"Pemilihan Umum 2004 diwarnai dengan usaha untuk meningkatkan jumlah perempuan di parlemen. Usaha tersebut adalah adanya undang-undang yang mewajibkan partai politik untuk menyediakan kuota 30% dalam daftar calon legislator dan sosialisasi yang gencar untuk meningkatkan kesadaran jender pemilih perempuan.
King (2000) pada penelitiannya di Amerika Serikat menyatakan bahwa calon legislator perempuan memiliki peluang lebih besar untuk dipilih oleh perempuan, tetapi jumlah perempuan di parlemen selalu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah laki-laki. Faktor-faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah perempuan di parlemen, antara lain, adalah ideologi peran jender tradisional pemilih (Karra, dalam Sari 2002) dan rendahnya identifikasi perempuan sebagai kelompok (Zellman, 1978). Faktor lain yang mempengaruhi suara pemilih adalah identifikasi dengan partai politik dan isu politik (Campbell et al., 1960).
Penelitian ini bertujuan mengetahui peluang calon legislator perempuan memperoleh dukungan dari pemilih perempuan dibandingkan dengan calon legislator laki-laki; pengaruh ideologi peran jender dan tingkat identifikasi kelompok jender terhadap dukungan terhadap calon legislator perempuan; dan di antara keempat independen variabel, ideologi peran jender, identifikasi dengan kelompok jender, identifikasi dengan partai politik, dan isu politik, yang mana yang dapat menjadi prediktor bagi dukungan pemilih perempuan kepada calon legislator perempuan pada Pemilihan Umum 2004.
Permasalahan pada penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan peluang antara calon legislator perempuan dan calon legislator laki-laki untuk dipilih oleh pemilih perempuan; apakah terdapat perbedaan ideologi peran jender antara pemilih perempuan yang memilih calon legislator laki-laki dan pemilih perempuan yang memilih calon legislator perempuan; apakah terdapat perbedaan tingkat identifikasi kelompok jender antara pemilih perempuan yang memilih calon legislator laki-laki dan pemilih perempuan yang memilih calon legislator perempuan; dan manakah di antara keempat variabel independen, ideologi peran jender, identifikasi dengan kelompok jender, identifikasi dengan partai politik, dan isu politik yang dapat menjadi prediktor bagi pemilih perempuan untuk memilih calon legislator perempuan. Untuk menjawab permasalahan itu, digunakan kuesioner yang terdiri dari lima skala yang mengukur setiap variabel independen dan pertanyaan mengenai jenis kelamin calon legislator yang dipilih pada Pemilu 2004.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan peluang antara calon legislator perempuan dan calon legislator laki-laki untuk dipilih oleh pemilih perempuan dan tidak ada perbedaan ideologi peran jender serta identifikasi dengan kelompok jender pada pemilih perempuan yang memilih calon legislator perempuan dan calon legislator laki-laki. Selanjutnya, penelitian ini juga menunjukkan perilaku pemilih perempuan untuk memilih calon legislatif perempuan tidak dapat diprediksi oleh variabel ideologi peran jender, identifikasi dengan kelompok jender, isu politik, dan identifikasi dengan partai politik.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah memperbaiki proses pengambilan sampel, memperluas subjek penelitian pada laki-laki, menambahkan variabel lain, seperti stereotip jender dan mengikutsertakan proses kognitif dalam aktivitas memilih."