Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Fahmi Agnesha
Abstrak :
Latar Belakang : Brakhiterapi intrakaviter merupakan terapi keganasan pada stadium lanjut yang sering digunakan pada bidang ginekologi. Pasien brakhiterapi pada umumnya dilakukan dengan pelayanan rawat jalan sehingga anestesia yang menjadi pilihan selama ini adalah anestesia spinal.Pemilihan obat yang memiliki waktu pulih anestesia spinal yang lebih cepat membuat pasien dapat pulang kerumah lebih cepat. Penelitian ini mencoba mengetahui waktu pulih anestesia spinal levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan uji klinik acak tersamar ganda yang akan dilaksanakan di unit radioterapi RSCM pada bulan Oktober 2015. Sebanyak 60 orang subyek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yaitu levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (LV) dan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (BV) untuk menilai waktu pulih anestesia spinal antara kedua kelompok perlakuan tersebut.
Hasil : Pengukuran waktu pulih dilakukan dengan menilai waktu kesiapan pulang pasien, waktu ambulasi dan waktu pasien dapat miksi spontan. Pada variabel waktu ambulasi, miksi spontan, dan waktu kesiapan pulang didapatkan hasil berbeda bermakna (p < 0,05).
Simpulan : Waktu pulih anestesia spinal, waktu ambulasi dan waktu miksi pada kelompok levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg lebih cepat jika dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan.
......
Introduction : Intracavitary brachytherapy is one of advanced stage cervical cancer modality treatment. These patients were treated as outpatient clinic fashion and the chosen anesthesia was spinal anesthesia. The regimens of spinal anesthesia will influenced the recovery time. The aim of the study is to compare the recovery time between two spinal anesthesia regimens Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl for brachytherapy outpatient clinic patient.
Method: This is a double blind randomized control trial study. The study was taken place at radiotherapy unit RSCM at October 2015. There were 60 patients that divided into two groups Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group. These two groups will be measured for spinal anesthesia recovery time.
Result : The spinal anesthesia recovery time measured by discharged readiness time, ambulation time, spontaneous micturition time. From the result of the study all of these three variables were significantly different between these two group regimens (P< 0,05).
Conclusion : spinal anesthesia recovery time, ambulation time, spontaneous micturition time of Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group were faster than 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group at intracavitary brachytherapy outpatient clinic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T55725
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Jefferson
Abstrak :
Latar Belakang: Hipotensi dengan, segala efek buruknya adalah komplikasi yang paling sering ditemukan pada tindakan anestesia spinal sebagai teknik yang paling popular pada anestesia bedah sesar. Pemberian ringer laktat adalah salah satu usaha pencegahan dengan waktu pemberian sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi manlaat.
Tujuan: Mengetahui efek hipotensi dan efek samping hipotensi akibat anestesia spinal setelah pemberian ringer iaktat saat dilakukan anestesia spinal dan 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain eksperimental acak tersamar tunggal mengikutsertakan 155 subjek yang menjalani bedah sesar. 5 subjek dikeluarkan dari penelitian, dan subjek dibagi dalam dua kelompok yang sama besar (75 orang) secara acak sederhana. Kelompok perlakuan mendapat ringer laktat saat dilakukan anestesia spinal dan kelompok kontrol mendapat ringer laktat 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal sebanyak 20 inl/KgBB maksimal 1000 ml.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara angka kejadian hipotensi pada kedua kelompok dengan perbedaan sebesar 17% (interval kepercayaan 95% 1,4;32,6, dengan risk ratio 0,67 dan Number Needed to Treat (NNT) 6 orang. Terdapat perbedaan yang bermakna antara angka kejadian efek samping hipotensi pada kedua kelompok. Didapatkan penurunan angka kejadian efek samping hipotensi sebesar 24% (interval kepercayaan 95% 11,2;36,8), dengan risk ratio 0,31, dan NNT 4 orang. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipotensi dan efek samping hipotensi. Didapatkan perbedaan angka kejadian efek samping hipotensi yang timbul sebesar 52,3 % (interval kepercayaan 95% 40,15;64,45) pada pasien yang mengalami hipotensi. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah pernakaian efedrin dengan efek samping hipotensi, dengan korelasi yang sangat lemah.
Kesimpulan: Pemberian ringer laktat saat dilakukannya anestesia spinal lebih baik dalani menurunkan angka kejadian hipotensi dan angka kejadian efek samping hipotensi akibat anestesia spinal dibandingkan dengan pemberian ringer laktat 20 menit sebelum anestesia spinal.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Ardiansyah
Abstrak :
Latar Belakang: Insidens postdural puncture headache menggunakan jarum spinal ukuran kecil belum pernah diteliti di RSUPNCM. Saat ini di tempat kami jarum spinal yang tersedia yaitu jarum spinal Quincke ukuran 25G, 26G, dan 27G.
Metode: Penelitian observasional ini dilakukan secara prospektif untuk mencari insidens postdural puncture headache sampai 72 jam pasca-anestesia spinal. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan pasien dan prosedur dihubungkan dengan PDPH dan dilakukan analisis regresi linear terhadap faktor-faktor tersebut.
Hasil: Insidens postdural puncture headache pasca-anestesia spinal sebesar 6,6%. Kelompok usia <50 tahun memiliki kemungkinan 3 kali PDPH dibanding kelompok umur lebih tua. Jarum spinal 25G/26G Quincke memiliki kemungkinan 2 kali risiko MPDPH dibandingkan jarum 27G.
Kesimpulan: Insidens postdural puncture headache setelah anesthesia spinal di RSUPNCM tidak berbeda dengan hasil laporan di tempat lain.
......
Background : Incidence of postdural puncture headache using small spinal needles was not yet investigated in RSUPNCM. In our centre we use Quincke spinal needle sizes 25G, 26G, and 27G.
Methods : The incidence of postdural puncture headache was prospectively investigated until 72 hours after spinal anesthesia in 440 patients at RSUPNCM. Patient and procedure related factors were recorded and submitted to multiple logistic regression analysis to determine the relationship of these factors to postdural puncture headcahe.
Results: The incidence of postdural puncture headache after spinal anesthesia were 6,6%. The age <50 years old is identified increase three times for PDPH compare to older. Larger needles Quincke (25G/26G) is identified increase twice for PDPH compare to 27G.
Conclusion : The incidence of postdural puncture headache after spinal anesthesia at RSUPNCM is comparable to those reported elsewhere.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Berial Dewin Marzaini
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Salah satu cara untuk mengurangi nyeri saat penyuntikan dalam prosedur medis adalah dengan pemberian anestesia. Krim EMLA sering digunakan untuk anestetik lokal pada penyuntikan spinal, tetapi memiliki onset kerja yang cukup lama sehingga kurang cocok untuk pasien rawat jalan. Vapocoolant spray yang berisi etil klorida memiliki berbagai keuntungan yaitu onsetnya yang cepat, aman, biaya rendah, dan banyak tersedia sehingga cocok digunakan sebagai anestesia pada pasien one-day care. Penelitian ini ingin mengetahui efektifitas vapocoolant spray dan krim EMLA dalam menurunkan nyeri pada tindakan anestesia spinal. Metode. Penelitian ini menggunakan desain uji eksperimental klinis pada 94 pasien dengan 47 pasien pada masing-masing kelompok EMLA dan vapocoolant spray. Efektifitas anestesia dinilai dengan skala nyeri VAS dan gerakan pasien. Hasil. Dengan menggunakan anestesia, skala nyeri yang diperoleh yaitu VAS 0 0-3 untuk kelompok EMLA dan VAS 0 0-4 untuk kelompok vapocoolant spray. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok untuk data skala nyeri menurut uji Mann-Whitney. Untuk gerakan pasien, pergerakan saat penyuntikan hanya terjadi pada satu 2,1 pasien pada kelompok EMLA dan satu 2,1 pasien pada kelompok vapocoolant spray. Berdasarkan uji Fisher, tidak ditemukan perbedaan bermakna untuk gerakan pasien antara kedua zat anestetik tersebut. Kesimpulan. Tidak ditemukan perbedaan skala nyeri VAS dan gerakan pasien antara kelompok krim EMLA dan vapocoolant spray pada tindakan anestesia spinal pada pasien one-day care. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan vapocoolant spray dalam berbagai prosedur dan praktik klinik kedokteran.
ABSTRACT
Background. One way to reduce pain during injection in medical procedures is by administering anesthesia. EMLA cream is often used for local anesthesia in spinal injections, but it has long onset of action so less suitable for outpatients. Vapocoolant spray containing ethyl chloride has numerous advantages, such as fast onset, safe, low cost, and widely available, so suitable as local anesthetic for one day care patients. This study aimed to find the effectiveness of vapocoolant spray and EMLA in reducing pain for local anesthesia procedure. Method. This study used an experimental design on 94 patients which 47 patients in each group were treated with EMLA and vapocoolant spray consecutively. Effectiveness of anesthesia was assessed by VAS pain scale and patient movement. Results. By using anesthesia, pain scale obtained were VAS 0 0 3 for EMLA group and VAS 0 0 4 for vapocoolant spray group. There was no significant difference between two groups for pain scale according to Mann Whitney test. For patient movement, the movement was reported only in one 2.1 patient in EMLA group and one 2.1 patient in vapocoolant spray group. Based on Fisher 39 s test, there was no significant differences between the two group for movement. Conclusions. There were no differences in VAS pain scale and patient movement between EMLA cream and vapocoolant spray for spinal anesthesia in one day care patients. Further research is needed for the use of vapocoolant spray in various medical procedures and clinical practice.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Berial Dewin Marzaini
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Salah satu cara untuk mengurangi nyeri saat penyuntikan dalam prosedur medis adalah dengan pemberian anestesia. Krim EMLA sering digunakan untuk anestetik lokal pada penyuntikan spinal, tetapi memiliki onset kerja yang cukup lama sehingga kurang cocok untuk pasien rawat jalan. Vapocoolant spray yang berisi etil klorida memiliki berbagai keuntungan yaitu onsetnya yang cepat, aman, biaya rendah, dan banyak tersedia sehingga cocok digunakan sebagai anestesia pada pasien one-day care. Penelitian ini ingin mengetahui efektifitas vapocoolant spray dan krim EMLA dalam menurunkan nyeri pada tindakan anestesia spinal. Metode. Penelitian ini menggunakan desain uji eksperimental klinis pada 94 pasien dengan 47 pasien pada masing-masing kelompok EMLA dan vapocoolant spray. Efektifitas anestesia dinilai dengan skala nyeri VAS dan gerakan pasien. Hasil. Dengan menggunakan anestesia, skala nyeri yang diperoleh yaitu VAS 0 0-3 untuk kelompok EMLA dan VAS 0 0-4 untuk kelompok vapocoolant spray. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok untuk data skala nyeri menurut uji Mann-Whitney. Untuk gerakan pasien, pergerakan saat penyuntikan hanya terjadi pada satu 2,1 pasien pada kelompok EMLA dan satu 2,1 pasien pada kelompok vapocoolant spray. Berdasarkan uji Fisher, tidak ditemukan perbedaan bermakna untuk gerakan pasien antara kedua zat anestetik tersebut. Kesimpulan. Tidak ditemukan perbedaan skala nyeri VAS dan gerakan pasien antara kelompok krim EMLA dan vapocoolant spray pada tindakan anestesia spinal pada pasien one-day care. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan vapocoolant spray dalam berbagai prosedur dan praktik klinik kedokteran.
ABSTRACT
Background. One way to reduce pain during injection in medical procedures is by administering anesthesia. EMLA cream is often used for local anesthesia in spinal injections, but it has long onset of action so less suitable for outpatients. Vapocoolant spray containing ethyl chloride has numerous advantages, such as fast onset, safe, low cost, and widely available, so suitable as local anesthetic for one day care patients. This study aimed to find the effectiveness of vapocoolant spray and EMLA in reducing pain for local anesthesia procedure. Method. This study used an experimental design on 94 patients which 47 patients in each group were treated with EMLA and vapocoolant spray consecutively. Effectiveness of anesthesia was assessed by VAS pain scale and patient movement. Results. By using anesthesia, pain scale obtained were VAS 0 0 3 for EMLA group and VAS 0 0 4 for vapocoolant spray group. There was no significant difference between two groups for pain scale according to Mann Whitney test. For patient movement, the movement was reported only in one 2.1 patient in EMLA group and one 2.1 patient in vapocoolant spray group. Based on Fisher 39 s test, there was no significant differences between the two group for movement. Conclusions. There were no differences in VAS pain scale and patient movement between EMLA cream and vapocoolant spray for spinal anesthesia in one day care patients. Further research is needed for the use of vapocoolant spray in various medical procedures and clinical practice.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fachrizal Hariady
Abstrak :
Latar belakang: Kecemasan seringkali dijumpai pada pasien yang hendak menjalani suatu prosedur operasi, termasuk brakiterapi. Agen farmakologi anti ansietas saat ini merupakan pilihan untuk mengurangi kecemasan pasien. Obat memiliki potensi efek samping seperti depresi napas dan interaksi dengan agen anestesi sehingga dapat memperlama durasi perawatan di rumah sakit. Penggunaan terapi non farmakologi dengan terapi farmakologi dianggap memiliki efektivitas yang setara. Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi kecemasan pasien adalah terapi musik. Musik dapat mempengaruhi kondisi hemodinamik pasien. Musik juga mempengaruhi aspek psikologis pasien, termasuk modifikasi mood dan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi musik dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi mengingat terapi musik adalah terapi non farmakologi yang mudah dan murah serta tidak memiliki potensi efek samping.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk menilai efektivitas terapi musik dibandingkan midazolam dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi dengan anestesia spinal. Setelah mendapat izin komite etik dan informed consent sebanyak 60 subyek diambil dengan consecutive sampling, subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok subyek yang mendapatkan perlakuan dengan mendapatkan suntikan obat intravena midazolam 0,02 mg/kgbb dan kelompok subyek yang mendapat perlakuan dengan didengarkan terapi musik. Dilakukan penilaian parameter hemodinamik serta kuisioner APAIS sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Uji Chi-square dan Mann-Whitney dilakukan untuk menganalisis data.
Hasil: Pemberian terapi musik memberikan manfaat yang sama baik dengan suntikan midazolam intravena dalam mengurangi kececemasan prabedah. Tidak didapatkan adanya perbedaan skor APAIS maupun parameter hemodinamik antar kedua kelompok sebelum dimulainya perlakuan p> 0,05 . Tidak dijumpai perbedaan antara nilai skor APAIS maupun parameter hemodinamik pascaintervensi pada kedua kelompok p0,05.
Simpulan: Terapi musik sama efektifnya dengan midazolam 0,02 mg/kgbb intravena dalam mengurangi kecemasan prabedah dan perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani brakiterapi dengan anestesia spinal.
......
Anxiety is often seen in patients who want to undergo a surgical procedure, including brachytherapy. Antimicrobial pharmacology agents are currently an option to reduce patient anxiety. Drugs have potential side effects such as respiratory depression and interactions with anesthetic agents so as to prolong the duration of hospitalization. The use of nonpharmacologic therapy with pharmacological therapy is considered to have equal effectiveness. One of the non pharmacological therapy to reduce patient anxiety is music therapy. Music can affect the patient's hemodynamic condition. Music also affects the patient's psychological aspects, including mood and emotion modification. This study aims to determine the effectiveness of music therapy in reducing anxiety before brachytherapy procedures considering music therapy is a non pharmacological therapy that is easy and cheap and has no potential side effects.
Methods: This was a single blinded randomized clinical trial to assess the effectiveness of music therapy compared with midazolam in reducing anxiety before brachytherapy procedures with spinal anesthesia. After obtaining the permit of the ethics committee and the informed consent of 60 subjects taken with consecutive sampling, subjects were randomized into two groups of subjects treated with intravenous injection of midazolam 0,02 mg kg body weight and the subjects treated with music therapy. Assessed hemodynamic parameters and APAIS questionnaires were performed before treatment and after treatment. Chi square and Mann Whitney tests were performed to analyze the data.
Results: The administration of music therapy provides the same benefits as intravenous midazolam injection in reducing anxiety before surgery. There was no difference in APAIS score nor hemodynamic parameters between the two groups before the start of intervention p 0.05 . There was no difference between APAIS score score and post intervene hemodynamic parameters in both groups p 0.05.
Conclusion: Music therapy is as effective as midazolam 0.02 mg kg body weight intravenously in reducing anxiety before surgery and haemodynamic changes in patients undergoing brachytherapy with spinal anesthesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library