Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ingrat Padmosari
Abstrak :
Kejadian Komplikasi Obstetri merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena prevalensinya yang tinggi dan merupakan salah satu faktor utama penyebab kematian ibu. Secara holistik, kejadian komplikasi obstetri dapat disebabkan oleh faktor medis (kualitas program dan layanan kesehatan ibu) dan faktor-faktor lain yang ada dalam konteks kewilayahan (kebijakan desentralisasi, pertumbuhan ekonomi, faktor lingkungan). Oleh karena itu, diperlukan studi/analisa lebih lanjut untuk mengetahui determinan yang berpengaruh terhadap kejadian komplikasi obstetri baik dari aspek individu maupun aspek kontekstual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dari faktor komposisional (level individu) serta determinan kontekstual (level kabupaten/kota) terhadap kejadian komplikasi obstetri di 20 Kabupaten. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan pendekatan analisis multilevel untuk mengestimasi efek kontekstual, sehingga dapat ditentukan prioritas intervensi program terhadap kejadian komplikasi obstetri. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder Riskesdas 2013, Studi Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu di 100 Fasilitas Kesehatan tahun 2012 dan data BPS Tinjauan Regional berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota tahun 2010-2013, dengan melibatkan 2066 orang Wanita Usia Subur berusia 15-49 tahun) yang memiliki riwayat kehamilan, persalinan dan nifas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi Kejadian Komplikasi Obstetri di 20 Kabupaten adalah 30,1%. Tampak adanya perbedaan peranan di level individu dan level kabupaten/kota. Pada level individu, variabel yang berperan cukup besar terhadap kejadian komplikasi obstetri di 20 Kabupaten adalah kunjungan ANC (aOR: 3,17, 95% CI 1,29-7,76). Pada level Kabupaten, variabel yang berperan adalah kualitas pelayanan antenatal di rumah sakit (IOR: 0,291-1,287), kualitas pelayanan pascasalin di rumah sakit (IOR: 0,610-2,776), dan pertumbuhan ekonomi (IOR: 0,759-3,916). Namun determinan kejadian komplikasi obstetri masih didominasi oleh peran faktor risiko di level individu. Intervensi program kesehatan ibu dilakukan dengan memfokuskan pada perubahan perilaku sehat di tingkat individu, namun sejalan dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu di tingkat Kabupaten sehingga secara otomatis menarik minat dan kesadaran masyarakat untuk datang ke fasilitas kesehatan dalam mencari pelayanan KIA yang bermutu. ...... Obstetric complications is a public health problem, because of its high prevalence and one of the main factors that caused maternal mortality. Holistically, obstetric complications caused by medical factors (quality programs and maternal health services) and other factors that exist within the territorial context (decentralization policy, economic growth, environmental factors). Therefore, a further analysis was needed to find the determinants that affects obstetric complications from the aspect of individual and contextual level. The aims of this study was to search the role of compositional factors (individual level) as well as contextual determinants (districts level) in determine obstetric complications in 20 districts. This study used a cross-sectional design with multilevel analysis approach to estimate the effects of contextual factors, so it can determined intervention programa of obstetric complications. The study was conducted by using secondary data of Riskesdas 2013, the Quality of Maternal Health Care Assessment in 100 health facilities in 2012, and Regional Review based on Districts GDP in 2010-2013, involving 2066 Woman at Reproductive Age (15-49) who already have their history on pregnancy, childbirth and post-partum. The results showed that the prevalence of Obstetric Complications in 20 districts is 30.1%. There was a different role from the individual level and the districts level that influence an obstetric complications. At the individual level, the variable that contribute greatly to the prevalence of obstetric complications in 20 districts is antenatal care (aOR: 3,17, 95% CI 1,29-7,76). At the district level, the variable that played role was the quality of antenatal care in hospitals (IOR: 0,291-1,287), the quality of postnatal care in hospitals (IOR: 0,610-2,776), and economic growth (IOR: 0,759-3,916). However, determinants of obstetric complications were still dominated by the role of individual level risk factors. Intervention on maternal health programmes must be carried out by focusing on healthy behavior changes at the individual level, but in line with the improvement of the quality of maternal health services at the district level so that automatically can attract the interest and awareness of the community to obtain the better quality of maternal health services in health facilities.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T44787
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisnawati Bantas
Abstrak :
Sindrom Metabolik (SM) merupakan faktor risiko penting penyakit kardio- vaskuler yang merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Perbedaan gender pada SM berkontribusi terhadap perbedaan gender pada penyakit kar- diovaskuler. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi dan risiko SM berdasarkan gender di perkotaan Indonesia menggunakan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dan menggunakan rancangan penelitian potong lintang. Populasi penelitian terdiri dari 13.262 orang pria dan wanita yang tidak hamil berusia lebih dari 15 tahun yang bermukim di daerah perkotaan. Variabel penelitian meliputi variabel dependen sindrom metabolik. Variabel independen utama adalah gender dan variabel kovariat yang lain adalah level 1 (umur, sta- tus perkawinan, pendidikan, stres, merokok, dan aktivitas fisik), level 2 (penda- patan keluarga, konsumsi energi rumah tangga, konsumsi protein rumah tang- ga, konsumsi serat rumah tangga, anggota rumah tangga, dan balita dalam rumah tangga), dan level 3 (provinsi, status urban, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)). Analisis dilakukan dengan multilevel regresi logistik. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prevalensi SM adalah 17,5 %, prevalensi pada wanita (21,3%) lebih tinggi daripada pria (12,9%). Risiko sindrom metabolik berdasarkan gender bergantung pada status umur, pendidikan, dan perkawinan dari individu. Variasi kejadian SM berdasarkan pendapatan keluarga kecil (nilai MOR 1,21) dan variasi kejadian SM berdasarkan provinsi juga kecil (nilai MOR 1,18).

Metabolic Syndrome (MS) is an important factor for Cardiovascular Disease (CVD). One of the main causes of death in Indonesia is CVD. Gender differences in MS may contribute the gender differences in CVD. This study aimed to examine the prevalence and MS risk by gender in the urban popula- tion of Indonesia using Riskesdas 2007 data and cross-sectional design study. Population of study consisted of 13,262 men and non pregnant women over 15 years old lived in urban area. Variables included in this study are MS as the de- pendent variable and gender as the main independent variable. The covariate variables consisted of: level 1 variables (age, marital status, education, stress, smoking, and physical activity), level 2 (family outcome, household energy con- sumption, protein consumption, fiber consumption, members, and toddler un- der 5 years), level 3 (province, urban status, and human development index). Multilevel logistic regression used in data analysis. Result showed that preva- lence of MS was 17,5%, on women (21.3%) was higher than men (12.9%). The risk of MS by gender was depent on age, educational level, and marital status of individual. The variation of MS occurrence among the family incomes was small (MOR 1.21), and the variation of MS occurrence among the provinces was also small (MOR 1.18).
Universitas Indonesia, 2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Handito
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketersediaan zinc terhadap durasi diare pada balita. Penelitian ini menggunakan desain hybrid cross sectional ecology pada 1012 responden di sembilan provinsi di Indonesia tahun 2014. Proporsi durasi diare lebih dari tiga hari pada balita sebesar 26%. Proporsi ketersediaan zinc sesuai standar sebesar 33,3%. Variabel kontekstual yang berpengaruh terhadap durasi diare pada balita meliputi ketersediaan zinc (OR=2,7; IOR=1,3-10,2), pengadaan zinc melalui APBN (OR=8,0; IOR=2,8-22,7), akses sarana air minum (OR=0,4; IOR=1,01-8,1), kepemilikan tempat sampah (OR=3,1; IOR=1,1-8,8), perilaku BAB yang benar (OR=1,02; IOR=0,4-2,9), perilaku cuci tangan yang benar (OR=1,03; IOR=0,4-2,9) dan HDI (OR=1,01; IOR=0,2-1,8). Efek kabupaten/kota terhadap durasi diare pada balita menurut kuintil kemiskinan MOR=1,0003. Variasi antar kabupaten/kota menurut kemiskinan mempengaruhi perbedaan durasi diare pada balita. Rekomendasi dari penelitian ini adalah mengalokasikan APBN dan APBD yang cukup untuk pengadaan zinc, membuat kebijakan pengawasan minum obat zinc pada balita penderita diare, pengawasan faktor lingkungan dan PHBS terkait diare.
The study was intended to identify the effect on zinc availability on duration of diarrhea among under five-children. Hybrid cross sectional ecology was employed to 1012 participants in nine provinces, Indonesia 2014. Around 26% under five-children suffered diarrhea more than three days. Proportion of province with 100% zinc availability was 33.3%. In contextual level, duration of diarrhea was affected by zinc availability (OR=2,7; IOR=1,3-10,2), zinc procurement through the national budget (OR=8,0; IOR=2,8-22,7), access to drinking water facilities (OR=0,4; IOR=1,01-8,1), family private dump (OR=3,1; IOR=1,1-8,8), defecation behavior (OR=1,02; IOR=0,4-2,9) and practice of hand washing (OR=1,03; IOR=0,4-2,9) and Human Development Index (OR=1,01;IOR=0,2-1,8). Median Odds Ratio in district level was 1.003. The difference of duration of diarrhea was explained by the variation of district?s poverty level. It was then recommended that allocation of both national and district budgets for zinc procurement should be increase, policy of zinc medication supervision as well as supervision of diarrhea-related environment and healthy behaviors should be made.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2207
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmalia Lusida
Abstrak :
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Kejadian BBLR sebesar 6,2% di Indonesia memiliki dampak jangka panjang yang sangat serius dan kompleks. Penelitian di dunia menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara faktor di tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat dengan kejadian BBLR. Penelitian ini bertujuan untuk melihat interaksi antara ketiga tingkat tersebut secara bersamaan menggunakan analisis multilevel. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan analisis regresi logistik multilevel. Variabel paritas, jumlah kunjungan ANC, dan komplikasi kehamilan di tingkat individu memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia, sedangkan variabel tingkat rumah tangga dan tingkat masyarakat tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia. Hasil analisis multilevel didapatkan responden yang memiliki risiko (paritas 1 atau ≥4, ANC < 4, memiliki komplikasi kehamilan, terdapat anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, dan memiliki akses fasilitas kesehatan yang sulit) memiliki peluang 1,618 kali (MOR = 1,618) melahirkan BBLR. Variabel yang menjadi determinan kejadian BBLR yaitu kunjungan ANC pada tingkat individu dengan AOR sebesar 3,096 (95% CI = 1,655 – 5,792). Pelaksana program diharapkan dapat menyediakan kunjungan rumah bagi ibu yang tidak melaksanakan ANC sesuai jadwal atau bagi ibu yang tergolong berisiko dan belum pernah melakukan ANC. ......Globally, low birth weight (LBW) is a public health problem. In Indonesia, increasing the prevalence of LBW by 6.2 percent has a very substantial and complex long-term consequence. Worldwide research has established a relationship between individual, household, and community-level factors and the occurrence of LBW. The purpose of this study was to examine the relationship between the three levels simultaneously through multilevel analysis. This study used a cross-sectional approach and multilevel logistic regression analysis. Parity, number of ANC visits, and pregnancy problems in individual level all correlate with the incidence of LBW in Indonesia, however household and community characteristics do not correlate with the incidence of LBW in Indonesia. Multilevel analysis revealed that respondents at risk (parity 1 or 4, ANC ≤4, pregnancy problems, family members who smoke in the house, and limited access to health services) have a 1.618 times chance of LBW (MOR = 1.618). ANC visits at the individual level were determinant factor of LBW, with an AOR of 3.096 (95% CI = 1.655–5.792). Program implementers were expected to be able to conduct home visits for mothers who do not complete ANC on schedule or who were categorized as at risk but have never received ANC.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Ayu Lestari
Abstrak :
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan pada tahun 2021 terdapat 10,6 juta orang yang terinfeksi tuberkulosis. Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam 20 negara dengan beban TB, TB MDR/RR, dan TB HIV tertinggi di dunia berdasarkan estimasi jumlah kasus hasil modelling yang dilakukan WHO. Angka inisiasi pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat meningkat dari tahun 2020-2022, namun pasien yang terdiagnosis tuberkulosis resistan obat tidak dapat segera mendapatkan pengobatan di fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui durasi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat, serta pengaruh faktor sistem kesehatan dan faktor pasien terhadap keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat di Indonesia tahun 2020-2022. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel pasien tuberkulosis resistan obat yang memulai pengobatan tahun 2020-2022 dan dilaporkan ke sistem informasi tuberkulosis. Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik multilevel dengan sumber data sekunder dari Sistem Informasi Tuberkulosis dan Profil Kesehatan Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan rerata durasi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat meningkat dari tahun 2020-2022; faktor sistem kesehatan yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat antara lain rasio rumah sakit, metode diagnosis baseline, dan wilayah pendampingan komunitas; sedangkan faktor pasien yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat yaitu jenis kelamin, domisili pasien, riwayat pengobatan OAT suntik, jenis fasilitas kesehatan pertama yang dikunjungi, dan jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan. Perluasan penggunaan cartridge XDR pada alat TCM diperlukan untuk mengetahui resistansi fluorokuinolon sehingga pasien yang terdiagnosis resistan obat dapat segera diobati dan perlunya penguatan kolaborasi antara fasilitas kesehatan, dinas kesehatan, dan organisasi komunitas dalam mendukung pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat. ......Tuberculosis is still a health problem in the world. It is estimated that in 2021 there will be 10.6 million people infected with tuberculosis. Indonesia is one of the 20 countries with the highest burden of TB, MDR/RR TB and HIV TB in the world based on the estimated number of cases resulting from modeling conducted by WHO. The rate of initiation of treatment for drug-resistant tuberculosis patients increased from 2020-2022, however, patients diagnosed with drug-resistant tuberculosis cannot immediately receive treatment at health facilities. This study aims to determine the duration of delays in treatment of drug-resistant tuberculosis patients, as well as the influence of health system factors and patient factors on delays in treatment of drug-resistant tuberculosis patients in Indonesia in 2020-2022. This study used a cross-sectional design with a sample of drug- resistant tuberculosis patients who started treatment in 2020-2022 and reported to the tuberculosis information system. This research uses a multilevel logistic regression method with secondary data sources from the Tuberculosis Information System and the Indonesian Health Profile. The results of the study show that the average duration of delay in treatment for drug-resistant tuberculosis patients increased from 2020-2022; health system factors that influence delays in treatment of drug-resistant tuberculosis include hospital ratios, baseline diagnosis methods, and community assistance areas; Meanwhile, patient factors that influence delays in treatment for drug-resistant tuberculosis patients are gender, patient domicile, history of injectable drugs, type of first health facility visited, and number of visits to health facilities. Expanding the use of XDR cartridges in GenExpert is needed to determine fluoroquinolone resistance so that patients diagnosed with drug resistance can be treated immediately and there is a need to strengthen collaboration between health facilities, health services and community organizations in supporting the treatment of drug-resistant tuberculosis patients.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Anwar Musadad
Abstrak :
Prevalensi karies gigi yang ditunjukkan dengan decayed, missing dan filled teeth (DMF-T) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran faktor individu, rumahtangga dan kabupaten/kota terhadap kejadian karies gigi guna menyusun model pengendalian karies gigi di Kepulauan Bangka Belitung (provinsi dengan riwayat karies gigi tertinggi). Desain penelitian ini campuran (hybrid) antara ecological study dan cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pemeriksaan kesehatan gigi, pengambilan sampel air dan wawancara mendalam. Analisis data menggunakan regresi logistik multilevel (dengan mixed-effect model). Hasil penelitian menunjukkan faktorfaktor pada tingkat individu (frekuensi menggosok gigi, kebersihan gigi dan mulut dan kebiasaan makan makanan asam/bercuka), tingkat rumahtangga (jenis sumber dan keasaman air) dan tingkat kabupaten/kota (ketersediaan perawat gigi dan dokter gigi, angka gizi buruk dan besar anggaran kesehatan per kapita) berpengaruh terhadap prevalensi karies gigi berat pada penduduk dewasa, dimana secara keseluruhan dapat menjelaskan variasi risiko karies gigi sebesar 73,6%. Model pengendalian karies gigi yang sesuai dengan kondisi Kepulauan Bangka Belitung adalah menggabungkan pengendalian faktor pada tingkat individu, rumahtangga dan kabupaten/kota. ......Dental caries prevalence, indicated by decayed, missing and filled teeth (DMF-T), remains a global public health problem, including Indonesia. The objective of this research was to address the role of individual factors, households, and regency/municipality in explaining dental caries incidence, in order to formulate a model to control dental caries in Kepulauan Bangka Belitung—the province with the highest dental caries prevalence in Indonesia. This research was designed as a combination (hybrid) of cross-sectional and ecological studies. Quantitative and qualitative data were collected through interview, dental health examination by dentists, water sampling, and in-depth interviews. A multilevel logistic regression (mixed-effect) model was fitted to the data. The results show that the explanatory variables at individual (frequency of teeth brushing, dental and mouth hygiene, and acidic food consumption), household (main water source and acidity), and regency/municipality (availability of dentist and dental nurse, malnutrition, and per capita health budget) levels influenced the prevalence of severe dental caries among adults; they all explained 73.6% of the variation in risk of dental caries. The appropriate disease control model, given the local conditions of Kepulauan Bangka Belitung Province, is one that integrates control of risk factors at individual, household, and regency/municipality levels.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugi Nurdin
Abstrak :
Tuberculosis Multidrug resistant TB MDR adalah salah satu jenis resistensituberkulosis terhadap minimal dua obat anti tuberkulosis lini pertama, yaituIsoniazid INH dan Rifampicin R dengan atau tanpa resisten terhadap obat antituberkulosis lain. Prevalensi TB MDR di dunia menurut WHO tahun 2012 sebesar 12 dari kasus TB baru dan 20 dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Hal ini masihmerupakan masalah kesehatan masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor puskesmas yang dapatmempengaruhi individu terhadap kejadian TB MDR, serta menggali faktor levelpuskesmas yang dapat menjelaskan kejadian TB MDR. Desain penelitian inimenggunakan kasus kontrol dengan mixed methods. Pengumpulan data dilakukandengan wawancara menggunakan kuesioner, diskusi terarah, wawancara mendalam danobservasi. Analisis data menggunakan regresi logistik multilevel. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa ada variasi risiko antar puskesmas/ fasilitas kesehatan tingkatpertama yang dapat mempengaruhi individu terhadap kejadian TB MDR. Faktor-faktorpada level individu yaitu pendidikan, riwayat hasil pengobatan, kepatuhan menelanobat, dan pengetahuan, PMO dan level puskesmas yaitu penjaringan suspek dan kotakerat pasien TB/TB MDR, pengobatan TB sesuai ISTC berpengaruh terhadap prevalensiTB MDR di Provinsi Sumatera Selatan. Faktor kontekstual puskesmas dapatmenurunkan variasi risiko antar puskesmas terhadap kejadianTB MDR sebesar 18 Pengembangan strategi intervensi pengendalian TB MDR yang sesuai dengan kondisiProvinsi Sumatera Selatan adalah mengkolaborasikan penjaringan suspek TB/TBMDR, pengobatan TB/TB MDR sesuai ISTC dan jejaring eksternal ISTC.
Multidrug resistant tuberculosis MDR TB is one type of tuberculosis resistance to atleast two first line anti tuberculosis drugs, Isoniazid INH and Rifampicin R with orwithout resistance to other anti tuberculosis drugs. World prevalence of MDR TBaccording to WHO 2012 is 12 of new TB cases and 20 of TB cases with retreatment.This is still a public health problem of the world, including in Indonesia. Thisstudy aims to determine the magnitude of the influence of puskesmas factors that canaffect the individual to the incidence of MDR TB, as well as to explore the level factorof puskesmas that can explain the incidence of MDR TB. This research design use casecontrol with mixed methods. The data were collected through interviews usingquestionnaires, directional discussions, in depth interviews and observations. Dataanalysis using multilevel logistic regression. The results showed that there werevariations in risk among puskesmas that could affect individuals against MDR TBincidence. Factors at the individual level of education, history of treatment outcomes,medication adherence, and knowledge, PMO and Puskesmas levels are suspect and tightsquares of TB TB MDR patients, TB treatment according to ISTC has an effect on theprevalence of MDR TB in South Sumatera Province. Contraceptive factors puskesmas first level health facilities can reduce risk variation among puskesmas to the incidenceof MDR TD by 18 . Development of MDR TB control intervention strategyappropriate to South Sumatera Province condition is to collaborate on suspected TB TB MDR screening, TB TB MDR treatment according ISTC and ISTC externalnetwork.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastia Dewi L.
Abstrak :
Model regresi logistik dua level merupakan analisis multilevel yang digunakan untuk menganalisis data yang mempunyai struktur hirarki dua level dengan data respon biner (bernilai 0 atau 1). Yang dimaksud dengan data hirarki adalah data dengan unit-unit observasi yang bersarang pada unit yang lebih tinggi. Dalam skripsi ini, bentuk model regresi logistik dua level difokuskan pada model regresi logistik dua level dengan random intercept. Metode penaksiran parameter yang adalah metode Penalized Quasi Likelihood order pertama (PQL-1). Prinsip umum dari metode ini adalah melinierkan bagian yang non-linier dari model regresi logistik dua level dengan perluasan deret Taylor order pertama sehingga didapat model linier 2-level untuk kemudian dilakukan pengestimasian parameter menggunakan Iterative Generalized Least Square (IGLS). Prosedur tersebut dilakukan secara iteratif sampai konvergen. Metode ini diaplikasikan pada data survey di Eropa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam penggunaan hak pilihnya dalam pemilu. Data terdiri dari 3300 individu yang diambil secara acak dari 20 negara di Eropa.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S27691
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library