Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dyan Agni Mayatirtana
"Air adalah sumberdaya yang utama dalam mendukung kehidupan manusia, baik untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari maupun sebagai pendukung kegiatan manusia. Kabupaten Bojonegoro dengan luas 230.706 ha adalah wilayah dengan kondisi perbedaan curah hujan yang cukup jelas, pada saat musim kemarau dan musim hujan. Kejadian El-Nino menjadi salah satu faktor terjadinya kekeringan yang dapat dikategorikan menjadi kekeringan meteorologis yang berakibat pada ketersediaan air yang tidak mencukupi dan untuk mengatasi keterbatasan sumber daya air tersebut, pemerintah membangun Bendung Gerak Bojonegoro untuk mengalirkan air Sungai Bengawan Solo ke areal persawahan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkatan kekeringan yang terjadi dari kondisi curah hujan selama 30 tahun menggunakan metode SPI (Standardized Precipitation Index) pada tahun El Nino (tahun 1991, 1997, 2002, 2009 dan 2015) yang dihubungkan dengan ketersediaan air Bendung Gerak Bojonegoro terhadap pola tanam tembakau. Maka didapatkan kondisi kekeringan di tahun terjadinya El Nino lebih cenderung menunjukkan peningkatan dan rata-rata mencapai puncaknya di bulan September.
Sedangkan budidaya tembakau yang di optimalkan tahun 2002 dan 2009 dengan kondisi kekeringan yang terjadi, petani masih mengoptimalkan melalui pergeseran tanam di sepanjang aliran sungai. Sedangkan di tahun 2015 di saat kekeringan sangat tinggi, maka ketersediaan air yang berkurang membuat petani lebih cenderung memperhatikan waktu tanam guna mengurangi kendala ketersediaan air atau lebih memilih mengkosongkan sementara lahan yang ada (diberakan).

Water is a key resource in support of human life, both for the fulfillment of their daily needs as well as a supporter of human activity. Bojonegoro with an area of 230 706 ha is the region with the condition of difference rainfall is quite clear, during the dry season and the rainy season. Genesis El-Nino became one of the factors of drought which can be categorized into a meteorological drought that resulted in inadequate water availability and to overcome the limitations of water resources, the government is building a dam to drain water Gerak Bojonegoro Solo River to the paddy fields.
The purpose of this study was to determine the level of the drought that occurred from rainfall for 30 years using SPI (Standardized Precipitation Index) in the year of El Nino (1991, 1997, 2002, 2009 and 2015) associated with the availability of water weir Gerak Bojonegoro to pattern planting tobacco. Then obtained the drought conditions in the year of El Nino is more likely to show increased and the average peaked in September.
While the cultivation of tobacco in optimizing in 2002 and 2009 with drought conditions, farmers still optimizing through shifting planting along streams and rivers. Whereas in 2015 in the time of drought is very high, the availability of water is reduced to make farmers more likely to pay attention to the time of planting to reduce water availability constraints or prefer mengkosongkan while the existing land (fallow).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Aghnia Mirrah
"Ketersediaan air pada suatu DAS dapat dilihat dari ekosistem dan aktivitas di daerah tersebut. Hubungan keduanya akan mempengaruhi respon hidrologi pada DAS. Penelitian ini dilakukan di DA Ci Anten, Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keseimbangan air hasil dari ketersediaan dan kebutuhan air secara spasial sebagai hasil interaksi faktor-faktor hidrologi yang telah dibuat berdasarkan karakteristik fisik unit respon hidrologi URH di DA Ci Anten. Penelitian ini menggunakan aplikasi model SWAT, metode Meijerink dan Cook untuk menghitung ketersediaan air. Luas setiap sub-DAS dan penggunaan lahan diketahui untuk perhitungan kebutuhan air. Karakteristik fisik DA Ci Anten terbagi menjadi 16 sub-DAS dengan URH dominan berupa kebun campuran pada kemiringan lereng 10-30 . Keberagaman kondisi URH pada setiap sub-DAS mempengaruhi koefisien limpasan dan perhitungan ketersediaan air. Pada musim kemarau terjadi defisit air pada semua sub-DAS kecuali sub-DA Ci Kaniki 1, sedangkan keseimbangan air tahunan mengalami defisit air tertinggi pada sub-DA Ci Sadane 1 dan sub-DA Ci Sadane 2. Penyebab defisit air tersebut dikarenkan karakteristik fisik sub-DAS dan banyaknya penduduk yang bermukim di sekitar sub-sub DAS tersebut.

The availability of water in watershed can be seen from ecosystem and activities in that area. The relationship between those will affect the hydrological responses in the watershed. This research take place in Anten watershed, Bogor Regency. The aim of this research is to analyze the water availability and water demand as a result of the interaction of hydrological factors that have been made based on physical characteristic hydrological response unit HRU in Anten watershed. This study use hydrological application of SWAT model to generate HRU and Meijerink and Cook formula to calculate water availability. The width of each sub watershed and land use is known for calcutae water demand. The physical characteristics of Cianten watershed is devided into 16 sub watersheds with dominant HRU in the form of mixed garden on slope of 10 30 . The diversity of HRU conditions in each sub watersehed affects the runoff coefficient and water availability. In the dry season water deficit occurs in all sub watershed except Kaniki 1 sub watershed, while in annual water balance has the highest water deficit in Sadane 1 sub watershed and Sadane 2 sub watershed. The cause of water deficit is due to the physical characteristic of each watershed and the nmber of residents who live around sub watershed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atie Tri Juniati
"ABSTRAK
Integrasi pola pengelolaan sumber daya air (PSDA) ke dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak perubahan pemanfaatan ruang dan mempertahankan daya dukung lingkungan hidup. Penelitian ini bermaksud mengintegrasikan pola pengelolaan sumber daya air ke rencana tata ruang wilayah. Permasalahan yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah cara menghitung ketersediaan dan kebutuhan air pada Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, yang diamanatkan dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009. Cara menghitung ketersediaan air telah diuraikan dalam Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, namun, metode yang digunakan untuk menghitung ketersediaan air (KA) tersebut kurang tepat, karena menggunakan rumus rasional. Permasalahannya adalah bahwa, selama ini metode rasional dikembangkan untuk menghitung debit rencana saluran drainase untuk daerah kecil dengan waktu konsentrasi yang singkat. Metode rasional pada dasarnya adalah metode perhitungan debit puncak. Oleh karena itu, perlu dicari model lain yang banyak dikenal dan digunakan di Indonesia yang mampulaksana untuk untuk memperkirakan ketersediaan air dalam penyediaan air baku air minum sebuah kota. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah, untuk mewujudkan integrasi Pola PSDA ke RTRW melalui cara penghitungan potensi ketersediaan air di suatu wilayah pada Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, yang terdapat dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009. Melalui tinjauan pustaka tentang metode mengestimasi potensi KA, disimpulkan bahwa, metode yang paling mendasar untuk menghitung KA adalah metode neraca air (NA). Untuk itu kemudian ditetapkanlah kriteria pemilihan model NA, yang disesuaikan dengan kriteria mampu laksana. Kriteria mampu laksana, dalam arti, model estimasi potensi KA ini akan bisa digunakan oleh para perencana RTRW dengan mudah dan hasilnya bisa dipertanggung jawabkan. Melalui kajian pustaka dan hasil survei wawancara mendalam kepada para pengguna model, kemudian dipilihlah tiga model neraca air hidrologi yaitu model Mock, SCS-CN dan SWAT sebagai alternatif modul untuk estimasi KA. Kemudian dilakukan uji coba model. Uji coba model hidrologi ini dimaksudkan untuk memahami karakteristik model dan menentukan tingkat kesulitannya. Hasil uji coba model hidrologi untuk estimasi potensi ketersediaan air di DAS Cisadane hulu diperoleh kesimpulan bahwa pola hubungan yang erat antara hasil prediksi model dengan hasil observasi lapangan, dimana nilai koefisien determinasi (R2) model Rasional 0.66, dari model Mock 0.69, dari model SCS-CN0.62 dan dari model SWAT diperoleh nilai R2= 0.68. Artinya model hidrologi tersebut dapat digunakan untuk simulasi KA. Dalam penelitian ini kebutuhan air juga dihitung sesuai dengan kegiatan RTRW kota Bogor tahun 2014. Hasil perhitungan Daya dukung air untuk kota Bogor tahun 2004-2008 menunjukkan kondisi surplus.
Berdasarkan uji coba 3 (tiga) model hidrologi kemudian disusun instrumen penelitian (kuesioner) dengan variabel dan indikator kemampulaksanaan model hidrologi. Variabel yang akan diteliti adalah karakteristik model hidrologi, sedangkan model hidrologi yang akan diteliti adalah Rasional, Mock, SCS-CN dan SWAT. Indikator karakteristik model adalah a) kemudahan pencarian dan persiapan data untuk input model, b) kemudahan model menghitung komponen neraca air, c) kehandalan model dan d) kemudahan mendapatkan perangkat pendukung model serta e). kondisi sumber daya manusia (SDM). Instrumen disampaikan kepada pengguna model yaitu, a) staff sumber daya air Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, b) Konsultan keairan dan c) dosen teknik sipil keairan. Jawaban responden mengenai pencarian dan persiapan data untuk untuk input model adalah bahwa model SWAT dinyatakan paling mudah dengan nilai rata-rata tingkat kemudahan 1.93. Dalam menghitung neraca air, responden menyatakan bahwa SWAT paling mudah menghitung komponen neraca air, dengan nilai rata-rata tingkat kemudahan 1.88. Sedangkan dari indikator kehandalan model, Mock mendapat nilai tingkat kemudahan 2.0, paling mudah diantara 3 model lainnya. Artinya, menurut responden, kalibrasi dan validasi model Mock dinilai paling mudah. Sedangkan dalam hal kemudahan mendapatkan perangkat pendukung, responden menyatakan perangkat pendukung model SWAT adalah yang paling mudah diperoleh.
Prosedur untuk mengases kemampulaksanaan model hidrologi dalam estimasi potensi ketersediaan air untuk RTRW menggunakan Indikator i) ketersediaan data, ii) kemampuan menghitung NA, iii) kehandalan model dan iv) kemudahan mendapatkan perangkat pendukung model serta v) kesiapan sumber daya manusia, sudah diujicobakan pada lokasi studi DAS Cisadane hulu, dan dengan responden para pengguna model hidrologi.

ABSTARCT
The integration of water resource management pattern with regional spatial plan is needed in minimizing the effect of adjustments of spatial use and in sustaining the carrying capacity of the environment. This study aims to integrate water resource management pattern with regional spatial plan. It addresses the problem in calculating water availability and water needs in the Guidance for Determining Environmental Carrying Capacity in Regional Spatial Planning, mandated in the Annex of Regulation of the Minister for Environment No 17/2009. The Guidance outlined a method of determining water availability which is based on rational modeling. The use of rational model as a foundation in this case is problematic since the rational model was developed to calculate discharge plans for drainage channels in small areas and in short time concentrations. The rational method is, in essence, a peak discharge calculation method. There is a need to find other model that is widely known and widely used in Indonesia capable of determining the water availability to supply standard drinking water of a city.
Based on the problem, the objective of this study is to integrate water resource management pattern with regional spatial planning through the calculation of water availability potential in a region in the Guidance for Determining Environmental Carrying Capacity in Regional Spatial Planning, found in the Annex of the Regulation of the Minister for Environment No. 17/2009. Through a literature review on the methods on estimating water availability potential, the water balance method is found to be the most fundamental method in water availability estimation. A set of criteria for water balance model selection is established based on a workability criteria. Workability criteria is determined based on the ease of use of the model and the validity of its results.
Through literature review and in-depth interview survey result of model users, three hydrological water balance models are selected as alternative models for water availability estimation. The three models are the Mock, SCS-CN, and SWAT. A series of test-run is done using the three models to understand their characteristics and determine their levels of ease of use. From the test-runs of the hydrological models in estimating water availability potential in Upper Cisadane River Basin Area, the study found a close relation between the result of model prediction and field observation, where determining coefficient value R2 of the rational model, Mock model, SCS-CN model and SWAT model are found to be 0.66, 0.69, 0.62, and 0.68, respectively. The numbers suggest that the hydrological models are fit for water availability simulation.
This research then calculate water needs based on regional spatial planning activities of Bogor City in 2014. The calculation result of water carrying capacity of Bogor City in the years 2004-2008 indicated a condition of surplus.
Based on the test-runs of the three hydrological model, a research instrument (questionnaire) is developed by using variables and workability indicators of hydrological models. The variables of interest are hydrological model characteristics, while the hydrological models of interest are the rational, Mock, SCS-CN, and SWAT models. The indicators for model characteristics are a) the ease of data collection and preparation for model inputs, b) the ease of water balance components calculations, c) model reliability, d) the ease of obtaining model support devices, and e) human resource conditions. These instruments are conveyed to model users as respondents: a) members of staff in the Ministry of Public Works and Spatial Planning, b) water consultants, and c) water engineers and academics. The result of respondent survey on the indicator of the ease of data collection and preparation for model input, SWAT is scored as the easiest to use with ease of use value of 1.93. On water balance calculation, the SWAT is scored as the easiest to use with a value of 1.88. On water reliability indicator based on the ease of model calibration and validation, the Mock scored as the easiest with a value of 2.0. On the ease of obtaining support device, the respondents choose SWAT as the easiest.
The procedure to assess the usability of hydrological model in estimating water availability potential for regional spatial planning using five indicators of i) data availability, ii) water balance calculation capability, iii) model reliability, iv) ease of obtaining model support devices, and v) human resources readiness is already tested in Upper Cisadane river basin and underwent a survey of hydrological model users as respondents"
2020
D2696
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library