Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Made Rika Trismayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Kebocoran anastomosis adalah komplikasi yang dapat terjadi pasca dilakukannya reduksi manual, reseksi dan anastomosis end-to-end pada kasus intususepsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebocoran anastomosis antara lain teknik operator, kondisi lokal usus, kondisi umum pasien dan grading kolagen yang terbentuk pada proses penyembuhan luka. Tujuan: Mengetahui pengaruh perubahan grading kolagen usus pasca reseksi anastomosis terhadap kebocoran pada kasus intususepsi. Metode: Dua puluh satu tikus Sprague-dawley dilakukan laparatomi untuk dibuat model intususepsi (IN). Setelah 45 menit dilakukan destrangulasi selama 10 menit, dinilai adanya nekrosis dan dilanjutkan reseksi anastomosis. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok A : reseksi anastomosis pada batas usus yang nekrosis, kelompok B : reseksi anastomosis pada batas usus yang mengalami trombosis pembuluh darah mesenteriumnya, dan kelompok C : reseksi anastomosis pada batas usus yang sehat. Sampel usus yang direseksi diperiksa secara Histopatologi untuk menilai grading kolagen. Setelah 5 hari dilakukan laparatomi ulang, dinilai secara subjektif ada tidaknya kebocoran anastomosis, lalu diambil sampel segmen anastomosis usus untuk dinilai kembali grading kolagennya. Diharapkan jika terjadi kenaikan grading kolagen, anastomosis akan paten, sebaliknya jika terjadi penurunan akan terjadi perforasi. Hasil: Kelompok A: grading kolagen menurun dengan perforasi 6 (85,7%), grading kolagen tetap tanpa perforasi 1 (14,2%). Kelompok B: grading kolagen menurun dengan perforasi 2 (28,6%), tetap dengan perforasi 1 (14,3%), meningkat tanpa perforasi 4 (42,9%). Kelompok C: grading kolagen meningkat tanpa perforasi 5 (71,4%), menetap tanpa perforasi 2 (28,6%). Kesimpulan: Terdapat perubahan grading kolagen pasca reseksi anastomosis usus yang mempengaruhi tingkat kebocoran anastomosis pada kasus intususepsi
ABSTRACT
Background: Anastomosis leakage is a common complication following manual reduction, resection and end-to-end anastomosis in treating intussusceptions. Factors influencing the anastomosis leakage such as surgeon?s technique, local bowel condition, systemic condition of patients and the concentration of collagen in the bowel tissue during the anastomosis healing. Aim: To study the effect of collagen concentration changes after resection and anastomosis procedure, in relation to the anastomosis leakages in intussusceptions case. Methods: 21 Sprague-dawley rats were performed laparotomy to create the intussusception model (IN). The IN models were applied for 45 minute, after the bowel considered necrotic, destrangulation were performed for 10 minutes continued with resection and anastomosis on 3 group of resection margin: A on necrotic margin of bowel, B: on the thrombotic mesenterium vessel margin, C: on normal bowel margin. Resected bowels were sent for histopathology examination of collagen concentrations. After 5 days, another laparotomy was performed and the anastomosis leakages were subjectively assessed. The anastomosed segments were sampled for collagen concentration and grade. Results: In study group A the collagen grading were found to be decreased with 6 leakages occurred (85.7%) and 1 subject (14.2%) with stable collagen grading and no leakages. From group B, subjects with decreased collagen and leakages were 2 (28.6%), and 1 subjects (14.3%) were stable in grading with leakages, and 4 subjects (42.9%) with increased collagen without leakages. In Group C, 5 rats (71.4%) had increased collagens without leakages, and 2 rats were at stable collagen grade without leakages. Conclusion: There were collagen grade changes in bowel anastomosis that affect the extent of leakages in intussusceptions case
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Sukmara
Abstrak :
Pendahuluan. Kebocoran anastomosis merupakan komplikasi yang berat berhubungan dengan peningkatan morbiditas, dan mempengaruhi lama rawat di rumah sakit. Banyak peneliti yang telah meneliti faktor resiko terjadinya kebocoran usus, diantaranya sepsis, malnutrisi, ketegangan garis anastomosis, gangguan perfusi jaringan, obstruksi distal, dll. Usus adalah organ yang rentan terhadap cedera, cedera pada usus dapat menyebabkan edema, ileus, dan kegagalan mekanisme pertahanan usus. Kondisi ini dapat ditemukan pada gastroshizis, invaginasi, strangulasi, penyakit radang usus dan sirosis. Pemberian cairan berlebih dapat menyebabkan edema, peningkatan tekanan intra abdomen, menurunkan aliran darah mesenterik, berpengaruh terhadap penyembuhan dan meningkatkan kebocoran anastomosis. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edema terhadap anastomosis usus. Metode. Studi eksperimental pada tikus Sprague–Dawley untuk mengetahui pengaruh edema dan pemberian cairan yang berlebihan terhadap anastomosis usus. Hasil. Tidak terdapat perbedaan antara edema usus dan pemberian cairan berlebihan dengan peningkatan kebocoran anastomosis (p=0,178)  Kesimpulan. Edema usus tidak ada hubungan dengan kebocoran anastomosis. ......Introduction. Anastomotic leak is a severe complication associated with increased morbidity, and affects hospital stay. Many researchers have examined risk factors for intestinal leakage, including sepsis, malnutrition, anastomotic line tension, impaired tissue perfusion, distal obstruction, etc. The intestine is an organ that is prone to injury, injury to the intestine can cause edema, ileus, and failure of the intestinal defense mechanism. This condition can be found in gastroshizis, invagination, strangulation, inflammatory bowel disease and cirrhosis. Excessive fluid can cause edema, increase intra-abdominal pressure, decrease mesenteric blood flow, affect healing and increase anastomotic leakage. This study is to investigate intestinal edema on anastomosis. Method. This is an experimental study using Sprague-Dawley to determine the effect of edema and excessive fluid administration on intestinal anastomosis Results. There was no difference between intestinal edema and excessive fluid administration with increased anastomotic leak (p = 0.178). Conclusion. Intestinal edema is not associated with anastomotic leakage.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frengky Bermana
Abstrak :
Latar Belakang: Kebocoran anastomosis merupakan komplikasi pada pembedahan kolorektal. Banyak faktor yang memngaruhi kejadian kebocoran anastomosis namun studi terbaru peran mikrobiota menjadi salah satu pencetus kebocoran anastomosis. Kasus kebocoran anastomosis berkisar 3-18 % yang meningkat seiring berbagai faktor yang dimiliki oleh pasien. Disbiosis mikrobiota selanjutnya dapat memicu gangguan penyembuhan dan merusak kolagen pada lumen usus. Diperlukan penelitian prospektif untuk dapat menilai karakteristik kebocoran anastomosis. Metode: Dilakukan pengambilan sampel pascaanastomosis lalu dilakukan kultur jaringan. Lendir mukosa dipisahkan dari lumen untuk mendapatkan gambaran mikrobiota pada lumen. Kejadian kebocoran diikuti 5 hari pascaanastomosis dan dinilai faktor-faktor yang memengaruhi kejadian kebocoran anastomosis. Data ditampilkan dalam bentuk deskriptif tabel dan persentase. Hasil: Terdapat satu kasus kebocoran anastomosis pada operasi lower anterior resection, usia 65 tahun, ASA III dengan komorbid hipertensi tingkat II. Didapat bakteri Escherichia coli terbanyak ditemukan selain Proteus spp dan Klebsiella spp. Bakteri ini merupakan bakteri komensal saluran cerna dan belum diketahui patogenitasnya serta hubungan dengan pemberian antibiotik preoperasi. Kesimpulan: Belum diketahuinya strain patogen pada temuan hasil kultur. Karakteristik subjek memiliki jarak anastomosis ke anal <10 cm, ASA III, usia >65 tahun dan memiliki komorbid tidak signifikan memiliki hubungan kejadian kebocoran anastomosis. ......Background: Anastomotic leak is a complication of colorectal surgery. Many factors influence the incidence of anastomotic leakage, but recent studies on the role of the microbiota are one of the triggers for anastomotic leakage. Anastomotic leak cases range from 3-18% which increases with various factors possessed by the patient. Microbiota dysbiosis can then trigger healing disorders and damage collagen in the intestinal lumen. Prospective studies are needed to assess the characteristics of anastomotic leak. Methods: Post-anastomosis samples were taken and then tissue culture was performed. Mucous mucus is separated from the lumen to obtain an image of the microbiota in the lumen. The incidence of leakage was followed 5 days post-anastomosis and assessed the factors that influence the incidence of anastomotic leak. The data is displayed in the form of descriptive tables and percentages. Results: There was one case of anastomotic leak during lower anterior resection surgery, age 65 years, ASA III with comorbid grade II hypertension. The most Escherichia coli bacteria were found besides Proteus spp and Klebsiella spp. These bacteria are commensal bacteria of the gastrointestinal tract and the pathogenicity and relationship with preoperative antibiotics are not known. Conclusion: There is no known pathogenic strain in the culture findings. Characteristics of the subject had an anastomotic distance to the anal <10 cm, ASA III, age> 65 years and had no significant comorbid association with the incidence of anastomotic leak.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Wiradeni
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit Hirschsprung (PH) dihadapkan pada penyulit berupa malnutrisi dan enterokolitis. Meskipun terapi bedah efektif pada PH, 32% pasien memiliki morbiditas pascaoperasi. Panjang segmen usus aganglionik memiliki pengaruh terbesar, pasien dengan aganglionik kolon total memiliki 63% komplikasi pascaoperasi, sedangkan pasien dengan aganglionik rektosigmoid memiliki 17% komplikasi pascaoperasi. Belum pernah ada penelitian yang membuktikan faktor-faktor yang memengaruhi morbiditas penderita PH pascaoperasi definitif yang terjadi di RSCM. Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif menilai penyulit berupa ekskoriasi perianal, kebocoran anastomosis dan striktur anastomosis pada 62 kasus PH di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia yang didiagnosis pada tahun 2015-2019. Data dianalisis dengan uji bivariat Chi-squared, uji Fischer atau uji Mann-Whitney. Hasil: Aganglionik usus segmen pendek memiliki jumlah terbesar (75,8%), diikuti oleh aganglionik usus segmen panjang (19,4%), dan aganglionik kolon total (4,8%). Tidak ada pasien dengan aganglionik kolon total dan usus halus. Dari 62 kasus yang sesuai dengan kriteria inklusi, didapatkan 14 kasus mengalami morbiditas pascaoperasi dan 48 kasus tanpa morbiditas. Morbiditas terbanyak adalah ekskoriasi perianal sebanyak 6 kasus (42,8%), diikuti kebocoran anastomosis sebanyak 4 kasus (28,6%) dan striktur anastomosis sebanyak 4 kasus (28,6%). Panjang usus aganglionik tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan morbiditas pasien pascaoperasi PH (p = 0,098). Kesimpulan: Panjang segmen usus aganglionik tidak menunjukkan asosiasi secara bermakna dengan morbiditas pasien dengan penyakit Hirschsprung pascaoperasi definitif. ......Background: Hirschsprung's disease (HD) was faced with malnutrition and enterocolitis. Although surgical therapy is effective at HD, 32% of patients have postoperative morbidity. The length of the aganglionic bowel segment had the greatest influence, patients with total colonic aganglionic had 63% postoperative complications, whereas patients with rectosigmoid aganglionic had 17% postoperative complications. There has never been a study that proves the factors that influence the morbidity of postoperative HD patients who occur in RSCM. Method: Conducted a retrospective cohort study assessing complicaion of the occurrence of perianal excoriation, anastomotic leak, and anastomotic stricture in 62 cases of PH at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia who were diagnosed in 2015-2019. Data were analized by using Chi-squared test, Fisher test or Mann-Whitney test. Result: Short segment intestinal aganglionic had the largest number (75.8%), followed by long segment intestinal aganglionic (19.4%), and total colonic aganglionic (4.8%). There were no patients with total colon and small intestine aganglionic. Of the 62 cases that met the inclusion criteria, 14 cases experienced postoperative morbidity and 48 cases without morbidity. The most morbidity was perianal excoriation (6 cases, 42.8%), anastomotic leak (4 cases, 28.6%) and anastomotic stricture in 4 cases (28.6%). Aganglionic bowel length did not have a significant association with postoperative PH morbidity ( p = 0.037). Conclusion: Aganglionic bowel segment length is not significantly associated with morbidity, which is perianal excoriation, anastomotic leakage, and anastomotic stricture following definitive operative surgery for Hirschsprung disease.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maury Wijaya
Abstrak :
Latar belakang : Tindakan diversi fekal sclama kurun waktu tertentu dapat menyebabkan hilangnya kekuatan dan kontraktilitas otot polos usus scrta atrofi villi mukosa usus segmen distal, yang secara makroskopis tampak scbagai perbedaan diameter antara puntung proksimal dengan puntung distal. Akhirnya, stoma tidak dapat dianastomosis langsung namun memerlukan prosedur Santulli terlebih dahulu, kemudian penutupan stoma. Untuk mencegah morbiditas ini, anastomosis stoma harus sudah dilakukan sebelum puntung distal mengecil. Tujuan : Untuk mengetahui rentang waktu rata-rata antara diversi fekal dan anastomosis secara langsung, antara diversi fekal dan prosedur Santulli, scrta antara prosedur Santulli dan penutupan Santulli. Subyek & Cara Kerja : Subyek dari studi Kohort retrospektif ini adalah scmua pasien atresia ani dengan data rekam medis yang lengkap, yang telah dilakukan diversi fekal pada usia < 13 tahun dan sudah menjalani operasi PSARP, yang dirawat untuk dilakukan operasi penutupan stoma di RSUPN-CM, antara bulan Juni 2006 dan bulan Pebruari 2010. Hasil : Didapatkan 50 pasien, terdiri dari 25 laki-laki (8 anastomosis langsung; 17 Santulli) dan 25 perempuan (21 anastomosis langsung, 4 Santulli). Jenis atresia ani dengan : fistel rektovestibuler (36%); fistel rektouretra (24%); tanpa fistel (18%); fistel rektoperineal (10%); fistel rektovesika dan anus anterior (masing-masing 4%); scrta fistel rektovagina dan kloaka (masing-masing 2%). Rentang waktu antara diversi fekal - anastomosis langsung : rata-rata 427 (SD 213) hari, median 358 hari; antara diversi fekal - prosedur Santulli: median 1267 (minimum 335, maksimum 6848) hari. Hasil uji statistik non parametrik '2-independent samples' dengan Mann Whitney nilai p < 0.05. Rentang waktu antara prosedur Santulli - penutupan Santulli: rata-rata 245 (SD 112) hari. Kesimpulan : Rentang waktu rata-rata antara diversi fekal - anastomosis langsung dengan diversi fekal - proscdur Santulli berbeda Sebaiknya operasi penutupan stoma telah dilakukan sebelum waktu minimum perbedaan diameter puntung terjadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T59001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Pratama Arnofyan
Abstrak :
Latar Belakang : Angka kejadian reseksi anastomosis pada kasus intususepsi masih sangat tinggi. Hal ini dikarenakan masih seringnya pasien datang terlambat setelah 72 jam, kurangnya SDM untuk melakukan reduksi non operatif, dan kurangnya penunjang seperti USG untuk menegakkan diagnosa. Penting untuk memperhatikan presisi, tehnik dan mempertimbangkan usus yang tersisa dalam melakukan reseksi anastomosis. Hingga saat ini belum ada standar operasi khusus yang dapat menjadi panduan bagi para dokter bedah dalam melakukan reseksi akibat intususepsi. Karena itu, peneliti tertarik untuk mencari batas reseksi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu anastomosis end-to-end yang optimal dan rendah tingkat kebocorannya. Penelitian akan dilakukan kepada tikus sebagai pilot study sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan : Mengetahui batas reseksi usus yang optimal dinilai dari kebocoran anastomosis berdasarkan grading kolagen pada batas reseksi tersebut. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan hewan coba tikus putih Sprague Dawley. Tikus putih dilakukan intususepsi dengan menggunakan stylet, dari proksimal ke distal. Setelah 45 menit, intususepsi di reduksi.Tikus putih dikelompokkan dalam tiga kelompok sesuai batas reseksi anastomosis, yang kemudian batas reseksi ini dilakukan pemeriksaan grading kolagen. Setelah 5 hari, dilakukan laparotomi untuk menilai kebocoran anastomosis. Hasil : Pada perbandingan grading kolagen dengan reseksi usus didapatkan grading terbanyak pada batas 1 adalah grading 2 (57,1 %), pada batas 2 grading 2 (71,4 %) ,batas 3 grading 3 (71,4%).Perforasi terbanyak ditemukan pada grading 2 sebanyak 5 sampel. Pada perbandingan batas reseksi dengan perforasi didapatkan perforasi terbanyak pada batas 1 (85,7 %) Simpulan : Terdapat perbedaaan grading kolagen pada batas reseksi usus dimana batas kelompok batas 3 memiliki grading kolagen yang lebih baik ( grade 3 dan 4) sehingga kelompok batas 3 lebih direkomendasikan secara histopatologis. Grading kolagen dapat dinilai untuk melihat kemungkinan perforasi hasil anastomosis. Terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian perforasi selain grading kolagen. ......Background : There is still high presentation of intussuseption cases with resection and anastomose, caused of multi factors as : patient delay more than 72 hours, less on profesional expert to do non operative reduction and less of examination such as ultra sound to make a diagnose. That is important to take attention with pretition, tehniques and less of intestine when do the resection. There is still no operative standard about the boundary of resection cause of intussuseption, thats why the author want to do the experimental to find the optimal part of resection with minimal leakage. The experimental will do on rat as a pilot study. Aim : How to get the optimal part of resection compared with anastomotic leakege based on collagen grading. Method : The experimental test using a Sprague Dawley rat. We make a intussuseption on gut rat using a styleth from proximal to distal. The release do after 45 minutes. The rats then separated into three boundaries group, and did resection-anastomose with each gut from groups were performed a histopatologic test to count collagen grading. Leakage of anastomose were examinated after 5 days Result : In comparison between collagen grading and the extent of resection obtained the highest grading in group 1 is grade 2 (57,1%), group 2 is grade 2 (71,4%), group 3 (71,4%). The highest Leakage can be found on grade 2 (5 sample).in comparison the extent of resection and leakage,the highest is group 1 (85,7%). Summary : There are differences about collagen gradingin the extent of bowel resection which is the third group of resection has higher collagen grading (3 and 4 ) and then more recommended as histopatologic exam. Collagen grading could be marked to see possibilities of anastomotic leakage. There is some factors that affect a leakage besides collagen grading.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Jeremy T.
Abstrak :
Latar Belakang: Durasi pengobatan untuk cedera uretra rata-rata memakan waktu 3-6 minggu, durasi pengelolaan yang lebih lama ini memengaruhi biaya prosedur. Kami bermaksud untuk membandingkan analisis efektivitas biaya dan rata-rata biaya pengobatan untuk cedera uretra, khususnya untuk total gangguan cedera uretra di Rumah Sakit Umum H Adam Malik dengan studi lainnya. Metode: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Adam Malik antara tahun 2014 dan 2019. Kami mencakup setiap prosedur Reseksi dan Anastomosis Uretra. Biaya dihitung dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), dan kemudian data dibandingkan dengan data dari negara-negara lain. Hasil: Sebanyak 18 reseksi anastomosis uretra antara tahun 2014-2019 dimasukkan dalam penelitian ini. Rata-rata biaya total adalah Rp21.850.856, dengan biaya total minimum sebesar Rp8.407.624, dan biaya total maksimum sebesar Rp74.432.827. Biaya tersebut dibagi oleh BPJS menjadi tiga tingkat: tingkat 3 (terendah), tingkat 2, dan tingkat 1 (tertinggi). Namun, program ini hanya mencakup rentang 9.567.700 IDR hingga 21.170.500 IDR, yang menyebabkan disparitas yang signifikan. Disparitas ini telah mengakibatkan rumah sakit di seluruh Indonesia harus membatasi jumlah layanan urologi yang dapat mereka berikan. Sebagai perbandingan, biaya total rata-rata prosedur reseksi dan anastomosis uretra dari beberapa studi di Amerika Serikat menunjukkan biaya minimal sebesar Rp120.167.068,45, hingga Rp242.624.550,80. Kesimpulan: Disparitas antara biaya yang dikembalikan oleh BPJS dan biaya aktual yang ditanggung oleh rumah sakit untuk prosedur reseksi dan anastomosis uretra mengakibatkan kerugian keuangan bagi rumah sakit. Akibatnya, prosedur-prosedur ini tidak dapat dilakukan secara rutin. ......Background: Treatment duration for urethral trauma took on average 3-6 weeks, this extended management duration affects the cost to the procedure. We thought to compare the cost-effective analysis and the mean cost of treatment in urethral injury specially for total disruption of urethral injury in H Adam Malik General Hospital with other studies. Background: The average duration of treatment for urethral trauma is 3-6 weeks. This extended management duration affects the cost of the procedure. We aim to compare the cost-effective analysis and the mean cost of treatment for urethral injury, specifically for total disruption of urethral injury in H Adam Malik General Hospital, with other studies. Methods: This study was conducted at Adam Malik General Hospital between 2014 and 2019. We included every Urethral Resection and Anastomosis procedure. The Cost was calculated from The Department of Social Security, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), and then the data compare with data from other countries Result: A total of 18 urethral anastomosis resection between 2014-2019 were included in this study. The mean total cost was Rp21,850,856, with a minimum total cost of Rp8,407,624, and a maximum total cost of Rp74,432,827. The cost was stratified by BPJS into three level from levels: level 3 (lowest), level 2, and level 1 (highest). However, the program only covered a range of 9,567,700 IDR to 21,170,500 IDR, leading to a significant disparity. This disparity has resulted in hospitals across Indonesia having to limit the number of urological services they can provide. In contrast, the mean total urethral resection and anastomosis procedure cost from several studies in USA shows a minimal cost of Rp120,167,068.45, to Rp242,624,550.80. Conclusion: The disparity between the cost reimbursed by BPJS and the actual cost incurred by the hospital for urethral resection and anastomosis procedures results in financial losses to the hospital. As a result, these procedures cannot be performed routinely.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kshetra Rinaldhy
Abstrak :
Komplikasi kebocoran anastomosis dan panjangnya reseksi usus non vital pada kasus intususepsi masih menjadi permasalahan.Tujuan: Mengetahui pengaruh NaCl 0.9 dan papaverin terhadap derajat kolagen serta kejadian komplikasi kebocoran anastomosis usus yang mengalami intususepsi pada model tikus putih.Metode: Dilakukan laparotomi pada 21 tikus Sprague-dawley untuk membuat model intususepsi. Setelah 45 menit, dilakukan relaparotomi dan reduksi manual intususepsi. Tikus dibagi 3 kelompok secara random: kelompok A tanpa perlakuan, kelompok B aplikasi NaCl 0,9 hangat, kelompok C aplikasi papaverin di daerah usus yang mengalami strangulasi. Kemudian dilakukan reseksi dan anastomosis pada zona usus yang votalitasnya meragukan. Setelah hari ke-5 dilakukan laparatomi ulang, dinilai secara subjektif ada tidaknya kebocoran anastomosis, dan diambil sampel untuk dinilai grade kolagennya secara mikroskopik dengan parameter Philips.Hasil: Kadar kolagen tertinggi pada kelompok C dan tidak ada kebocoran anastomosis pada kelompok ini. Lima ekor tikus dengan kolagen terendah pada kelompok A dan B, seluruhnya mengalami perforasi. Tikus dengan kolagen grade 3 dan 4 tidak ada yang mengalami perforasi. Perlakuan aplikasi NaCl 0.9 dan papaverin tidak bermakna secara statistik terhadap kejadian perforasi namun bermakna terhadap kadar kolagen. ......Background In operative management of intussusception case, the most common complication is anastomosis leakage. Many factors influenced the anastomosis leakage and we concern the collagen factor which important in anastomosis wound healing process. We performed experimental study using topical 0.9 warm saline and papaverine at the released intussusceptum bowel.Aim To study the effect of topical saline and papaverin application in collagen grading and anastomosis leakage incident in rats intussusception model.Methods laparotomy was performed in 21 Sprague dawley rats to create the intussusception model. After the bowel considered ischemic, destrangulation with retrograde milking technique were performed. Rats were randomly divided in 3 groups A, control group B, saline group and C, papaverine group. We gave topical saline or papaverine at the mesenterium of the released intussusceptum bowel then resected and anastomosed the questionable vitality of bowel. After 5 days, the anastomosis leakage were subjectively assessed. The anastomose segment were sampled for measuring the collagen grading Phillips .Results Collagen grade of the group C was the highest among other groups and no anastomosis leakage in this group. There were 5 rats with collagen grade 1 and 2 in group A and B, and all 5 anastomosis site were perforated. There is no statistically relation between saline or papaverine application and the leakage events, but the application were significantly effect the collagen grading.Conclusion Findings suggest that saline and papaverine increase the collagen grading and the grading decrease the anastomosis leakage incidents.Key words intussusception, collagen, anastomosis leakage, normal saline, papaverine.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifuddin Anshari
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan Intussusepsi merupakan kegawatdaruratan yang sering terjadi pada anak di bawah dua tahun dengan salah satu plihan tata laksananya adalah operasi Dalam terapi operatif dapat dilakukan dengan dua jenis operasi yaitu reseksi anastomosis langsung atau pembuatan stoma sementara Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi keluaran kedua jenis operasi tersebut berupa lama rawat masa awal asupan oral infeksi daerah operasi dan re operasi Metode Studi retrospektif dengan desain potong lintang berdasarkan kelompok jenis operasi reseksi anastomosis langsung atau pembuatan stoma sementara dilakukan di RSCM melalui penelusuran rekam medis Pengambilan sampel secara consecutive sampling dengan kriteria inklusi usia 0 18 th menjalani operasi reseksi anastomosis langsung ditunda di RSCM sedangkan kriteria ekslusi adalah data tidak lengkap atau tidak dilakukan reseksi Data diolah secara statistik dengan analisis komparatif numerik dengan uji Chi square atau uji T tidak berpasangan bila sebaran data normal bila tidak normal dengan uji Mann Whitney Hasil Terdapat 106 subjek dilakukan operasi dengan 40 subjek menjalani operasi reseksi anastomosis langsung dan 46 subjek dengan pembuatan stoma sementara serta 20 subjek dieklusi karena tidak dilakukan reseksi Lama rawat inap dengan median 11 hari 4 36 hari dengan masa awal asupan oral dengan median tiga hari 1 7 hari durasi gejala dengan median tiga hari ABSTRACT
Introduction Intussusception is an emergency that found mostly under two years old which one of the therapy is operative management There are two kinds of operation mostly done which are resection anastomosis and temporary stoma followed by stoma closure This study aims to explain outcome of each techniques operation including length of stay duration to start oral intake surgical site infection and re operation Methods Retrospective study using cross sectional design grouping as resection anastomosis group and temporary stoma group was done at RSCM by reviewing patients rsquo medical records Sample achieved by methods of consecutive sampling with inclusion criterias are ages 0 18 years old underwent surgical resection and anastomosis delayed anastomosis at RSCM hospital while the exclusion criterias are incomplete data or not have surgical resection The data were processed statistically Chi square test or unpaired T test used to analyze comparative numerical variables if data distribution is normal While it rsquo s not normal Mann Whitney test was used Results There were 106 subjects consisted of 40 patients belonged to resection anastomosis group and 46 subjects were temporary stoma group while 20 subjects were exluded Median of overall length of stay was 11 days 4 36 days the median of duration to the first oral intake was 3 days 1 7 days and median of clinical onset was three days
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library