Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
hapus3
"

Pendahuluan: Tremor merupakan salah satu gangguan gerak yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari dan memiliki potensi dampak tinggi terhadap terjadinya disabilitas. Tremor dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan salah satunya adalah pajanan uap merkuri. Di Indonesia, terdapat sekitar 150.000 pekerja Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang berisiko terpajan merkuri, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik menilai prevalensi tremor terkait pajanan merkuri pada pekerja PESK dan faktor-faktor yang berhubungan.

Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari hubungan antara usia, kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan kadar merkuri urin dengan tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP, pemeriksaan fisis finger to nose, dan kadar merkuri urin terkoreksi kreatinin

Hasil: Prevalensi tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten didapatkan sebesar 8,6% dengan faktor yang paling berhubungan adalah usia > 40 tahun (OR = 5,09; 95% CI = 1,05 – 24,48; p = 0,02)

Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna antara usia > 40 tahun dengan tremor pada pekerja PESK. Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan nilai Indeks Pajanan Biologis dengan tremor. Tidak didapatkan hubungan antara pajanan merkuri dengan tremor.

 

Kata kunci: tremor, PESK, merkuri

 


Introduction: Tremor is a movement disorder that is oftenly found in daily practice and has high potential impact related to disability. Tremor can be caused by various factors and one of them is exposure to mercury vapor. In Indonesia, there are around 150,000 Artisanal Small-scale Gold Mining (ASGM) workers who are at risk of being exposed to mercury, and to date no studies have specifically assessed the prevalence of tremors related to mercury exposure in Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) workers and its related factors.

Method: A cross-sectional design study was used to find the relationship of age, smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of urinary mercury with tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten province. The instrument used is a health assessment questionnaire of mercury-exposed population established by WHO UNEP, finger to nose physical examination, and creatinine-corrected urinary mercury levels.

Results: The prevalence of tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten provinces was 8.6% with the most related factor was age > 40 years-old (OR = 5.09, 95% CI = 1.05 - 24.48, p = 0.02)

Conclusion: There was a significant relationship between age > 40 years-old and tremor amongst ASGM workers. No significant relationship was found between smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of Biological Exposure Index with tremor. There was no relationship between mercury exposure and tremor.

 

Keywords: tremor, ASGM, mercury

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Mohamad Ridwan
"Pendahuluan: Ataksia merupakan salah satu gangguan koordinasi gerakan otot sadar dan merupakan kelainan fisik namun bukan penyakit, meskipun kasusnya cukup jarang namun memiliki potensi dampak tinggi terhadap terjadinya disabilitas. Ataksia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan salah satunya adalah pajanan uap merkuri. Di Indonesia, terdapat sekitar 150.000 pekerja pertambangan emas skala kecil (PESK) yang berisiko terpajan merkuri, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik menilai prevalensi ataksia terkait pajanan merkuri pada pekerja PESK dan faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari hubungan antara usia, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, konsumsi ikan, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, dan terpajan pestisida. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP dan pemeriksaan fisis ataxia of gait (walking).
Hasil: Berdasarkan hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa faktor determinan terjadinya gangguan ataksia pada pekerja PESK adalah jenis aktivitas kerja yang bukan peleburan (p=0,018; RO:0,18; IK95%:0,05-0,71) dan terpajan pestisida (p=0,004; RO:8,26; IK95%:1,98-34,55). Faktor lain tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna pada penelitian ini yaitu jenis aktivitas kerja yang bukan peleburan dan terpajan pestisida

Introduction: Ataxia is a disorder of coordination of conscious muscle movements and is a physical disorder but not a disease, although it is quite rarely found in everyday practice, but it has a high potential impact due to disability. Ataxia can be caused by various factors and one of them is exposure to mercury vapor. In Indonesia, there are around 150,000 artisanal small-scale gold mining (ASGM) workers at risk of exposure to mercury, and to date no studies have specifically assessed the prevalence of ataxia related to mercury exposure in ASGM workers and related factors.
Method: Cross-sectional design was used in this study to find out the relationship between age, smoking habits, alcohol consumption habits, fish consumption, working period as ASGM workers, type of activity working in ASGM, and exposure to pesticides. The instrument used was a health assessment questionnaire in the population exposed to mercury from WHO UNEP and physical examination of ataxia of gait (walking).
Result: Based on the results of multivariate analysis, there were found that the determinant factors of ataxia disorder in ASGM workers, namely the type of work activities that were not smelting (p = 0.018; RO: 0.18; IK95%: 0.05-0.71) and exposure to pesticides (p = 0.004; RO: 8.26; IK95%: 1.98-34.55). Other factors found no relationship that was statistically significant.
Conclusion: There were found significant relationships in this study, namely the type of work activities that were not smelting and exposed to pesticides."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Dharma
"Pendahuluan: Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) saat ini merupakan isu global yang kompleks karena penggunaan merkuri elemental dalam proses kerjanya. Pajanan merkuri pada pekerja menempatkannya dalam risiko gangguan kesehatan yang serius. Ada 850 titik PESK di Indonesia yang tersebar di 32 propinsi, dengan jumlah pekerja yang tidak kurang dari 250.00 orang. Informasi terkait jenis aktifitas kerja yang paling berpengaruh terhadap risiko gangguan kesehatan pada pekerja PESK akan sangat berguna sebagai pedoman dalam melakukan tindakan pengendalian risiko.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang bertujuan mencari hubungan antara jenis aktifitas kerja dengan kadar merkuri urin pekerja. Intoksikasi merkuri ditetapkan sesuai NAB yang ditetapkan Pemerintah, yaitu 20 µg/gram kreatinin. Data yang digunakan adalah data sekunder, berupa hasil pengisian kuisioner dan hasil pemeriksaan merkuri urin pekerja PESK di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten.
Hasil: Prevalensi pekerja yang memiliki kadar merkuri urin di atas NAB di dua propinsi di Indonesia adalah 35,5%. Dari analaisis multivariat, faktor yang paling dominan adalah jenis aktifitas kerja risiko tinggi (p=0,003 ROsuaian:2,811 IK95%:1,413-5,590).
Kesimpulan:  Jenis aktivitas kerja risiko tinggi adalah jenis aktivitas kerja yang paling berisiko menyebabkan pekerja PESK pada penelitian ini memiliki kadar merkuri urin di atas NAB.

Introduction: Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) has became global and complex issues, because of the use of elemental mercury in its working processes. Workers in ASGM divided into three type of tasks: miner, mineral processor and smelter. Smelter was categorized as high risk type of task, regarding the exposure of mercury vapor resulted from heating the amalgam. Urinary mercury level can be used as an indicator for the severity of mercury exposure in a worker.
Method: A cross sectional design study to obtain job task and its relation to urinary mercury level among ASGM worker. Job task divided into high risk type of task (smelter), and low risk type of task (miner and mineral processor). We used secondary data from questionnaire and mercury urinary level of ASGM worker in the provinces of Nusa Tenggara Barat and Banten. Biological Exposure Index (BEI) of mercury was 20 µg/gram creatinin, referred to The Decree of Ministry of Manpower of Republik Indonesia and American Conference of Govermental Industril Hyginenists (ACGIH).
Result: Prevalence of workers having urinary mercury level above BEI was 35,5%. Smelter was the most dominant factor (p=0,003 adjustedOR:2,811 CI95%:1,413-5,590).
Conclusion: The most related factor was high risk type of task.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ira Putri Lan
"Merkuri merupakan polutan global yang banyak ditemukan baik alam maupun hasil kegiatan manusia. Salah satu sumber pencemaran terbesar merkuri berasal dari pertambangan emas skala kecil (PESK) yang dilakukan oleh masyarakat. Mekanisme yang tepat dari efek toksik Hg masih belum jelas, namun malondialdehide (MDA) merupakan salah satu biomarker utama yang digunakan untuk mengetahui kejadian stres oksidatif akibat pajanan merkuri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian stres oksidatif melalui pengukuran MDA plasma darah pada masyarakat yang terpajan merkuri. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional, pemilihan sampel menggunakan sistem random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 69 responden yang terdiri dari 18 laki-laki dan 51 perempuan. Pengukuran kadar total merkuri darah menggunakan alat ICP-MS dan pemeriksaan kadar Malondialdehide dengan menggunakan TBARS. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan ratarata kadar merkuri dalam darah masyarakat adalah 11,09 μg/L dan kadar MDA adalah 0,419±0,130 nmol/ml. Berdasarkan uji statistik, kadar merkuri dalam darah manunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kadar MDA setelah dikontrol dengan usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik. Namun, orang dengan kadar merkuri dalam darah >5,8 μg/L memiliki risiko 1,27 kali lebih tinggi untuk mengalami stres oksidatif (dengan kadar MDA >0,419 nmol/ml) dibanding orang dengan kadar merkuri darah < 5,8 μg/L. Untuk penelitian berikutnya disarankan dengan mengukur biomarker stres oksidatif lainnya seperti Superoxyde dismutase (SOD) dan 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHDG).

Mercury is a global pollutant that found in nature or as the result of human activity. One of the largest sources of mercury pollution comes from community related to small-scale gold mining. The proper mechanism of the toxic effects of Hg remains unclear, however, malondialdehyde (MDA) is one of the main exposure which is used to determine the incidence of oxidative stress.
This research aims to analyze the oxidative stress status by measuring the MDA plasma in communities exposed to mercury. This research method using cross sectional design, sample selection used a system random sampling. The number of samples as many as 69 respondents consisting of 18 men and 51 women. Measurement of blood mercury levels used an ICP-MS and checking the levels of malondialdehyde used the TBARS. Age, sex, occupation, smoking status and physical activity was measured using a questionnaire.
The results showed the average of mercury levels in community?s blood was 11,09 μg/L and levels of MDA was 0,419±0,130 nmol/ml. Based on statistical test, the mercury levels in blood showed not significant relationship to the increase of MDA levels after controlled age, gender, occupation, smoking status and physical activity. However, people with blood mercury levels >5,8 μg/L had 1,27 times higher risk to suffer from oxidative stress (with MDA >0,419 nmol/ml) than those with blood mercury levels <5,8 μg/L, For their next study is advisable to measure the biomarkers of oxidative stress such as Superoxyde dismutase (SOD) and 8-hydroxy-2- deoxyguanosine (8-OHDG).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sifa Fauzia
"Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia menjadi salah satu usaha memperbaiki situasi ekonomi masyarakat di beberapa daerah. Namun, merkuri (Hg) yang digunakan untuk mengekstrak emas langsung dibuang ke lingkungan, sehingga menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Banyak penelitian menunjukkan pajanan Hg mengurangi tingkat antioksidan tubuh. Glutathione (GSH) adalah salah satu antioksidan alami tubuh yang penting karena bertindak sebagai salah satu faktor detoksifikasi Hg.
Penelitian ini bertujuan menentukan hubungan antara kadar merkuri dan total GSH dengan karakteristik individu masyarakat di wilayah PESK Desa Lebaksitu. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional. Kadar merkuri dan total GSH diukur dalam darah. Hubungan antara merkuri, total GSH, dan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status merokok, aktivitas fisik, dan indeks massa tubuh) diuji menggunakan model regresi, korelasi, dan independen t-Test. Rata-rata merkuri darah 11,09 ± 10,6 μg/L, lebih tinggi dari batas US EPA. Ratarata total GSH 0,874 ± 0.123 μg/mL.
Di antara hubungan total GSH dengan karakteristik individu, hanya aktivitas fisik yang memiliki hubungan signifikan (p = 0,021; 95% CI -0127 - 0,01). Responden dengan kadar merkuri darah >5,8 μg/L memiliki risiko 2,431 kali lebih tinggi untuk memiliki total GSH <0,874 μg/mL dibandingkan responden dengan kadar merkuri darah <5,8 μg/L. Setiap kenaikan kadar merkuri darah sebesar 1 μg/L dapat menurunkan total GSH sebanyak 0,002 μg/mL setelah dikontrol usia, IMT, dan aktivitas fisik. Diperlukan upaya menyeluruh dari instansi lintas sektor untuk mengurangi penggunaan merkuri dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat di sekitar PESK.

Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) in Indonesia has been an attempt to improve economic situation in some poor areas. However, the mercury (Hg) used to extract gold from ore is discharge into the environment, where it poses a hazard for human health. Many researches have shown that Hg exposure reduced antioxidant level in human body. Glutathione (GSH) is one of the important antioxidant which can act as detoxification factor for heavy metals.
This research is aimed to determine the association between mercury levels and total GSH plasma along with individual characteristics from community related to ASGM in Lebaksitu Village. This study used cross-sectional design with 69 samples. Mercury levels was measured in whole blood and total GSH was measured in plasma. Association between blood mercury, total GSH, and individual characteristics (age, gender, smoking status, physical activity, and body mass index) were examined using multiple regression models, correlate and independent t-Test method. Mean blood mercury was found 11,09 ± 10,6 μg/L which is higher than US EPA limit. The average of total GSH was 0,874 μg/mL ± 0,123 μg/mL (mean ± SD).
Among others individual characteristic, only physical activities which has significant relationship with total GSH with p-value 0,021 (95% CI -0,127 - 0,01). Participants with high mercury blood levels can be at risk 2,431 times higher to have total GSH <0,874 μg/mL. Any increase in mercury blood by 1 μg/L can reduced total GSH by 0,002 μg/mL after controlled by age, body mass index, and physical activity. It would be required overall effort from agencies across sectors to reduce the use of mercury and health exposure in community around ASGM.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumowa, Royke
"Aktivitas praktik pertambangan emas tanpa izin (PETI) masih terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Aktivitas praktik PETI tersebut telah menyebabkan kerusakan/pencemaran lingkungan, menurunkan pendapatan/ ekonomi masyarakat sekitar, dan perubahan sosial kemasyarakatan. Aktivitas praktik PETI tersebut juga terjadi di wilayah Gunung Botak dan sekitarnya, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Langkah konkrit negara sebagai pemegang kuasa pengelolaan sumber daya alam sangat dibutuhkan. Polri sebagai representasi negara yang memiliki kewenangan utama/pokok penertiban aktivitas praktik tersebut, perlu memastikan perannya baik secara formal maupun nonformal untuk mencapai situasi absennya inklusivitas aktivitas PETI guna mendorong terwujudnya pertambangan rakyat berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk tercapainya agenda pembangunan berkelanjutan dalam praktik pertambangan rakyat berkelanjutan. Metode yang digunakan melalui pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif melalui uji SEM dan kualitatif berdasarkan hasil uji SEM, obeservasi lapangan, wawancara mendalam, FGD, dan hasil review studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan peran pokok Polri, yakni Harkamtibmas, Gakkum, dan Linyomyan dalam penertiban PETI di Gunung Botak berpengaruh terhadap pencapaian absennya aktivitas PETI. Pencapaian aspek-aspek tersebut semakin besar dengan kehadiran peran non-formal Polri, yakni peran pengaruh. Penelitian ini menyimpulkan bahwa peran Polri (formal) dan peran pengaruh (non-formal) berpotensi terciptanya inklusivitas absennya praktik PETI untuk mewujudkan pertambangan rakyat berkelanjutan di Gunung Botak dan sekitarnya.

Illegal artisanal and small-scale gold minings (ASGM) have continued to spread in Indonesia, as if they are out of control. On the other hand, people's minings should be able to improve the welfare of the community. In fact, ASGM have caused environmental damages and pollution, reduced the economy of the surrounding community, as well as created social changes. Such conditions have occurred in the area of the Mount Botak, Buru Regency, Maluku Province. Indeed, concrete steps from the state as the holder of the power of natural resource management are needed. Indonesian National Police (Polri) as one of the representatives of the state needs to ensure its role in creating and maintaining the situation of the absence of illegal ASGM activities in order to encourage the realization of sustainable community minings. The research aims to achieve a sustainable development agenda in sustainable community mining practices. The author employs the qualitative approach using quantitative and qualitative data collections. Quantitative analysis is carried out through SEM test and qualitative analysis is done descriptive exposure through SEM test, observations, deep interviews, FGDs, and documentations studies. The results of the study reveal that the main roles of Polri, namely harkamtibmas (maintaining security and public order), gakkum (law enforcement), and linyomyan (protecting, sheltering and servicing) in controlling illegal ASGM on the Mount Botak affect the achievement of the absence of illegal ASGM activities. The achievement of these aspects is even greater with the presence of the non-formal role of Polri, namely the role of pressure. The study concludes that the role of Polri (formal) and the role of pressure (non-formal) has the potential to create inclusiveness in the absence of illegal ASGM practices and to realize a sustainable gold mining governance in the Mount Botak and its surrounding areas."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Veronika
"Penggunaan merkuri dalam PESK sangat menimbulkan masalah, karena selama prosesnya, PESK mengeluarkan merkuri ke lingkungan saat pembuangan limbah sehingga memungkinkan terjadi pencemaran lingkungan. Pajanan merkuri pada tubuh dalam waktu yang lama dapat menimbulkan dampak kesehatan salah satunya adalah terhadap ginjal karena merupakan organ ekskresi utama yang penting untuk mengeluarkan zat-zat toksik yang masuk ke dalam tubuh. Glomerulus filtration rate (GFR) merupakan salah satu parameter untuk mengetahui tingkat fungsi ginjal dan menentukan stadium penyakit ginjal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat terhadap nilai estimasi glomerulus filtration rate (GFR). Penelitian ini menggunakan desain cross cectional dengan variabel terukur adalah kadar merkuri rambut, karakteristik responden (usia, jenis pekerjaan, indeks masa tubuh, lama tinggal, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, konsumsi obat, dan konsumsi air minum) dan nilai estimasi GFR. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 58 orang. Data yang diperoleh diuji menggunakan chi-square, independen t-Test dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan 51,7% responden memiliki kadar merkuri dalam rambut yang melebihi batas maksimal (>2 μg/gr) dan 43,1% responden mengalami penurunan nilai estimasi GFR (fungsi ginjal yang tidak normal). Penurunan nilai estimasi GFR di pengaruhi oleh umur dan kadar merkuri dalam rambut. Menurunnya nilai estimasi GFR dapat dicegah dengan lebih banyak mengkonsumsi air minum dan mengurangi kebiasaan minum obat serta perlunya penyuluhan dari pelayanan kesehatan tentang bahaya dan dampak merkuri terhadap kesehatan pada masyarakat.

The application of mercury in ASGM is very problematic, because through the process, SSGM release mercury to the environment during waste disposal and enable environmental pollution. Mercury exposure to the body for a long time can cause health impact, one of them is the effect to kidney. It is the main excretory organs which are important to remove toxic substances that enter the body. Glomerulus Filtration Rate (GFR) is one of the parameters to determine the level of kidney function and stage of kidney disease.
This study aimed at determine the relationship between mercury levels in hair of the community against the estimated Glomerular Filtration Rate (GFR). This research used cross-sectional design with measurable variables are mercury levels in hair, respondent characteristics (age, occupation, body mass index, length of stay, smoking habit, physical activity, medicine consumption and drinking water consumption) and estimated GFR value. The sample in this study 58 people. Data obtained tested using chi-square, independent t-Test and logistic regression.
The results showed that 51.7% respondents had exceeded the guideline of hair mercury levels (>2 μg/gr) and 43.1% of respondents experienced a decrease estimated GFR value (abnormal kidney function). Estimated GFR values decreased was influence by age and mercury levels in hair. Decreasing of estimated GFR values can be prevented by consume more drinking water, reduce medicine consume habits and it is necessary to give health education about the dangers and impacts of mercury on health to the community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniawati
"Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Minamata pada tanggal 13 September 2017, dan Konvensi ini mulai berlaku sejak 16 Agustus 2017. Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) cukup massif dan memprihatinkan, khususnya di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari yang merupakan DAS tebesar kedua di Indonesia. Merkuri dalam kegiatan penambangan emas digunakan sebagai pengikat dan dapat menjadi polutan di lingkungan karena bersifat toxic. Masalah yang muncul pada kegiatan PESK ini adalah limbah merkuri yang di buang langsung ke lingkungan bersifat toxic dan dapat meningkatkan risiko kesehatan masyarakat sekitar PESK.
Riset ini bertujuan untuk memprakirakan risiko kesehatan non karsinogenik pada masyarakaat yang disebabkan oleh pajanan merkuri.di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi Riset ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan metode analisis risiko kesehatan lingkungan dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel yang diambil merupakan sampel lingkungan, meliputi: sampel air sungai, tanah, ikan dan sayuran.
Hasil laboratorium diperoleh kadar rata-rata merkuri pada air sungai Batang Hari, air bersih, sayuran, ikan, dan tanah masing-masing sebesar 0,00831 ppm; 0,00005 ppm; 0,00089 ppm; 0,00013 ppm; dan 0,00600 ppm. Pengukuran antropometri dilakukan pada 77 responden melalui kuesioner.
Hasil perhitungan risiko kesehatan diperoleh nilai Risk Quotients lebih dari satu (RQ > 1) pada air minum (RQ = 3,1151) dan pada ikan (RQ = 3,4245). Dengan demikian konsumsi air sungai dan ikan, berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat disekitar pertambangan emas skala kecil. Nilai RQ sayuran lebih kecil dari 1 (RQ = 0,015), dengan demikian sayuran masih aman untuk dikonsumsi.

Indonesia has ratified the Minamata Convention on 13 September 2017, and the Convention came into force on 16 August 2017. Artisanal small-scale gold mining (ASGM) is quite massive and concerning, particularly along the Batang Hari River Basin (DAS) which is the second largest basin in Indonesia. Mercury in gold mining activities is used as a binder and can be a pollutant in the environment because it is toxic. Problems arise from ASGM activity is mercury waste directly disposed to the environment is toxic and can increase public health risk.
This study aims to aims to predict non carcinogenic health risks in the community caused by mercury exposure in Kecamatan Muara Bulian Batanghari Regency of Jambi Province. This research is analytical descriptive method using environmental health risk analysis and using quantitative approach. Samples taken are environmental samples, including: river water samples, soil, fish and vegetables.
Laboratory results obtained average levels of mercury in river water Batang Hari, clean water, vegetables, fish, and soil respectively of 0.00831 ppm; 0,00005 ppm; 0.00089 ppm; 0.00013 ppm; and 0,00600 ppm. Anthropometric measurements were performed on 77 respondents through questionnaires.
Health risk calculation results obtained Risk Quotients value more than one (RQ> 1) in drinking water (RQ = 3.1151) and on fish (RQ = 3.4245). Thus the consumption of river water and fish, has the potential to cause health problems in communities around small-scale gold mining. The value of vegetable RQ is less than 1 (RQ = 0.015), thus vegetables are still safe for consumption.
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
T50814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library