Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Idrus
"Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam menuju Indonesia sehat 2010 telah menetapkan kebijaksanaan umum pembangunan kesehatan antara lain peningkatan derajat kesehatan sumber daya manusia dibidang kesehatan.
Dengan mengacu kepada UU no. 22 tahun 1999, dan UU no.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan PP no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi. Semenjak dimulainya Otonomi Daerah tahun 2001 ini, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman dipandang perlu mempunyai rencana strategik.
Untuk dapat menyusun rencana strategik Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman dilakukan penelitian Operasional dengan analisa kualitatif. Penyusunan rencana strategik ini dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap I (Input stage) terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan internal dari Dinas Kesehatan yang dilakukan oleh Consensus Decision Making (CDM) yang terdiri dari Kepala Puskesmas, Kepala Subdinas, dan Kepala Seksi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. Kemudian pads tahap II (Making Stage, CDM) melakukan identifikasi alternatif strategik dengan analisis internal dan eksternal (IE) Matrix dan SWOT Matrix. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap III (Decision Stage) untuk menentukan prioritas strategik terpilih dengan menggunakan metode Quantitative Strategic Planning Matrixs (QSPM).
Berdasarkan hasil analisis SWOT Matrixs memperlihatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman berada dalam kuadran Strenghths-Opportunities (S-O), dimana pada kondisi yang demikian Dinas Kesehatan dapat menciptakan Strategik yang menggunakan Kekuatan untuk memanfaatkan peluang sedangkan pada analisis dengan Matrixs IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan berada pada set II (Growth and Build) yang berarti Dinas Kesehatan masih punya peluang untuk melakukan pertumbuhan dan pengembangan organisasinya.
Melalui kedua analisis Matrixs tersebut maka Strategik prioritas yang tepat untuk Dinas Kesehatan adalah Strategik Intensif dan Strategik Integratif.
Sebagai saran agar rencana strategik Dinas Kesehatan yang telah dibuat ini dapat dioperasionalkan maka perlu adanya rekomendasi dan dukungan dari Kepala Daerah dan DPRD Pasaman, setelah itu baru dilakukan sosialisasi kepada pihak terkait untuk menjalin koordinasi di dalam pelaksanaannya.

Strategic Planning of health office of Pasaman Regency Within framework of Regional Autonomy, Year 2001-2005
Department of health, the Republic of Indonesia according to Healthy Indonesia Year 2010 has determined general policy of health aspect development such as increasing of human resource in health aspect.
Referring to Law Number 22 Year 1999, and Law Number 25 year 1999 regarding Financial Balancing between central government and the regional government and Government Regulation Number 25 year 2000 regarding authority of the government and the provinces as autonomous regions. Beginning Pasaman District of autonomous in 2001, certainly the health office of Pasaman District would be a necessity this strategic Planning.
In order to build a strategic planning of this Board this operational research has been conducted using Qualitative analyses, this strategic we build in three stage. First (Input stage), Consists of external and Internal environmental analyses of health office. Through Consensus Decision Making (DMC) people in this group include Head public Health Centre, Head Sub District, Health office and Head Section Health office from Health Pasaman District. On the second stage (Matching Stage), intended alternative strategic by Internal-External Matrixs and SWOT Matrix analyses. Finally the third Stage (Decision Stage) was select the strategic priority, using Quantitative strategic Planning Matrix (QSPM) Method.
Based on the result of SWOT Matrix analyses, Health Pasaman District is positioned at Strenght-Opportunities (S-0) Quadrant, which means Health Pasaman District could maximizes its Internal strength using the opportunity meanwhile, the result of IE Matrix shown that position of health Pasaman District was at cell two (Growth and Build), it means that the Board still have the Opportunity to grow and develop its organization.
Both Matrixes analyses resulted in the priority strategic for organization development of Health Pasaman District are as follows intensive strategy and integrative strategy.
In order to Operational this Health Pasaman District Strategic Planning. There is a need of recommendation and support from Bupati and District Parliament (DPRD) after word socialization to related sectors should be done to build Coordination of the delivery of the programs."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T3111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rufinus Djemana
"Terpusatnya kekuasaan dan kewenangan Pemerintahan di masa kepemimpinan Orde Baru yang mengabaikan kebebasan dan Hak Asasi Manusia menimbulkan berbagai ketimpangan dan kesenjangan regional antar wilayah daerah dan terjadinya kerusakan sistim sosial yang multi dimensional dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan nasional. Birokrasi yang tidak mencerminkan aspirasi dan kebutuhan spesifik yang ada di setiap daerah mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap Pemerintah Pusat dan kecenderungan semakin menderasnya tuntutan untuk membangun kemandirian yang otonom dan babas dari tekanan pemerintah pusat.
Menderasnya arus reformasi yang mengedepankan pentingnya demokratisasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang bernuansa kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan yang hakiki dan bermartabat sesuai dengan tujuan terbentuknya negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kebutuhan akan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance) merupakan prasyarat bagi terwujudnya cita-cita demokratisasi yang bernuansa kebebasan dan Hak Asasi manusia. Karena perlakuan Pemerintah Pusat yang sentralistik, daerah-daerah tersebut merasa diperlakukan kurang adil dalam pembagian hasil pendapatan nasional dimana terjadinya kesalahan alokasi sumber-sumber daya nasional yang lebih banyak dinikmati oleh Pemerintah Pusat.
Lahirnya Undang-undang Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah merupakan koreksi dan suatu langkah maju untuk mempercepat reformasi dan penyempurnaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Sebagai hasil kajian dan koordinasi dari Departernen dan Lembaga yang terkait dalam urusan otonomi daerah yang mengedepankan suatu tatanan otonomi kepada dua jenis daerah otonom yang meletakkan kadar otonomi yang lebih besar kepada daerah Kabupaten/Kotamadya yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota. Kadar otonomi daerah propinsi menjadi lebih kecil didalam menjalankan fungsi Pemerintah Pusat di Daerah. Dengan ditetapkannya kedua undang-undang tersebut diharapkan manajemen sumber-sumber daya pada berbagai jenjang pemerintahan dapat ditata kembali secara mendasar sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan produktifitas dan daya saing masyarakat di daerah. Dalam kaitan ini kedudukan Gubernur dan Bupati menjadi sangat strategis sebagai posisi kunci karena bertindak sebagai Top Manager di dalam menata dan mengelola birokrasi pemerintahan yang transparan, partisipatif dan akuntabel di dalam mengakomodasikan berbagai aspirasi dan tuntutan kebutuhan yang berkembang di daerah.
Sehubungan dengan itu upaya pembenahan dan pemberdayaan pengelolaan keuangan daerah di dalam merespons tuntutan aspirasi daerah merupakan langkah penting yang perlu segera dilaksanakan. Disadari, kapasitas keuangan Pemerintah Daerah akan menentukan kemampuan Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsi-fungsinya di dalam memberikan pelayanan dan mendorong terjadinya proses pembangunan daerah. Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek yang negatif yaitu rendahnya kemampuan pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan Pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim, menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih atas yang tidak diharapkan oleh masing-masing daerah, Kebijakan keuangan daerah diharapkan mampu menata dan mengorganisir sistim perekonomian daerah dalam rangka perwujudan otonomi daerah yang nyata, serasi, dinamis dan bertanggung jawab.
Kebijaksanaan keuangan daerah pada hakikatnya mencakup dua dimensi penataan sektor publik yaitu penataan aspek pendapatan (revenue side), dan aspek pengeluaran (expenditures side), seperti yang tercermin di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Anggaran Daerah (APBD). Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu wujud peran Pemerintah Daerah untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi dengan merubah struktur pengeluaran atau pendapatan (Pajak Daerah) untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, anggaran daerah merupakan instrumen kebijakan penting Pemerintah Daerah untuk mengarahkan perkembangan sosia1 ekonomi, menjamin kesinambungan pertumbuhan dan meningkatkan kehidupan serta kesejahteraan masyarakat. Karena itu pemberdayaan anggaran daerah hares mampu mencerminkan dinamika perubahan prioritas keinginan masyarakat melalui penataan arah dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam kerangka pengendalian pengeluaran maupun perpajakan serta retribusi di daerah. Mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang selama ini diatur dengan keputusan Mendagri no. 9 tahun 1982 tentang (P5D) menempatkan dominasi peranan Pusat, sedangkan tuntutan kebutuhan daerah kurang mendapat porsi yang seimbang, maka dengan berlakunya UU Otonomi Daerah yang baru, setiap daerah mendapatkan keleluasaan untuk mengembangkan kemandirian sesuai potensi dan peluangnya. Beberapa makna penting yang menyebabkan perlunya perubahan paradigma pembangunan daerah sesuai dengan UU Otonomi Daerah yang baru adalah sebagai berikut, Pertama, lebih ditingkatkannya proses demokrasi manajemen daerah. Kedua, lebih ditingkatkannya peran serta masyarakat dalam manajemen pembangunan daerah. Ketiga, lebih ditingkatkannya pemerataan dan keadilan pembangunan daerah. Keempat, lebih diperhatikannya potensi daerah dalam proses pengelolaan pembangunan daerah. Kelima, lebih diperhatikannya keanekaragaman daerah dalam pengelolaan pembangunan daerah. Dalam rangka pemberdayaan APBD sebagai instrumen kebijakan Otonomi Daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur agar menempatkan kepentingan dan kesejahteraan rakyat menjadi dasar dan ukuran untuk menilai kemampuan kinerja Pemda Propinsi NTT. Dalam kaitan itu rumusan APBD harus melibatkan kelima kelompok kepentingan (stakeholders) secara solid dan utuh sesuai peran dan fungsinya, sehingga mampu menghasilkan keputusan perencanaan yang realistis sesuai aspirasi dan prioritas kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Usaha penataan dan pembenahan anggaran daerah ditujukan agar Pertama, untuk memenuhi pertanggungjawaban (accountability) tugas-tugas keuangan pemerintah daerah kepada institusi pejabat yang berwenang dan kepada masyarakat. Kedua, keuangan daerah dikelola agar mampu melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek dari jangka panjang. Ketiga, pengurusan keuangan harus dilakukan oleh pegawai-pegawai yang jujur sehingga peluang untuk melakukan kecurangan bisa diperkecil. Keempat, prinsip pengelolaan keuangan daerah yaitu hemat dan mencapai sasaran (efektif). Kelima, adalah pengendalian harus dilakukan oleh keputusan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD), serta petugas pengelolaan dan pengawasan keuangan yang dilakukan secara transparan. Kelima prinsip tersebut merupakan unsur-unsur pokok pada manajemen keuangan daerah yang mencerminkan terciptanya good governance pada tataran Pemerintahan Daerah.
Kajian tesis yang berjudul "Pemberdayaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Sebagai Instrumen Kebijakan Dtonomi Daerah Di Propinsi Nusa Tenggara Timor", merupakan suatu upaya untuk mencoba mengidentifikasi dan mencermati potensi, peluang dan permasalahan dasar di Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam merespon tuntutan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Otonomi yang baru terkandung maksud untuk melihat secara spesifik daya dukung Propinsi Nusa Tenggara Timur dan prospeknya ke depan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode LQ (Location Quotient) untuk mengolah data sekunder dan analisa SWOT untuk mengolah data primer (kuesioner) untuk kelima stakeholders yaitu kelompok masyarakat, kelompok DPRD, kelompok Kepala Daerah, kelompok Unit Penunjang dan Unit Pelayanan. Selain itu data dan informasi dari berbagai hasil pengalaman empirik penulis selama bekerja di propinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan analisa LQ menunjukkan bahwa kedudukan sektor pertanian masih merupakan sektor andalan di propinsi Nusa Tenggara Timur (LQ> I) kecuali kabupaten Kupang dan kabupaten Ende.
Hasil kajian tesis menunjukkan strategi tertinggi saat ini dan saat mendatang terletak pada kelompok DPRD dan Kepala Daerah. Dalam rangka pemberdayaan APBD maka tindakan penting dan mendesak untuk kelompok DPRD adalah pertama, perlunya program peningkatan mutu dan keterampilan sumber daya manusia. Kedua, memperluas forum konsultasi untuk menampung tuntutan aspirasi publik. Ketiga, meningkatkan mutu pembuatan Peraturan Daerah dan meningkatkan fungsi pengawasan umum. Keempat, meningkatkan fungsi pengawasan terhadap tugas pelayanan dasar yang dilakukan Pemerintah. Sedangkan untuk masa yang akan datang terletak pada kelompok Kepala Daerah, dengan rekomendasi kegiatan penting dan mendesak yang harus dilakukan adalah, pertama, perlunya mempertegas penataan Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) serta standar kinerja sesuai karakteristik dan tuntutan kebutuhan lokal di NTT. Kedua, perlunya mempertajam analisa kebutuhan yang mendasari sistem alokasi APBD pada sektor yang menjadi prioritas (kompetensi unggulan) daerah. Ketiga, meningkatkan kemampuan profesional para SDM daerah sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Keempat, meningkatkan transparansi dan pemasyarakatan berbagai kebijakan dan Perda tentang APBD dan Kelima, berusaha meningkatkan mutu perencanaan dan pengembangan komoditi unggulan sesuai potensi dan peluang daerah pada upaya untuk mengembangkan kemampuan otonominya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Sujana
"Pada era reformasi sekarang ini dengan adanya tuntutan reformasi total disegala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, telah memberikan petunjuk dan arah untuk lebih memperbesar porsi pelaksanaan asas desentralisasi yang diwujudkan melalui pelaksanaan otonomi daerah, secara yuridis formal tuntutan tersebut telah diakomodasikan melalui Tap MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam penelitian ini akan dianalisis bagaimana perkiraan kapasitas pendapatan asli daerah di Cianjur Selatan dengan beriakunya undang-undang otonomi daerah seperti yang disebutkan di atas dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kemudian bagaimana dukungannya terhadap rencana pemekaran daerah Kabupaten Cianjur serta bagaimana dampaknya jika dikaji dalam perspektif Ketahanan Nasional. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan diberlakukannya Undang-undang Perubahan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Cianjur, Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur, dan peraturan-peraturan lain yang mengatur perusahaan daerah (BUMD), maka pendapatan asli daerah Cianjur bagian Selatan (rencana wilayah pemekaran) diperkirakan sebesar 4,2 milyar. Dana sebesar itu diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah (BUMD), dan lain-lain penerimaan daerah yang sah.
Kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Cianjur atau pembentukan Kabupaten Cianjur Selatan kurang didukung oleh besarnya perkiraan kapasitas PAD Cianjur Selatan karena tidak cukup untuk membiayai kebutuhan pelayanan masyarakatnya, namun bila ditambah dengan sumber-sumber pendapatan daerah lainya kebutuhan dana tersebut baru dapat tercukupi. Pembentukan Kabupatan Cianjur Selatan, juga didukung oleh analisis posisi fiskal Cianjur Selatan yang dihitung berdasarkan rasio perkiraan PAD dengan jumlah PDRB kecamatan yang ada di wilayahnya masing-masing, karena nilainya lebih besar daripada nilai posisi fiskal Kabupaten Cianjur secara keseluruhan.
Selanjutnya untuk mengkaji dampak pemekaran daerah dalam perspektif Ketahanan Nasional dilakukan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Untuk kasus pemekaran Kabupaten Cianjur diperkirakan akan ada peningkatan PAD Cianjur Selatan yang semula menyumbang sekitar rata-rata dua milyar pertahun terhadap PAD Kabupaten Cianjur menjadi sekitar 4,2 milyar rupiah. Dana sebesar itu, ditambah dengan sumber-sumber penerimaan daerah lainnya akan lebih meningkatkan kesejahteraan dan keamanan masyarakat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan program-program pembangunan atau fungsi-fungsi pemerintahan lainnya. Berdirinya kabupaten Cianjur Selatan juga akan mengurangi kesenjangan pertumbuhan ekonomi dengan Cianjur Utara, keterisolasian dan keterbelakangan masyarakat, serta dapat memacu pertumbuhan sosial budaya dan mendorong suasana politik yang demokratis dalam menentukan pimpinan daerah.
Sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan dan keamanan di daerah maka akan meningkatkan pula ketahanan daerah dan apabila gejala ini terjadi di berbagai wilayah di Indonesia maka Ketahanan Nasional akan meningkat. Namun sebaliknya apabila pemekaran daerah didasaran kepentingan yang lain, seperti kepentingan elit lokal, maka Ketahanan Nasional akan menurun, bahkan mendorong terjadinya disintegrasi bangsa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T7575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Paul
"Kontrak Karya sebagai pintu masuk Penanaman Modal Asing Mineral di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967, dengan diterbitkannya UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan Umum.
Dalam perjalanannya, subsektor Pertambangan Umum melalui Kontrak Karya telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia, terutama pada periode Orde Baru, dimana pada saat itu Negara Indonesia sangat diminati oleh investor Kontrak Karya, karena Pemerintah berhasil menciptakan iklim investasi yang sangat kondusif dari segi regulasinya maupun stabilitas politiknya. Namun tidak dapat disangkal, hampir seluruh kewenangan pembinaan, pengelolaan, pengawasan dan pengembangan sub sektor Pertambangan Umum ada pada Pemerintah Pusat, sehingga partisipasi Pemerintah Daerah terbatas pada hal-hal yang kecil saja.
Sejak diberlakukannya Desentralisasi sumberdaya mineral terhitung murai tanggal 1 Januari 2001, terjadi perubahan paradigma yang sangat mendasar dalam pengelolaan sumberdaya mineral. Hampir seluruh wewenang pengelolaan sumberdaya mineral diserahkan pada daerah. Wewenang Pemerintah Pusat hanya yang bersifat strategis saja, antara lain menetapkan standar, prosedur, ataupun kebijakan kebijakan yang makro.
Perubahan pengelolaan sumberdaya mineral tersebut membawa dampak yang besar bagi investasi Kontrak Karya di Indonesia, dimana sejak kebijakan tersebut diberlakukan investasi baru Kontrak Karya tidak ada.
Tesis ini menyusun prioritas kriteria Otonomi Daerah terhadap peluang investasi Kontrak Karya di Indoneia dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T3960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Procurement of public goods/services is a routine of government activity which has most prone to corruption, however with minimum control. It is essential to prioritize the agenda of governance reforms of procurement of public goods/services. Up to now, government has not yet found a proper formulation. Although the regulation outlining this subject is always updated. This paper attempts to examine some elements of the procutement of publics goods/service as an alternative solution to improve the process of procurement of public goods/services in Indonesia. The most important reform is in the pre-procurement cycle (stages of planning). Planning on budget and procurement as well as aspects of integrity and accountability are elements that must be better conducted in the procurement of public goods/services in Indonesia"
Surakarta: Jurusan Ilmu Administrasi FSIP Universitas Sebelas Maret,
351 SPJ
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library