Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Burn injury causes mechanical disruption to the skin,which allows environmental mocrobes to invade the deeper tissues....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Silvia Pagitta
"Malnutrisi merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien luka bakar berat. Malnutrisi meningkatkan risiko infeksi, lama rawat, terhambatnya penyembuhan luka sehingga mortalitas meningkat. Glutamin merupakan nutrien spesifik yang berperan dalam penyembuhan luka. Tujuan penulisan serial kasus adalah dilaporkannya peran terapi medik gizi pada pasien luka bakar berat dengan malnutrisi yang mendapat glutamin. Empat pasien serial kasus dengan luka bakar berat, derajat II-III, 18,5-41% luas permukaan tubuh (LPT) disebabkan api dan bahan kimia dengan rentang usia 18−64 tahun. Berdasarkan rekomendasi ESPEN pada pasien dengan luka bakar >20% LPT, dosis glutamin enteral yang diberikan adalah 0,3-0,5 g/kg BB/hari. Asupan energi pasien selama perawatan 11-54 kkal/kg BB/hari, protein 0,2-2,4 g/kg BB/hari, lemak 6-28%, karbohidrat 52-70%, glutamin 0,02-0,2 g/kg BB/hari. Selama perawatan, hitung total limfosit (TLC) meningkat pada 2 dari 4 pasien dan terdapat perbaikan kapasitas fungsional pada 3 pasien. Peran glutamin pada pasien luka bakar yang mengalami malnutrisi belum dapat dinilai karena dosis yang diberikan kurang dari rekomendasi, namun tampak peningkatan TLC dan perbaikan kapasitas fungsional setelah pemberian nutrisi.

Malnutrition is the most common problem in severe burns patients. Malnutrition increases the risk of infection, length of stay, inhibits the healing process so increasing mortality. Glutamine is a specific nutrient that plays a role in wound healing. This case series was aimed to report the role of nutritional medical therapy in patients with severe burns with malnutrition who received glutamine. These case series analyzed four of 18-64 years old patients with severe fire and chemical burns, II-III degree, 18,5-41% of body surface area (BSA). According to ESPEN, the dose of enteral glutamine in burns patients >20% BSA is 0,3-0,5 g /kg BW/day. Energy intake of patients during treatment was 11-54 kcal /kg BW/day, protein 0,2-2,4 g /kg BW/day, fat 6-28%, carbohydrates 52-70%, glutamine 0,02-0,2 g /kg BW/day. During treatment, the total lymphocyte count (TLC) increased in 2 of 4 patients and there was an improvement in functional capacity in 3 patients. The role of glutamine in burn patients who have suffered malnutrition cannot yet be assessed because the dose given is less than the recommendation, but glutamine supplementation may be associated with an increase of TLC and improvement functional capacity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Pratami Septiara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Luka bakar adalah kerusakan dan kehilangan jaringan akibat suhu yang sangat tinggi atau rendah. VEGF-A adalah faktor pertumbuhan yang berperan penting dalam proses angiogenesis dan mempertahankan permeabilitas pembuluh darah. Angiogenesis sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka karena pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan yang rusak, membawa sel-sel imun, dan mempersiapkan area luka untuk regenerasi dan perbaikan jaringan. Penggunaan hADSC dalam collagen gel diharapkan menghasilkan ekspresi mRNA VEGF-A dan jumlah pembuluh darah yang lebih tinggi.Metode: Penelitian ini menggunakan 20 tikus jantan Spargue Dawley, dibagi menjadi empat kelompok hari pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 . Setiap tikus menerima tiga luka dengan perlakuan berbeda kontrol, hADSC dalam collagen gel dan collagen gel . Pembuatan luka bakar deep dermal dilakukan dengan menempatkan pelat logam dengan suhu 250 C selama 15 detik di dorsal. Pengukuran ekspresi mRNA VEGF-A dilakukan dengan dengan metode qRTPCR. Jumlah pembuluh darah dihitungan dari jaringan luka bakar dengan pewarnaan hematoksilin-eosin.Hasil: Pada hari ke 7, tingkat ekspresi mRNA VEGF-A pada luka yang diberikan oleh hADSC dalam collagen gel berbeda signifikan dibandingkan kelompok collagen gel dan kontrol (p<0,05), sedangkan kelompok scaffold collagen gel dengan kontrol tidak berbeda signifikan. Pada hari ke-14, 21, dan 28 tidak terdapat perbedaan signifikan ekspresi mRNA VEGF-A di ketiga perlakuan. Terjadi penurunan ekspresi mRNA VEGF-A pada hari ke-7 sampai hari ke-28 di semua perlakuan. Jumlah pembuluh darah tidak berbeda signifikan diantara ketiga perlakuan, namun terjadi peningkatan jumlah pembuluh darah sampai hari ke-21. Kesimpulan: Pemberian hADSC dalam collagen gel meningkatkan ekspresi mRNA VEGF-A di awal proses penyembuhan luka dibandingkan kelompok tanpa hADSC.

ABSTRACT
Introduction Burn injuries are damage and loss of tissue with very high or low temperatures. VEGF A is growth factor that plays important role in the angiogenesis and maintains the permeability of blood vessels. Angiogenesis is indispensable to the wound healing because the blood vessels carry oxygen and nutrients to the damaged area, carry immune cells, and prepare the wound area for tissue regeneration and repair. The use of hADSC in the collagen gel is expected to result higher level of mRNA VEGF A expression and large number of bloodvessels.Methods This study used 20 male Spargue Dawley rats, divided into four groups of observation days day 7, 14, 21 and 28 . Each rat received three wound with different treatments control, hADSC in collagen gel and collagen gel . The making of deep dermal burn injury on the dorsal by placing metal plate with 250 C for 15 seconds. Expression level of mRNA VEGF A measurement with qRTPCR methode. The number of blood vessels calculated from the burn tissue with hematoxylin eosin staining.Results At day 7, the expression level of mRNA VEGF A in the wound treated by hADSC in collagen gel was significantly different from the collagen gel and control (p<0.05), whereas the collagen gel with the control group were not significantly different. On days 14, 21, and 28 showed no significant expression of mRNA VEGF-A between the three treatments. There was decrease in mRNA VEGF-A expression on day 7 to day 28 in all treatments. The number of blood vessels did not differ significantly between the three treatments, but there was increase the number of blood vessels to day 21.
Conclusion: The provision of hADSC in collagen gel increased the expression of mRNA VEGF-A at the beginning of the wound healing process compared to the group without hADSC. The number of blood vessels increased to the 21st day."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Nugraha
"Luka bakar berat dapat menyebabkan respons hipermetabolisme dan hiperkatabolisme persisten dan berkepanjangan. Pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit (RS) sering memiliki komorbid, seperti obesitas, diabetes melitus tipe 2 (DMT2), dan hipertensi. Inflamasi kronik akibat obesitas dan komorbid pada luka bakar berat berperan di dalam terjadinya fenomena second hit yang dapat memperberat respons hipermetabolisme. Terapi medik gizi pada pasien luka bakar berat dengan obesitas dan penyulit metabolik bertujuan untuk mencegah penurunan berat badan, mempertahankan massa otot, mengurangi respons hipermetabolisme, menjaga kontrol glikemik dan tekanan darah, meningkatkan sistem imun, membantu penyembuhan luka, memerbaiki kapasitas fungsional, sehingga meningkatkan luaran klinis serta menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas. Empat pasien serial kasus dengan luka bakar berat, derajat II-III, 29-38% luas permukaan tubuh (LPT), disebabkan oleh api dan listrik, memiliki status obes I serta komorbid DMT2 dan hipertensi. Terapi medik gizi pada pasien diawali dengan nutrisi enteral dini dalam waktu 24 jam pertama pasca luka bakar, sesuai dengan rekomendasi The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) serta Society of Critical Care Medicine (SCCM) dan American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Terapi medik gizi berdasarkan rekomendasi tersebut disesuaikan kondisi klinis, toleransi asupan, dan hasil laboratorium pasien. Target pemberian nutrisi menggunakan formula Xie, dengan komposisi seimbang, terdiri atas protein 1,5-2 g/kg BB ideal/hari, lemak 25-30%, dan karbohidrat 45-65%. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin B kompleks 3x1, asam folat 1x1 mg, vitamin C 2x250 mg, dan seng 1x20 mg. Keempat pasien serial kasus mengalami perbaikan kondisi klinis, penyembuhan luka baik, tidak ada infeksi dan komplikasi selama perawatan, tekanan darah dan kontrol glikemik baik, penurunan BB<10%, perbaikan kapasitas fungsional, dan lama rawat pasien lebih singkat. Keempat pasien dipulangkan untuk rawat jalan.Terapi medik gizi yang optimal dapat memerbaiki luaran klinis serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien luka bakar berat dengan obesitas dan penyulit metabolik.

Severe burn injury can cause a persistent and prolonged hypermetabolism and hypercabolism response. Severe burn injury patients treated in hospitals generally have comorbidities, such as obesity, DMT2, and hypertension. Chronic inflammation due to obesity and comorbidities in severe burn injury contributes to a second hit phenomenon in terms of augmenting the hypermetabolic response. Medical nutrition therapy in severe burn injury patient with obesity and metabolic disease is required in order to prevent weight loss, maintain muscle mass, reduce hypermetabolism response, maintain glycemic control and blood pressure, improve the immune system, help wound healing, improve functional capacity, therefore increasing clinical outcome and reduce the risk of morbidity and mortality. The case series consists of four patients with severe burn injury, degree II−III, 29−38% total body surface area, caused by fire and electricity, nutritional status obese I with DMT2 and hypertension. Medical nutrition therapy was initiated with early enteral nutrition within the first 24 hours after burn injury, according to ESPEN, SCCM and ASPEN recommendations and also adjusted based on clinical conditions, nutritional tolerance, and laboratory results. The nutrition target was calculated using Xie formula, with a balanced composition, consists of protein 1.5−2 g/kg ideal body weight/day, fat 25−30%, and carbohydrate 45−65%. Micronutrients supplementation given to these patients includes vitamin B complex 3x1 tablets, folic acid 1x1 mg, vitamin C 2x250 mg, and zinc 1x20 mg. Four patients had improvement in clinical condition and wound healing, no infections and complications during treatment, controlled blood pressure and glycemic, decreased body weight <10%, improvement in functional capacity, and shortened length of hospital stay. All four patients were discharged for outpatient care. Optimal medical nutrition therapy can improve clinical outcomes and reduce the morbidity and mortality rates in severe burn injury patients with obesity and metabolic disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Diana Christie
"Latar belakang : Luka bakar merupakan salah satu penyebab kecacatan sementara, permanen maupun kematian pada anak. Insiden dan kematian akibat luka bakar bervariasi di setiap negara dan dipengaruhi karakteristik luka bakar. Saat ini belum ada data yang mengungkap karakteristik, angka mortalitas serta menilai skor PELOD 2 pada anak dengan luka bakar di Indonesia. Pengenalan karakteristik, angka mortalitas dan penilaian skor PELOD dapat memengaruhi pencegahan dan tata laksana luka bakar yang lebih baik.
Tujuan : Mengetahui karakteristik dan angka mortalitas pasien anak dengan luka bakar yang dirawat di Unit Luka Bakar RSCM, serta mengetahui apakah skor PELOD 2 dapat digunakan untuk menilai keparahan luka bakar dan memprediksi mortalitas.
Metode : Penelitian retrospektif deskriptif berdasarkan data pasien anak yang dirawat dengan luka bakar yang tercatat di rekam medis sejak Januari 2012 - Januari 2017. Subyek penelitian dipilih secara total sampling.
Hasil : Subyek yang memenuhi kriteria penelitian yaitu 148 pasien. Sebagian besar subyek berusia 0-<4 tahun, jenis kelamin laki-laki, gizi baik, rujukan rumah sakit lain dan lokasi kejadian umumnya di rumah. Etiologi luka bakar terbanyak adalah air panas, dengan luas luka bakar <20%, kedalaman luka bakar derajat II. Angka mortalitas anak dengan luka bakar di RSCM adalah 20,3% dengan penyebab kematian sebagian besar sepsis (43,3%). Etiologi terbanyak subyek yang meninggal adalah api, luas luka bakar >40%, dan kedalaman luka bakar derajat II-III. Sebagian besar subyek yang meninggal memiliki skor PELOD 2 ≥ 10 dan mengalami trauma inhalasi.
Simpulan : Angka kematian anak dengan luka bakar di RSCM masih tinggi. Skor PELOD 2 dapat digunakan sebagai metode skrining awal untuk menilai berat ringannya kondisi pasien serta memprediksi mortalitas.

Background : Burn injury is one of the leading causes of temporary, permanent disability and death. Incidence and mortality of burns injury vary among different countries, and its affected by burns characteristic. Currently there is no data reported about characteristic, mortality rate and assessment of the performance PELOD score 2 in pediatric burn injury in Indonesia. Identification characteristic, mortality rate and PELOD score 2 assesment will influence the prevention and better management of burn injury.
Objective : To identify the characteristics and mortality rates of children with burn injury hopitalized in Burn Centre Cipto Mangunkusumo Hospital, and to assess whether the PELOD score 2 can be used for assessment of illness severity and predict mortality.
Methods : A descriptive retrospective study based on data of pediatric patients hospitalized with burns injury in medical records from January 2012 to January 2017. The subjects were selected in total sampling.
Results : Subjects who fullfill criteria are 148 patients. The greatest number of pediatric burns occured in the age group 0-<4 years old, most were boys, normal nutritional status, referral patients, and commonly occured in the patient’s home. Most etiology of burn injury were scalds, extent of burns < 20% total body surface area and second degree burns. The mortality rate of pediatric burn injury in Cipto Mangunkusumo Hospital is 20,3% and sepsis is the leading caused of death (43,3%). The etiology of most subject who died was fire, extent of burns > 40% total body surface and depth burn grade II-III. Most of the subjects who died had PELOD score-2 ≥10 and inhalation injury.
Conclusion : The mortality rate of children with burns in RSCM is still high. PELOD score-2 can be used as an initial screening method to assess the severity of the illness and predict mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurina Widayanti
"Latar belakang: Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di negara berkembang. Obesitas menyebabkan perubahan fisiologis yang kompleks dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan paru. Pasien obesitas dengan luka bakar lebih rentan mengalami perubahan fisiologis akibat penyakit penyerta yang sudah ada sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan mortalitas, lama rawat inap dan jumlah prosedur pembedahan antara pasien obesitas dan non-obesitas.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian kohort retrospektif. Terdapat dua kelompok yang diidentifikasi secara retrospektif dari data rekam medis, dan kemudian dibandingkan secara prospektif. Kami membandingkan hasil (tingkat kematian, jumlah prosedur bedah, dan lama rawat inap) pada pasien luka bakar obesitas dan non-obesitas.
Hasil: Dominasi laki-laki ditemukan dalam penelitian ini dengan jumlah subjek 68 laki-laki (61,8%) dan 42 perempuan (38,2%). Kami menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan mortalitas pada kelompok pasien luka bakar obesitas dibandingkan dengan kelompok non-obesitas (p=0,207, CI 95% 0,286-1,315). Dengan Mann-Whitney Test, juga tidak terdapat perbedaan antara lama rawat inap (p-value 0,332) dan jumlah prosedur pembedahan (p-value 0,521) pada pasien obesitas dibandingkan pasien non-obesitas.
Kesimpulan: Kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik pada mortalitas, lama perawatan dan jumlah prosedur bedah antara pasien luka bakar obesitas dan pasien luka bakar non-obesitas. Namun proporsi pasien meninggal lebih tinggi pada kelompok obesitas. Jangka waktu yang lebih lama dengan jumlah subjek yang lebih besar diperlukan untuk mengatasi bias statistik dan memberikan hasil yang lebih kuat dalam analisis statistik.

Background: obesity has become serious health issue in developing country. obesity causes complex physiologic alteration and increased risk for diabetes cardiovascular and pulmonary diseases. Obese patient with burn injury are more prone to have physiologic alteration resulting from pre-existing comorbid. The aim of this study is to investigate mortality, length of stay and number of surgical procedure between obese and non-obese patient.
Methods: This is an observational analytical study using the retrospective cohort study design. There are two groups which are retrospectively identified from the medical records, and then prospectively compared. We compare the outcomes (mortality rate, numbers of surgical procedure, and hospital length of stay) of obese and non-obese burn patients.
Results: Male predominance was found in this study with 68 males (61.8%) and 42 females (38.2%). We found out that there was no difference in mortality in obese burn patient groups compared to non-obese group (p=0.207, CI 95% 0.286-1.315). With Mann-Whitney Test, there were also no difference between length of stay (p-value 0.332) and number of surgical procedures (p-value 0.521) in obese patient compared to non-obese patient.
Conslusion: We did not find any statistically significant difference in mortality, length of stay and number of surgical procedures between obese burn patient and non-obese burn patient. However the proportion of deceased patient is higher in obese group. Longer period of time with larger number of subjects is needed to overcome statistical bias and provide more powerfull result in statistical analysis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalima Ari Wahono Astrawinata
"LATAR BELAKANG: Banyak faktor mempengaruhi prognosis luka bakar, data di Indonesia belum ada yang rinci. Dengan mengetahui faktor prognostik terpenting, akan dimungkinkan menetapkan penatalaksanaan yang tepat_ Perbaikan standar penatalaksana an membawa perbaikan nyata untuk menekan mortalitas.
METODE: Penelitian kohort historikal menggunakan subyek penderita luka bakar rawat inap di RSCM Januari I998-Mei 2001. Semua yang memenuhi kriteria inklusi diambil. Analisis data dengan survival analysis menggunakan Cox proportional hazard untuk mencari perhitungan ketahanan hidup.
HASIL: Dari 156 penderita didapat angka mortalitas 27,6%. Penderita terbanyak berusia 19 tahun, laki-laki lebih banyak 1,6 x dari perempuan. Penyebab tersering api (55,1%) dan terjadi dirurnah (72,4%). Ditemukan luka bakar terbanyak derajat 2° (76,9%) dengan Iuas terbanyak 27%, interquartile range 19-43%. Faktor prognostik terpenting dengan nilai hazard ratio (HR) dan 95% confidence interval (CI) masing-masing adalah syok-SIRS 12,05 (2,36;60,95), trombositopeni 10,78 (2,23;52,05), trauma inhalasi 5,20 (2,77;9,77), syok 4,87 (1,25;18,98) dan luas>50% 4,35 (1,22;15,59)
KESIMPULAN: Penatalaksanaan resusitasi cairan yang tepat dan resusitasi jalan napas dapat menekan angka mortalitas penderita luka bakar. Trombositopeni merupakan salah satu petanda awal kemungkinan sepsis/SIRS.

Prognostic factors in moderate and severe burn patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital Jakarta 1998-May 2001. BACKGROUND: Several factors influence the outcome of burn injuries. Knowing the most important factors influencing the outcome of burn might be helpfull in developing new strategies for patient care. Improvement of burn patients management can reduce mortality rate.
METHODS: Data from historical cohort were analyzed using Cox proportional hazard. One hundred fifty six burn patients hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital from January 1998-May 2001 were selected consecutively according to inclusion criteria.
RESULTS: From the 156 patients studied, mortality rate was 27,6%. Median patient age was 19 years , male : female ratio 1,6:1. The most common cause of thermal injury was flame (55,1%) and the majority occured at home (72,4%). Second degree burns were dominant (76,9%) with median burn size 27% Total Body Surface Area ( interquartile 19-43). The most important prognostic factors, hazard ratios and 95% confidence interval were shock with SIRS 12,05 (2,36;60,95), thrombocytopenia 10,78 (2,23;52,05), inhalation injury 5,20 (2,77;9,77), shock 4,87 (1,25;18,98) and burn size >50% 4,35 (1,22;15,59).
CONCLUSIONS: Adequate fluid rescusitation and respiratory rescusitation can overcome important factors influencing burn patients outcome in order to reduce mortality rate. Thrombocytopenia can be use as an early sign of impending sepsis/SIRS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baety Adhayati
"Penelitian ini membahas perubahan konsentrasi etanol pada darah jantung (BAC), isi lambung (SAC) dan rasionya (SAC:BAC) pada luka bakar derajat 4 untuk menilai difusi postmortem dari SAC ke BAC. Metode penelitian merupakan studi eksperimental pada tikus Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (luka bakar derajat 4)). Hasil dan diskusi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara BAC dan rasio SAC:BAC, sedangkan SAC pada kelompok perlakuan secara signifikan lebih rendah. Kesimpulannya, difusi postmortem etanol dari isi lambung ke darah jantung pada luka bakar derajat 4 dengan waktu terbakar dan postmortem interval yang singkat, kecil kemungkinan terjadinya.

This research studies the ethanol concentration changes in heart blood (BAC), stomach content (SAC) and its ratio (SAC: BAC) on 4th degree burn injury to determine the postmortem diffusion from BAC into SAC. The experimental study uses Sprague-Dawley rat, divided into 2 groups (control and treatment (4th degree burn injury)). The result and discussion show no significant difference between BAC and SAC: BAC ratio, while SAC on treatment group is significantly lower. The conclusion is ethanol postmortem diffusion from stomach content into heart blood on 4th degree burn injury with short burning duration and postmortem interval is unlikely to occur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aniza Winanda
"Pendahuluan: Luka bakar adalah cedera berat akibat kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas serta berpengaruh pada seluruh fungsi sistem tubuh. Pada luka bakar, cedera mengakibatkan kerusakan pada penampilan seseorang dan citra tubuhnya sehingga perasaan negatif yang dialami juga dapat diikuti masalah lainnya yang menyebabkan psikopatologi atau gejala masalah kejiwaan.
Metode: Studi potong lintang dengan metode pengambilan sampel secara konsekutif yang melibatkan pasien luka bakar di poliklinik Bedah Plastik serta Unit Luka Bakar RSCM, Jakarta dilakukan antara April-Mei 2017. Responden mengisi kuesioner self-report berupa Kuesioner Biodata untuk mendapat profil demografi, SRQ-20 titik potong ge;6 untuk melihat gejala psikopatologi, Kuesioner WHOQoL-BREF untuk melihat skor kualitas yang meliputi domain fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan. Data yang didapat diolah menggunakan analisis korelasi Spearman.
Hasil: 56 pasien luka bakar berpartisipasi dalam penelitian ini. 30.4 pasien tidak bekerja serta 48.2 memiliki penghasilan sangat rendah per bulannya. 67.9 pasien mengalami luka bakar akibat api dengan 44.6 mengalami luas luka bakar 10-30 TBSA dan mayoritas individu 80.4 mengalami luka bakar kombinasi derajat 2 3. Berdasarkan analisis yang dilakukan, 57.1 pasien mengalami psikopatologi dan rerata penilaian kualitas hidup yang rendah domain fisik 48.1, domain psikologis 51.5 . Didapatkan korelasi negatif yang bermakna p le; 0.05 antara domain psikologis dengan gejala depresi, cemas, dan penurunan energi; domain fisik dengan gejala penurunan energi, serta domain sosial dengan gejala cemas.
Pembahasan: Penelitian yang dilakukan mendapatkan berbagai hasil yang bermakna untuk membuktikan adanya korelasi antara psikopatologi dengan berbagai domain kualitas hidup yang terpengaruh.

Introduction: Burns result in severe injuries that cause damage or loss of tissue due to contact with sources of heat resulting in injuries to all body systems. Injuries of the skin, which functions as a barrier to protect internal organs, may cause patients to experience damage to one's physical appearance and body image causing negative feelings that may lead to other problems such as psychopathology and symptoms of mental illness.
Method: A cross sectional study with consecutive sampling method of burn patients who were treated at the Plastic Surgery Outpatient Clinic and Burn Unit of RSCM was conducted between April May 2017. Subjects were asked to fill in self report questionnaires including patient identity form, SRQ 20 cutoff point ge 6 for presence of psychopathology, and WHOQoL BREF to obtain mean scores of quality of life that include four domains of physical, psychological, social, and environment assessment. Data collected was analyzed using correlation analysis.
Result: 56 burn patients were included in the study. 30.4 did not work and 48.2 had very low income per month. 67.9 patients experienced burns due to fire and 44,6 had burns 10 30 of the TBSA with a majority of patients 80.4 experiencing a combination of second third degree burns. Based on the analysis, 57.1 of patients had a form of psychopathology and low mean scores of quality life physical domain 48.1, psychological domain 51.5. Significant negative correlations p le 0.05 were obtained between the psychological domain and symptoms of depression, anxiety, low energy physical domain and low energy and social domain with anxiety.
Discussion: This study obtained significant results to identify the correlation between psychopathology and various domains of quality of life affected.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library