Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfin Imadul Haq
Abstrak :
Menteri Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 tahun 2010 tentang kriteria dan sertifikasi bangunan ramah lingkungan. Tujuan utamanya yaitu sebagai bentuk pelaksanaan dan pengelolaan pembangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dan aspek penting dalam penanganan dampak perubahan iklim. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah perencanaan gedung bertingkat yang bersertikat green dengan sertifikasi dari Greenship Building Council Indonesia (GBCI). Sertifikasi Green Building merupakan sebuah sistem penilaian bangunan gedung hijau di Indonesia yang mensyaratkan suatu proyek untuk memenuhi serangkaian prasyarat dan untuk meraih kredit di beberapa kategori yang telah ditentukan. Dalam proses sertifikasi ada beberapa kriteria yang memang menjadi syarat diantaranya adalah ASD (Appropiate Site Development), EEC (Energy Efficiency And Conservation), WAC (Water Conservation), MRC (Material Resources and Cycle), IHC (Indoor Air Health dan Comfort) and BEM (Building Enviroment Management). Dalam penelitian ini tidak semua kriteria GBCI dibahas tetapi hanya membahas yang berhubungan dengan effisiensi penggunaan air dan listrik tetapi masih memenuhi standart SNI. Dalam sertifikasi Green Building, ada beberapa tingkatan penilaian diantaranya Bronze, Gold dan Platinum. Dalam penilaiannya di gunakan system scoring mengacu pada standart yang sudah di tetapkan oleh pihak GBCI (Green Building Council Indonesia). Dan setelah dilakukan evaluasi WAC dan EEC untuk melihat effisiensi air dan listrik maka diperoleh penghematan biaya listrik dan air sebesar 5 milyar per tahunnya atau setera dengan 61 persen dari Baseline (Mengacu kepada Standart SNI). Dengan waktu pay back periode dengan biaya investasi selama 2 tahun 8 bulan 46 hari. ......Minister of Environment and Forestry has issued a regulation of the State Minister for the Environment No. 8 of 2010 about criteria and certification of the Green Building. Its main objective is to implement and manage a building that applies environmental principles and important concept to prevent the impact of climate change. Therefore, a building plan with certification from the Greenship Building Council Indonesia (GBCI) is required. Green Building Certification is a green assessment system in Indonesia that requires a building to meet several prerequisites and to obtain credit in predetermined categories. In the certification process, several criteria are required, including ASD (appropriate site development), EEC (Energy Efficiency and Conservation), WAC (Water Conservation), MRC (Material Resources and Cycles), IHC(Indoor Air Health and Comfort), and BEM(Building Environment Management). In this research, not all of the GBCI criteria were discussed but only those related to the efficient use of water and electricity but still met SNI standards. In Green Building certification, there are several levels of assessment include Bronze, Gold, and Platinum. In the assessment, a scoring system is used referring to the standards that have been set by the GBCI (Green Building Council Indonesia). After evaluating the WAC and EEC to assess the efficiency of water and electricity, obtained that it can save about 5 billion rupiahs per year of the electric and water costs or equal to 61 percent of the baseline (referring to the SNI Standard). The payback period for this investment is about 2 years, 8 months, and 46 days.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Setyo Nugroho
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis penerapan benchmarking atas sebuah Rincian Output (RO) yang bersifat generik yang dilakukan pada tahapan tinjau ulang Angka Dasar dalam Penyusunan Anggaran Kementerian/Lembaga di Direktorat Jenderal Anggaran. Penelitian dilakukan dengan menerapkan metode kualitatif studi kasus untuk menangkap gejala dalam tahapan tinjau ulang angka dasar. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan penelaahan dokumen. Data akan dijabarkan dengan logic model dalam penerapan konsep benchmarking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benchmarking dapat meningkatkan efisiensi pada RO Layanan Perkantoran dengan menyesuaikan komposisi RO dengan rincian RO pada Kementerian Lembaga yang menjadi benchmark. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi anggaran di Kementerian/Lembaga serta memberikan alternatif pengembangan mekanisme baru dalam tinjau ulang angka dasar yang dapat diterapkan pada RO lainnya pada dokumen perencanaan anggaran K/L. Penelitian ini terbatas pada penjabaran data pada pada Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Lembaga dan dokumen pelaksanaan anggaran yang sudah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Responden wawancara terbatas di Direktorat Jenderal Anggaran dan unit perencanaan pada Kementerian/Lembaga. ......The study aims to analyze the benchmarking application conducted at the stage of the baseline review on Output Detail (RO) in the Budgeting of line ministries in the Directorate-General of Budget. The research was carried out by applishing a qualitative method of case studies to capture phenomena in the stage of baseline review. Data is collected through interviews, observations, and document scrutiny. Data will be presented with the logic model in the application of benchmarking concepts. Research results show that benchmarking can improve the efficiency of Office Services RO by adjusting the composition of RO based on the Ministry of Institutions that are the benchmark. This research is expected to optimize budget efficiency in line ministries and provide an alternative to the development of new mechanisms in the review of Line Ministries budget baseline that can be applied to other ROs in budget planning documents. This research is limited to the source of documentation and sources from the units in charge of the planning and maintenance process.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdi
Abstrak :
Latar belakang. Sebanyak 1 juta kasus baru dan 625.000 kematian terjadi di dunia setiap tahunnya akibat meningitis kriptokokus. Perbaikan dalam antiretroviral (ARV) telah dilaksanakan namun jumlah kasus meningitis kriptokokus masih tinggi. Mortalitas juga masih tinggi (30-40%) bahkan dengan terapi amfoterisin B. Dengan epidemiologi penyakit yang tersebar luas dan mortalitas yang substansial, penyakit ini perlu dipikirkan sebagai masalah kesehatan besar yang memerlukan perhatian global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mortalitas meningitis kriptokokus di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan faktor yang berhubungan. Metode. Penelitian kohort retrospektif dengan rekam medis di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada subjek dengan meningitis kriptokokus dari tahun 2013-2023. Analisis dilakukan terhadap data dasar, klinis, pemeriksaan penunjang, dan tata laksana yang dihubungkan dengan mortalitas 2 minggu. Hasil. Dari 68 subjek yang melalui kriteria inklusi dan ekslusi, didapatkan mortalitas 2 minggu sebesar 26,5%. Subjek dengan HIV positif didapatkan sebesar 91% dengan riwayat penggunaan ARV sebesar 49% dan riwayat putus ARV sebesar 16%. Manifestasi klinis tersering adalah nyeri kepala (94%) dan muntah (60%). Komorbid tersering yang ditemukan adalah tuberkulosis paru (49%) dan pneumonia bakterialis (37%). Infeksi PCP berhubungan dengan mortalitas 2 minggu subjek (OR 14, IK 95% 1,5-135,6, p=0,02). Tinta India ditemukan positif pada 84% subjek (p=0,029) dan antigen LFA ditemukan positif pada 94% subjek. Infiltrat pada foto toraks berhubungan dengan mortalitas 2 minggu (OR 12, IK 95% 1,3-115,4, p=0,03). Frekuensi pungsi lumbal yang lebih jarang berhubungan dengan mortalitas 2 minggu (p=0,009). Antijamur yang diberikan sebagian besar adalah kombinasi amfoterisin B dan flukonazol (71%). Kesimpulan. Mortalitas 2 minggu meningitis kriptokokus sebesar 26,5%. Faktor yang berhubungan dengan mortalitas adalah infeksi PCP, tinta India positif, infiltrat pada foto toraks, dan pungsi lumbal yang jarang. Subjek meningitis kriptokokus dengan infeksi HIV mengalami imunosupresi berat yang ditandai dengan CD4 rendah, riwayat ARV yang rendah, dan angka putus ARV yang tinggi. Sebagian besar subjek meningitis kriptokokus memiliki kondisi klinis yang berat sehingga tata laksana seperti pungsi lumbal diperlukan sejak awal. ......Background. Approximately 1 million new cases and 625.000 deaths each year are caused by Cryptococcal meningitis. Improvement in antiretroviral (ARV) was done but number of Cryptococcal meningitis cases was still high. In spite of amphotericin B based regimen, the mortality was still high (30-40%). With worldspread epidemiology and substantial mortality, this disease is a major health issue which requires global attention. This research aimed to know Cryptococcal meningitis mortality in Cipto Mangunkusumo National General Hospital and its associated factors. Methods. Retrospective cohort research using medical records at Cipto Mangunkusumo National General Hospital was conducted for Cryptococcal meningitis from 2013 to 2023. Analysis was performed for baseline, clinical, ancillary test, and treatment data with 2 week mortality. Results. Of 68 subjects following inclusion and exclusion criteria, the 2 week mortality was 26,5%. The proportion of HIV positive was 91,2% with 38,5% subjects with history of ARV, and 16,2% subjects with history of default. Common clinical manifestations were headache (94%) and vomiting (60%). Common comorbids were pulmonary tuberculosis (49%) and bacterial pneumonia (36%). PCP was associated with mortality (OR 14, 95% CI 1,5-135,6, p=0,02). Positive India ink was found in 84,3% subjects (p=0,03) and positive LFA antigen was found in 94,2% subjectss. Infiltrate in chest x ray was associated with mortality (OR 12, 95% CI 1,3-115,4, p=0,03). Infrequent lumbal puncture was associated with mortality (p=0,009). Majority of antifungal regimen given was combination of amphotericin B and fluconazole (71%). Conclusions. The 2 week mortality of Cryptococcal meningitis was 26,5%. Associated factors were PCP, positive India ink, infiltrate in chest x ray and infrequent lumbal puncture. Cryptococcal meningitis subjects with HIV infection had severe immunosupression reflected by low CD4, low ARV usage, and high ARV defaulters. Majority of cryptococcal meningitis subjects had severe clinical conditions so optimal treatment like lumbal puncture was needed earlier.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wisnu Broto
Abstrak :
Pada dasarnya Intrusion Detection System (IDS) memonitor aktivitas lalu lintas jaringan yang mencurigakan, IDS merespon kejanggalan / anomaly lalu lintas jaringan yang dianggap berbahaya dengan melakukan tindakan seperti memblokir alamat Internet Protokol sumber intrusi. IDS mempunyai berbagai metode mendeteksi paket lalu lintas data yang mencurigakan, ada yang berbasis jaringan disebut Network Based Intrusion Detection System (NBIDS) dan yang lainnya berbasis host disebut Host Based Intrusion Detection System (HBIDS). HBIDS berbasis anomaly memonitor besarnya bandwidth, port dan protokol apa yang digunakan, pada paket lalu lintas data inbound dan outbound kemudian membandingkan pola paket lalu lintas data terhadap baseline HBIDS, bila terdeteksi terjadi anomaly dari perangkat jaringan akan mengirim alert kepada pengguna atau administrator untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap intrusi jaringan. Simulasi ini mendapatkan data analisa kinerja HBIDS sebesar 18,56% lebih baik dari kondisi Snort. ......Basically Intrusion Detection System (IDS) monitors network activity for suspicious traffic, the IDS responds to irregularities / anomalies of network traffic that is considered dangerous to perform actions such as blocking Internet Protocol address of the source intrusion. IDS has a variety of methods to detect packet data traffic is suspicious, there is a network-based so-called Network Based Intrusion Detection System (NBIDS) and the other so-called host-based Host Based Intrusion Detection System (HBIDS). HBIDS based anomaly monitors the amount of bandwidth, what ports and protocols used, the packet data traffic inbound and outbound packets then comparing traffic patterns against baseline data HBIDS, when the detected anomaly occurs from the network device will send alerts to the user or administrator to perform actions prevention against network intrusion. This simulation analysis of performance data HBIDS get for 18.56% better than the condition of Snort.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T43332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwo Setiyo Nugroho
Abstrak :
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat munculnya penyakit lainnya. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit terbesar pada penderita diabetes mellitus. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskuler terbanyak dibandingkan penyakit kardiovaskuler lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan diabetes mellitus dengan penyakit jantung koroner pada studi data Baseline Kohor PTM Kementrian Kesehatan. Analisis yang digunakan adalah Cox Regression yang mengestimasi nilai Prevalens Ratio. Hasil analisis multivariat dengan menggunakan analisis cox regression mengungkapkan bahwa orang yang menderita diabetes melitus memiliki prevalens rasio sebesar 1,094 kali p value 0,929 CI 95 0,149 ndash; 8,026 dibanding responden yang tidak menderita diabetes melitus. Namun, hasil analisis ini menunjukkan bahwa hubungan diabetes melitus terhadap penyakit jantung koroner tidak signifikan dengan mempertimbangkan nilai p value > 0,05 dan 95 Confidence Interval yang rentangnya melewati angka 1. Dalam peneltian ini minim terjadinya bias seleksi karena tidak missing data pada sampel eligible sebanyak 1937 responden. Begitu pula minim terjadinya bias informasi karena pengukuran variabel penelitian menggunakan alat ukur yang baku. Namun penelitian ini memiliki kelemahan dalam temporality sehingga hasil penelitian tidak dapat di justifikasi bahwa diabetes mellitus merupakan penyebab penyakit jantung koroner. Serta nilai asosiasi prevalence ratio bukan merupakan nilai risiko yang sebenarnya.
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a disease that can cause complications that lead to the emergence of other diseases. Cardiovascular disease is the biggest disease in patients with diabetes mellitus. This study aims to determine the relationship of diabetes mellitus and coronary heart disease in the Baseline Data Non Communicable Disease Cohort Study. The analysis is the Cox Regression estimate the Prevalence Ratio. Multivariate analysis using Cox regression analysis revealed that people suffering from diabetes mellitus have a prevalence ratio of 1.094 times p value 0.929 95 CI 0.149 to 8.026 than respondents who do not have diabetes mellitus. However, the results of this analysis showed that the association of diabetes mellitus against coronary heart disease is not significant considering p value
2017
T48901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library