Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Burn injury causes mechanical disruption to the skin,which allows environmental mocrobes to invade the deeper tissues....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yos Suwardi
"Latar belakang : Pasien luka bakar sedang dan berat mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Morbiditas terjadi karena gangguan fisik maupun psikis. Sebanyak 46,6 % dari pasien luka bakar mengalami gangguan psikiatri. Gangguan stres pasca trauma merupakan salah satu gangguan psikiatri yang sering terjadi dan sering tidak terdiagnosis pada pasien luka bakar. Gangguan ini sering menjadi penyulit terhadap kesembuhan optimal dari pasien luka bakar. Angka prevalensi dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan di luar negeri menunjukan hasil yang berbeda-beda, umumnya angka prevalensi meningkat dalam sate tahun pertama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa prevalensi gangguan stres pasca trauma yang terjadi pada pasien luka bakar di RSUPN DR.Ciptomangunkusumo Jakarta.
Metode: Penelitian menggunakan rancangan cross sectional, dilakukan pada 66 pasien luka bakar sedang dan berat yang berobat di RSUPN DR.Ciptomangunkusumo Jakarta. Sampel diambil secara consecutive sampling, observasi pada 34 subyek dilakukan di lingkungan RSUPN DR.Ciptomangunkusumo dan pada 32 subyek lainnya di rumah subyek. Instrumen yang digunakan adalah Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis-1 Disorder (SCID-I) dalam terjemahan bahasa Indonesia.
Hasil dan Simpulan : Angka prevalensi gangguan stres pasca trauma adalah 16,2% (11 subyek). Prevalensi pada subyek pasca rawat inap 21,1% sedangkan subyek rawat inap 10,7%. Hasil uji statistik X2 pada berbagai faktor demografi dan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan stres pasca trauma menemukan satu variabel yaitu jenis kelamin wanita mempunyai nilai p = 0,035. Observasi pada 11 subyek yang mengalami gangguan stres pasca trauma menemukan bahwa karakteristik gejala gangguan stres pasca trauma dari SCID1/ DSM-IV yang terbanyak adalah gejala perasaan bahwa masa depan menjadi pendek (kelompok C) dan respon kejut yang berlebihan yaitu 81,8% sedangkan yang paling sedikit adalah gejala tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma yaitu 27,3%.

Background: Patients with moderate and severe burn wounds have high morbidity and mortality. Morbidity occurs due to physical as well as psychological disorders. Up to 46.6% of the burn wound patients develop psychiatric disorders. Post-traumatic stress disorder constitutes one of the common psychiatric disorders and is frequently under diagnosed in burn wound patients. This disorder often becomes a complicating factor for optional recovery of burn wound patients. The prevalence rates from a variety of studies in other countries reveal different outcomes; generally the prevalence rate increase in the first year. The purpose of this study was to elicit information on how high the prevalence of post-traumatic stress disorder was among the burn wound patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Methods: This study was cross-sectional, performed on 66 moderate and severe burn wound patients who presented to Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The samples were taken by consecutive sampling. The observation of the 34 subjects was conducted on the premises of Cipto Mangunkusumo Hospital and the other 32 subjects were observed in their homes. The used instrument was structured clinical interview for D5M-IV Axis-1 Disorder (SCID-1) in the Indonesian version.
Result and conclusion: The prevalence rate of post-traumatic stress disorder was 16.2% (11 subjects). The prevalence in the post-hospitalized subjects was 21.1% and 10.7% for the hospitalized subjects. The result of X2 statistic tests of a variety of demographic factor and factors that influenced the incidence of post-traumatic stress disorder found one variable, namely female gender whose p value was 0.035. Observation of 11 subjects who developed post-traumatic stress disorder found the most common characteristics of post-traumatic stress disorder from SCID-1/DSM-IV were a feeling that the future became short (group C), and response of excessive surprise (81.8%) whereas the least common was the symptom of being unable to recall the significant aspect of the trauma (27.3%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Sadwika P.J.
"Latar Belakang: Tujuan dari manajemen luka bakar adalah untuk menginiasi penutupan luka dini atau epitelisasi, dan untuk mencegah komplikasi akibat sepsis. Namun, dari praktik harian kami, diagnosis dini, terutama dalam menentukan kedalaman luka bakar pada fase akut, cukup sulit karena proses luka bakar terus berlangsung. Pengukuran objektif merupakan metode tambahan yang baik untuk membantu dokter mengevaluasi kedalaman luka bakar, misalnya pencitraan termal FLIR ONE. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi validitas FLIR ONE termografi sebagai alat untuk menilai kedalaman luka bakar, dan keandalan evaluasi klinis dan FLIR ONE yang dilakukan oleh ahli konsultan ahli luka bakar bedah plastik dan senior residen bedah plastik. Metode: Studi diagnostik yang dilakukan dari November 2019 - April 2020 di pusat kami. Dengan kriteria inklusi disebutkan kami melakukan pengamatan dua kali berdasarkan evaluasi klinis dan juga alat bantu FLIR ONE termografi pada luka bakar superfisial dan mid-dermal dalam waktu 48 jam pascalukabakar, dan hari 3-5 pascalukabakar, dengan outcome yaitu evaluasi klinis yang dilakukan oleh ahli bedah plastik konsultan luka bakar berpengalaman di hari ke 7. Data dikumpulkan dan menganalisis validitas dan realibilitas. Hasil: 43 sampel yang diambil dari laki-laki 15 (53,6%) dan perempuan 13 (46,4%), usia rata-rata 41,82 ± 13,52 tahun. Sebagian besar sampel adalah dari wajah 14 (32,6%), dan ekstremitas atas 11 (25,6%). Realibitas: ICC adalah T1 0,95 dan T3 0,98, menunjukkan angka baik hingga hari ke 7 hari pascalukabar. Kesenjangan evaluasi klinis antara kedua pengamat (konsultan luka bakar bedah plastic berpengalaman dan residen bedah plastik senior) di T1 adalah 6,9% dan di T3 adalah 9,3%. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penilaian klinis baik di T1 (p = 0,82) dan T3 (p = 0,51) dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengukuran menggunakan alat FLIR ONE antara dua pengamat baik di T1 (p = 0,25) dan T3 (p = 0,91 ). Validitas: AUC dihitung pada T1 adalah 0,72 (95% CI: 0,563 - 0,880) p = 0,014 dengan titik batas T1 pada -0,8 ° C, menunjukkan diskriminasi moderat antara kategori penyembuhan yang re-epitelisasi <= 7 hari dan > 7 hari (sensitivitas 62,5%; spesifisitas 78,9%). Kami menggabungkan evaluasi klinis dan T1 dalam waktu 48 jam setelah luka bakar, penggunaan Flir ONE sebagai alat tambahan meningkatkan sensitivitas menjadi 58,33%, spesifisitas 98% dari evaluasi klinis saja. Probabilitas re-epitelisasi temuan klinis kedalaman luka superfisial dengan nilai T1 > -0,8 C memiliki probabilitas tertinggi (90,94%) untuk re-epitelisasi dalam waktu kurang dari sama dengan 7 hari. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan validitas dan reliabilitas yang baik dari evaluasi klinis saja dan evaluasi klinis dengan FLIR ONE termografi dalam menilai kedalaman luka bakar. Titik potong kami dalam menentukan kedalaman luka bakar adalah -0,8 ° C, dengan hasil probabilitas yang baik untuk membedakan hasil epitelisasi berulang. Penelitian ini juga memberi tahu kami bahwa program residensi bedah plastik di rumah sakit pendidikan kami telah berhasil membangun kompetensi modul yang baik, dan reisden memiliki paparan yang cukup terhadap kasus luka bakar.

Background: The aim of the management of burn wound is to initiate early wound closure or epithelization, and to prevent sepsis complication. However, from our daily practice, early diagnosis especially in determining the depth of burn wound in acute phase, is quiet difficult as burn wound process is running. Objective measurement may be great adjunct methods to to help clinician evaluating burn wound depth, as an example of FLIR ONE thermal imaging. The objective was to evaluate the validity of FLIR ONE thermal imager as an adjunct tool to assess burn wound depth, and reliability of clinical evaluation and FLIR ONE performed by senior resident of plastic surgery and experienced burn consultant plastic surgeon. Methods: This is a diagnostic study conducted from November 2019 – April 2020 in our center. With inclusion criteria mentioned we did observation twice based on clinical visual and also FLIR ONE thermal imaging on superficial and mid dermal burn within 48 hours post burn, and post burn day 3-5, outcome by clinical evalution done by experienced burn consultant plastic surgeon on day 7. Data were collected and analyze validity and realibility. Result: We had 43 samples taken from male 15 (53,6%) and female 13 (46.4%), average age 41.82 ± 13.52 years. As facial 14(32.6%), and upper extremities 11 (25.6%) as most samples use. Reliability: ICCs were T1 0.95 and T3 0.98, indicating excellent reliability up to 7 days after burn. The gap of clinical evaluation between both observers (experienced burn consultant and senior plastic surgery resident) at T1 is 6.9 percent and at T3 is 9.3 percent. There were no significant difference in clinical assessment both in T1 (p=0.82) and T3 (p=0.51) and no significant difference in measurements using FLIR ONE between two observers both in T1 (p=0.25) and T3 (p=0.91). Validity: the area under the curve was calculated at T1 was 0.72 (95% CI: 0.563 – 0.880) p = 0.014 with a cut-off point of T1 at -0.8°C, shows a moderate discrimination between healing categories re-epithelialization <= 7 days and > 7 days (62.5% sensitivity; 78.9% specificity). We combined clinical evaluation and T1 within 48 hours post burn, the use of Flir One as an adjunct tool increased the sensitivity to 58.33%, specificity 98% of clinical evaluation solely. the probability of re-epithelialization of clinical finding of superficial wound depth with T1 value of >-0.8oC had the highest probability (90.94%) to re-epithelialized in less equal to 7 days. Conclusion: This research showed good validity and reliability of clinical evaluation alone and clinical evaluation adjunct with FLIR ONE thermal imaging in assessment of burn wound depth. Our cut off point in determining the burn wound depth was -0.8° C, with good probability result to differentiate re-epithelialization outcome. This research told us that plastic surgery residency program of our teaching hospital had successfully established a good module competency, and resident had enough exposure to the burn cases."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mufida Muzakkie
"Latar Belakang: Luka bakar memerlukan penutupan luka segera setelah eksisi. Terbatasnya donor tandur kulit STSG merupakan permasalahannya. Meshed merupakan metode ekspansi yang sering dipakai. Namun di Indonesia, tidak semua rumah sakit mempunyai mesin Mesher. Metode ekpansi lainnya yaitu Postage-stamp. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perambatan kulit baru marginal epithelial creeping antara kedua metode tersebut untuk memprediksi lamanya waktu penyembuhan.
Metode: Subjek adalah pasien di Unit Luka Bakar RS. Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi. Setiap kelompok menerima 2 metode STSG; Meshed grup kontrol dan Postage-stamp grup perlakuan pada bagian tubuh yang berbeda, 32 sampel setiap grup. Perambatan kulit baru dinilai pada hari ke-5, 10 dan 14.
Hasil: Juli ndash;Oktober 2016, dilakukan operasi pada 10 pasien 20 sampel sebagai data preliminary. Dari analisa statistik didapatkan tidak ada perbedaan bermakna perambatan kulit baru pada kedua kelompok pada hari ke-5, 10 dan 14. Walaupun didapatkan rerata perambatan kulit pada hari ke-5 dan 10 Meshed lebih tinggi daripada Postage-stamp, dan pada hari ke-14 Postage-stamp lebih tinggi daripada Meshed.
Kesimpulan: Kedua metode tersebut memberikan hasil perambatan kulit baru yang serupa. Walaupun pada hari ke-14 didapakan nilai rerata pada Meshed 61,9 cm2 SD 2.9 dan Postage-stamp 62.11 cm2 SD 3.9 dari total luas luka 64 cm2.

Background: Extensive burn injuries are challenging due to limitation of split thickness skin graft STSG. Meshed has been an accepted method for expansion. But in Indonesia, not every hospital has Mesher machine. Another method is Postage stamp. The purpose of this study is to analyze marginal epithelial creeping MEC between both methods, so we can predict the wound healing time.
Materials and Methods: Subjects are patients in Burn Unit, Cipto Mangunkusumo Hospital who fulfills inclusion criteria. Each patient received two methods Meshed control group and Postage stamp treatment group on different body region. MEC was measured on Day 5, Day 10 and Day 14.
Results: From July October 2016, 10 patients 20 samples performed surgery as preliminary data, showed that there is no statistically difference of MEC between both groups on Day 5, Day 10 and Day 14. Although, we found that both on Day 5 and Day 10 mean of Meshed STSG higher than Postage stamp STSG, and on Day 14 mean of Postage stamp STSG higher than Meshed STSG.
Conclusion: Meshed and Postage stamp STSG giving similar result of MEC as the aim to predict wound healing time. On day 14, Meshed giving 61.9 cm2 SD 2.9 of epithelialization and Postage stamp STSG giving 62.11 cm2 SD 3.9 from total of raw surface 64 cm2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elvin Clara Angmalisang
"ABSTRAK
Conditioned medium CM asal kultur sel punca mesenkimal diketahui mengandung sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan yang berperan sebagai agen regeneratif. Ephrin-B2 adalah protein transmembran yang berperan penting dalam proses angiogenesis. Pada luka bakar, angiogenesis merupakan salah satu proses yang penting untuk penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari aplikasi topikal CM pada ekspresi ephrin-B2 sebagai marker angiogenesis pada penyembuhan luka bakar. Penelitian ini menggunakan sampel blok parafin dari jaringan kulit luka bakar tikus model hari ke-7, 14, dan 21 setelah pembuatan luka, yang terdiri atas kelompok kontrol, medium complete MC , dan CM. Ekspresi ephrin-B2 diperiksa dengan pulsan imunohistokimia, kemudian dievaluasi distribusinya secara deskriptif dan dilakukan penghitungan terhadap jumlah pembuluh darah yang mengekspresikan ephrin-B2 untuk evaluasi angiogenesis. Penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi ekspresi ephrin-B2 ditemukan pada sel-sel endotel dan otot polos pembuluh darah pada jaringan granulasi penyembuhan luka bakar. Jumlah pembuluh darah baru pada jaringan granulasi kelompok CM lebih banyak dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol dan MC pada hari ke-7, 14, dan 21.

ABSTRACT
Conditioned medium CM is known to contain cytokines and growth factors that can act as regenerative agents. Ephrin B2 is a transmembrane protein that plays important role in the process of angiogenesis. Sufficient blood supply through angiogenesis in burn wound healing is one of the most important factors. This study aims to investigate the effect of topical CM applications on ephrin B2 expression as angiogenesis markers in burn wound healing. This study used paraffin block samples from burn wound skin tissue of mouse models collected on days 7, 14, and 21 post wounded. The groups were control, medium complete MC , and CM group. Immunohistochemical staining was performed to detect ephrin B2 expression and its distribution was evaluated in descriptive manner. Angiogenesis was evaluated by calculating the number of blood vessels that expressed ephirn B2. Our results showed that ephrin B2 is expressed in endothelial cells and smooth muscle of blood vessels within granulation tissues. There was no different in distribution pattern of ephrin B2 expression between groups. Topical application of CM on burn wound showed to have more number of new blood vessels that expressed ephrin B2 on day 7, 14, and 21 post wounded, compared to control and MC groups p
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan uji pemanfaatan getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) dalam penyembuhan luka bakar pada kulit tikus putih (Rattus novergicus). Penyembuhan luka bakar dievaluasi dengan menghitung jumlah leukosit PMN dan jumlah fibroblas pada hari ke 7, 14, dan 21 setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah leukosit PMN pada subjek yang diobati dengan getah pisang ambon relatif lebih signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif dan positif (Bioplacenton ®). Sebaliknya, peningkatan jumlah fibroblas secara signifikan ditunjukkan pada hari ke-14 dan ke-21 setelah perawatan. Kesimpulannya, pengobatan dengan getah pisang Ambon pada luka bakar memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kedua kontrol positif dan negatif.

A study of ambonese plantain banana (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) treatment in burn wound healing on the skin of white rats (Rattus novergicus) has been conducted. The wound healing of burn injuries was evaluated by counting the number of PMN leukocytes and fibroblasts at the 7th, 14th, and 21st days following the treatment. The study showed that the decrease in number of PMN leukocytes of subjects treated with ambonese plantain banana was relatively more significant compared to both negative and positive control (Bioplacenton®). In contrast, an increasing number of fibroblasts was significantly demonstrated at the 14th and 21st days after treatment. In conclusion, ambonese plantain banana treatment in burn injuries will provide bett er results compared to both positive and negative controls."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Lewa
"Latar belakang: Pada tahun 2018, diperkirakan tercatat 265.00 kematian yang disebabkan oleh luka bakar. Sekitar 96% kasus kematian terjadi di negara berkembang, dimana dua per tiga-nya terjadi di Afrika dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Metode:Subjek dibagi ke dalam dua grup yang diidentifikasi secara retrospektif dari rekam medis, dan dibandingkan secara prospektif. Studi ini membandingkan mortalitas, insiden sepsis, dan lama rawat inap pada pasien yang menjalani eksisi tangensial dini (n=23) yang dibandingkan dengan pasien yang menjalani eksisi tangensial tertunda (n=23). Data dianalisa dengan Fisher Exact Test dan Mann-Whitney.
Hasil: Dari Januari 2016 sampai Agustus 2018, terkumpul 46 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Kejadian sepsis pada pasien yang menjalani eksisi tangensial dini berbeda secara bermakna (p<0.001) dengan kejadian sepsis pada pasien yang menjalani eksisi tangensial tertunda dengan risiko relatif 0.233 (CI 95% 0.122-0.446). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada mortalitas dan lama rawat inap pada kedua grup tersebut (p>0.05).
Kesimpulan: Eksisi tangensial dini bermanfaat untuk mencegah kejadian sepsis pada pasien luka bakar deep dermal dan luka bakar full thickness. Namun begitu, penilaian kedalaman luka bakar bersifat subjektif terhadap pengalaman klinis seorang dokter bedah. Eksisi tangensial dini harus dilakukan tidak lebih dari 96 jam setelah kejadian luka bakar.

Background: In the year 2018, it is estimated that 265.000 deaths are associated with burn injury annually. Approximately 96% of these cases occur in developing countries, out of which two-thirds are in the Africa and Southeast Asia regions, including Indonesia
Methods: There were two groups which are retrospectively identified from the medical records, and then prospectively compared. We compare mortality, sepsis incidence and hospital length of stay in patients underwent early tangential excision (n=23) to those who underwent delayed tangential excision (n=23) using Fisher Exact Test and Mann-Whitney.
Result: From January 2016 to August 2018, 46 patients met the inclusion criteria of this study. The incidence of sepsis was statistically significant with all sepsis incidence occurs only delayed tangential excision group (p<0.001) with relative risk 0.233 (CI 95% 0.122-0.446). There were no differences on the mortality as well as hospital length of stay between early and delayed tangential excision groups (p>0.05).
Conclusion: Early tangential excision is beneficial to prevent sepsis in patients with deep dermal and full thickness burn. Although burn depth assessment can be subjective to surgeon's clinical experience. Early tangential excision should be done no longer than 96 hours after burn injury.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amila Tikyayala
"Latar Belakang: Luka bakar masih menjadi masalah kesehatan yang berat khususnya di Indonesia. Pada kasus luka bakar mayor, penutupan luka sementara dengan menggunakan xenograft terbukti memberikan keuntungan. Akan tetapi tidak semua jenis xenograft tersedia akibat latar belakang kultur, biaya, dan agama disamping tampilan bersisik pada jenis xenograft ikan tilapia yang kurang estetik. Patin siam (Pangasius hypophthalmus) adalah ikan tidak bersisik yang memiliki banyak kandungan kolagen tipe I. Studi ini bertujuan untuk melakukan komparasi kulit ikan patin siam terhadap kulit ikan tilapia dan babi yang telah umum dijadikan material xenograft pada luka bakar.
Metode: Studi ini merupakan studi eksperimental menggunakan sembilan sampel berbeda dari kulit ikan patin siam, ikan tilapia, dan babi. Setiap sampel dilakukan preparasi dan dilakukan evaluasi secara histologi dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin-eosin stained. Dilakukan dokumentasi dan analisa pada tampilan makroskopik dan mikroskopik setiap sampel.
Hasil: Tampilan makroskopik kulit ikan patin siam menggambarkan kulit yang tidak berbulu, tidak bersisik, berwarna hitam – perak, dan memiliki ketebalan yang moderat. Tampilan mikroskopik kulit ikan patin siam memiliki ketebalan epidermis (8.49±1.60 μm) yang berbeda secara signifikan terhadap ikan tilapia (2.18±0.37 μm; p<0.001) dan babi (42.22±14.85 μm; p=0.002). Ketebalan dermis kulit ikan patin siam (288.46±119.04 μm) menyerupai ikan tilapia (210.68±46.62 μm; p=0.783) namun berbeda signifikan terhadap babi (1708.44±505.12 μm; p<0.001). Integritas dan susunan kolagen ikan patin siam serupa dengan tilapia berdasarkan penilaian histologi semi-kuantitatif (p>0.05).
Kesimpulan: Ikan patin siam memiliki tampilan makroskopik dan tampilan mikroskopik yang dapat dibandingkan dengan ikan tilapia; tampilan makroskopik lebih halus, epidermis lebih tebal, dan tebal dermis yang serupa. Oleh karena itu, kulit ikan patin siam dipercaya dapat menjadi materi xenograft. Studi lanjutan diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas dan kelayakan xenograft patin siam dalam tata laksana luka bakar.

Background: Burn injury remains a health problem, specifically in Indonesia. In major burns, xenograft had been proved to be useful as temporary wound coverage. However, some xenografts are not widely available due to cultural, financial, and religious backgrounds or have unesthetic appearance, such as scaly appearance of tilapia fish xenograft. Striped catfish (Pangasius hypophthalmus) is a scaleless fish that has abundant type 1 collagen. This study aimed to compare striped catfish skin to commonly used xenograft (Nile tilapia and porcine skin) as xenograft material for burn wound.
Methods: In this experimental study, nine different skin samples of striped catfishes, Nile tilapias, and porcines were prepared and histologically examined using hematoxylin- eosin stained samples. Macroscopic and microscopic features of each samples were documented and analysed.
Results: The macroscopic skin appearances of striped catfishes were hairless and scaleless with black-silver color and moderate thickness. As for microscopic features, the epidermal thickness of striped catfish’s skin (8.49±1.60 μm) was significantly different to both Nile tilapia (2.18±0.37 μm; p<0.001) and porcine skin (42.22±14.85 μm; p=0.002). The dermal thickness of striped catfish’s skin (288.46±119.04 μm) was similar to Nile tilapia (210.68±46.62 μm; p=0.783) but differs significantly to porcine skin (1708.44±505.12 μm; p<0.001). The integrity and collagen organization of striped catfishes was also similar to tilapia based on semi-quantitative histology scoring system (p>0.05).
Conclusion: Striped catfishes had potential macroscopic appearance and comparable microscopic features to Nile tilapia; smoother macroscopic appearance, thicker epidermis, and similar dermis thickness. Therefore, we believe it can be potentially used as a xenograft material. Further studies are required to evaluate the effectiveness and feasibility of striped catfish xenograft in burn wound management.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadia Ayundya Duhita
"Latar belakang: Pada negara maju, terapi pada luka bakar mayor saat ini telah bergeser dari eksisi segera dan standur kulit menjadi eksisi bertahap dan penutupan luka sementara dengan xenograft, yang tidak tersedia di Indonesia. Saat ini, perawatan luka pada luka bakar masih menggunakan kasa jenuh paraffin-vaselin. Studi ini merupakan studi preliminary untuk clinical trial mengenai kulit ikan tilapia sebagai xenograft. Dilakukan evaluasi terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai dasar luka yang baik, frekuensi redebridement, dan frekuensi penggantian balutan.
Metode: Studi preliminary ini merupakan clinical trial terrandomisasi dengan kasa jenuh paraffin-vaselin sebagai pembanding, dengan analisis intention to treat. Sampel pada studi ini adalah ekstremitas atas atau bawah pasien luka bakar akut dewasa, usia 18-60 tahun, dengan luas area luka bakar 20-40%; yang terdapat luka bakar full thickness. Kedua sisi harus dapat dibandingkan, evaluasi luka dilakukan tiap kali dilakukan penggantian balutan.
Hasil: Total 7 sampel didapatkan dari 4 pasien. Tidak didapatkan adanya reaksi alergi pada semua subjek, baik berdasarkan klinis dan hasil laboratorium. Dua subjek meninggal dunia sebelum dilakukan penggantian balutan pertama, sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi luka. Tidak ada perbedaan waktu untuk mencapai bed luka yang baik dan frekuensi redebridement antar kedua kelompok. Ekstremitas dengan balutan kulit ikan tilapia xenograft membutuhkan frekuensi penggantian balutan yang lebih sedikit secara signifikan.
Kesimpulan: Xenograft kulit ikan tilapia dapat digunakan sebagai dressing alternative pada luka bakar. Studi lebih lanjut sangat dibutuhkan.

Background: In developed countries, major burn treatment have shifted from early excision and skin grafting to staged excision and temporary coverage with xenograft, which were not available in our country. Paraffin-impregnated gauze is still utilized in most of our burn injury cases. Xenografts have been proven to be superior than non –biological dessings. This study was a preliminary to clinical trial of tilapia fish skin xenograft that we put together locally. We evaluated the efficacy based on reduction of time to well granulated wound bed, redebridement frequency and wound dressing change frequency.
Method: This preliminary study is a randomized clinical trial, with paraffin-impregnated gauze as the comparison, with intention to treat analysis. Samples of the study were upper or lower limb pairs of adults, aged 18-60 year old, acute burn patients with total body surface area of burn ranged from 20-40%; which contains full thickness burn. The injury on both sides of the lim pairs have to be comparable. The wound was evaluated every time the dressing was changed.
Result: Total of 7 samples were obtained from 4 subjects. There was no evidence of allergic reaction on all subjects , either clinically or from laboratory examinations. Two subjects passed away before the first dressing change, thus the wound cannot be evaluated. There was no difference in time to well granulated wound bed and redebridement frequency between groups. Limbs treated with tilapia fish skin xenograft significantly require less frequent dressing change.
Conclussion: The tilapia fish skin xenograft appears to be a legible alternative to paraffin impregnated gauze. Further study is strongly advised.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library