Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New Delhi: WHO, 1998
362.178 4 WOR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Geneva: World Health Organization, 1992
362.178 4 GUI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Transfusi darah autologous (TDA) adalah jenis transfusi darah paling aman baik untuk operator maupun pasien. Sedangkan teknik donasi pre operatif merupakan salah satu teknik TDA yang telah berhasil menurunkan permintaan darah homologous dengan sukses. Transfusi darah homologous (TDH) lebih banyak mempunyai risiko terjadinya komplikasi seperti penularan penyakit, reaksi anafilaktik, reaksi hemolitik dsb. Penelitian ini merupakan suatu uji paralel, membandingkan kelompok yang memperoleh TDA dengan kelompok yang memperoleh TDH pada operasi tulang belakang. Parameter yang digunakan adalah nilai hemoglobin(Hb) dan hematokrit(Ht) pre operasi (pasca donasi pada TDA), nilai Hb dan Ht pasca transfusi dan jumlah hari perawatan pasca operasi. Penelitian ini juga untuk mengetahui keberhasilan penggunaan TDA dilihat dari jumlah pasien yang akhirnya menggunakan TDH tambahan. Sampel adalah 74 pasien orthopaedi yang akan menjalani operasi tulang belakang dengan diagnosis fraktur, spondilitis TB, scoliosis, spinal stenosis dan spondilolisthesis. Pada kelompok TDA usia pasien 33,9 ± 14 tahun, sedangkan pada TDH 29,1 ± 11,5 tahun. Berat badan pemakai TDA 55,3 ± 11,1 kg dan pemakai TDH 52,8 ± 9,7 kg. Jumlah donasi pre operatif pada pemakai TDA 798,6 ± 170 cc. Ada 12 pasien (32,4%) yang jumlah donasi pre operatifnya tidak sesuai dengan permintaan. Pada kelompok pemakai TDA, ada delapan pasien (21,6%) yang akhirnya memerlukan tambahan TDH rata-rata 550 cc. Ada tiga pasien (8,1%) dari pemakai TDA mendapatkan transfusi yang tidak sesuai dengan indikasi (perdarahan < 15% dari total blood volume). Nilai Hb dan Ht pre operasi (pasca donasi) pada pemakai TDA secara bermakna (p=0,001) lebih rendah daripada pemakai TDH. Nilai Hb pasca transfusi pada pemakai TDA secara tidak bermakna (p=0,30) lebih rendah daripada pemakai TDH. Jumlah hari perawatan pasca operasi secara bermakna (p=0,000) lebih tinggi pada pemakai TDH dibanding pemakai TDA. Dapat disimpulkan bahwa : ada 21,6% dari pemakai TDA dengan teknik donasi pre operatif yang akhirnya memrlukan TDH tambahan; tidak ada perbedaan yang bermakna Hb, Ht pre operasi dan pasca transfusi pada pemakai TDA dan TDH; jumlah hari perawatan pasca operasi secara bermakna lebih tinggi pada pemakai TDH dibanding pemakai TDA. (Med J Indones 2004; 13: 17-23)

Autologous Blood Transfusion (ABT) is the safest type of blood transfusion for the operator and the patient. The preoperative donation technique had already been reduced the homologous blood requirements successfully. Homologous Blood Transfusion (HBT) brings more risks in complications such as transmission of diseases, anaphylactic reactions, haemolitic reactions etc. This was a parallel study, comparing one group receiving ABT and a second group receiving HBT where in both groups were performed spine surgery. The parameter used was the hemoglobin(Hb) and hematocrit(Ht) content preoperatively (after donation of ABT) and after transfusion, total days in hospitalization after surgery. Another purpose of this study was also to achieve understandings in using ABT by considering the total patients who finally required additional HBT. There were 74 patients with diagnosis of spine fracture, tuberculous spondylitis, scoliosis, spinal stenosis and spondylolisthesis. In the ABT group the average age was 33,9 ± 14 years old and the HBT group was 29,1 ± 11,5 years old. Both groups consisted of 21 males and 16 females. Body weight of the ABT group was 55,3 ± 11,1 kg and the HBT group 52,8 ± 9,7 kg. Amount of donations preoperatively in ABT was 798,6 ± 170 cc. There were 12 patients (32,4%) where the donated blood amount preoperatively did not match up the requests. There were eight patients (21,6%) in the ABT group that required additional HBT of about 550 cc. Three patients (8,1%) of the ABT group received transfusion that did not match the indications (blood loss < 15% of the total blood volume). The Hb and Ht content preoperatively (after donation) of the ABT group significantly was less than the HBT group (p= 0,001). Hb content after transfusion in the ABT group was not significantly less than the HBT group (p = 0,30). Hospitalization days after surgery were significantly higher in the HBT group (p = 0,000). In conclusions : there was 21,6% of the ABT group with the preoperative donation technique that finally required additional HBT. Also there was no difference in the Hb and Ht content preoperatively and post transfusion in the ABT and HBT group, whereas hospitalization days after surgery were higher in the group receiving HBT than in the group receiving ABT. (Med J Indones 2004; 13: 17-23)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (1) January March 2004: 17-23, 2003
MJIN-13-1-JanMar2004-17
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Phillips, Lynn Dianne
Philadelphia : F.A. Davis , 1993
615.6 PHI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Syafitri Evi Gantini
"Pendahuluan: Transfusi darah pada hakekatnya adalah suatu proses pemindahan darah dari seorang donor ke resipien. Untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak akan menimbulkan reaksi pada resipien maka sebelum pemberian transfusi darah dari donor kepada resipien, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien. Walaupun golongan darah donor dan pasien sama, ternyata dapat terjadi ketidakcocokan(inkompatibilitas) pada uji silang serasi.Sehingga perlu dilakukan analisis penyebab ketidakcocokan pada uji silang serasi antara darah donor dan pasien.
Cara kerja : Hasil pemeriksaan terhadap 1.108 sampel darah pasien yang dirujuk ke laboratorium rujukan unit transfusi darah daerah (UTDD) PMI DKI dari bulan Januari-Desember 2003 dikumpulkan, kemudian dikaji penyebab terjadinya inkompatibilitas pada uji silang serasi.
Hasil dan diskusi: Dari 1.108 kasus yang dirujuk, 677 (61.10%) kasus menunjukkan adanya inkompatibilitas pada uji silang serasi. Sisanya 431 (38.90 %) menunjukan adanya kompatibilitas (kecocokan) pada uji silang serasi. Dari 677 kasus inkompatibel, 629 (92.90%) kasus disebabkan karena pemeriksaan antiglobulin langsung (DAT-Direct Antiglobulin Test) yang positif. Sisanya yaitu 48 (7.10%) kasus disebabkan karena adanya antibodi pada darah pasien yang secara klinik berpengaruh terhadap transfusi darah dari donor ke pasien. Kasus inkompatibel yang menunjukan hasil positif pada uji antiglobulin langsung (DAT=Direct Antiglobulin Test )sebanyak 629 kasus (92.90%), dengan perincian hasil positip DAT terhadap IgG pada ditemukan sebanyak 493 kasus (78.38%), hasil positip DAT terhadap komplemen C3d sebanyak 46 kasus (7.31%), dan hasil positip DAT terhadap kombinasi IgG dan C3d sebanyak 90 kasus (14.31%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Ratih Laksmitawati
"Transfusi darah merupakan metode yang paling efektif dalam mengeliminasi komplikasi anemia dan memperbaiki kelangsungan hidup penderita talasemia B. Namun tindakan transfusi berulang menyebabkan timbulnya `penyakit kedua' akibat besi yang terakumulasi di dalam tubuh. Dengan terapi kelator yang adekuat, kerusakan akibat besi dapat diperkecil.
Mahalnya harga kelator dan ketidaknyamanan dalam melakukan terapi ini merupakan kendala berhasilnya terapi kelator, sehingga dikuatirkan terjadi toksisitas besi yang terlalu dini terutama pada pasien talasemia di Pusat Thalassaemia RSCM/FKUI. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa status besi pada penderita talasemia, baik yang belum pernah menerima transfusi berulang maupun yang sudah berulang kali di transfusi oleh sel darah merah dan dengan atau tanpa pemberian kelator deferoksamin. Dengan pemikiran toksisitas besi sangat membahayakan organ - organ jantung, hati dan kelenjar endokrin dilakukan juga analisis mengenai korelasi antara status besi dengan aktivitas SGPT/SGOT, lama transfusi dengan status besi serta lama transfusi dengan aktivitas SGPT/SGOT. Lima parameter status besi yang diukur adalah Serum Iron (SI), Total Iron-Binding Capacity (TIBC), Unsaturated Iron-Binding Capacity (UIBC), Transferin Saturation (TS) dan feritin serum.
Hasil dan Kesimpulan: tidak terdapat perbedaan pada seluruh parameter status besi antara kelompok talasemia yang menerima transfusi berulang tanpa pemberian deferoksamin (T) dengan kelompok talasemia yang menerima transfusi berulang disertai pemberian deferoksamin (TDF). Demikian pula antara kelompok talasemia belum pernah menerima transfusi berulang (BT) dengan kelompok normal (N). Namun terdapat 4 parameter yang berbeda bermakna (p<0,05) antara kelompok T dengan kelompok BT dan N dan 2 parameter antara kelompok TDF dengan kelompok BT dan N.
Analisa korelasi menemukan adanya hubungan yang bermakna antara beberapa parameter status besi, SGPTISGOT dan lama transfusi, tetapi dengan derajat kekuatan yang lemah."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutji Muljati
"Ruang lingkup dan metodologi penelitian
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SOP, telah dilakukan penelitian pada 172 orang karyawan Unit Transfusi Darah ( UTD ) di Jakarta yang bekerja langsung kontak dengan darah.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner dan pengamatan langsung oleh peneliti yang masih bekerja di UTD dengan menggunakan chek list.
Hasil :
Hasil penelitian mencatat jumlah karyawan terbanyak pada 3 bagian yaitu ; bagian seleksi calon donor darah 38,4%, bagian pelayanan pasien 24% dan bagian pembuatan komponen darah 23%. Berdasarkan kelompok usia yang diatas 35 tahun sebanyak 57% dan menurut pendidikan formal masih ada yang berpendidikan rendah sebanyak 28,5%. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kualitas pelaksanaan SOP, juga digunakan data sekunder sebagai pendukung. Pada umumnya pelaksanaan SOP sudah berjalan baik, dan agar kualitas pelaksanaan SOP meningkat, dari hasil uji statistik dapat diperhatikan bahwa pendidikan formal, tingkat pengetahuan SOP dan pengawasan terhadap pelaksanaan SOP pada bagian pelayanan pasien dan bagian seleksi calon donor darah mempunyai arti yang bermakna ( p< 0,05 ), sedangkan pada bagian pembuatan komponen darah tidak bermakna ( p>0,05 ).
Kesimpulan:
Pengawasan terhadap pelaksanaan SOP mempengaruhi kualitas pelaksanaan SOP.

Scope and methodology
In order to find the relationship between knowledge and supervision in SOP"s realization, a cross-sectional study is conducted toward 172 workers in Blood Transfusion Unit (BTU) in Jakarta that working directly contact with blood.
The data was collected using questioner and direct observed with chek list by the author that still working in BTU.
Results :
The study find out that the largest employees work in 3 department : 38,4% in donor election department, , 24% in patient service and 23% in making blood component . Group over 35 years is 57% with lower grade education were 28,5%. Secondary data also used to know about linked between grade of knowledge and quality of SOP's workable. Generally SOP's workable is good, to increase the quality the statistic result attest that formal education, SOP knowledge and supervision in SOP's realization is significant in patient services and donor selection department ( p< 0,05 ), but not in making blood component department ( p> 0,05 ).
Conclusion :
The quality of SOP's realization was influenced SOP's supervision.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Thalassemia b mayor adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan sintesis rantai polipeptida b yang diturunkan secara otosom resesif. Pengobatan thalassemia b mayor pada umumnya berupa pemberian transfusi berulang, yang mengakibatkan penumpukan besi dan berakhir dengan hemokromatosis. Penumpukan besi dapat terjadi pada organ tubuh antara lain ginjal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya gangguan fungsi ginjal pada penderita thalassemia b mayor berumur 15-28 tahun yang telah mendapatkan 6 unit packed red cells. Pada penelitian ini telah diperiksa kadar besi serum (SI) dan daya ikat besi total (TIBC) serta kadar mikroalbumin dan b2-mikroglobulin (b2-m) dalam urin. Hasil yang didapat 94,7% penderita menunjukkan peningkatan saturasi transferin dan 40% diantaranya disertai hemokromatosis; 73,4% disertai mikroalbuminuria, 1,3% dengan albuminuria dan 21,3% dengan peningkatan b2-m urin. Jumlah kasus dengan kelainan ginjal dijumpai pada 78,6%. (Med J Indones 2003; 12: 215-223)

b-thalassemia major is a disease caused by b polypeptide chain synthesis disorder which is inherited in an autosomal recessive manner from both parents and which is marked by little or no b-globin chain synthesis. Treatment for b-thalassemia major patients is by giving repeated blood transfusions, which causes iron accumulation, leading to hemochromatosis. Iron accumulation can occur in various body organ, including the kidneys. The aim of this study was to investigate the existence of renal impairment in b-thalassemia major patients. The subjects of this study were b-thalassemia major patients aged 15 - 28 years old who had received 6 units of packed red cells or more within 6 months. In this study, urine and serum samples of the subjects were taken and examined. Assay of serum iron was performed with Hitachi 737. Results were that 94.7% patients showed an increase in transferrin saturation and 40% of them had hemochromatosis; 73.4% had microalbuminuria; 1.3% had albuminuria and 21.3% had increased urinary b2-microglobulin (b2-m). A total of 78.6% of patients showed renal impairment. Conclusion of this study suggested that glomerular dysfunction happens in an earlier stage of the disease process. The high incidence of microalbuminuria is also attributed to defective ability of the proximal tubular cells to reabsorb protein besides dysfunction of the glomeruli. (Med J Indones 2003; 12: 215-223)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (4) October December 2003: 215-223, 2003
MJIN-12-4-OctDec2003-215
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>