Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Wahyu Tanjungsari
Abstrak :
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan salah satu kegawatan kardiovaskular di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Tatalaksana SKA yang ada saat ini membutuhkan waktu minimal 3 jam untuk menentukan apakah pasien dirawat atau dipulangkan, hal ini akan berdampak pada kepadatan IGD dan pemborosan biaya perawatan. European Society of Cardiology merekomendasikan algoritma 0/1 jam pada pasien dengan gambaran EKG non elevasi segmen ST (NEST) dengan menggunakan high sensitive troponin T (hscTnT) dalam menegakkan atau penapisan infark miokard akut non elevasi segmen ST (IMA-NEST). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai diagnostik hs-cTnT jam ke-1 dan jam ke-3 pada terduga SKA non elevasi segmen ST dengan awitan nyeri dada kurang dari 6 jam. Desain penelitian potong lintang. Sebanyak 100 subjek penelitian yang diambil secara konsekutif sampling. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif kadar hs-cTnT 0/1 jam secara berurutan adalah 93,75%, 98,81%, 93,75%, 98,81%, sementara sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif kadar hs-cTnT 0/3 jam secara berurutan adalah 87,50%, 96,81%, 93,33% 97,65%. Pemeriksaan hs-cTnT 0/1 jam dapat dipergunakan dalam rule in dan rule out terduga IMA-NEST dengan awitan nyeri dada kurang dari 6 jam.
Acute coronary syndrome (ACS) is one of the cardiovascular events in an Emergency Installation (ED). The patients management of ACS required at least 3 hours to determined whether the patient hospitalized or outpatient, these would increased EDs crowded and high cost treatment. The European Society of Cardiology recommended a 0/1 hour algorithm in patients with ECG showed non ST segment elevationusing high sensitive troponin T (hs-cTnT) parameter to rule in or rule out non ST segment elevation myocard infarct (NSTEMI).We aimed to compare diagnostic values of hscTnT at the 1st and 3rd hour in NSTEMI with chest pain onset less than 6 hours. Study design was cross sectional. A total of 100 subjects enrolled by consecutive sampling method. Sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of hs-cTnT 0/1 hours were 93.75%, 98.81%, 93.75%, 98.81%, while sensitivity, specificity, positive predictive value, and the negative predictive value of hs-cTnT 0/3 hours were 87.50%, 96.81%, 93.33%, 97.65%. Hs-cTnT 0/1 hour test can be used in rule in and rule out suspect NSTEMI with the chest pain onset less than 6 hours.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jetty H. Sedyawan
Abstrak :
ABSTRAK
Angina pektoris Tak Stabil (ATS) adalah sindroma klinik yang berbahaya, merupakan pola angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian. ATS menarik perhatian karena letaknya pada spektrum iskemia miokard di antara angina pektoris stabil dan infark miokard, sehingga merupakan tantangan dalam upaya pencegahan terjadinya infark miokard. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan faktor-faktor penunjuk prognosis, mengetahui gambaran insiden infark miokard dan tingkat kematian pada ATS selama perawatan rumah sakit dan perawatan tindak lanjut ("follow up").

Dilakukan penelitian prospektif terhadap penderita ATS yang dirawat di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta dalam periode waktu antara 1 Oktober 1985 sampai 1 Oktober 1987. Dari 114 penderita ATS yang dirawat dalam periode waktu tersebut, terdapat 48 penderita yang memenuhi persyaratan penelitian, terdiri dari 43 laki-laki dan 5 wanita dengan usia antara 43-67 tahun. Kriteria diagnosis ATS adalah angina pertama kali, angina kresendo, angina saat istirahat dan angina sesudah Infark Miokard Akut (IMA) tanpa disertai perubahan enzim dan elektrokardiogram dari IMA. Ketentuan lain adalah adanya perubahan sementara gambaran elektrokardiogram, yaitu segmen ST, gelombang T atau keduanya sewaktu angina. Penelitian meliputi 3 fase, yaitu fase akut, rawat dan tindak lanjut. Setiap kasus mengikuti ketiga fase tersebut. Rangkaian fase akut dan fase rawat merupakan lama perawatan rumah sakit. Lama fase tindak lanjut: 6-30 bulan dengan rata-rata: 17.23 ± 6.45 bulan.

Hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok (p<0,05), Rasio Torak Jantung (CTR) >60% (p<0,01) dan adanya angina berulang ("recurrent angina") (p<0,01) merupakan faktor-faktor risiko terjadinya IMA pada ATS. Kombinasi faktor-faktor tersebut meningkatkan insiden IMA. Insiden IMA masing-masing 100% dan 0% pada penderita-penderita dengan 3 faktor dan tanpa faktor risiko. Nilai risiko relatif merokok 3.89, angina berulang 5.38 dan CTR>60 % 4.55. Insiden IMA dalam perawatan rumah sakit 6.25% dan pada fase tindak lanjut 20.45%. Tingkat kematian fase perawatan rumah sakit 2.08% dan fase tindak lanjut 0.00%.

Dengan mengetahui faktor-faktor risiko sebagai penunjuk prognosis dan data menunjukkan insiden IMA pada penderita ATS cukup tinggi, maka penatalaksanaan ATS harus optimal, khususnya yang disertai faktor-faktor risiko tersebut. Selain pengobatan farmakologis perlu dilakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk selanjutnya bila ada indikasi dapat dilakukan tindakan revaskularisasi dalam upaya pencegahan terjadinya infark miokard dan kematian.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rahmi Farhatani
Abstrak :
ABSTRAK
Pemberian edukasi terkait Pola hidup merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada klien post PCI dalam mencegah terjadinya kejadian nyeri dada kardiak berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan karakteristik dan pola hidup terhadap kejadian nyeri dada kardiak berulang pada klien post PCI dengan menggunakan metode survei analitik pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 110 klien post PCI. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Responden mengisi kuesioner berupa data demografi, kejadian nyeri dada kardiak berulang, dan 20 pertanyaan tentang pola hidup. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara pola hidup dengan kejadian nyeri dada kardiak berulang post PCI dengan nilai p < 0,05 (p=0,001). Penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan keperawatan dalam mengevaluasi terjadinya penyumbatan kembali pembuluh darah yang menyebabkan nyeri dada berulang sehingga dapat memberikan ataupun menyusun strategi dalam memodifikasi intervensi keperawatan untuk mengurangi kejadian nyeri dada berulang, dan dapat meningkatkan status kemampuan fungsional pada klien post PCI.
ABSTRACT
Pattern of life or lifestyle is one of the nursing interventions that can be given to post PCI clients in preventing the occurrence of recurrent cardiac chest pain. This study aims to identify the relationship of characteristics and lifestyle to the incidence of recurrent cardiac chest pain in post PCI clients by using cross sectional analytical survey method. The sample numbered 110 post PCI clients. The sampling technique used is purposive sampling. Respondents fill out questionnaires in the form of demographic data, incidence of recurrent cardiac chest pain, and 20 questions about lifestyle. This study was analyzed using Chi square test, independent T-Test and mann whitney test. The result of this research showed that there was a correlation between the age and the incidence of recurrent cardiac chest pain post PCI (0,03), there was a correlation the history of diabetes of the respondent and the incidence of recurrent cardiac chest pain post PCI (0001), the correlation between frequency of PCI and the incidence of recurrent cardiac chest pain post PCI (0.03), and the lifestyle relation with recurrent cardiac chest pain post PCI (p = 0.001). Further research may require adding an independent variable that affects the occurrence of recurrent pain in post PCI clients or specifying research topics such as factors that affect the incidence of recurrent chest pain in post PCI clients. This study is useful for nursing services in evaluating the occurrence of blockage of blood vessels that cause chest pain, can provide or develop strategies in modifying nursing interventions to reduce the incidence of recurrent chest pain in post PCI clients, in order to improve functional ability status in post PCI clients.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juwanto
Abstrak :
GERD is a condition that gastric content go back into the esophagus. This condition could came disturbances in the respiratory tract, heart and otolaryng. Those extra-esophageal clinical manifestation are common but often miss our attention. So it is important to explorate it further. The management of extra-esophageal GERD is similar with management of GERD. It is included life style modification and reducing refluxate with controlling pH with aggressiveness.
2002
IJGH-3-1-April2002-17
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library