Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Sukarti
Jakarta: Pusat bahasa dan Budaya UIN, 2003
297 DEW p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Kemajemukan memiliki potensi ganda. Pertama,ketika kemajemukan suku, agama, dan budaya dimengerti sebagai karunia atau rahmat yang di berikan Tuhan dari mulanya,maka ini berarti kekayaan atau harta yang dapat di jadikan modal pembangunan bangsa kita secara luar biasa. Kedua bahwa dalam kemajemukan tersebut juga tersimpan potensi konflik,yakni ketika melaui isu kesukuan/kedaerahan, isu perbedaan atau atsa nama agama dan isu kebudayaan,yang kemudian di jadikan kendaraan politik untuk kepentingan seseornag/sekelompok orang...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isadora
"Maraknya perkawinan antar-agama yang terjadi mengundang polemik di tengah masyarakat. Persoalan perkawinan antar-agama sampai saat ini tidak di atur secara tegas dalam undang-undang perkawinan. Undangundang Perkawinan menafsirkan perkawinan beda agama secara gramatikal dalam salah satu pasalnya, yaitu bahwa perkawinan dapat dilakukan menurut hukum masing-masing agama calon suami dan istri yang bersangkutan, meskipun pelaksanaannya tidak semudah penafsirannya. Undang-undang ini tidak mau campur tangan dalam menyikapi masalah perkawinan antar-agama, melainkan hanya mengembalikan pengaturan perkawinan semacam itu kepada masing-masing agama. Akibatnya, peraturan lama sebelum undang-undang perkawinan ini masih digunakan oleh lembaga peradilan. Oleh karena itu, pengaturan secara tegas mengenai boleh atau tidaknya dilakukan, prosedur dan hal lain yang mendukung masalah perkawinan antar-agama harus segera diupayakan agar tercipta kepastian hukum. Dalam rangka mengupayakan pengaturan masalah perkawinan antar-agama, terdapat berbagai kendala, antara lain larangan untuk melakukan perkawinan antar-agama oleh agama-agama tertentu. Kendala lain, jika perkawinan semacam ini di izinkan pelaksanaannya dan diatur secara tegas, hal ini sama saja dengan menurunkan martabat bangsa sebagai bangsa yang ber-keTuhanan. Namun segala rintangan yang ada sepatutnya tidak dijadikan alasan dalam upaya pengaturan ini, agar tidak terjadi kekosongan hukum. Penulisan tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Sebagai kesimpulan, sikap peradilan yang menjunjung tinggi diperbolehkannya perkawinan antar-agama sepatutnya dijadikan contoh dalam upaya pengaturan masalah perkawinan antar-agama."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T37753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond
"Skripsi ini membahas mengenai tiga hal utama yakni: tinjauan yuridis mengenai sahnya suatu perceraian dari perkawinan antar agama yang ditinjau dari Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) yang mengacu pada hukum agama masing-masing calon suami-istri dimana suami beragama Islam dan istri beragama Katolik sehingga ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Hukum Kanonik, akibat hukum perceraian dari perkawinan tersebut terhadap status suami-istri, anak dan hak kewarisan pada anak dari perceraian tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan analisis kualitatif atas data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah :(1) Upaya perceraian dapat ditempuh karena perkawinan antar agama yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat sah secara hukum yaitu secara hukum positif dan hukum Katolik. Perceraian yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat adalah sah tetapi sah secara sipil, tetapi tidak secara agama Katolik. (2)Akibat hukum perceraian terhadap anak tersebut adalah anak sah namun, terhadap suami dan istri memiliki implikasi yang berbeda karena agama yang berbeda. (3) Hak kewarisan anak yang lahir dari perkawinan antar agama dalam kasus ini kewarisan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)

This Thesis reviews three main things : a thought of the legality of a divorce from a inter faith marriage based on The Act of Marriage No.1 of 1974 chapter 2 verse 1which is based on the religious law of each spouses where as the husband is Moslem and the wife is Catholic therefore, based on the Compilation of Islamic Law and Canonic Law, the legal implication of a different faith marriage to the couple and the child, and the inheritance right of the child from its divorcement. The research is a normative legal research with qualitative analysis on secondary data. The results of this research are : (1) The divorcement could be done because the different faith marriage that done by Plaintiff and Defendant is legal based on Positive Law and Catholic Law. The divorcement done by Plaintiff and Defendant is legal, but civil legally, not a Catholic legally. (2) The legal implication of the divorcement are to the child and to the couple where as the child is a legal child but to the couple, there is a different implication because of different faith. (3) The inheritance right of the child bore from this marriage is the inheritance based on Indonesian Civil Code."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kemajemukan suku dan agama di Indonesia adalah kekayaan bangsa yang luar biasa.Sejak jaman kerajaan Hindu pada abad ke IV hingga Indonesia kini,bangsa Indonesia tidak mempunyai masalah yang serius dengan SARA...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Udani
Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titiek Ernawati
"ABSTRAK
Lembaga perkawinan tidak dapat dipisahkan dengan perilakuan umat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ia selalu hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pada akhir-akhir ini perkawinan campuran, dalam hal ini perkawinan antar umat berbeda agama, menjadi topik pembicaraan. Adanya pro dan kontra mengenai mssalah ini disebabkan Undang-undang nomor l Tahun 1974 mengenai perkawinan tidak mengatur masalah perkawinan antar agama. Sebenarnya perkawinan yang terjadi di antara seoa~ng laki-laki dan seorang perempuan yang masing-masing berbeda agamanya di Indonesia sudah sering terjadi, terutama sekali masyarakat di perkotaan yang heterogen. Dan ternyata masalah tersebut dapat menimbulkan perso-alan di bidang hukum maupun sosial.
Dalam penulisan ini, metode yang digunakan adalah metode perpustakaan dengan mempelajari buku-buku, majalah-majalah, literatur-literatur serta perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah perkawinan antar agama. Disamping itu juga menggunakan metode lapangan melalui wawancara dengan pejabat-pejabat pada Kantor Urusan Agama, Kantor Catatan Sipil, dan Pengadilan Agama serta pasangan-pasangan. yang melangsungkan perkawinan antar agama itu sendiri.
Dari bahan-bahan yang didapat, ditemukan hal-hal yang penting diantaranya: bahwa perkawinan antar agama sudah lama ada pada masyarakat Indonesia; Undang-undang no. l Ta-hun 1974 tidak mengatur perkawinan antar agama sehingga me-nimbulkan berbagai masalah.
Pada akhir pemilisan dapat disimpulkan bahwa perkawiinan antar umat berbeda agama tidak dapat dilarang meskipun dari segi yuridis hal tersebut tidak dibenarkan. Oleh sebab itu disarankan untuk secepatnya membentuk undang-undang yang mengatur mengenai Perkawinan Antar Umat Berbeda Agama. "
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rashyida Thalib
2005
T37769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fu Xie
"ABSTRAK
Studi untuk mempelajari hubungan antara orang Kristen dan Islam di Indonesia
penting sekali dilakukan karena di Indonesia akhir-akhir ini banyak terjadi konflik
yang melibatkan kedua agama. Penelitian ini dimaksudkan untuk: (1) mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan antara orang Kristen dan orang
Islam, (2) memberikan sumbangan terhadap teori tentang hubungan antar kelompok
dalam masyarakat sipil, (3) memberikan rekomendasi kepada pemerintah, pemimpin
agama dan umat beragama agar memiliki hubungan yang semakin membaik, dan (4)
memberikan rekomendasi bagi penguatan masyarakat sipil. Lokasi penelitian yang
dipilih yaitu Kota Bandung dan Kota Sukabumi karena kedua kota ini relatif kurang
mengalami konflik agama, kota Bandung mewakili kota yang besar sedangkan
Sukabumi mewakili kota kecil (desa).
Variabel dependen dari penelitian ini yaitu: Perilaku Inklusif, Sikap Inklusif
dan trust terhadap orang dari agama lain. Sedangkan variabel independen
dikelompokkan ke dalam tiga tingkat yaitu: (1) identitas dan interaksi sehari-hari
yang termasuk dalam tingkat mikro, (2) interaksi asosiasional yang mewakili tingkat
meso, dan (3) pengaruh negara (state) yang merupakan tingkat makro. Untuk
mengukur variabel perlu dibuat alat ukur berupaya kuesioner. Survei pendahuluan
dilakukan di Kota Bogor terhadap 31 orang responden untuk melakukan uji
reliabilitas dari alat ukur yang akan digunakan. Selain itu juga dilakukan juga uji
validitas terhadap instrumen yang akan digunakan. Instrumen yang telah diuji
validitas maupun reliabilitas dipakai untuk melakukan wawancara terhadap 149
orang di Sukabumi dan 147 orang di Bandung. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara multi stage sampling. Data dianalisis dengan menggunakan path
analysis, Mann Whitney dan korelasi Pearson.
Dari hasil pengolahan data, didapatkan beberapa temuan sebagai berikut: (1)
Orang Kristen sebagai kelompok minoritas di kedua kota yang diteliti, lebih
berperilaku inldusif dibandingkan dengan orang Islam. Hal ini seturut dengan teori
Blau yang mengatakan bahwa semakin besar ukuran suatu kelompok maka semakin
keeil kemungkinan anggota kelompok tersebut berhubungan dengan kelompok lain.
(2) Di kota kecil (Sukabumi), semakin tinggi perilaku inldusif seseorang maka
semakin tinggi sikap inklusif maupun tingkat trust-terhadap-agama-lain; namun
demikian hal ini tidak berlaku di kota besar seperti Bandung. Hal ini sejalan dengan
teori Varshney yang menyatakan bahwa di desa (atau kota kecil) cara yang efektif
untuk meningkatkan hubungan yaitu melalui interaksi sehari-hari. (3) Di Kota besar,
seorang yang aktif di organisasi non-agama akan mempunyai trust-terhadap-agama-lain yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini pun sesuai dengan
teori Varshney yang mengatakan bahwa di kota besar interaksi sehari-hari tidaklah
efektif untuk meningkatkan hubungan, dan cara yang efektif yaitu interaksi
asosiasional. (4) Di kota besar (seperti Bandung) anggota dari kelompok minoritas
(seperti Kristen) akan kurang menonjolkan identitas kekristenannya dan lebih
menonjolkan identitas yang lain. Kenyataan di Bandung ini sesuai dengan pendapat
Stryker yang mengatakan bahwa individu akan cenderung untuk lebih menonjolkan
identitas sosial yang sama dengan yang dimiliki oleh mayolitas orang dalam
masyarakat tersebut. (5) Di Kota besa: (seperti Bandung) seorang yang memiliki
identitas yang kuat akan lebih inklusif dibandingkan dengan yang lain. Namun hal
ini tidak berlaku di kota kecil seperti Sukabumi. (6) Untuk orang Islam, semakin
tinggi mobilitas seseorang rnaka sernakin tinggi juga perilaku maupun sikap
inklusifnya, namun hal ini tidaklah berlaku untuk orang Kristen. Kenyataan ini
sesuai dengan teori Blau yang rnengatakan bahwa bahwa mobilitas meningkatkan
kemungkinan untuk terjadinya kontak antar kelompok, sebab orang-orang yang
punya mobilitas tinggi akan cenderung untuk membawa kenalan lama dan kenalan
baru bersama-sama. (7) Berlawanan dengan pendapat orang pada umumnya, ternyata
orang-orang Muhammaddiah di Kota Sukabumi dan Bandung lebih memiliki trust-
terhadap-agama-lain dibandingkan dengan orang Islam lainnya termasuk NU.
Selanjutnya didapati bahwa dalam hal keagamaan, kiai dan ustad adalah agen-
sosialisasi yang dominan bagi orang-orang NU; sedangkan untuk orang
Muhammadiah yaitu orang tua dan guru sekolah.
Untuk peranan negara didapatkan bahwa masyarakat merasa sudah cukup
rnendapat perlindungan pernerintah dalam hubungan antar agama, namun pemerintah
dinilai kurang memfasilitasi hubungan antar agama dan dianggap tidak adil terhadap
kelompok minoritas.
Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran dan rekomendasi yang
disampaikan, antara lain: (1) Di kota besar, setiap umat beragama dianjurkan
meningkatkan kegiatan asosiasional dengan bergabung dengan organisasi-organisasi
non agama baik yang formal maupun yang informal. Hal ini akan bisa meningkatkan
hubungan antar kelompok beragama dan penguatan masyarakat sipil. (2) Untuk
menjaga supaya masyarakat sipil tetap bebas dari negara, maka tokoh-tokoh ormas
(termasuk partai) yang sudah menjabat di pemerintahan harus berhenti dari
jabatannya di ormas dan bukan hanya sekedar non-aktif. (3) Pemerintah perlu
melakukan affirmative action secara vertikal dengan menolong yang miskin atau pun
yang lemah. Jangan affirmative action dilakukan secara horisontal. Ini berarti
pemerintah harus menolong yang perlu ditolong tanpa melihat apa agama atau pun
sukunya. (4) KTP (Kartu Tanda Penduduk) leblh baik tidak mencantumkan idenlitas
seseorang, terutama identitas agamanya karena kelnmpok minoritas umumnya tidak
merasa aman jika identitas minoritasnya diketahui. Lagi pula informasi ini bisa
disalah-gunakan untuk melakukan tindakan yang diskriminatif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D803
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>