score namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hasil tersebut dikarenakan terdapat keterbatasan dalam penelitian.

 


Background: Thalassemia I² major is a disease with carrier gene common enough to be found in Indonesia therefore further research was needed to know the exact pattern and characteristics of thalassemia I² major because the patients has ineffective hematopoiesis depend their life with transfusion and chelation therapy to survive therefore it need further research to know the effect of chelation therapy for population in Indonesia with alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, and AST to platelet ratio index (APRI) score level.

Methods: This study used observative cross sectional method and all of the participants are patients at RSCM Kiara. Participants compliance were measured by morisky medication adherence scale-8 with some adjustment to know the reason why participants isnt complying with therapy and will be compared with laboratory result through electronic medical record then both results were then analyzed non-parametrically using Kruskal-Wallis followed by Mann-Whitney for Post-Hoc.

Results: There arent any correlation between chelation therapy compliance with aspartat aminotransferase, alanine aminotransferase, and AST to platelet ratio index score level but it has been found that age, transfusion duration, and type of chelator have some degree of correlation.

Conclusion: There arent any correlation between chelation therapy compliance with aspartat aminotransferase, alanine aminotransferase, and AST to platelet ratio index score level but the result need further research to confirm the result because this research has its own degree of limitation

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emiyanah
"Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.) dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah tikus putih. Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai LD50 dan fungsi hati berdasarkan aktivitas enzim aminotransferase. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 ekor mencit putih jantan dan 50 ekor mencit putih betina.
Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol diberikan aquadest. Kelompok 2 sampai 5 diberikan ekstrak etanol daun gandarusa dengan dosis 4, 8, 16, dan 32 g/kg bb. Uji LD50 ditentukan oleh jumlah kematian dalam kelompok uji selama 24 jam dari perlakuan berupa satu kali pemberian bahan uji.
Hasilnya menunjukkan bahwa bahan uji sampai dosis tertinggi, bersifat praktis tidak toksik dengan nilai LD50 sebesar 31,99 g/kg bb (kelompok jantan) dan 27,85 g/kg bb (kelompok betina). Pengukuran aktivitas enzim aminotransferase menggunakan metode kolorimetri. Hasil ANAVA terhadap fungsi hati menunjukkan bahwa pemberian bahan uji dengan dosis 4 g/kg bb-16 g/kg bb tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok uji dan kelompok kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32719
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wilmar Musram
"Penetapan status vitamin B-6 secara biokimia penting, sebab gambaran klinis defisiensi vitamin ini menyerupai defisiensi vitamin B-kompleks yang lain. Cara yang paling tepat ialah dengan mengukur kadar vitamin tersebut dalam jaringan. Kadarnya dalam plasma tidak stabil dan lebih mencerminkan masukan yang baru. Eritrosit adalah jaringan yang mudah didapatkan, tetapi penetapan kadar vitamin B-6 dalam eritrosit sukar dan tidak cocok untuk penetapan rutin. Akan tetapi, eritrosit mengandung aspartat aminotransferase (EC. 2.6.1.1) (ASAT) yang memerlukan vitamin B-6 sebagai koenzim. Aktivitas enzim ini menurun pada defisiensi vitamin B-6 dan meningkat pada penambahan piridoksal fosfat (PLP) in vitro. Status vitamin B-6 dinyatakan sebagai koefisien aktivasi (KA) = rasio aktivitas ASAT eritrosit (ASATE) dengan dan tanpa penambahan PLP atau sebagai persen aktivasi (PA) = (KA x 100) - 100. Efek aktivasi (KA atau PA) ASATE pada status vitamin B-6 normal yang dilaporkan oleh para peneliti terdahulu sangat bervariasi. Telah ditetapkan status vitamin B-6 pada 81 sukarelawan sehat (18-70 th, 39 laki-laki dan 42 perempuan) dengan menentukan aktivitas ASATE dalam hemolisat dengan pengenceran 20x dengan kit Granutest 25 ASAT Tris Merck no.kat. 12162 dan 12165. Untuk aktivasi, digunakan PLP (P 9255 Sigma) yang kadarnya pada reaksi akhir 0,1 mM. Kadar hemoglobin (Hb) ditetapkan dengan kit Hb Merck no.kat. 3317. Diperoleh KA (PA) ASATE 1,27 t 0,11 (27 ± 11 %) (X ± SD). Kadar Hb tiap subjek dalam batas normal. Penelitian ini memberikan data normatif status vitamin B-6.

Biochemical assessment of vitamin B-6 status is important as vitamin B-6 deficiency mimics the other vitamin B-complex deficiency. The ideal assessment of vitamin status is by direct measurement of the concentration of the vitamin tissues, while the vitamin concentration in plasma reflects current intake rather than tissue stores. Erythrocytes are a conveniently sampled tissue, but direct vitamin B-6 measurement in erythrocytes is not feasible in the routine laboratory. However, erythrocytes contain aspartate aminotransferase (EC.2.6.1.1)(ASAT) for which vitamin B-6 function as coenzyme. In vitamin B-6 deficiency, the activity of this' enzyme falls, but by in vitro activation of the enzyme with added pyridoxal phosphate (PLP) the activity increases. Vitamin B-6 status is expressed as activation coefficient (AC) = ratio of the erythrocyte ASAT (EASAT) activity with addition of PLP and EASAT activity without addition of PLP or activation percent (AP) = (AC x.100) - 100. Previous reports gave variable values for the activation effect (AC or AP) of EASAT in normal vitamin B-6 status. Vitamin B-6 status was assessed by measuring EASAT activities in 20x diluted hemolysate using Granutest 25 ASAT Tris kit (Merck cat.no. 12162 and 12165) of 81 healthy volunteers {39 men and 42 women) aged 18-70 y. PLP with a final concentration of 0,1 mM (Sigma P 9255) was used for activation. Hemoglobin (Hb) concentration was assessed using Hb kit Merck cat. no. 3317. We obtained values for EASAT AC (AP) 1,27 + 0.11 (27 + 11 %) (X + SD). The Hb concentration of all individuals was normal. This study provided normative data on vitamin B-6 status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hasim
"Angkak (red yeast rice), bahan pangan fermentasi beras oleh kapang Monascus purpureus dan memiliki beberapa senyawa metabolit bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi ekstrak air angkak dalam mencegah peroksidasi lipid di dalam serum dan organ hati tikus. Sprague Dawley yang diinduksi propiltiourasil dan diet tinggi lemak. Tikus sebanyak 25 ekor dibagi menjadi lima kelompok [normal, kontrol positif, kontrol negatif, induksi air angkak 50 mg/kg (kelompok A1), dan 100 mg/kg (kelompok A2)]. Parameter uji yang diamati adalah konsentrasi malonaldehid (MDA) serum darah dan hati, aktivitas enzim aminotransferase serum, dan gambaran mikroskopik hati. Tikus dengan induksi air angkak 100 mg/kg menunjukkan penghambatan peningkatan konsentrasi MDA pada serum dan hati serta aktivitas AST signifikan terhadap kelompok kontrol negatif. Histopatologi hati kelompok yang induksi ekstrak air angkak menunjukkan adanya perbaikan jaringan yang secara kualitatif ditandai dengan sel hepatosit utuh yang diwarnai oleh pewarna Hematoksilin-eosin, susunan sel rapat dan berjajar secara radial. Induksi 100 mg/kg masih menunjukkan perbesaran vakuola atau butiran lipid yang berwarna putih yang menjadi penanda degenerasi lemak."
Bogor: Balai Besar Industri Agro, 2020
338.1 WIHP 37:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Obesitas adalah keadaan patologis dimana terdapat penimbunan lemak
yang berlebihan di dalam jaringan tubuh. Saat ini telah ada obat tradisional
pelangsing tubuh berupa sediaan jamu dalam bentuk kapsul dengan
komposisi ekstrak simplisia yang terdiri dari: kacang buncis (Phaseolus
vulgaris L), daun jati blanda (Guazuma ulmifolia Lamk), buah gambogee
(Garcinia cambogia), dan daun teh hijau (Camellia sinensis (L) Kuntze). Jamu
ini dipakai lama dan terus menerus sehingga perlu dilakukan penelitian
toksisitas untuk melihat pengaruh komposisi bahan-bahan tersebut terhadap
organ dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, dilakukan penelitian subkronik
pada tikus putih jantan dan betina (Rattus novergicus) dengan memberikan
jamu setiap hari selama 90 hari, kemudian dilihat aktivitas AST dan kreatin
kinase plasma sebagai parameter. Digunakan 40 ekor tikus putih jantan dan
40 ekor tikus putih betina yang masing-masing dibagi menjadi tiga kelompok
perlakuan dosis dan satu kelompok kontrol. Setiap hari tikus diberi suspensi
uji dengan dosis berturut-turut 1350 mg/kg bb, 2700 mg/kg bb, dan 5400
mg/kg bb untuk kelompok I, II, dan III, sedangkan kelompok IV adalah
kelompok kontrol yang diberi larutan CMC 0,5%. Hasil pengukuran plasma
tikus pada hari ke-91 dianalisa menggunakan uji ANAVA satu arah dan
menunjukkan tidak adanya perbedaan secara bermakna (p>0,05) aktivitas
AST dan kreatin kinase plasma antara kelompok I, II, dan III maupun kelompok IV. Dengan demikian penggunaan jamu pelangsing selama 90 hari
tidak mempengaruhi organ jantung."
Universitas Indonesia, 2007
S32951
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putri Sari, Author
"ABSTRAK
Obat antihiperkolesterolemia merupakan obat yang di konsumsi dalam jangka waktu yang lama, untuk itu dilakukan penelitian yang membuktikan keamanan penggunaan obat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keamanan penggunaan obat LS yang merupakan obat antihiperkolesterolemia hasil sintesis golongan statin, terhadap organ jantung ditinjau dari aktivitas aspartat aminotransferase (AST) dan kreatin kinase (CK) pada plasma. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus novergicus L), galur Sprague Dawley, berumur 2 bulan dengan berat badan kuranglebih 200 gram, berjumlah masing-masing 40 ekor tikus jantan dan betina. Setelah itu, hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, yaitu: 3 kelompok diberikan dosis yang berbeda, dan 1 kelompok merupakan kelompok kontrol. Dosis yang diberikan yaitu: 1,8 mg/200 g bb tikus/hari; 3,6 mg/200 g bb tikus/hari dan 7,2 mg/200 g bb tikus/hari; sedangkan kelompok kontrol diberikan CMC 0,5%. Pemberian obat LS dilakukan secara oral dengan alat sonde lambung, sekali sehari, selama 90 hari. Pemeriksaan pengaruh pemberian Obat LS terhadap organ jantung dilakukan dengan mengukur aktivitas AST dan CK plasma. Data yang diperoleh menunjukkan tidak ada perbedaan aktivitas AST dan CK yang bermakna antar kelompok I, II dan III dibandingkan terhadap kelompok kontrol, sehingga dapat disimpulkan Obat LS aman terhadap organ jantung.
ABSTRACT
The cholesterol lowering drugs, is consumed for several months. It’s necessary to prove its toxic effect if using that drug in a long term. The research was carried out to prove the toxic effect of LS as cholesterol lowering drug, to the heart by measuring the activities of aspartic aminotransferase and creatine kinase. The research had done on albino rats of 2 month old with body weight about of 200 gram. There was each 40 male and female rats and divided into four groups. Group I, II, and III were treated by giving LS drug with dosage: 1,8 mg/200 g of rat’s weight /day; 3,6 mg/200 g of rat’s weight/day; and 7,2 mg/200 g of rat’s weight/day. Group IV was treated as negative control by giving CMC 0,5%. The whole treatment was given orally, once a day for 90 days. The heart examination had done by measuring the enzymes activities of AST and CK plasm. The report had analysed by ANAVA test if significant difference found, the analysis was continued by LSD test. The result showed that was no significant differences of the activity of AST and CK plasm between group I, II, III compared with group IV as the control. The conclusion of LS drug had tested that wasn’t effect to the heart."
2008
S33034
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Febriyanti
"Jamu ?DNR? merupakan salah satu obat tradisional Indonesia yang telah digunakan untuk mengatasi diare. Jamu ini mengandung attapulgit, karbon aktif, ekstrak daun jambu biji, ekstrak rimpang kunyit, ekstrak buah mojokeling, ekstrak kulit buah delima, dan ekstrak biji jali. Untuk menjamin penggunaannya, maka perlu dilakukan penelitian terhadap keamanannya, salah satunya dengan melakukan uji toksisitas akut.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai LD50 dan mengetahui efek toksik terhadap fungsi hati ditinjau dari aktivitas aminotransferase dan fungsi ginjal ditinjau dari kadar urea dan kreatinin plasma. Penelitian menggunakan hewan uji mencit putih galur ddY, yang dikelompokkan menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor mencit jantan dan 5 ekor mencit betina. Kelompok I, II, III, IV adalah kelompok perlakuan yang diberikan larutan uji dengan dosis berturut-turut 1650, 3300, 6600, dan 13200 mg/kg bb, sedangkan kelompok V adalah kelompok kontrol yang diberikan larutan CMC 0,5%. Penentuan nilai LD50 dilakukan dengan menghitung jumlah hewan yang mati selama 24 jam pemberian jamu ?DNR?.
Hasilnya adalah pada dosis tertinggi yang diberikan (13200 mg/kg bb) tidak menimbulkan kematian pada hewan uji. Selanjutnya, dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbital mata pada 24 jam dan 14 hari setelah perlakuan. Darah tersebut digunakan untuk mengukur aktivitas aminotransferase dengan metode kolorimetri(Reitmann-Frankel), kadar urea plasma dengan metofe Jaffe termodifikasi, dan kadar kreatinin plasma menggunakan Diasetil Monoksim.
Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji statistik Analisis Varian Satu Arah dengan = 0,05. Pada hasil pengukuran tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antar kelompok dosis dengan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pada pemberian jamu ?DNR? sampai dosis tertinggi 13200 g/kg bb tidak mempengaruhi fungsi organ hati dan ginjal mencit putih. "
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S32738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ramadhani
"Hipoksia adalah defisiensi oksigen setingkat jaringan.Otak merupakan organ yang mutlak memerlukan oksigen. Hipoksia akan mengganggu integritas otak, dan bermanifestasi menjadi berbagai penyakit. Untuk itu, tubuh memiliki sistem penginderaan oksigen.Pada saat perfusi oksigen jaringan kurang, muncul mekanisme adaptasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) pada jaringan otak saat keadaan hipoksia sistemik.Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilakukan kepada 25 tikus Sprague Dawley yang dibagi rata ke dalam 5 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol, dipelihara dalam keadaan normoksia. Sisanya dipelihara dalam keadaan hipoksia (10% O2 dan 90% N2) masing-masing selama 1, 3, 7, dan 14 hari.Otak tikus diambil, dan dijadikan homogenat. Dilakukan pengukuran kadar protein jaringan otak untuk setiap sampel. Kemudian, dilakukan pengukuran aktivitas ALT menggunakan spektrofotometer.
Hasilnya dibagi dengan kadar protein untuk mengetahui aktivitas spesifik. Data kadarprotein dianalisis menggunakan ujione-way ANOVA. Diperoleh nilai p>0,05, artinya kadar protein di jaringan otak normoksia dan hipoksia tidak berbeda bermakna. Hasilnya,nilai p>0,05 yang berarti aktivitas enzim ALT di jaringan otak tikus pada keadaan normoksia tidak berbeda bermakna dengan keadaan hipoksia sistemik semua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari kadar protein dan aktivitas ALT pada keadaan hipoksia.

Hypoxia is a deficiency of O2 at tissue level. Brain is an organ that absolutely requires O2. Hypoxia will disrupt brain's integrity, and manifests as various diseases. Therefore, the body has oxygen sensing system. When oxygen perfusion level decreases, there will be some adaptive mechanisms to cope with the situation.
This study intends to ascertain the activity of ALT in brain tissue induced by systemic hypoxia. This is an experimental based study. Twenty five rats were divided into 5 groups. First group was placed in the normoxic condition. Four other groups were placed in hypoxic chamber (O2 10% and N2 90%), each group were placed for 1, 3, 7, 14 days. Their brains were extracted. Tissues? protein level was measured for sample. Subsequently, the measurement of ALT activity was done by using reagent in assay kit.
The results were divided by tissues protein level. Data of tissues protein level were analyzed using one-way ANOVA parametric test. This test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and hypoxic groups. Data of specific ALT activity were analyzed using Kruskal-Wallis non-parametric test.The test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and the hypoxic groups. Hence, it can be concluded that there were no significant difference of protein level and ALT activity in hypoxic brain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nakayama, Yohei
"ABSTRACT
To evaluate the degree of periodontal tissue destruction, aspartate aminotransferase (AST) levels in the gingival crevicular fluid (GCF) are utilized as a predictor of periodontal therapy. We have previously shown that the usefulness of AST activities [periodontal tissue monitor (PTM) values] using a PTM-kit to evaluate the effects of initial periodontal therapy and periodontal regeneration therapy by enamel matrix derivative (EMD). This prospective, longitudinal study was conducted using 38 healthy and 80 periodontitis sites with probing depth (PD) of 5 - 10 mm for guided tissue regeneration (GTR) and EMD from 36 patients. GCF samples were used to evaluate PTM values at base line (BL) and after 6 months of surgeries (re-evaluation: RE), and periodontal examinations were performed concurrently. PTM values at BL were statistically improved at RE, accompanied by the improvement of periodontal parameters in both groups. PTM values and PD, and the clinical attachment level (CAL) showed high correlations. PD, CAL and bleeding on probing (BOP) were highly correlated with PTM values in both groups, whereas only PD showed a significant correlation with PTM values at RE in the GTR group. Change in the amounts of PD, CAL and BOP between BL and RE in both groups showed no correlation with PTM values. In the negative PTM value sites at BL in EMD group, the mean PD was significantly reduced at RE compared with positive PTM sites at BL. PTM values are able to be utilized as the biochemical predictor of prognosis after periodontal regeneration therapy."
Tokyo: Springer, 2018
ODO 106:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>