Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianipar, Imelda Rosalyn
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker payudara adalab salab satu kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Dalam perkembangannya, sel kanker payudara membutubkan vsairularisasi baru. Sel kanker mampu menginisiasi pembentukan pembulub darab baru bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah keseimbangan antara faktor proangiogenik dan antiangiogenik. Kurkumin adalab molekul yang pleiotropik, dapat memodulasi berhagai target pada sel kanker, tennasuk aktivasi berbagai faktor transkripsi, reseptor, protein kinase, reseptor, sitokin, enzim dan faktor pertumbuban yang diperlukan dalam pertumbuhan sel kanker payudara. Tujuan: Untuk mengetabui pengaruh pemberian kurknmin kadar tinggi temadap kadar VEGF pada kultur jaringan sel kankar payudara MCF-7. Metode: subkultur jaringan kanker payudara MCF-7 dalam medium RPMI komplit+ FBS I 0% sejumlah 9 sampal tiap kelompok perlakuan. lnkubasi 72 jam. Cairan kultur diambil, kadar VEGF diperilc!a secara kuantitatif dengan ELISA. Basil: kadar VEGF kelompok MCF-7+kurknmin O,OSmM berbeda bermakua dengan kadar VEGF kelompok MCF-7 tanpa kurkumin (1'= 0,0 14). Kadar VEGF kelompok perlakuan MCF-7+kurknmin O,lmM juga berbeda bermakua dibandingkan dengan kelompok MCF-7 tanpa kurknmin (1'=0,001 ). Namun kadar VEGF kelompok MCF-7+kurkumin 0,05mM jika dibandingkan dengan kelompok MCF-7+kurkumin O,lmM tidak berbeda bermakua (1'=0,262). Kesimpulan: Kurkumin kadar O,05 mM dan 0,1 mM dapat menurunkan kadar VEGF pada kultur jaringan kanker payudara MCF-7. Kurkumin kadar 0,05 mM dan O,1 mM dapat menghambat proliferasi sel yang diikuti dengan penurunan kadar total VEGF pada kultur jaringan kanker payudara MCF-7.
Abstract
Background: Breast cancer is one of the most prevalent cancer in women. In order to grow, the tumor cells require new vascularization, New vascularization is initiated by the tumor cells themselves by recruitment of their own blood supply by shifting the balance between proangiogenic and antiangiogenic factors. Curcumin is a p1eiotropic factor which can modulate various targets on cancer celts, including activation of transcription fuctors, receptors, protein kinase&, cytokines, enzymes, and growth factors needed for breast cancer cells' growth. Objective: To identify the influence of high dose curcumin towards VEGF level in breast cancer cell line MCF-7. Method: In this study, breast cancer cell line MCF-7 was subcultured in complete RPM! medium + FBS 10%, with 9 samples for each treatment group; then incubated for 72 hours. VEGF concentration was measured with ELISA from the supernatant of the cell culture. Result: The VEGF levels of both MCF-7 + curcumin 0.05 mM treatment group and MCF-7 + curcumin 0.1 mM treatment group are significantly lower than the VEGF level of MCF-7 without curcumin treatment group (p = 0.014 and p = 0.001). The VEGF level of MCF-7 + curcumin 0.05 mM treatment group is not significantly different from the VEGF level of MCF-7 + curcurnin 0.1 mM treatment group (p = 0.262). Conclusion: Corcurnin dose of 0.05mM and O.lmM lower the VEGF level in breast cancer cell line MCF-7. Corcurnin dose of 0.05 mM and 0,1 mM lower !he proliferation of breast cancer cell line MCF-7.
2009
T32835
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri Jauhari Puspitasari
Abstrak :
Latar belakang: Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal di Indonesia. Preeklampsia juga menyebabkan pertumbuhan janin terhambat dan kelahiran prematur. Etiologi preeklampsia belum jelas, diduga berhubungan dengan penurunan perfusi plasenta yang menyebabkan hipoksia plasenta. Hipoksia ini menginduksi aktivitas angiogenesis pada plasenta yang bertujuan untuk memperbaiki mikrosirkulasi plasenta. Tujuan: Menilai aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia dan dibandingkan dengan plasenta ibu hamil normal. Rancangan penelitian: Merupakan studi komparatif potong lintang. Dua belas plasenta preeklampsia dan 13 plasenta ibu hamil normal sebagai kontrol diperoleh dari ibu bersalin yang mendonorkan plasenta di satu rumah sakit. Aktivitas angiogenesis dinilai dengan pemeriksaan migrasi sel-sel endotel Untuk menganalisis perbedaan aktivitas angiogenesis antar kelompok digunakan tes Mann-Whitney. Hasil: Aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia lebih tinggi bermakna secara statistik dibanding dengan plasenta ibu hamil normal (p<0.05). Kesimpulan: Hipoksia plasenta meningkatkan aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia. Pada penelitian k d respons lokal tidak optimal dalam meningkatkan mikrosirkulasi, karena terdapat 2 kasus berat bayi lahir rendah pada kelompok preeklampsia.
Angiogensesis Activity Of Preeclamptic PlacentaBackground: Preeclampsia/eclampsia is a major cause of maternal morbidity and mortality in Indonesia. Preeclampsia also a major cause of fetal growth retardation and premature delivery. The etiology of preeclampsia is unclear. It is suggested that reduce placental perfusion leads to placental hypoxia, and then induced placental angiogenic activity. The purpose of the activity enhances the placental vascular bed. Objective: To study angiogenic activity in preeclamptic placentas and compare those with placenta from normal pregnant women. Study design: Comparative cross sectional study was used. Mothers who were delivered their baby in the same hospital donated their placentas. Twelve placentas from preeclampsia and 13 from controls were examined. The angiogenic activity was assayed using an endothelial cell migration assay. Differences in placental angiogenic activity between two groups were analysed using the Mann Whitney test. Result: The angiogenic activity in the placenta from women with preeclampsia were significantly greater than that from women with normal pregnat. (p<0.05). Conclusion: Placental hypoxia increased angiogenic activity in the placenta from women with preeclampsia. In this study, the local respons is not optimal in enhacing vascular bed, because 2 low birth weight babies was delivered in preeclampsia group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Pratami Septiara
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Luka bakar adalah kerusakan dan kehilangan jaringan akibat suhu yang sangat tinggi atau rendah. VEGF-A adalah faktor pertumbuhan yang berperan penting dalam proses angiogenesis dan mempertahankan permeabilitas pembuluh darah. Angiogenesis sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka karena pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan yang rusak, membawa sel-sel imun, dan mempersiapkan area luka untuk regenerasi dan perbaikan jaringan. Penggunaan hADSC dalam collagen gel diharapkan menghasilkan ekspresi mRNA VEGF-A dan jumlah pembuluh darah yang lebih tinggi.Metode: Penelitian ini menggunakan 20 tikus jantan Spargue Dawley, dibagi menjadi empat kelompok hari pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 . Setiap tikus menerima tiga luka dengan perlakuan berbeda kontrol, hADSC dalam collagen gel dan collagen gel . Pembuatan luka bakar deep dermal dilakukan dengan menempatkan pelat logam dengan suhu 250 C selama 15 detik di dorsal. Pengukuran ekspresi mRNA VEGF-A dilakukan dengan dengan metode qRTPCR. Jumlah pembuluh darah dihitungan dari jaringan luka bakar dengan pewarnaan hematoksilin-eosin.Hasil: Pada hari ke 7, tingkat ekspresi mRNA VEGF-A pada luka yang diberikan oleh hADSC dalam collagen gel berbeda signifikan dibandingkan kelompok collagen gel dan kontrol (p<0,05), sedangkan kelompok scaffold collagen gel dengan kontrol tidak berbeda signifikan. Pada hari ke-14, 21, dan 28 tidak terdapat perbedaan signifikan ekspresi mRNA VEGF-A di ketiga perlakuan. Terjadi penurunan ekspresi mRNA VEGF-A pada hari ke-7 sampai hari ke-28 di semua perlakuan. Jumlah pembuluh darah tidak berbeda signifikan diantara ketiga perlakuan, namun terjadi peningkatan jumlah pembuluh darah sampai hari ke-21. Kesimpulan: Pemberian hADSC dalam collagen gel meningkatkan ekspresi mRNA VEGF-A di awal proses penyembuhan luka dibandingkan kelompok tanpa hADSC.
ABSTRACT
Introduction Burn injuries are damage and loss of tissue with very high or low temperatures. VEGF A is growth factor that plays important role in the angiogenesis and maintains the permeability of blood vessels. Angiogenesis is indispensable to the wound healing because the blood vessels carry oxygen and nutrients to the damaged area, carry immune cells, and prepare the wound area for tissue regeneration and repair. The use of hADSC in the collagen gel is expected to result higher level of mRNA VEGF A expression and large number of bloodvessels.Methods This study used 20 male Spargue Dawley rats, divided into four groups of observation days day 7, 14, 21 and 28 . Each rat received three wound with different treatments control, hADSC in collagen gel and collagen gel . The making of deep dermal burn injury on the dorsal by placing metal plate with 250 C for 15 seconds. Expression level of mRNA VEGF A measurement with qRTPCR methode. The number of blood vessels calculated from the burn tissue with hematoxylin eosin staining.Results At day 7, the expression level of mRNA VEGF A in the wound treated by hADSC in collagen gel was significantly different from the collagen gel and control (p<0.05), whereas the collagen gel with the control group were not significantly different. On days 14, 21, and 28 showed no significant expression of mRNA VEGF-A between the three treatments. There was decrease in mRNA VEGF-A expression on day 7 to day 28 in all treatments. The number of blood vessels did not differ significantly between the three treatments, but there was increase the number of blood vessels to day 21. Conclusion: The provision of hADSC in collagen gel increased the expression of mRNA VEGF-A at the beginning of the wound healing process compared to the group without hADSC. The number of blood vessels increased to the 21st day.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nissia Ananda
Abstrak :
Latar Belakang: Pembentukan jaringan parut terkait dengan fibroblast yang dihasilkan selama fase proliferasi dan salah satu strategi untuk menekan pembentukannya yang berlebihan adalah dengan menggunakan bahan perawatan luka. Penggunaan obat herbal saat ini diminati karena menghindari efek samping obat sintetik dan Hydnophytum formicarum berpotensi sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Tujuan Penelitian: Menganalisis pengaruhekstrak Hydnophytum formicarum terhadap kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi penyembuhan luka. Metode Penelitian: 24 ekor tikus Sprague Dawley dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Luka dibuat menggunakan biopsy punch. Empat ekor tikus dari tiap kelompok di nekropsi pada hari ke 4, 7 dan 14. Analisa kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi dilakukan menggunakan pemeriksaan hematoksilin eosin dan masson’s trichrome. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada angiogenesis, panjang luka, reepiteliasasi antar kelompok. Angiogenesis pada kelompok perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit namun lebih matur. Selain itu terdapat interaksi antara pengaplikasian ekstrak Hydnophytum formicarum dan hari nekropsi terhadap kerapatan kolagen dan tingkat reepitelisasi. Kesimpulan: Penggunaan ekstrak Hydnophytum formicarum mempengaruhi pembentukkan jaringan parut yang ditunjukkan kerapatan kolagen, angiogenesis, reepitelisasi, dan panjang luka pada fase granulasi. Tidak terdapat kelainan spesifik pada luka pada kelompok perlakuan. Inhibisi angiogenesis pada aplikasiHydnophytum formicarum berhubungan dengan pembentukan jaringan parut pada luka. ......Background: Formation of scar tissue associated with fibroblast and wound care material is used to suppress the formation of excessive scar tissue. Herbal medicine is currently popular because it avoids the side effects of synthetic drugs and Hydnophytum formicarum has antioxidant and anti-inflammation potential. Purpose: Analyzing the effects of Hydnophytum formicarum extract on collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization in wound healing. Material and Method: 24 mice are divided in the control and treated group. Wounds were made using biopsy punch. Four rats from each group were necropsed on day 4, 7 and 14. Collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization were then analyzed using hematoxylin eosin and masson’s trichrome staining. Results: There were significant differences in the results of the angiogenesis analysis, wound length, reepitheliasation between the groups. Angiogenesis in the treatment group had smaller number but more mature. There was interaction between the application of Hydnophytum formicarum extract and necropsy day on collagen density and reepithelialization rate. Conclusion: Hydnophytum formicarum extracts affected the formation of scar tissue as indicated by collagen density, angiogenesis, reepithelialization, wound length in granulation phases. Inhibition of angiogenesis in the application of Hydnophytum formicarum is related to the formation of scar tissue in the wound.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pentagamavunon-0 or [2,5-bis-(4-hydroxy-3-methoxy- benzylidene), was determined on its on its cytotoxicity,antiproliferative and antiangiogenesis effects in comparation to the effect of its analogue,curcumin(1,7-bis-(hydroxy-3-methoxyphenyl)-1,6 heptadiena-3,5-dion) againts 17-b-estradiol(E) induced human breast cancer cells T47D
610 SKJ 19:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
Abstrak :
Banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenesis plasenta, misalnya VEGF dan oksigenasi dalam plasenta. Pada awal kehamilan normal b-hCG meningkatkan aktivitas VEGF untuk merangsang angiogenesis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar b-hCG pada kultur plasenta dengan aktivitas angiogenik plasenta preeklampsia. Sampel plasenta diambil dari 10 plasenta wanita dengan preeklampsia dan 10 kontrol (wanita dengan kehamilan normal). Semua subjek bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan menandatangani informed consent. Konsentrasi b-hCG dalam supernatan kultur plasenta diukur dengan Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) dan aktivitas angiogenik plasenta diukur dengan mengukur migrasi sel endotel menuju eksplan plasenta (skor 0-4). Hasil menunjukkan median skor aktivitas angiogenik plasenta pada preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari kontrol (p<0,05). Konsentrasi b-hCG dalam kultur plasenta preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari plasenta kehamilan normal (p<0,001). Konsentrasi b-hCG mempunyai korelasi positif dengan aktivitas angiogenik plasenta baik pada preeklampsia (r=0,50) maupun kehamilan normal (r=0,57). Walaupun korelasi ini lemah, bagaimanapun juga b-hCG merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenik plasenta. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)
Numerous factors, such as VEGF and intra-placental oxygenation, can influence placental angiogenic activity. Early in the normal gestation period, b-hCG enhance VEGF activity to induce angiogenesis. The aims of this study were to identify the correlation between b-hCG concentration in placental culture and placental angiogenic activity in pre-eclampsia. Ten placenta samples from women with pre-eclampsia and 10 from controls (normal pregnancy) were collected. All subjects agreed to participate in this study and signed an informed consent form. b-hCG concentration in supernatant of placental culture was measured by Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) and placental angiogenic activity was measured by endothelial cell migration toward placental explant (score 0-4). The results showed that the median score of placental angiogenic activity in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.05). Concentration of b-hCG in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.001). hCG concentration in placental culture was positively correlated to placental angiogenic activity both in pre-eclampsia (r=+0.50) and in normal pregnancy (r=+0.57). Although the correlations were weak, b-hCG is considered one of the factors that influence placental angiogenic activity. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)
2005
MJIN-14-2-AprJun2005-67
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elvin Clara Angmalisang
Abstrak :
ABSTRAK Conditioned medium CM asal kultur sel punca mesenkimal diketahui mengandung sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan yang berperan sebagai agen regeneratif. Ephrin-B2 adalah protein transmembran yang berperan penting dalam proses angiogenesis. Pada luka bakar, angiogenesis merupakan salah satu proses yang penting untuk penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari aplikasi topikal CM pada ekspresi ephrin-B2 sebagai marker angiogenesis pada penyembuhan luka bakar. Penelitian ini menggunakan sampel blok parafin dari jaringan kulit luka bakar tikus model hari ke-7, 14, dan 21 setelah pembuatan luka, yang terdiri atas kelompok kontrol, medium complete MC , dan CM. Ekspresi ephrin-B2 diperiksa dengan pulsan imunohistokimia, kemudian dievaluasi distribusinya secara deskriptif dan dilakukan penghitungan terhadap jumlah pembuluh darah yang mengekspresikan ephrin-B2 untuk evaluasi angiogenesis. Penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi ekspresi ephrin-B2 ditemukan pada sel-sel endotel dan otot polos pembuluh darah pada jaringan granulasi penyembuhan luka bakar. Jumlah pembuluh darah baru pada jaringan granulasi kelompok CM lebih banyak dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol dan MC pada hari ke-7, 14, dan 21.
ABSTRACT Conditioned medium CM is known to contain cytokines and growth factors that can act as regenerative agents. Ephrin B2 is a transmembrane protein that plays important role in the process of angiogenesis. Sufficient blood supply through angiogenesis in burn wound healing is one of the most important factors. This study aims to investigate the effect of topical CM applications on ephrin B2 expression as angiogenesis markers in burn wound healing. This study used paraffin block samples from burn wound skin tissue of mouse models collected on days 7, 14, and 21 post wounded. The groups were control, medium complete MC , and CM group. Immunohistochemical staining was performed to detect ephrin B2 expression and its distribution was evaluated in descriptive manner. Angiogenesis was evaluated by calculating the number of blood vessels that expressed ephirn B2. Our results showed that ephrin B2 is expressed in endothelial cells and smooth muscle of blood vessels within granulation tissues. There was no different in distribution pattern of ephrin B2 expression between groups. Topical application of CM on burn wound showed to have more number of new blood vessels that expressed ephrin B2 on day 7, 14, and 21 post wounded, compared to control and MC groups p
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina
Abstrak :

Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) tipe 2 adalah suatu penyakit metabolik yang kompleks dan kronis yang ditandai dengan gangguan angiogenesis. Inflamasi kronis derajat ringan dan stres oksidatif yang meningkat pada DM tipe 2 diketahui dapat menyebabkan gangguan fungsi biologis pada sel progenitor/sel punca vaskular, salah satunya adalah adipose-derived mesenchymal stem cell (ADSC). Sejumlah penelitian menunjukkan potensi vaskulogenik ADSC dan perannya pada regenerasi jaringan. Hingga saat ini aplikasi sel punca autologus pada penderita DM untuk menginisiasi vaskularisasi masih mengalami kendala. Platelet-rich plasma (PRP) diketahui kaya akan berbagai faktor pertumbuhan, termasuk VEGF, yang penting untuk proses angiogenesis.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis efek pemberian PRP PMI terhadap proliferasi (jumlah sel stromal, nilai population doubling time (PDT), dan persentase sel hidup), diferensiasi (pembentukan koloni, ekspresi CD73, CD90, CD105, dan tiga lini diferensiasi), ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2, dan potensi angiogenik ADSC DM in vitro (sekresi VEGF dan pembentukan tubular kapiler).

Metode: Terlebih dahulu, konsentrasi trombosit per µL dan kadar VEGF per 1x103 trombosit pecah yang terkandung dalam PRP Palang Merah Indonesia (PMI) dibandingkan dengan PRP DM dan non-DM. Lalu, stromal vascular fraction (SVF) diisolasi dari jaringan lemak menggunakan metode enzimatik, dan SVF penderita DM tipe 2 (n= 15) dan non-DM (n= 10)  dikultur dalam medium kontrol hingga didapat ADSC pasase 1−3 (P1−P3). Proliferasi, diferensiasi, ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2, serta potensi angiogenik ADSC DM dan non-DM diukur dan dibandingkan. ADSC DM P3 kemudian dikultur dalam medium PRP PMI 5%, 10%, 15%, dan 20%, lalu proliferasi, diferensiasi, ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2 diukur dan dibandingkan dengan kontrol (FBS) untuk mendapatkan konsentrasi PRP optimum. ADSC DM P3 yang diprekondisikan dengan PRP optimum, dengan atau tanpa anti-VEGF (bevacizumab) 100 ng/mL, dan ADSC DM P3 kontrol dikultur, lalu sekresi VEGF dan pembentukan tubular kapiler pada Matrigel® diukur.

Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan bermakna antara konsentrasi trombosit per µL PRP DM, non-DM, dan PMI (p= 0,22). Namun, PRP non-DM memiliki kadar VEGF per 1000 trombosit pecah lebih rendah bermakna (0,20 (0,04−0,35) fg) dibandingkan PRP DM (0,69 (0,21−1,17) fg), p= 0,03) dan PMI (1,84 (1,38−2,10) p= 0,01), dan tidak ada perbedaan bermakna antara PRP DM dan PRP PMI (p= 0,06). Jumlah sel stromal per gram lemak dan jumlah koloni sel stromal DM lebih rendah dari non-DM (86,35 (52,48−106,76) x 106 vs 158,93 (101,59−185,94) x 106, p= 0,01, dan 94 ± 14 koloni vs 31 ± 32 koloni, p= 0,004). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara DM dan non-DM pada persentase sel stromal hidup (p= 0,24), ekspresi CD73 (p= 0,21), CD90 (p= 0,90), adipogenesis, kondrogenesis, osteogenesis, PDT P2 (p= 0,27), PDT P3 (p= 0,21), dan persentase sel hidup ADSC P2 (p= 0,07), sedangkan ekspresi CD105 (64,41 (51,20−73,38)% vs 91,40 (82,62−95,47)%, p< 0,001) ADSC DM P1 dan persentase sel hidup (82,70 ± 8,07% vs 91,15 ± 3,77%, p= 0,04) ADSC DM P3 lebih rendah bermakna dibandingkan ADSC non-DM. Tidak ada penurunan yang bermakna pada ekspresi relatif mRNA VEGF (0,64 (0,30−1,08), p= 0,86) dan VEGFR2 DM (0,64 ± 0,56, p= 0,49) jika dibandingkan dengan ADSC non-DM. Rerata kadar VEGF dalam conditioned medium (CM) yang disekresikan oleh 1x103 ADSC DM dan non-DM secara berturut-turut sebesar 0,74 pg/mL dan 0,62 pg/mL. ADSC DM yang diberi PRP optimum, yaitu 15% memiliki nilai PDT yang lebih rendah (2,33 ± 0,56 hari vs 5,04 ± 1,26 hari, p= 0,01) dan persentase sel hidup (95,53 ± 1,60% vs 78,95 ± 10,13%, p=0,01) yang lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan kontrol. Terjadi peningkatan ekspresi CD105, mRNA VEGF, dan VEGFR2 ADSC DM yang diberi PRP 15% (secara berturut-turut 1,81 ± 0,73, p= 0,01; 5,27 ± 5,69, p= 0,23; dan 9,01 ± 11,59, p= 0,06) relatif terhadap kontrol. ADSC DM yang diberi PRP 15% dan ADSC DM kontrol secara berturut-turut mensekresikan VEGF rerata sebanyak 0,57 pg/mL dan 1,67 pg/mL per 1x103 sel hidup. Jumlah tubular kapiler in vitro ADSC DM yang diberi PRP meningkat pada jam ke-24 jika dibandingkan dengan kontrol dan tidak berbeda bermakna dengan ADSC non-DM, namun membutuhkan waktu lebih panjang, serta tidak berbeda bermakna dengan ADSC DM yang diberi PRP dan anti-VEGF (p=0,78).

Kesimpulan: ADSC DM terbukti mengalami kerusakan selular yang dicirikan dengan penurunan proliferasi, diferensiasi, ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2, serta potensi angiogeniknya. Pemberian PRP 15% (VEGF 98,00 pg/mL) dapat memperbaiki kerusakan tersebut melalui efek sinergis yang dihasilkan oleh VEGF dan faktor pertumbuhan lainnya yang terdapat dalam PRP.

 


Background: Type II diabetes mellitus (DM type 2) is a chronic and complex metabolic disease identified by impaired angiogenesis. Low grade chronic inflammation and increasing oxidative stress in DM type 2 decrease the biological functions of progenitor/stem cells, including adipose-derived stem cells (ADSC).  ADSC plays significant roles in angiogenesis and tissue regeneration. Some studies have shown the vasculogenic potency of ADSC and its role in tissue regeneration. To date, autologous cell application in DM patients to initiate vascularization is hindered. Platelet-rich plasma (PRP) is widely known to contain generous amount of growth factors including VEGF with significant role in angiogenesis.

Objective: This study aimed to investigate and analyze the effect of PRP preconditioning to the proliferation (stromal cell number, population doubling time (PDT) and percentage of viable cells), differentiation (colony formation, CD73, CD90, CD105 expressions, three lineage of differentiation), expression of mRNA VEGF and VEGFR2, as well as in vitro angiogenic potency of ADSC DM (VEGF secretion and capillary tube formation).

Methods: Initially, platelet concentration per µL and VEGF per 1x103 lysed platelet contained in Palang Merah Indonesia (PMI) PRP was compared to DM and non-DM PRP. Subsequently, stromal vascular fraction (SVF) from 15 DM and 10 non-DM donors was enzymatically isolated from adipose tissue, and cultured in control media to generate passage 1−3 (P1−P3) ADSC. Proliferation, differentiation, mRNA VEGF and VEGFR2 expression, as well as angiogenic potency of DM ADSC in vitro were measured and compared to non-DM control. P3 DM ADSC was then cultured in media contained 5%, 10%, 15%, and 20% PMI PRP, and proliferation, differentiation, mRNA VEGF and VEGFR2 expression were measured and compared to FBS control to determine optimum PMI PRP concentration. P3 DM ADSC preconditioned with optimum PMI PRP, with or without anti-VEGF (bevacizumab) 100 ng/mL, and control DM ADSC were cultured, and VEGF secretion was measured, as well as capillary tube formation on Matrigel®.

Results: In this study no significant differences were observed between platelet concentration per µL DM, non-DM, and PMI PRP (p= 0.22). However, non-DM PRP contained significantly lower VEGF per 1000 lysed platelets (0.20 (0.04−0.35) fg) compared to DM (0.69 (0.21−1.17) fg, p= 0.03) and PMI PRP (1.84 (1.38−2.10), p= 0.01), with no significant difference between DM and PMI PRP (p=0.06). The number of viable stromal cells per gram adipose tissue and collonies generated from DM SVF were significantly lower than non-DM (86.35 (52.48−106.76) x 106 vs 158.93 (101.59−185.94) x 106, p= 0.01 and 94 ± 14 collonies vs 31 ± 32 collonies, p= 0.004). Non-significant differences were also observed in the percentage of viable stromal cells (p= 0.24), expression of CD73 (p= 0.21), CD90 (p= 0.90), adipogenesis, chondrogenesis, osteogenesis, P2 and P3 PDT (p= 0.27 and 0.21, respectively), and the percentage of viable P2 ADSC (p= 0.07), but the expression of CD105 of P1 DM ADSC (64.41 (51.20−73.38)% vs 91.40 (82.62−95.47)%, p< 0.001) and the percentage of viable P3 ADSC (82.70 ± 8.07% vs 91.15 ± 3.77%, p= 0.04) were significantly lower than non-DM ADSC. The reduction of mRNA VEGF and VEGFR2 relative expression of P3 DM ADSC (0.64 (0.30−1.08) p= 0.86 and 0.64 ± 0.56, p= 0.49, respectively) were unsignificant compared to non-DM ADSC. Mean of VEGF level normalized to 1x103 viable cells in the conditioned medium (CM) of DM and non-DM ADSC were 0.74 pg/mL and 0.62 pg/mL, respectively. Optimum 15% PRP-preconditioned DM ADSC had significantly lower PDT value (2.33 ± 0.56 days vs 5.04 ± 1.26 days, p=0.01) and higher percentage of viable cells compared to control (95.53 ± 1.60% vs 78.95 ± 10.13%, p=0.01). The increase of relative expression of CD105, mRNA VEGF and VEGFR2 (1.81 ± 0.73, p= 0.01; 5.27 ± 5.69, p= 0.23; and 9.01 ± 11.59, p= 0.06, respectively) were unsignificant in DM ADSC compared to non-DM. Optimum 15% PRP-preconditioned DM ADSC and control secreted VEGF in CM as much as 0.57 pg/mL and 1.67 pg/mL per 1x103 viable cells in average. PRP-preconditioning improved the capillary tube formation in DM ADSC, but the process was longer compared to control, and unsignificant to non-DM ADSC and PRP-preconditioned DM ADSC with anti-VEGF (p=0.78).

Conclusions: Cellular damage in DM ADSC was idientified by a reduction of proliferation, differentiation. mRNA VEGF and VEGFR2 expression, and angiogenic potency. Preconditioning DM ADSC with 15% PRP (VEGF 98.00 pg/mL) improved the cellular damage with synergitic effect of VEGF and other growth factors contained in PRP.

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Winardi Kartika
Abstrak :
Luka kaki diabetes (LKD) adalah salah satu komplikasi diabetes melitus (DM). Terapi LKD adalah perawatan luka dan growth factor (GF) seperti advanced-platelet rich fibrin (A-PRF). Penyandang DM memiliki GF rendah, untuk mengoptimalkan GF yang dilepaskan oleh PRF, ditambahkan asam hialuronat (AH). Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh A-PRF + AH terhadap penyembuhan LKD dengan mengkaji VEGF, PDGF, IL-6, dan indeks granulasi. Desain penelitian randomized control trial, dilaksanakan pada bulan Juli 2019 −Maret 2020 di RSPAD Gatot Soebroto dan RSUD Koja, Jakarta. Subjek penyandang LKD yang mengalami luka kronik, kriteria Wagner II, luas luka < 40 cm2. Subjek diambil berdasarkan rule of thumb dan dibagi tiga secara acak yaitu kelompok terapi topikal A-PRF + AH (n = 10), A-PRF (n = 10) dan kontrol NaCl 0,9% (n = 10). Pada kelompok A-PRF + AH dan A-PRF dilakukan pemeriksaan VEGF, PDGF, IL-6 dari usap LKD dan fibrin gel sedangkan kontrol hanya diperiksa usap LKD. Biomarker dan Indeks Granulasi (IG) diperiksa hari ke-0, ke-3, ke-7. Khusus IG pengukuran ditambah hari ke-14. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 20 dengan uji Anova atau Kruskal Wallis. Pada kelompok A-PRF + AH, kadar VEGF usap LKD hari ke-0 adalah 232,8 meningkat menjadi 544,5 pg/mg protein pada hari ke-7. Pada kelompok A-PRF tejadi peningkatan dari 185,7 menjadi 272,8 pg/mg protein, namun kelompok kontrol terjadi penurunan dari 183,7 menjadi 167,4 pg/mg protein. Kadar PDGF usap LKD kelompok A-PRF + AH hari ke-0 adalah 1,9 pg/mg protein, meningkat menjadi 8,1 pg/mg protein hari ke-7, kelompok A-PRF dari 1,7 meningkat menjadi 5,4 pg/mg protein dan kontrol dari 1,9 meningkat menjadi 6,4 pg/mg protein. Kadar IL-6 usap LKD kelompok A-PRF + AH hari ke-0 adalah 106,4 menjadi 88,7 pg/mg protein hari ke-7, pada A-PRF dari 91,9 menjadi 48,8 pg/mg protein dan kontrol dari 125,3 menjadi 167,9 pg/mg protein. IG kelompok A-PRF + AH hari ke-0 adalah 42,1% menjadi 78,9% dan 97,7% hari ke-7 dan ke-14, pada kelompok A-PRF dari 34,8% menjadi 64,6% dan 91,6%. Kelompok kontrol dari 35,9% menjadi 66,0% dan 78,7% hari ke-7 dan ke-14. Pada kelompok A-PRF + AH dibandingkan A-PRF dan NaCl didapatkan peningkatan bermakna kadar VEGF pada hari ke-3 (p = 0,011) dan hari ke-7 (p < 0,001). Kadar IL-6 menurun bermakna (p = 0,041) pada hari ke-7 saja. Namun persentase IG meningkat bermakna pada hari ke-3 (p = 0,048), ke-7 (p = 0,012) dan hari ke-14 (p < 0,001). Disimpulkan penambahan AH pada A-PRF meningkatkan VEGF (marker angiogenesis) dan IG (tanda klinis penyembuhan luka), serta menurunkan IL-6 (marker inflamasi) secara bermakna sehingga mempercepat penyembuhan LKD. ......Diabetic foot ulcer (DFU) is one of complications of diabetes mellitus (DM). Advance wound treatment in DFU such as growth factors (GF) including Advanced-Platelet Rich Fibrin (A-PRF) topical has been developed . People with DM have low GF, so to optimize GF hyaluronic acid (AH) is added. This study analyzed the combination of A-PRF + AH combination in DFU recovery by examining VEGF, PDGF, IL-6, and granulation index (IG). The study used a randomized control design, done from July 2019−March 2020 at the Gatot Soebroto Army Hospital and Koja District Hospital, Jakarta. Subjects were DFU patients who had chronic wounds, area < 40 cm2 and Wagner II criteria. Subjects were recruited according to the rule of thumb and were randomly divided into three groups namely topical A-PRF + AH (n = 10), A-PRF (n = 10) and control NaCl 0.9% groups (n = 10). The A-PRF + AH and A-PRF groups underwent VEGF, PDGF, and IL-6 examinations of the DFS swabs and fibrin gel while the controls could only underwent the DFU swabs. Biomarkers and Granulation Index (GI) were measured on day 0, 3rd, 7th. Special GI measurements were added on day 14. Data were analyzed using SPSS version 20 with the Anova and Kruskal Wallis test. In the A-PRF + AH group the VEGF level from swab DFU day 0 was 232,8 pg/mg protein increase to 544,5 pg/mg protein on day 7. In the A-PRF group VEGF increase from 185,7 to 272,8 pg/mg protein and control decrease from 183.7 to 167.4 pg/mg protein. Increasing of PDGF levels in group A-PRF + AH day 0 was from 1,9 pg/mg protein to 8,1 pg/mg day 7, group A-PRF from 1,7 increased to 5,4 pg/mg protein and control from 1,9 to 6,4 pg/mg protein. Decreasing of IL-6 level of DFU swab in group A-PRF + AH day 0 was 106,4 pg/mg protein to 88,7 pg/mg protein day 7, in group A-PRF from 91,9 to 48,8 pg/mg protein and control from 125,3 to 167,9 pg/mg protein. The granulation index of DFU group A-PRF + AH on day 0 was 42,1% increased to 78,9% and 97,7% days 7 and 14. In the A-PRF group increased from 34,8% to 64,6 % and 91,6%. and controls from 35,9% to 66,0% and 78,7% on days 7 and 14. On the 7th day the VEGF level of the A-PRF + AH group increased significantly (p < 0.001), while IL-6 decreased and the granulation index increased significantly with p level of p = 0.041 and p = 0.012 respectively, compare with other group. It was concluded that on day 7 the AH to A-PRF increases VEGF (a marker of angiogenesis) and GI (a clinical sign of wound recovery), as well as a decrease in IL-6 (a marker of inflammation) which fully increase in DFU.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>