Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Zenitha Lintang Agustin
"ABSTRAK
Chlorella vulgaris dan Nannochloropsis oculata adalah mikroalga yang sangat
potensial digunakan dalam skala pilot industri biodiesel. Target utama industri
tersebut adalah kandungan penting lipid dari mikroalga. Salah satu faktor kunci
dalam meningkatkan lipid mikroalga adalah pengaturan nutrisi dalam media
budidaya. Penelitian ini menambahkan bikarbonat (HCO3
-) dan membatasi nitrat
(NO3
-) dalam medium Walne. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
lipid mikroalga Chlorella vulgaris dan Nannochloropsis oculata. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kultur Chlorella vulgaris pada perlakuan [HCO3
-] 75 ppm +
[NO3
-] 0 ppm menghasilkan lipid terbesar sebanyak 22,5% berat kering sel,
sedangkan Nannochloropsis oculata menghasilkan lipid terbesar pada perlakuan
[HCO3
-] 25 ppm + [NO3
-] 0 ppm sebanyak 29,5% berat kering sel. Asam lemak
yang dominan dihasilkan Chlorella vulgaris adalah asam palmitat sebesar 2,47%
dan 5,65%, serta asam oleat sebesar 1,58% dan 18,71%, sedangkan
Nannochloropsis oculata hanya menghasilkan asam palmitat sebesar 1,36%-
1,37%.

ABSTRACT
Chlorella vulgaris and Nannochloropsis oculata are highly potential microalgae
used in biodiesel industrial pilot scale. The main target of this industry is the
essential content of lipids from these microalgae. One of the key factors in
improving lipid microalgae is the setting of nutrients in the cultivation medium.
This study was added bicarbonate (HCO3
-) and limits nitrate (NO3
-) to the Walne
medium. The aim of the study is to increase the lipid microalgae of Chlorella
vulgaris and Nannochloropsis oculata. The results showed that culture of
Chlorella vulgaris in the [HCO3
-] 75 ppm + [NO3
-] 0 ppm treatment produced the
largest lipid of 22.5% dry weight, while Nannochloropsis oculata produced the
largest lipid in [HCO3
-] 25 ppm + [NO3
-] 0 ppm treatment as much as 29.5% dry
weight. The dominant fatty acids produced by Chlorella vulgaris are palmic acid
of 2.47% and 5.65%, and oleic acid of 1.58% and 18.71%, while Nannochloropsis
oculata only produced palmitic acid of 1.36% -1, 37%."
2017
T47971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Talitha Heriza
"Saat ini permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan sumber energi fosil terus meningkat. Penggunaan energi fosil secara berlebihan menjadi penyebab terjadinya pemanasan global global warming seiring dengan meningkatnya gas karbon dioksida CO2 yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan konversi CO2 dari bikarbonat HCO3- menjadi asam format HCOOH. Dilaporkan pengaruh pengukuran celah pita terhadap produksi asam format melalui reaksi fotoreduksi bikarbonat, dengan menggunakan katalis dari material nanopartikel semikonduktor dalam berbagai variasi ukuran yaitu CdSe quantum dot CdSe kecil, CdSe sedang dan CdSe besar yang terintegrasi dengan TiO2 nanospindel. Pengukuran celah pita CdSe-TiO2 nanohibrid mengindikasikan adanya perubahan nilai celah pita pada TiO2 nanospindel saat diintegrasikan dengan CdSe quantum dot dengan berbagai variasi ukuran. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan penyinaran terhadap proses reaksi konversi bikarbonat menjadi asam format dengan menggunakan reaktor lampu visible. Asam format yang didapatkan dari hasil konversi dengan TiO2 nanospindel, nanopartikel Quantum dot terintegrasi CdSe kecil-TiO2 nanohibrid, CdSe sedang-TiO2 nanohibrid, CdSe besar-TiO2 nanohibrid yaitu 11,794; 12,440; 12,790 dan 14,290 mmol/gram katalis. Pada saat diintegrasikan dengan CdSe quantum dot produksi asam format bertambah secara signifikan. CdSebesar-TiO2 nanohibrid memiliki aktivitas fotokatalitik yang paling tinggi dibandingkan dengan CdSe kecil-TiO2 nanohibrid, CdSe sedang-TiO2 nanohibrid serta TiO2 nanospindel saja. Peningkatan hasil reaksi konversi produksi asam format diakibatkan oleh aktivitas hole scavenging dari gliserol pada permukaan CdSe-TiO2 nanohibrid.

Nowadays environmental problems caused by consuming fossil energy sources to be continued increasing. Excessive use of fossil energy is the cause of global warming along with the increase in carbon dioxide CO2 gas produced, therefore in this study we will convert CO2 from bicarbonate HCO3- to formic acid HCOOH. It was reported the effect of bandgap measurements on production of formic acid through bicarbonate photoreduction reactions, using catalysts from semiconductor nanoparticle materials in various sizes, namely CdSe quantum dots small CdSe, medium CdSe and large CdSe integrated with nanospindle TiO2. Nanohibrid TiO2 indicates a change in the bandgap value of the nanospindel TiO2, when integrated between quantum dots with various size variations. In addition, this research also carried out irradiation of the conversion reaction process from bicarbonate into formic acid using visible light reactor. Formic acid obtained from the conversion results with TiO2 nanospindel, Quantum nanoparticles dots integrated CdSe small-nanohybrid TiO2, CdSe medium-nanohybrid TiO2, CdSe large-nanohybrid TiO2 are 11,794; 12,440; 12,790 and 14,290 mmol/gram catalyst. When nanoparticles integrated with CdSe quantum dots the production format increases significantly. CdSe large-nanohybrid TiO2 has the highest photocatalytic activity compared to Cdse medium-nanohybrid TiO2, CdSe small-nanohybrid TiO2 and TiO2 nanospindel only. The increase in the yield of the formic acid production conversion reaction was due to hole scavenging activity of glycerol on the surface of CdSe-nanohybrid TiO2.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rana Farrasanti
"Omeprazol adalah obat golongan proton pump inhibitor (PPI) yang efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal (PGRE). Sediaan yang tersedia secara komersial adalah kapsul yang berisi pelet salut enterik karena omeprazol cepat terdegradasi dalam suasana asam. Omeprazol merupakan lini pertama bagi pasien bayi dan anak, namun sediaan larutan belum tersedia menjadi kendala jika diberikan pada pasien anak maupun pasien dengan pemberian secara nasogastric tube (NGT). Penggunaan natrium bikarbonat sebagai pelarut sekaligus penetral asam lambung merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan penggunaan omeprazol. Stabilitas omeprazol dalam natrium bikarbonat perlu dievaluasi pada berbagai kondisi penyimpanan. Tugas akhir ini menganalisis beberapa artikel terkait stabilitas kapsul omeprazol pada sediaan cair, serta memberikan rekomendasi mengenai masa simpan, kondisi penyimpanan serta formula yang stabil. Artikel terkait diambil melalui Google Scholar, ScienceDirect, SAGE Journals, dan website BPOM untuk rentang tahun 1991 hingga 2020. Pencarian terfokus pada stabilitas kapsul omeprazol, suspensi siap pakai omeprazol, dan omeprazol dalam larutan natrium bikarbonat. Hasil dari analisis didapatkan bahwa formulasi dengan larutan natrium bikarbonat terbukti dapat mempertahankan pH cairan diatas 7,8. Eksipien lain seperti agen pensuspensi dan pengawet diperlukan untuk meningkatkan viskositas dan kestabilan fisik sediaan. Pemanis dapat ditambahkan secukupnya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terutama anak-anak. Suhu optimal untuk menjaga kestabilan sediaan ini yaitu pada suhu dingin (2oC-8oC) yang stabil hingga 150 hari. Jika disimpan pada suhu ruang (15oC-30oC) suspensi stabil selama ±14 hari. Wadah paling baik menggunakan botol kaca cokelat untuk melindungi sediaan dari cahaya matahari.

Omeprazole is a proton pump inhibitor drug in the treatment of gastroesophageal disease (GERD). The commercial drugs are capsule containing enteric-coated pellets because it’s rapidly degraded in an acid condition. Omeprazole become the first-line drug for infant and pediatric patients, but because the solution form isn’t available yet, it become problems for pediatric patients and also patients with a nasogastric tube (NGT). Using sodium bicarbonate, as a solvent also neutralizing agent, is one of the method to overcome the limitations of omeprazole. The stability of omeprazole in sodium bicarbonate need to be evaluated in various storage conditions. This final report will analyze journals related to the stability of omeprazole in oral solution, also provide recommendations regarding shelf life, storage conditions and good formula. Related articles were identified through Google Scholar, ScienceDirect, SAGE Journals, and the BPOM website for the period 1991 to 2020. The search terms used included omeprazole capsule stability, extemporaneous omeprazole suspension, and omeprazole in sodium bicarbonate solution. The results are formulations with sodium bicarbonate solution are proven to be able to maintain pH above 7,8. Other excipients such as suspending agents and preservatives are needed to increase the viscosity and physical stability of omeprazole suspensions. Sweeteners can be added sufficiently to improve patient compliance, especially pediatric patients. The optimal temperature to maintain the stability of omeprazole suspension is at cold temperature (2-8oC) which stable for 150 days. If the suspension stored at room temperature (15oC-30oC) stable for ±14 days. It’s recommended to use a amber glass to protect the suspension from light."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiona Natania Kurniadi
"Kendala administrasi obat secara oral masih dialami oleh sebagian besar populasi seperti populasi disfagia, geriatri, dan pediatri. Pirfenidon merupakan salah satu terapi penyakit Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) yang sebagian besar dialami oleh populasi geriati. Tablet pirfenidon yang tersedia berupa tablet dosis 267 mg dengan regimen terapi tiga tablet sebanyak tiga kali per hari. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan frekuensi penelanan pada terapi jangka panjang pengobatan IPF dengan pirfenidon. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formula tablet cepat hancur (TCH) pirfenidon menggunakan metode sublimasi yang memiliki karakteristik waktu hancur kurang dari 3 menit dan keregasan kurang dari 1%. Pada penelitian ini, TCH pirfenidon diformulasikan menggunakan metode sublimasi, yaitu dengan tablet kempa langsung yang dilanjutkan dengan proses sublimasi. Untuk memfasilitasi proses sublimasi, pada formula ditambahkan eksipien amonium bikarbonat dengan tiga variasi konsentrasi yaitu 2% (F1), 5% (F2), dan 10% (F3). TCH yang dihasilkan dievaluasi meliputi waktu hancur, waktu pembasahan, kekerasan, keregasan, kadar obat, dan disolusi obat. Hasil evaluasi TCH pirfenidon menunjukkan bahwa TCH yang memenuhi persyatan adalah TCH F1 dengan waktu hancur 29,53 ± 2,55 detik; waktu pembasahan 28,73 ± 1,55 detik; kekerasan tablet 4,91 ± 0,29 kP; keregasan 0,9%; kadar 103,98 ± 1,04%; dan jumlah obat terdisolusi pada menit ke-30 adalah 93,22 ± 4,07%. Berdasarkan hasil evaluasi, dapat disimpulkan bahwa formula TCH F1 yang dibuat menggunakan metode sublimasi dapat menghasilkan sediaan TCH yang memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, TCH pirfenidon berpotensi menjadi alternatif sediaan bagi terapi IPF untuk memfasilitasi penelanan tablet.

Constraints of oral drug administration are still experienced the most by dysphagia, geriatric, and pediatric populations. Pirfenidone is one of the therapies for Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) which is mostly experienced by the geriatric. On the market, pirfenidone tablets are available with the dose of 267 mg, with a therapeutic regimen of three tablets three times per day. This resulted in an increase in the frequency of ingestion for long-term therapy with pirfenidone. The purpose of this study was to obtain formula for fast disintegrating tablet (FDT) of pirfenidone using sublimation method with disintegration time < 3 minutes and friability <1%. In this study, FDTs were made using sublimation method, which were compressed using direct compression method before. To facilitate the sublimation, ammonium bicarbonate was added to the formula with three various concentration which were 2%(F1), 5%(F2), and 10%(F3). The FDTs were then evaluated for disintegration and wetting time, hardness, friability, assay, and dissolution. Based on the result, FDT that met the requirements was FDT F1 with the disintegration time of 29.53 ± 2.55 seconds; wetting time of 28,73 ± 1,55 seconds; hardness of 4,91 ± 0,29 kP; friability value of 0,9%; assay result was 103,98 ± 1,04%; and the amount of drug dissolved within 30 minutes was 93,22 ± 4,07%. It was concluded that formula FDT F1 made by sublimation method could produce FDT that met the requirements. Therefore, FDT is potential to be an alternative dosage form to facilitate tablet swallowing for IPF therapy."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faishal Andzar
"Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi salah satu permasalahan di negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Terapi tuberkulosis yang biasanya dominan dalam administrasi oral memiliki berbagai permasalahan, yaitu salah satunya adalah rendahnya konsentrasi obat pada tempat infeksi Mycobacterium tuberculosis, yaitu di alveolus.Penghantaran obat antituberculosis langsung ke paru-paru merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan konsentrasi obat di lokasi infeksi sehingga efektivitas terapi meningkat. Isoniazid merupakan salah satu lini terapi pertama terapi tuberkulosis. Namun, serbuk isoniazid perlu memiliki sifat arodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh eksipien L-leusin dan/atau amonium bikarbonat terhadap sifat aerodinamis dan profil pelepasan obat serbuk inhalasi isoniazid. Semua formula serbuk inhalasi isoniazid dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk inhalasi yang diperoleh kemudian dikarakterisasi morfologi, kandungan lembab, densitas bulk, distribusi ukuran partikel, sifat aerodinamis, gugus fungsi, kadar, serta profil pelepasan dalam medium simulasi paru-paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan L-leusin meningkatkan sifat aerodinamis, sementara penambahan amonium bikarbonat tidak meningkatkan sifat aerodinamis secara signifikan. Formula serbuk inhalasi isoniazid dengan kombinasi eksipien L-leusin dan amonium bikarbonat memiliki sifat aerodinamis paling baik dengan nilai persentase emitted fraction (EF) 62,08%±1,80 dan fine particle fraction (FPF) 50,39%±6,13 dan diameter aerodinamis (MMAD) 5,68±0,35 µm. Uji pelepasan obat secara in-vitro menunjukkan bahwa semua formula dapat terdisolusi hingga 100% dalam waktu 45 menit. Namun, penambahan amonium bikarbonat tidak mampu mengubah morfologi serbuk inhalasi isoniazid menjadi berpori seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, optimasi parameter proses penyemprotan diperlukan untuk menghasilkan partikel dengan pori.

Tuberculosis is a major health problem in many developing countries, including Indonesia. The therapy for tuberculosis primarily consists of orally consumed drugs, which can result in several issues, including low concentration of antibiotics at the alveoli, the primary site of infection of Mycobacterium tuberculosis. Pulmonary delivery of anti-tuberculosis drugs is one of strategies to provide adequate concentrations at the site of infection, thus increase effectiveness of therapy. Isoniazid is one of the first-line drugs for tuberculosis therapy. However, isoniazid powder should exhibit good aerodynamic properties to be deposited in the lungs. Thus, this study aimed to examine the effect of L-leucine and/or ammonium bicarbonate on aerodynamic properties and drug release profile of isoniazid inhalation powder. All formulations were produced by spray drying, with or without L-leucine and/or ammonium bicarbonate. The obtained powder was characterized by its morphology, moisture content, bulk density, particle size distribution, aerodynamic properties, functional group, content assay, and drug release profile in simulated lung medium. The results showed that the addition of L-leucine increased the aerodynamic properties of isoniazid, while the addition of ammonium bicarbonate did not increase the aerodynamic properties significantly. Isoniazid inhalation powder with combination of 5% w/w L-leucine and 5% w/w ammonium bicarbonate exhibited the best aerodynamic properties with emitted fraction (EF) 62.08%±1.80% and fine particle fraction (FPF) 50.39%±6.13%, and aerodynamic diameter (MMAD) 5.68±0.35 µm. In-vitro drug release test showed that isoniazid in all formulations can be dissolved up to 100% within 45 minutes. However, the addition of ammonium bicarbonate could not form large porous particles as expected. Therefore, further research is required to optimize spray drying parameters in order to achieve the desired particles."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Yulian Chandra
"Formulasi serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan dapat menghantarkan lebih banyak rifampisin ke makrofag paru untuk meningkatkan efektivitas terapi tuberkulosis laten. Diperlukan serbuk rifampisin-kitosan dengan sifat aerodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-kitosan dengan adanya penambahan L-leusin dan/atau amonium bikarbonat yang memiliki sifat aerodinamis yang baik dan pelepasan obat yang baik dalam medium makrofag paru. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan 1:1 (F1) diformulasikan dengan leusin 30% (F2), amonium bikarbonat 1,5% (F3), atau kombinasinya (F4) dan dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan yang diperoleh kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta kelarutan dan profil disolusinya dalam medium simulasi paru pH 7,4 dan medium simulasi makrofag paru pH 4,5. Penambahan leusin 30% (F2) berhasil sedikit memperbaiki sifat aerodinamis serbuk rifampisin-kitosan 1:1 (F1) dengan diameter aerodinamis rata-rata sebesar 7,56 µm, fine particle fraction (FPF) sebesar 32,48%, dan persentase serbuk teranalisis sebesar 67,23%, serta meningkatkan pelepasan rifampisin dalam medium simulasi makrofag alveolar (pH 4,5) menjadi 16,07 ± 0.56% dalam 2 jam dengan peningkatan 1,33 kali dibandingkan dengan serbuk rifampisin-kitosan (F1).

Formulation of rifampicin inhalation powder with chitosan as a carrier could deliver more rifampicin to alveolar macrophages to to increase the effectiveness of latent tuberculosis therapy. Rifampicin-chitosan powder with good aerodynamic properties is required in order to be deposited in the lungs. This study was aimed to produce rifampicin-chitosan inhalation powder with the addition of L-leucine and/or ammonium bicarbonate with good aerodynamic properties and high drug release in simulated alveolar macrophage fluid. Rifampicin-chitosan (1:1) inhalation powder (F1) was formulated with 30% L-leucine (F2), 1.5% ammonium bicarbonate (F3), or both (F4) and prepared using spray drying method. The obtained rifampicin-chitosan inhalation powder was characterized by its powder yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution profile in simulated lung fluid and simulated alveolar macrophage fluid. The addition of 30% L-leucine suceeded in slightly the aerodynamic properties of 1:1 rifampicin-chitosan powder (F1) with an average aerodynamic diameter of 7.56 µm, fine particle fraction (FPF) of 32.48%, and emitted fraction of 67.23%. It also showed to increase rifampicin dissolution in simulated alveolar macrophage fluid (pH 4.5) to 16.07 ± 0.56% within 2 hours with an increase of 1.33 times compared to rifampicin-chitosan powder (F1)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrisfia Fara Dhianti
"Kejadian Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) pada anak, umumnya ditangani dengan pemberian obat golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Sebagian besar obat PPI tidak tersedia dalam bentuk sediaan cair dan hanya tersedia secara komersial dalam bentuk tablet dan kapsul, seperti lansoprazol yang tersedia dengan kekuatan 15 mg dan 30 mg, sehingga penggunaan lansoprazol pada anak membutuhkan peracikan extemporaneous. Peracikan sediaan extemporaneous dapat dilakukan apabila bentuk sediaan yang dibutuhkan tidak tersedia secara komersial, proses peracikan dapat dilakukan oleh apoteker secara khusus untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari pasien. Peracikan sediaan extemporaneous dapat dilakukan menggunakan pembawa suspensi komersial untuk mendapatkan sediaan yang baik. Penelusuran artikel penelitian dari tiga basis data (Science Direct, Scopus, dan Pubmed) ditemukan dua artikel yang menyajikan data stabilitas fisika dan kimia lansoprazol yang diracik dari bentuk tablet dan kapsul dalam pembawa sediaan suspensi extemporaneous komersial yang berbeda, yaitu campuran Ora Plus® dan Ora Sweet® (1:1), serta produk Oral Blend® diulas dalam artikel ini. Suspensi lansoprazol yang diracik pada pembawa sediaan suspensi extemporaneous komersial Ora Plus® dan Ora Sweet® (1:1) dan penambahan natrium bikarbonat 8,4% tersebut stabil secara fisika dan kimia hingga 91 hari, baik disimpan pada suhu kulkas maupun suhu ruang. Faktor utama yang mempengaruhi stabilitas dari lansoprazol dalam sediaan suspensi extemporaneous adalah pH. Data stabilitas secara mikrobiologi tidak dapat ditemukan, sehingga penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dalam bidang ini.

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) that occurred in children is generally treated by administering of Proton Pump Inhibitor (PPI) class of drugs. Most PPI are not available in liquid dosage forms. They are only commercially available tablets and capsules, such as Lansoprazole which is only available with a strength of 15 mg and 30 mg. So the use of Lansoprazol in pediatric needs to be compounded extemporaneously. When the required dosage forms are not commercially available, extemporaneous preparations can be formulated by pharmacists to meet the special needs of patients. For this reason, the use of a suspending vehicle could be done to get a good suspension. From three databases (Science Direct, Scopus, and Pubmed) two articles consisting of physical and chemical stability data of Lansoprazole formulated from tablets and capsules in a different suspending vehicles, namely Ora Plus® and Ora Sweet® mixtures (1:1), as well as Oral Blend reviewed in this article. The suspension of Lansoprazole formulated on Ora-Plus and Ora-Sweet® (1:1) commercially available suspending vehicle and added with 8.4% sodium bicarbonate showed a good physical and chemical stability for 91 days, both at refrigerator temperature and room temperature. The main factor influencing stability of Lansoprazole in extemporaneously compounded suspensions is pH. Microbiological stability data cannot be found, so further research should be carried out in this field."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Deposit laterit adalah salah satu jenis bijih nikel yang memiliki kandungan nikel
terbanyak di bumi. Di dalam lapisan laterit, saprolit memiliki kandungan nikel
yang lebih tinggi dibandingkan lapisan lainnya. Saprolite biasanya diproses secara
smelting (pirometalurgi) karena memiliki kandungan magnesium yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan proses
hidrometalurgi dengan lixiviant amonium bikarbonat terhadap perolehan nikel.
Bijih saprolit dikarakerisasi secara EDX dan AAS untuk mengetahui komposisi
awal bijih. Saprolit direduksi menggunakan batubara 33.33 % wt pada temperatur
1250 oC selama 120 menit. Hasil reduksi pemanggangan kemudian diuji dengan
XRD. Proses pelindihan agitasi pada bijih saprolit yang direduksi dan bijih yang
tidak direduksi dilakukan dengan menggunakan larutan amonium bikarbonat pada
variasi konsentrasi yaitu 1 M, 2 M, 3 M, 4 M. Kandungan nikel yang larut dalam
pregnant leach solutiont dihitung menggunakan Atomic Absorbance Spectroscopy
(AAS).
Hasil XRD saprolit menunjukkan terjadi transformasi fasa dari goethite dan Fe2O3
sebelum reduksi pemanggangan menjadi Fe3O4, NiO dan FeNi setelah reduksi
pemanggangan Hasil penelitian menunjukan % perolehan Ni semakin meningkat
dengan peningkatan konsentrasi amonium bikarbonat. Perolehan nikel tertinggi
yang diperoleh adalah 1.61 % pada konsentrasi pada konsentrasi 4 M amonium
bikarbonat.

Abstract
Laterite deposit is a kind of nickel ores that has the greatest of nickel reserves in the
world. In the lateritic layer, saprolite has higher nickel content more than other
layers. Saprolite is usually process with smelting method (pyrometallurgy)
because it has higher magnesium content.
The aim of this research is to know the effectiveness of hydrometallurgy process
using ammonium bicarbonate as lixiviant to nickel recovery from saprolite ore.
Saprolite was caracterized with Energy Dispersive X-Ray (EDX) and Atomic
Absorbance Spectroscopy (AAS) to determine it?s chemical composition. Floatsink
process was apllied to saprolite to separate material based on it?s weigth.
Saprolite was reduced at 1250 oC for 120 minutes utilized coal 33.33% wt as a
reductant, then it was tested with XRD. Agitation leaching process was applied to
reduced and unreduced saprolite utilized ammonium bicarbonate solution as lixiviant
at various concentration which was 1 M, 2 M, 3 M, 4 M. Nickel content that
dissolved in lixiviant was determined with Atomic Absorbance Spectroscopy
(AAS).
Result of XRD characterization shows phase transformation in saprolite from
goethite and Fe2O3 before reduction roasting to Fe3O4, NiO and FeNi after
reduction roasting. The result of research shows that % recovery of Ni is tend to
increase along with the increasing of ammonium bicarbonat concentration. The
higest nickel recovery in research is 1.61 % at 4 M ammonium bicarbonat
concentration.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43599
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachri Al Shidqi
"Pada penelitian ini, amoksisilin trihidrat telah berhasil dienkapsulasi ke dalam hidrogel kitosan-cangkok-poli(N-vinil pirrolidon) mengapung dengan agen pembentuk pori CaCO3 dan NaHCO3 untuk menghasilkan suatu sistem penghantaran obat mengapung. Komposisi agen pembentuk pori yang digunakan divariasikan 10%; 15%, 20% dan 25% terhadap total massa reagen. Karakterisasi matriks hidrogel dilakukan dengan spektrofotometer FTIR dan mikroskop stereo. Hidrogel yang mengandung CaCO3 mengalami perubahan sifat fisik dan kimia yang lebih nyata dibandingkan hidrogel yang mengandung NaHCO3 dan kontrol. NaHCO3 menghasilkan daya apung, porositas, dan efisiensi penjeratan obat yang lebih baik dari CaCO3. Semakin besar komposisi agen pembentuk pori, porositas (%) dan daya apung matriks hidrogel semakin meningkat tetapi efisiensi penjeratan obatnya menurun. Matriks hidrogel mengapung memiliki kemampuan mengapung di atas 180 menit dengan porositas tertinggi (47%) diperoleh pada komposisi NaHCO3 25%. Uji pelepasan amoksisilin trihidrat dilakukan pada larutan pH 1,2 dan karakter pelepasan obat pada hidrogel yang mengandung CaCO3 menunjukkan sifat yang lebih terkendali dibandingkan hidrogel yang mengandung NaHCO3. Formulasi matriks hidrogel mengapung optimum diperoleh pada komposisi 10% NaHCO3 dengan efisiensi penjeratan obat sebesar 57% dan total pelepasan obat sebesar 43%.

In this research, the floating drug delivery system of amoxicillin trihydrate encapsulated in floating chitosan-graft-poly(N-vinyl pyrrolidone) hydrogels containing CaCO3 and NaHCO3 as pore forming agents has been successfully prepared. Pore forming agents used was varied 10%; 15%; 20%; and 25% in respect to total mass of the used materials. Characterization of the hydrogels were carried out using FTIR spectrophotometer and stereo microscope. Hydrogels containing CaCO3 exhibited profound physical and chemical differences over NaHCO3 containing hydrogels and control. NaHCO3 showed better floating properties, porosity, and drug entrapment efficiency than CaCO3. As pore forming agents compositions increased, the porosity (%) and floating properties increase but followed by decrease in drug entrapment efficiency. The floating hydrogel possessed floating abilities longer than 180 minutes and the highest porosity was found in hydrogel containing 25% NaHCO3. Amoxicillin trihydrate release was performed in pH 1,2 solution and hydrogel containing CaCO3 showed better drug release profile than hydrogel containing NaHCO3. The optimum formulation was achieved at composition of 10% NaHCO3 with 57% of drug entrapped within the hydrogel and 43% drug released."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>