Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
F. Haru Tamtomo
"Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang tayak dan sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Hal ini juga berlaku bagi anak yang berkonflik dengan hukum dan sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak. Pendidikan selain merupakan hak juga merupakan kebutuhan bagi anak sebagai bekal kehidupannya kelak di masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal bagi anak didik pemasyarakatan di Lapas Anak, khususnya di Lapas Anak Pria Tangerang, masih kurang sesuai dengan kebutuhan anak untuk bekal kehidupannya di masa depan. Hal ini mengingat penyelenggaraan pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Secara internal, faktor-faktor yang mempengaruhi berkaitan dengan kondisi anak didik yang berbeda, yaitu : latar belakang kehidupan, latar belakang perbuatan, lamanya pidana, jenis pelanggaran hukum, serta keterbatasan sumber daya dari pihak Lapas untuk dapat mengakomodasikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Sedang secara ekstemal, faktor yang mempengaruhi adalah masih adanya stigma negatifmasyarakat terhadap anak didik pemasyarakatan.
Untuk mengkaji model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik, make kerangka berfikir mengacu pada Teori Konstruktivisme oleh Bodnar (Didang Setiawan, 2004) yang mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses sosial yang aktif. Lingkungan pembelajaran perlu di kondisikan agar memiliki situasi yang mampu membuat murid dapat menciptakan pengetahuannya melalui aktivitasnya sendiri, baik fisik maupun mental. Mengacu teori tersebut penulis mengumpulkan data dengan pendekatan kualitatif dengan jumiah responden 24 prang, terdiri dari : tokoh pendidikan dan pemerhati anak, Pejabat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Pejabat Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Kepala-kepala Lapas Anak, Tenaga pengajar/guru, dan anak didik pemasyarakatan.
Dari hasil anaiisis data, penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal bagi anak didik pemasyarakatan di Lapas Anak saat ini masih dirasakan masih kurang optimal memenuhi kebutuhan anak didik, oleh karena itu diperlukan bentuk pendidikan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter anak didik berupa pendidikan khusus.

Every people have the right to receive good education and learning based on their needs. This is also applied for children who are in conflict with law and/or are currently in Juvenile Correctional Center (Lembaga Pemasyarakatan Anak). Education is not only a right for children but is also a need for their future Iife.
The current implementation of formal and non formal education for children in Juvenile Center has not met the need for their future life. There are internal and external factors that influence the quality of education in the Center. The internal factors include the condition of children such as their life background, behaviour background, the length of their sentence, type of the cases, and the limitation of the Center's resources to implement the teaching learning activities that meet to children' needs. The external factor mainly is the negative stigmatisation to the convicted children from the community.
The Constructivism theory by Bodner (Didang Setiawan, 2004) was applied to study the education model that perfectly meet the children need. The theory believes that learning is an active social process and the learning environment should be conditioned to support the situation to encourage children to improve their knowledge through exploring their activities, both physically and mentally. The study use qualitative research to collect the data from 24 respondents include education specialist and children right expert, the Directors from Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, the Director of Directorate of Special Education, several Head of Juvenile Correctional Center, Educator/teachers and children in the Juvenile Correctional Center.
The analysis data show that the implementation of formal and non formal education at Juvenile Correctional Center are still unable to meet the children's need. Therefore, it is important to have an alternative education, called Special education, which meet the children' need and character in the JuveniIse Correctional Center.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2007
T20759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mahliani Devinta Saputri
"Keterlibatan aktif seorang anak didik terwujud dalam proses pendidikan anak usia dini (PAUD). Latar belakang pemikiran pendidikan anak baik secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis menjadi penerapan terhadap filsafat pendidikan pragmatisme John Dewey yang menjadi dasar dalam penulisan skripsi ini. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dalam menganalisa pendidikan anak usia dini dengan konsep pengalaman aktif anak didik. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan pendidikan anak yang memprioritaskan pengembangan individu, hal tersebut memberikan relevansi terhadap proses pendidikan manusia yang menghargai faktor internal individu seperti bakat dan potensi anak dan juga faktor sosial. Hasil dari penelitian ini adalah pemahaman terhadap proses pendidikan yang memperhatikan nilai-nilai individu dan nilai sosial di dalamnya sehingga tidak ada dominasi antara pendidik dan anak didik. Hal ini dapat dipahami melalui keterlibatan aktif anak didik dalam proses pengajarannya yang akan membentuk pengalaman-pengalaman berdasarkan konsep pendidikan John Dewey. John Dewey melihat kondisi pendidikan melalui bentuk pengalaman yang bersifat kontinue.

The active involvement of the individual embodied in the process of early childhood education (PAUD). The basic reason of this view as well as ontological, epistemological and axiological into the application of the education philosophy of John Dewey’s pragmatism become a basic in this research. This research uses the descriptive analysis for analyzing early childhood education with the concept of active experience of the student. The purpose of this study is to explain the education of children who prioritize individual development; it gives relevance to the educational process which is respects of human internal factors such as the individual talents and potential of children and social factor too. The results of this research is an understanding of the educational process who takes into account individual values and social values in them, so there is no dominance between educators and students. This can be understood through the active involvement of student in the process of study that will shape the experiences based on the concept of education John Dewey. John Dewey’s view is the condition of education through continuous experience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonard
"ABSTRAK
Latar Belakang setiap tahun, tidak kurang dari 5.000 remaja ditahan akibat
melakukan tindakan kriminalitas, dari yang ringan hingga berat. Lingkungan
tahanan merupakan lingkungan yang dipenuhi oleh paparan kekerasan dan
keterbatasan. Sementara bagi yang akan dibebaskan atau tahap reentry, situasinya
juga memiliki tantangan tersendiri. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang
menyebabkan tingginya kerentanan anak didik Lapas terhadap kemunculan
distress. Di Amerika, 60.5% remaja yang ditahan dan berada pada tahap reentry
mengalami kesehatan mental kronis. Dari jumlah tersebut, sebagian besar
mengalami depresi dan gangguan cemas, seperti PTSD. Bentuk distress
psikologis yang umum ditemukan adalah kecemasan dan depresi. Distress tinggi
dapat menyebabkan beberapa gangguan, seperti perilaku merusak dan kesulitan
penyesuaian diri setelah bebas. Oleh karena itu, distress anak didik Lapas tahap
reentry perlu mendapatkan intervensi psikologis. Salah satu bentuk intervensi
yang efektif adalah Acceptance and Commitment Therapy (ACT). ACT bertujuan
mengubah bentuk hubungan individu dengan permasalahannya, bukan lagi
memandang sebagai simptom, namun sebagai suatu fenomena psikologis yang
wajar dan kemudian mengarahkan tindakan yang dimiliki kepada sesuatu yang
sifatnya lebih produktif. Metode Penelitian ini menggunakan one group-before
and after study design dan accidental sampling. Intervensi ini dilakukan sebanyak
6 sesi. Hasil Dua partisipan mengalami penurunan tingkat distress psikologi yang
diketahui melalui penurunan skor Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25).
Semantara satu partisipan lainnya mengalami kenaikan tingkat distress psikologis.
Evaluasi kualitatif menunjukkan penurunan tingkat distress psikologis setelah
pelaksanaan intervensi. Kesimpulan ACT efektif dalam menurunkan tingkat
distress psikologis pada anak didik Lapas Tangerang. Hal ini terbukti terutama
melalui pengukuran secara kualitatif.

ABSTRACT
Background Each year, not less than 5,000 teenagers were arrested as a result of
criminal acts, from mild to severe. Prison is a high risk environment that is filled
by exposure to violence and limitations. As for who at reentry phase or freed
soon, the situation also has its own challenges. These things are something that
causes high susceptibility to the emergence of distress. In the U.S., 60.5% of
adolescents who were arrested and are at the stage of reentry experiencing chronic
mental health. Of these, most are experiencing depression and anxiety disorders,
such as PTSD. Common Forms of psychological distress are anxiety and
depression. High distress can cause several problems, such as conduct behavior
and adjustment difficulties after release. Therefore, distress at reentry youth
prisoner needs to get psychological intervention. One of intervention that
effective to treat psychological distress is Acceptance and Commitment Therapy
(ACT). ACT aims to change the shape of the individual's relationship with the
problems, no longer looked upon it as a symptom, but as a psychological
phenomenon that is reasonable and then direct the actions to something that is
more productive. Methods This study used a one-group before and after study
design and accidental sampling. The intervention was carried out for 6 sessions.
Results Two participants experienced a decrease in the level of psychological
distress is known through a reduction in Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-
25) score. Moreover the other participants experienced an increase psychological
distress. Qualitative evaluation showed decreased levels of psychological distress
after the implementation of the intervention. Conclusion ACT is an effective
intervention in lowering the level of reentry youth prisoner’s psychological
distress at Lapas Anak Tangerang. This is evident primarily through qualitative
measurements."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Afrilia Ardinda
"Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan sekolah filial yang ada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Palembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dan metode kualitatif untuk menjelaskan mengenai analisis implementasi kebijakan sekolah filial yang ada di LPKA Palembang dengan melihat aspek konten dan konteks sebagai suatu kebijakan. Untuk menganalisis kebijakan sekolah filial, maka peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan dari Merilee S Grindle serta Mazmanian dan Sabatier untuk mendukung proses analisis implementasi yang mempengaruhi penyelenggaraan pembinaan anak didik pemasyarakatan yang berbasis pendidikan di LPKA Palembang. Hasil penelitian menunjukkan kendala-kendala penyelenggaraan sekolah filial yang belum efektif. Dari aspek konten kebijakan diketahui bahwa permasalahan anggaran merupakan permasalahan utama dalam implementasi kebijakan sekolah filial di LPKA Palembang. Selain itupun, masa hukuman peserta didik yang berbeda-beda dan relatif singkat juga mempengaruhi implementasi kebijakan sekolah filial. Kebijakan ini akan lebih terasa manfaatnya bila dilaksankan di luar LPKA Palembang. Bila diluar LPKA anak didik pemasyarakatan bisa berinteraksi dengan pihak lain dan konsepsi dari pemasyarakatannya sendiri akan semakin terasa. Dari aspek konteks kebijakan diketahui bahwa belum adanya kepedulian dari pimpinan atas. Sehingga menyebabkan belum adanya mekanisme penegakan aturan yang jelas dalam kebijakan sekolah filial untuk lingkup nasional serta ditambah belum adanya suatu sistem yang dapat mendorong pelaksanaan kebijakan sekolah filial yang lebih efektif.

This study aims to investigate policy implementation of filial school at Palembang Child Correctional Institution (LPKA Palembang). It uses post-postivist approach and qualitative method to explain the policy implementation of filial school at Palembang Child Correctional Institution. It analyzes the content and context aspects of the policy. Policy implementation theories by Merilee S. Grindle and by Mazmanian and Sabatier are used to support analysis process of implementation that influence the enforcement of education-based coaching for correctional students at LPKA Palembang. The results indicated contraints to organizing filial school that have not been effective. From the content aspect of policy, it is known that budget problem is the main problem in filial school policy implementation at LPKA Palembang. Students sentece periods which are vary and relatively short also affect the implementation of filial school policy. The policy will be more beneficial if implemented outside LPKA Palembang. Outside correctional institution, correctional students can interact with other parties and the concept of correctional itself will be more felt. Context aspect of policy discovered that there is no concern yet from the top leadership. It causes there has been no clear enforcement mechanism in filial school policy for the national scope, and also the absence of a system that can encourage the more effective implementation of filial school policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T53047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library