Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pakpahan, Victoria M.
"Many scholars believed that the changing of national leadership will to some extent also lead to the changing of foreign policy. This also applies to US foreign policy when Donald Trump took office as the 45th President of the US.Particularly in the foreign policy, his campaigns rhetoric brought up questions on the direction of US relations with its allies and adversaries. Previously, the US goverment under President Barrack Obama focused his foreign policy to Asia Pacific and Indonesia in particular with his "rebalance policy". With the changing of leadership of the US, some may argue that Donald Trump will also make some changes of his foreign policy toward Southeast Asia. This article discusses the possible impacts of the new US foreign polcy to Southeast Asia, in particular to Indonesia. It argues that in the short term, US foreign policy will pay more attention to non-Asia Pacific affairs. However, with the dynamic changes in the region, the US foreign policy to the region and especially to Indonesia will not alter substantially. US Vice President Mike Pence visit to Indonesia on April, 2017 indicated a positive continuity in US-Indonesia bilateral relations especially with discussion on deepening economic and security cooperation. To put it another way, there will be components of changes and continuity of US foreign policy to Indonesia due to its strategic interest to the region and to Indonesia."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2017
330 ASCSM 39 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Presi Mandari
"Penelitian ini mengamati permasalahan people smuggling menuju Australia yang memanfaatkan wilayah Indonesia sebagai transit point. People smuggling merupakan salah satu bentuk dari kejahatan lintas negara yang menempatkan imigran gelap dan pengungsi asal Asia selatan dan Timur Tengah sebagai komoditi untuk mendapatkan keuntungan materil.
Kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode 1998 - 2003. Dalam masa ini terjadi perubahan jalur penyelundupan yang awalnya melalui jalur udara berubah menjadi pemanfaatan jalur laut. Hal ini dilakukan untuk menghindari penjagaan di bandara-bandara yang semakin ketat. Dengan berubahnya jalur lintas tersebut, maka posisi Indonesia yang dikelilingi oleh perairan menjadi pilihan utama. Sebagai negara kepulauan yang memiliki garis batas panjang dan terbuka, Indonesia menjadi sangat potensial manjadi lahan operasi kelompok TOC ini. Penelitian ini ingin melihat lebih mendalam permasalahan seputar people smuggling menuju Australia dan keberadaan Indonesia sebagai negara transit utama di Asia Tenggara.
Alasan penulis meneliti permasalahan ini beranjak dari keprihatinan terhadap permasalahan yang menimbulkan akibat buruk terhadap keamanan individu (yaitu imigran gelap dan pengungsi), terhadap hubungan bilateral antara Australia dan Indonesia pada khususnya dan keamanan regional dalam lingkup yang lebih luas. Selain itu kejahatan people smuggling ini cenderung semakin berkembang. Hal ini dikarenakan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh sindikasi kejahatan ini dibandingkan dengan penyelundupan obat terlarang dan senjata. Selain keuntungan yang besar, resiko yang ditimbulkan juga relatif lebih kecil. Karenanya diperlukan pemahaman yang dalam mengenai fenomena ini agar supaya perkembangan dari kejahatan lintas negara ini dapat dihambat sehingga dampak-dampak buruk yang ditimbulkan dapat direduksi.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: keberadaan Indonesia sebagai transit point sebelum sampai ke Australia adalah penting. Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar kapal kapal yang berhasil ditangkap bertolak dari Indonesia. Penelitian ini berusaha mencari sebab-sebab mengapa Indonesia dimanfaatkan sebagai transit point utama. Dilihat dari perspektif hukum, Indonesia belum mempunyai undang-undang yang khusus terkait dengan kejahatan people smuggling. Seorang penyelundup people smuggling hanya dikenakan hukuman enam bulan penjara oleh pengadilan Indonesia. Dasar hukum yang digunakan adalah undang-undang keimigrasian berkaitan dengan pelanggaran izin tinggal. Padahal people smuggling adalah kejahatan yang terkait dengan sindikasi kejahatan lintas negara (transnational organised crime), dan bukan sama sekali pelanggaran keimigrasian. Sebab yang kedua adalah lemahnya penjagaan perairan Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki garis batas panjang dan terbuka. Lemahnya penjagaan di wilayah perairan Indonesia telah memberikan kemudahan bagi berkembangnya operasi penyelundupan ini. Hal ini terkait juga dengan kondisi dalam negeri Indonesia yang sedang mengalami krisis di segala bidang. Krisis ekonomi, instabilitas kemanan dalam negeri karena konflik etnis, agama dan gerakan separates serta transisi politik telah menyita perhatian pemerintah Indonesia. Akibatnya adalah permasalahan-permasalahan berdimensi intemasional hanya mendapat prioritas kedua."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library