Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susatyo Jati Pratomo
Abstrak :
Pendahuluan: KDOQI menyebutkan infeksi adalah komplikasi utama terkait penggunaan kateter akses hemodialisis jangka panjang. KDOQI merekomendasikan pemasangan kateter vena tunneling (TCC) hemodialisis pada vena jugularis interna (VJI) kanan dengan posisi ujung TCC ditempatkan di atrium kanan dan bukaan lumen arteri menghadap ke mediastinum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan angka catheter related bacteremia (CRB) sebesar 35% pada pemakaian 3 bulan dan 54% untuk pemakaian 6 bulan. Posisi ujung TCC akses hemodialisis VJI kiri mempunyai pengaruh terhadap kejadian disfungsi dan infeksi dibandingkan jika terpasang di sisi kanan. Metode: Dilakukan studi cross sectional dengan 62 subjek pasien hemodialisis menggunakan akses TCC VJI. Dicari hubungan antara posisi pemasangan TCC, posisi ujung TCC dan faktor risiko dengan kejadian terduga CRB menggunakan uji Chi Square dengan nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik dan penghitungan odd ratio (OR) interval kepercayaan 95%. Diambil data posisi pemasangan TCC, posisi ujung TCC, terduga CRB serta karakteristik berupa usia, jenis kelamin serta status DM di RSCM Januari 2018 sampai Januari 2019. Hasil: Enam puluh dua subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini 45 orang (72,6%) berusia 60 tahun kebawah. Empat puluh satu subjek (66,1%) berjenis kelamin pria. Lima belas subjek menderita DM (24,2%). Posisi ujung TCC yang didapatkan dari 62 subjek tersebut, 39 (62,9%) berada di VKS, 2 (3,2%) pada CAJ dan 21 (33,9%) pada atrium kanan. Dari 62 subjek tersebut 22 (35,48%) diantaranya mengalami kejadian terduga CRB. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara posisi ujung TCC VJI dengan kejadian terduga CRB (p = 0,92, OR 1,05 dengan IK 95% = 0,35 – 3,08). Usia, jenis kelamin, dan status DM tidak merupakan faktor risiko bermakna secara statistik berhubungan dengan kejadian terduga CRB. Kesimpulan: Studi ini mendapatkan hasil tidak ada hubungan kemaknaan posisi ujung TCC dan faktor risiko diteliti dengan kejadian terduga CRB. ......Introduction: KDOQI stated infection is the main complication of long-term catheter use as hemodialysis access. KDOQI recommends insertion of tunneling venous hemodialysis catheter in the right internal jugular vein (IJV) with the tip placed in the right atrium and the arterial lumen opening facing the mediastinum. Previous study stated that the number of catheter related bacteremia (CRB) is 35% at 3 months use and 54% at 6 months use. The TCC tip position as hemodialysis access in left IJV is correlated more to dysfunction and infection compared to the right IJV. Method: A cross-sectional study was conducted with 62 subjects of hemodialysis patients using IJV TCC access. The correlation between TCC insertion location, TCC tip position, and risk factors with suspected CRB was analyzed using Chi Square Test. A p value <0.05 was considered statistically significant. The odds ratio (OR) with 95% confidence interval was analyzed. The data of TCC insertion location, TCC tip position, suspected CRB incidence, and subject’s characteristics including age, sex, and DM status were gathered in RSCM from January 2018 to January 2019. Results: Within 62 subjects included in this study 45 (72,6%) were 60 y.o or less. Forty one (66,1%) subjects were male. Fifteen had DM as comorbid (24,2%). Thirty nine TCC tip position were in SVC (62,9%), 2 were in CAJ (3,2%) and 21 were in (33,9%)RA. Twenty two from 62 had suspected CRB (35,48%). There is no significant correlation between TCC tip position with suspected CRB incidence (p = 0.92, OR 1,05, 95% CI = 0.35 – 3.08). Age, sex, and DM status were not statistically proven as risk factors of suspected CRB. Conclusion: There is no significant correlation between TCC tip position and studied risk factors with suspected CRB.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasytha Vikarina
Abstrak :
Latar Belakang: Sumber infeksi dalam rongga mulut berasal dari periodontium, periapikal dan pulpa. Apabila bakteri tersebut masuk ke pembuluh darah, maka bakteri atau toksik yang dihasilkan bakteri tersebut dapat memasuki aliran darah dan mengikuti sirkulasi arteri menuju jantung. Tujuan: mengetahui fokus infeksi rongga mulut rujukan Divisi Jantung ke Divisi Penyakit Mulut Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2010-2012 dengan melihat oral hygiene, DMF-T, kalkulus dan penyakit periodontal pada 227 rekam medik pasien. Metode: penelitian deskriptif menggunakan data sekunder. Hasil: 162 pasien memiliki oral hygiene buruk dan 124 pasien menderita gingivitis dan periodontitis. Kesimpulan: Bakteri pada rongga mulut dapat menjadi fokus infeksi pada pasien jantung ......Background: The source of infection in the oral cavity has come from the periodontium, periapical and pulp. When the bacteria enters into the bloodvessels, the bacteria or toxic substances which produced by bacteria may enter the bloodstream and follow the arterial circulation towards the heart. Objective: To recognize the focus of infection of the oral cavity referral from Division of Cardiovascular to Division Oral Medicine in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo between 2010-2012 to see oral hygiene, DMF-T, calculus and periodontal disease in 227 medical records of cardiac patients. Methodes: This descriptive study using secondary data, which is the medical records of cardiac patient. Results: 162 patients had poor oral hygiene and 124 patients suffered from gingivitis and periodontitis. Conclusion: Bacteria in the oral cavity could be a focus of infection in cardiac patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommie Prasetyo U.W.
Abstrak :
Sepsis, yang salah satunya ditandai dengan adanya bakteri dalam darah (bakteremia), merupakan keadaan klinis yang mengancam jiwa seseorang. Sehingga pemilihan antibiotik yang tepat sangatlah penting untuk mengurangi angka kecacatan dan kematian. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk menangani sepsis adalah kloramfenikol, kotrimoksasol, dan tetrasiklin. Oleh karena itu diperlukan pemantauan pola resistensi bakteri penyebab sepsis terhadap ketiga antibiotik tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil uji resistensi bakteri dari spesimen darah terhadap berbagai antibiotik dari tahun 2001-2006 yang dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dari 791 isolat darah, didapatkan enam bakteri tersering yang diisolasi dari spesimen darah yaitu Staphylococcus epidermidis (25%), Acinetobacter anitratus (16%), Pseudomonas aeruginosa (13%), Klebsiella pneumoniae (8%), Staphylococcus aureus (6%), dan Salmonella Typhi (5%). Hasil uji resistensi keenam bakteri tersebut terhadap ketiga antibiotik di atas sangat bervariasi. Staphylococcus epidermidis sudah cukup resisten (37,4-51,9%) terhadap ketiga antibiotik di atas. Resistensi Acinetobacter anitratus dan Pseudomonas aeruginosa terhadap kloramfenikol dan kotrimoksasol masih rendah, masing-masing 10-16,2% dan 6,2-21,4%, sedangkan terhadap tetrasiklin resistensinya sudah cukup tinggi, 62,5% pada Acinetobacter anitratus dan 71% pada Pseudomonas aeruginosa. Klebsiella pneumoniae sudah cukup resisten (36,6-71,4%) terhadap ketiga antibiotik di atas. Resistensi Staphylococcus aureus masih cukup rendah (5,9-28,6%) terhadap ketiga antibiotik di atas. Resistensi Salmonella Typhi terhadap ketiga antibiotik di atas juga masih rendah (0-5,6%). Dapat disimpulkan bahwa resistensi bakteri yang diisolasi dari spesimen darah terhadap ketiga antibiotik di atas sudah cukup tinggi, kecuali pada Staphylococcus aureus dan Salmonella Typhi, serta pada Acinetobacter anitratus dan Pseudomonas aeruginosa terhadap kloramfenikol dan kotrimoksasol. ......Sepsis which is characterized by the presence of bacteria in bloodstream (bacteremia) is a harmful clinical state that can be life-threatening. Correct choice of antibiotics is a very important issue in reducing morbidity and mortality rates among sepsis patients. Some antibiotics that can be used to treat sepsis are chloramphenicol, co-trimoxazole, and tetracycline. Hence, it is necessary to monitor sepsis-causing bacteria resistance pattern to those three antibiotics mentioned before. The data utilized was a secondary one that was obtained from the result of blood-specimen bacterial resistance test against antibiotics in Clinical Microbiology Laboratory of Faculty of Medicine, University of Indonesia from 2001 to 2006. Of 791 blood isolates, six most frequent bacteria isolated from blood specimen were Staphylococcus epidermidis (25%), Acinetobacter anitratus (16%), Pseudomonas aeruginosa (13%), Klebsiella pneumoniae (8%), Staphylococcus aureus (6%), and Salmonella Typhi (5%), of which the results varied widely. Moderate resistance rates (37.4-51.9%) against those three antibiotics were observed from Staphylococcus epidermidis. Low resistance rates against chloramphenicol and co-trimoxazole were observed from Acinetobacter anitratus and Pseudomonas aeruginosa, each showed 10-16.2% and 6.2-21.4% respectively, while their resistance against tetracycline were already high, 62.5% in Acinetobacter anitratus and 71% in Pseudomonas aeruginosa. Klebsiella pneumonia showed moderate resistance against those three antibiotics mentioned above (36,6-71,4%). Low resistance rates (5.9-28.6%) against those three antibiotics were observed from Staphyhlococcus aureus. Very low resistance rates (0-5.6%) against those three antibiotics were also observed from Salmonella Tyhpi. It can be concluded that the resistance rates among bacteria isolated from blood specimen against those three antibiotics are already high, except Staphylococcus aureus and Salmonella Typhi, and Acinetobacter anitratus and Pseudomonas aeruginosa against chloramphenicol and co-trimoxazole.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titania Nur Shelly
Abstrak :
Latar Belakang: Kondisi bakteremia merupakan penyebab sepsis yang mengancam jiwa, sehingga deteksi awal terhadap etiologi bakteremia sangat penting. Pengetahuan mengenai pola resistensi bakteri terhadap berbagai antimikroba dapat berguna sebagai landasan bagi pengobatan empirik pasien dengan dugaan sepsis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dan pola resistensi bakteri yang diperoleh dari isolat darah terhadap antibiotik sefalosporin generasi tiga di LMK FKUI pada tahun 2001-2006. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data hasil kultur darah positif dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (LMK-FKUI) tahun 2001-2006 yang dimasukkan ke dalam piranti lunak WHOnet 5.4. Dari seluruh isolat, dibandingkan antara persentase bakteri gram positif dan negatif dan dilakukan pendataan pola resistensi bakteri yang ada di dalam darah terhadap sefalosporin generasi tiga. Pada seftriakson, analisis dilakukan pada 2 periode, yaitu 2001-2003 dan 2004-2006. Data yang diperoleh kemudian dianalisis. Hasil: Dari data yang ada, didapatkan 791 isolat darah positif, yang terdiri dari 66,37% bakteri gram negatif dan 33,63% bakteri gram positif. A.anitratus, P.aeroginosa, K.pneumonia, dan E.aerogenes merupakan bakteri gram negatif tersering. Pada keempat bakteri tersebut, yang resisten terhadap sefotaksim adalah sebesar 10%; 27,4%; 14,3%; 20,5%, sedangkan terhadap seftazidim ialah 8%;9,5%; 22,9%; 9,4%; terhadap seftizoksim, jumlah isolat sebanyak 1,9%; 22,4%; 10,5%; 4,2%. Pada bakteri gram positif, S.aureus dan S.epidemidis merupakan bakteri tersering. Dari data yang di bagi pada 2 periode, pola kepekaan bakteri dalam darah cenderung meningkat tajam pada K.pneumonia dari 41,7% menjadi 81,2%. Kesimpulan: Dari hasil kultur darah di LMK FKUI 2001-2006, bakteri gram negatif merupakan bakteri tersering yang ditemukan pada kultur darah di LMK FKUI periode 2001-2006. Bakteri gram negatif terbanyak yang didapatkan adalah A.anitratus, P.aeroginosa, K.pneumonia, dan E.aerogenes. Akan tetapi, bakteri yang paing sering ditemukan diantara seluruh isolat adalah stafilokokus koagulase negatif. Didapatnya isolat A.anitratus dan stafilokokus koagulase negatif pada perlu dipertimbangkan kemaknaannya secara klinis sebagai penyebab sepsis karena beberapa penelitian menyampaikan bahwa adanya kedua bakteri merupakan kontaminan yang sering didapatkan pada kultur darah. Kurangnya data mengenai riwayat pasien dan penanganan spesimen, serta teknis pengerjaan kultur menyebabkan hasil sulit diinterpretasikan. ......Introduction: Bacteremia is one of the common etiology of sepsis, so that its early detection is important. Knowledge about bacteria resistance pattern toward various antimicrobial therapies is essential to give empirical therapy for patients with sepsis in clinical practice. The objective of this research is to know the bacterias profile and resistance pattern from blood culture towards third generation cephalosporins in Clinical Microbiology Laboratory Faculty of Medicine, University of Indonesia (CML-FMUI) 2001-2006. Methods: We used positive blood culture datas in CML-FMUI 2001-2006, from software WHOnet 5.4. The proportion of negative- and positive-gram bacteria isolates were collected. Their resistance pattern towards third generation cephalosporins was made in table and diagram. the resistance pattern towards ceftriaxone was made in 2 periodes of time (2001-2003 and 2004- 2006). In discussion, we analyzed the datas compared to other researches. Results: From all 791 positive-isolates, gram negative bacteria accounted for 66,37%, higher than 33,63% of gram-positive bacteria. A.anitratus, P.aeroginosa, K.pneumonia, and E.aerogenes was the most common negative-gram bacterias isolated from blood culture. Their resistance pattern towards cefotaxime were 10%; 27,4%; 14,3%; 20,5%, towards ceftazidime were 8%;9,5%; 22,9%; 9,4% and towards ceftizoxime were 1,9%; 22,4%; 10,5%; 4,2%. Two most frequent positive-gram bacterias were S.aureus and S.epidermidis. Toward ceftriaxone, there was dramatic changes of K.pneumonia’s resistance pattern in 2 periodes, from 41,7% to 81,2%. Conclusions: Negative-gram bacteria was the major bacteria in blood culture result in CMLFEUI 2001-2006. The most frequent of these bacteria were A.anitratus, P.aeroginosa, K.pneumonia, and E.aerogenes. However, the highest number of isolates among all blood culture results was Coagulase-negative staphylococci. Isolations of A.anitratus and Coagulase-negative staphylococci need to be evaluated clinically as the cause of sepsis, because some studies suggested that those organisms were the common blood culture contaminants. Lack of data about patients history, specimen handling, and methods of blood culture made the positive blood culture results difficult to be interpreted.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library