Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joelman Subaidi
Abstrak :
Pengelolaan Benda Sitaan pada lembaga Rupbasan adalah dalam rangka penegakan hukum dengan semangat perlindungan Hak Asasi Manusia. Untuk persidangan dan pelaksanaan putusan pengadilan, maupun pengayoman terhadap subyek pencari keadilan, diperlukan jaminan terhadap keutuhan barang bukti perkara pidana illegal logging. Pengelolaan Barang sitaan yang dirampas oleh dan untuk Negara merupakan tugas Rupbasan. Permasalahannya ialah Apakah pentingnya penyitaan dalam hukum pidana? Bagaimanakah pengelolaan barang sitaaan negara oleh Rupbasan? Bagaimanakah Tanggung Jawab Terhadap Barang Sitaan Illegal Loggin? Metode pendekatan digunakan penelitian hukum normatif, sifat penelitiannya deskriptif yang menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E2.UM.01.06 Tahun 1986 yang telah disempurnakan dengan Keputusan Nomor E1.35.PK.03.10 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Namun pengelolaan barang sitaan illegal logging, baik kayu temuan maupun kayu sitaan diatur dalam Peraturan Kementerian Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan Dan Rampasan. Pelaksanaan pengelolaan barang sitaan illegal logging dan barang rampasan negara di Rupbasan meliputi penerimaan, penelitian, pendaftaran, penyimpanan, pemeliharaan, pemutasian, penyelamatan, pengamanan, pengeluaran dan penghapusan serta pelaporan. Dalam pengelolaan barang sitaan di mengalami kendala intern dan ekstern. Barang sitaan milik pihak ketiga dapat dilakukan penyitaan namun jika barang sitaan bukan milik terpidana maka barang tersebut tidak dirampas tetapi sebagai barang bukti dan dikembalikan kepada yang berhak. Disarankan kepada Pemerintah membuat peraturan yang relevan tentang lembaga Rupbasan antara peraturan pokok dengan peraturan tambahan agar tidak saling bertentangan atau multi tafsir; kepada pihak KPKNL agar setelah melaksanakan lelang barang bukti tindak pidana untuk tetap bekoordinasi dengan pihak Kejaksaan dalam hal bukti penyetoran hasil lelang KPKNL yang sudah berikan dan dicatat sebagai penerima Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dilaporkan kepada publik; Pemerintah melakukan peningkatan kantor Rupbasan dan sarana prasarana yang memadai sehingga keamanan barang sitaan terjamin keutuhannya; Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melaksanakan pembinaan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kemampuan dan pengetahuan yang lebih baik dalam pengelolaan barang sitaan agar tidak terjadi penyalahgunaannya.
Management of Confiscated Goods at Rupbasan institution is within the framework of law enforcement in the spirit of human rights protections. For the trial and execution of court decisions, and aegis of the subject is seeking justice, needed assurance to the integrity of evidence in criminal cases of illegal logging. Management of confiscated goods seized by and for the State is duty Rupbasan. The problem is What is the importance of seizure in criminal law? How does the management of goods confiscated by Rupbasan? How Responsibility Goods Confiscated Illegal Logging? The method used in this thesis research using normative law, the nature of descriptive studies using qualitative analysis. The research shows that the implementation of state management of confiscated objects and booty governed state in the Minister of Justice No. M.05.UM.01.06 of 1983 whose implementation is set in the decision of the Director General of Corrections Number E2.UM.01.06 of 1986 which has been enhanced by Decree No. E1 .35. PK.03.10 Year 2002 on Guidelines and Technical Guidelines for the Management of Confiscated Objects of State and the State in Rupbasan booty. However, the management of goods confiscated illegal logging, both wood and wood confiscated findings set out in the Ministry of Forestry Regulation Number: P.48/Menhut-II/2006 on Guidelines Auction Results Findings Forest, Confiscated And booty. Implementation of the management of goods confiscated illegal logging and loot the country in Rupbasan include reception, research, registration, storage, maintenance, pemutasian, rescue, security, expenses and losses and reporting. In managing the confiscated goods in experiencing internal and external constraints. Confiscated goods owned by third parties to the confiscation of goods confiscated, but if not belong to convict the articles are not deprived but as evidence and returned to the beneficiary. It is recommended to the Government to make relevant regulations of the institution Rupbasan between basic rule with additional rules to avoid conflicting or multiple interpretations; to parties KPKNL after conducting the auction for the crime evidence to remain bekoordinasi with the Prosecutor in the case of evidence of the remittance of existing auction KPKNL given and recorded as a recipient of State Revenues (non-tax) may be reported to the public, the Government increased its office Rupbasan and adequate infrastructure facilities so that their integrity is assured of security of goods confiscated; Ministry of Justice and Human Rights in implementing human resource development through education and training to increase skills and better knowledge in the management of goods confiscated to prevent abuse.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T28023
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reinaldy Ryanto
Abstrak :
ABSTRAK
Pelelangan 58.000 (limapuluh ribu) ton gula kristal putih ilegal pada tanggal 4 Januari 2005 telah menimbulkan banyak kntik dari masyarakat. Masyarakat menuntut pembatalan lelang tersebut karena harga lelang yang tercipta sangat rendah sehingga dapat mengganggu perekonomian Negara. Banyak pihak yang mempertanyakan mengenai keabsahan lelang tersebut karena banyaknya kejanggalan dalam pelaksanaan lelang tersebut. Komisi Pengawas Persaingan usaha (untuk selanjutnya disebut KPPU ) merasa perlu untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelelangan tersebut dan memutuskan bahwa telah ada pelanggaran ketentuan Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan oleh karenanya menghukum pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan lelang tersebut. 2 (dua) permasalahan utama dalam Tesis ini adalah mengenai keabsahan lelang gula ilegal tersebut dan mengenai kewenangan KPPU dalam memeriksa pelelangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif (penelitian kepustakaan) mengenai hukum lelang dengan tipe penelitian eksplanatoris untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dan terintegrasi yang terkait dengan kasus pelelangan gula ilegal. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diteliti secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelelangan gula ilegal tersebut telah memenuhi tata prosedur suatu pelelangan berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan Putusan KPPU yang menyat an a anya pelanggaran Pasal 22 mengenai mengenai persengkongkolan untuk menentukan pemenang tender, KPPU telah menyamakan definisi tender dengan lelang, dimana sesungguhnya antara lelang dan tender adalah 2 (dua) per ua an um yang erbeda, serta lelang gula ilegal ini adalah termasuk lelang eksekusi yang termasuk dalam pengecualian dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga KPPU seharusnya menyatakan dirinya tidak berwenang memeriksa pelelangan gula ilegal tersebut.
ABSTRACT
An auction of 58.000 ton illegal white crystal sugar in January 4th 2005 has raised many critics from society. The society demanded that the auction to be cancelled since the price formed in the auction can negatively influence Indonesia economy. Many people questioned the legality of the auction procedures since it was considered had many anomalies. Business Competition Supervisory Committee (“KPPU”) decided to scrutiny on the auction and has decided that there was a violation of Article 22 Monopoly Regulation and Fair Trade Act, Act Number 5 of 1999 and punished parties related to the auction. There are two major issues regarding the auction which are the legality of the auction and the competency of KPPU in examining the auction. This research’s methodology is Yuridis Normatif (library research) focus on Auction Law with explanatory research type to have a holistic and integrated information regarding the auction. The data sources are from secondary type of data which consist of primary, secondary, and tertiary source of data. The result shows that the auction has fulfilled the obligatory requirements set on Finance Ministerial Decree Number 304/KMK.01/2002 about Auction Guidance, and regarding KPPU decision of violation Article 22 about scheme in tender offers, KPPU has made no differences between an auction and a tender offer where as an auction and a tender offer is two different legal conducts, moreover the auction is classified as execution auction which is excluded from Monopoly Regulation and Fair Trade Act, Act Number 5 of 1999, therefore KPPU should have no authority in examining the auction.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24743
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reinaldy Ryanto
Abstrak :
ABSTRAK
Pelelangan 58.000 (limapuluh ribu) ton gula kristal putih ilegal pada tanggal 4 Januari 2005 telah menimbulkan banyak kntik dari masyarakat. Masyarakat menuntut pembatalan lelang tersebut karena harga lelang yang tercipta sangat rendah sehingga dapat mengganggu perekonomian Negara. Banyak pihak yang mempertanyakan mengenai keabsahan lelang tersebut karena banyaknya kejanggalan dalam pelaksanaan lelang tersebut. Komisi Pengawas Persaingan usaha (untuk selanjutnya disebut KPPU ) merasa perlu untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelelangan tersebut dan memutuskan bahwa telah ada pelanggaran ketentuan Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan oleh karenanya menghukum pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan lelang tersebut. 2 (dua) permasalahan utama dalam Tesis ini adalah mengenai keabsahan lelang gula ilegal tersebut dan mengenai kewenangan KPPU dalam memeriksa pelelangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif (penelitian kepustakaan) mengenai hukum lelang dengan tipe penelitian eksplanatoris untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dan terintegrasi yang terkait dengan kasus pelelangan gula ilegal. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diteliti secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelelangan gula ilegal tersebut telah memenuhi tata prosedur suatu pelelangan berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan Putusan KPPU yang menyat an a anya pelanggaran Pasal 22 mengenai mengenai persengkongkolan untuk menentukan pemenang tender, KPPU telah menyamakan definisi tender dengan lelang, dimana sesungguhnya antara lelang dan tender adalah 2 (dua) per ua an um yang erbeda, serta lelang gula ilegal ini adalah termasuk lelang eksekusi yang termasuk dalam pengecualian dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga KPPU seharusnya menyatakan dirinya tidak berwenang memeriksa pelelangan gula ilegal tersebut.
ABSTRACT
An auction of 58.000 ton illegal white crystal sugar in January 4th 2005 has raised many critics from society. The society demanded that the auction to be cancelled since the price formed in the auction can negatively influence Indonesia economy. Many people questioned the legality of the auction procedures since it was considered had many anomalies. Business Competition Supervisory Committee (“KPPU”) decided to scrutiny on the auction and has decided that there was a violation of Article 22 Monopoly Regulation and Fair Trade Act, Act Number 5 of 1999 and punished parties related to the auction. There are two major issues regarding the auction which are the legality of the auction and the competency of KPPU in examining the auction. This research’s methodology is Yuridis Normatif (library research) focus on Auction Law with explanatory research type to have a holistic and integrated information regarding the auction. The data sources are from secondary type of data which consist of primary, secondary, and tertiary source of data. The result shows that the auction has fulfilled the obligatory requirements set on Finance Ministerial Decree Number 304/KMK.01/2002 about Auction Guidance, and regarding KPPU decision of violation Article 22 about scheme in tender offers, KPPU has made no differences between an auction and a tender offer where as an auction and a tender offer is two different legal conducts, moreover the auction is classified as execution auction which is excluded from Monopoly Regulation and Fair Trade Act, Act Number 5 of 1999, therefore KPPU should have no authority in examining the auction.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37029
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library