Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudi Hadi Suwarno
"Penderita penyakit ginjal kronis stadium lanjut akan mengalami beberapa gejala yang mengganggu dan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Mual dan muntah merupakan gejala yang paling umum dan ditemukan pada penyakit gagal ginjal. Penyebab mual sangat beragam seperti gangguan metabolisme, masalah gastrointestinal, dan efek dari obat-obatan tertentu. Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami mual. Akupresur merupakan salah satu bagian dari terapi non farmakologi yang berbasis bukti dan telah digunakan untuk mengurangi mual. Area penekanan pada terapi akupresur ini adalah titik P6 (Pericardium 6). Terapi ini diberikan selama 7 hari perawatan dan dievaluasi secara subyektif dengan menggunakan Numerik Rating Scale (NRS) setelah pemberian intervensi. Dari hasil intervensi akupresur pada pasien didapatkan adanya penurunan rasa mual dari skala 5 menjadi skala 3. Kesimpulannya, penerapan akupresur direkomendasikan untuk mengurangi mual pada pasien CKD.

Patients with advanced stage chronic kidney disease will experience some disturbing symptoms and affect their quality of life. Nausea and vomiting are the most common symptoms and are found in chronic kidney disease. The causes of nausea are as varied as metabolic disorders, gastrointestinal problems, and the effects of certain medications. The purpose of this paper is to analyze interventions in providing nursing care to chronic kidney disease patients who experience nausea. Acupressure is a part of evidence-based non-pharmacological therapy and has been used to reduce nausea. The area of emphasis in this acupressure therapy is point P6 (Pericardium 6). This therapy was given for 7 days of treatment and evaluated subjectively using the Numeric Rating Scale (NRS) after the intervention. The results of the acupressure intervention in patients showed a decrease in nausea from a scale of 5 to a scale of 3. In conclusion, the application of acupressure is recommended to reduce nausea in CKD patients."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Syamsiah
"Kepatuhan merupakan salah satu permasalahan pada pasien hemodialisa yang mengalami penyakit ginjal kronis. Ketidakpatuhan dapat menyebabkan kegagalan terapi sehingga menurunkan kualitas hidup pasien, meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas. Tujuan penelitian adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien CKD dengan hemodialisa di RSPAU dr. Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Jakarta. Desain penelitian adalah Cross Sectional dengan jumlah sampel 157 responden, yang didapat dengan consecutive sampling. Metode pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner. Analisis hasil penelitian menggunakan Chi-Square (bivariat) dengan α=0,05, didapatkan hubungan yang bermakna antara kepatuhan dengan usia (p=0,006), pendidikan (p=0,003), lamanya HD (p=0,015), motivasi (p=0,039) dan dukungan keluarga (p=0,014).

Adherence is one of the problems in hemodialysis patients who have chronic kidney disease. Poor adherence could lead to treatment failure resulting in lower quality of life for patients, increase morbidity and mortality. The research objective was to determine the factors associated with CKD patient adherence with hemodialysis in RSPAU dr. Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Jakarta. The study design is the Cross Sectional with 157 respondents, obtained by consecutive sampling. Methods of data collection by filling the questionnaire. Analysis of the results of research using the Chi-Square (bivariate) with α = 0.05, obtained a significant association between adherence with age (p = 0.006), education (p = 0.003), duration of HD (p = 0.015), motivation (p = 0.039) and family support (p = 0.014)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wati Melawati
"ABSTRAK
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit gagal ginjal kronik, terjadi penurunan fungsi ginjal secara progresif dan ireversible. Hipertensi dan diabetes mellitus adalah faktor resiko utama penyebab CKD. Pada klien CKD terjadi ketidakmampuan ginjal untuk memfiltrasi cairan tubuh dan penumpukan zat sisa hasil metabolisme yang dapat berpengaruh terhadap metabolik tubuh. Berbagai komplikasi dapat terjadi pada klien dengan CKD, seperti overload cairan menjadi masalah utama yang terjadi. Sehingga klien membutuhkan terapi pengganti ginjal, salah satunya berupa Hemodialisis (HD) dan kontrol faktor resiko sangat penting dilakukan oleh perawat dalam asuhan keperawatan. Untuk itu, penting penatalaksanaan pembatasan cairan, kontrol faktor resiko yaitu kontrol tekanan darah, kontrol glikemik dan edukasi guna pencegahan komplikasi dan overload cairan. Hasil analisa menunjukan terdapat penurunan overload cairan, kadar ureum dan kreatinin setelah dilakukan Hemodialisis, intervensi kontrol teknanan darah, kontrol glikemik dan edukasi diharapkan mampu mengurangi komplikasi.

ABSTRACT
Chronic Kidney Dieseas (CKD) is a chronic kidney failure disease, there is a progressive and such decrease in renal function. Hypertension and Diabetes Mellitus are the major risk factors for CKD. In CKD client there is inability of the kidney to filter body fluid and accumulation of residual substance of metabolism which can affect to metabolic body. Various complications can occur in clients with CKD, such as fluid overload being the main problem that occurs. So the client needs renal replacement therapy, one of which is Hemodialysis (HD) and risk factor control is very important done by nurses in nursing care. Therefore, it is important to manage fluid restrictions, control of risk factors such as blood pressure control, glycemic control and education for the prevention of complications and fluid overload. The results showed that there was a decrease in fluid overload, urea and creatinine levels before and after Hemodialysis, blood pressure control, glycemic control and intervention education were expected to reduce complications."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erwinsyah
"Efektifitas hemodialisis dapat dilihat dari penurunan kadar ureum dan kreatinin pasca hemodialisis. Agar efektifitas ini tercapai maka diperlukan pemantauan dan pengaturan dalam proses hemodialisis, salah satunya adalah pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah (Quick of blood/ Qb) selama proses hemodialisis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara quick of blood dengan penurunan nilai ureum kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 32 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pria lebih banyak dari wanita yaitu sebesar 66%, umur rata-rata adalah 51 tahun dengan umur termuda adalah 26 tahun dan umur tertua 73 tahun. Penelitian juga menunjukkan Qb rata-rata adalah 190,586 ml/menit. Nilai ureum predialisis rata-rata adalah 132,8 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis terjadi penurunan ureum rata-rata sebesar 71,3 mg/dl (53,7%), adapun nilai kreatinin predialisis ratarata adalah 10,54 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis terjadi penurunan kreatinin rata-rata sebesar 5,65 mg/dl.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,799), tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,100). Kesimpulan penelitian adalah tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum dan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis. Rekomendasi dari penelitian ini adalah Rumah Sakit perlu membuat prosedur tetap tentang pengaturan Qb pasien dengan aturan yang baku mengacu pada berat badan pasien atau dialser yang digunakan. Rekomendasi lain adalah perlu dilakukan penelitian tentang cara pengaturan Qb yang tepat agar meningkatkan adekuasi hemodialisis dan pengaruh pengaturan Qb terhadap adekuasi hemodialisis.

Haemodialysis effectivity could be shown by the decrease of ureum and creatinine level post hemodialysis. Observation and regulation in haemodialysis process should be done to reach those effectivity, one of them observation and regulation the speed of blood flow rate (Quick of blood/ Qb) during process hemodialisis. The purpose of the research is to know the relation between quick of blood with the decrease of ureum and kreatinin post hemodialysis of CKD patient in haemodialysis unit of Raden Mattaher Hospital Jambi. Descriptive analytic design with cross sectional approach has been used in this research. The total samples were 32 respondens. The research found that male more than female patients (66%) with average 51 years old, youngest is 26 years old and the oldest 73 years old. The Qb average was 190,586 ml/minute. Predialysis ureum average was 132,78 ml/dl, and it ecrease 71,3 ml/dl (53,7%) post haemodialysis. Predialisis creatinine average was 10,54 ml/dl decrease 5,65 ml/dl post haemodialysis.
The research showed there were no relation between Qb and decrease of ureum post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,799), and no relation between Qb and decrease of creatinine post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,100). In conclusion, there were no relation between Qb and decrease of ureum and creatinin post haemodialysis in CKD patient who treated by haemodialysis. As recommendation to the hospital, they should make the true procedures in patient with haemodialysis process by Qb regulation based on body weight or dialzer. The future research should do about regulation method of Qb and its affect to increase haemodialysis adequation."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erwinsyah
"Efektifitas hemodialisis dapat dilihat dari penurunan kadar ureum dan kreatinin pasca hemodialisis. Agar efektifitas ini tercapai maka diperlukan pemantauan dan pengaturan dalam proses hemodialisis, salah satunya adalah pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah (Quick of bloodl Qb) selama proses hemodialisis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara quick of blood dengan penurunan nilai ureum kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 32 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pria lebih banyak dari wanita yaitu sebesar 66%, umur rata-rata adalah 51 tahun dengan umur termuda adalah 26 tahun dan umur tertua 73 tahun. Penelitian juga menunjukkan Qb rata-rata adalah 190,586 ml/menit. Nilai ureum predialisis rata-rata adalah 132,8 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis tetjadi penurunan ureum rata-rata sebesar 71,3 mg/dl (53,7%), adapun nilai kreatinin predialisis rata- rata adalah 10,54 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis terjadi penurunan kreatinin rata-rata sebesar 5,65 mg/dl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,799), tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,100). Kesimpulan penelitian adalah tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum dan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis. Rekomendasi dari penelitian ini adalah Rumah Sakit perlu membuat prosedur tetap tentang pengaturan Qb pasien dengan aturan yang baku mengacu pada berat badan pasien atau dialser yang digunakan. Rekomendasi lain adalah perlu dilakukan penelitian tentang cara pengaturan Qb yang tepat agar meningkatkan adekuasi hemodialisis dan pengaruh pengaturan Qb terhadap adekuasi hemodialisis.

Haemodialysis effectivity could be shown by the decrease of ureum and creatinine level post hemodialysis. Observation and regulation in haemodialysis process should be done to reach those effectivity, one of them observation and regulation the speed of blood flow rate (Quick of blood/ Qb) during process hemodialisis. The purpose of the research is to know the relation between quick of blood with the decrease of ureum and kreatinin post hemodialysis of CKD patient in haemodialysis unit of Raden Mattaher Hospital Jambi. Descriptive analytic design with cross sectional approach has been used in this research. The total samples were 32 respondens. The research found that male more than female patients (66%) with average 51 years old, youngest is 26 years old and the oldest 73 years old. The Qb average was 190,586 ml/minute. Predialysis ureum average was 132,78 ml/dl, and it decrease 71,3 ml/dl (53,7%) post haemodialysis. Predialisis creatinine average was 10,54 ml/dl decrease 5,65 ml/dl post haemodialysis. The research showed there were no relation between Qb and decrease of ureum post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,799), and no relation between Qb and decrease of creatinine post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,100). In conclusion, there were no relation between Qb and decrease of ureum and creatinin post haemodialysis in CKD patient who treated by haemodialysis. As recommendation to the hospital, they should make the true procedures in patient with haemodialysis process by Qb regulation based on body weight or dialzer. The firture research should do about regulation method of Qb and its affect to increase haemodialysis adequation."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T26561
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Permatasari Istanti
"Latar belakang: Interdialytic Weight Gains (IDWG) merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik dan kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan pada pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis. Peningkatan IDWG melebihi 5% dari berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung kiri, asites, pleural effusion, gagal jantung kongestif, dan dapat mengakibatkan kematian. IDWG dapat disebabkan oleh berbagai macam factor baik faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, Stres, Self efficacy, maupun faktor eksternal yaitu dukungan keluarga dan social serta jumlah intake cairan. Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang berkontribusi terhadap IDWG pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional, dengan menggunakan 48 pasien sebagai responden penelitian yang diambil dari 79 pasien yang menjalani HD. Hasil; Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara masukan cairan dengan IDWG (r=0,541, p-value = 0,000), dan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, dukungan keluarga dan sosial, self efficacy serta stress dengan IDWG. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masukan cairan merupakan factor yang berkontribusi secara signifikan terhadap IDWG. Rekomendasi dari penelitian ini adalah dilakukannya pendidikan kesehatan secara terstruktur tentang pengaturan masukan cairan secara mandiri oleh pasien.

Background: Interdialytic Weight Gains (IDWG) is fluid volume excess that manifest by increasing body weight as an indicator of patient fluid intake and patient compliance on fluid restriction during interdialytic period of hemodialysis treatment. Increasing IDWG more than 5% from dry weight can affect more complications like hypertension, intradialysis hypotension, left heart failure, ascites, pleural effusion, Congestive heart failure, and death. Many factors that contribute IDWG are internal factors like age, gender, education, thirst, stress, self efficacy; extemal factors like family and social support, and fluid intake. The purposes of this research is to know the factors that contribute IDWG on Chronic Kidney Deseases (CKD) patient with haemodialysis at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital. Methods: Forty eight patients were collected from seventy nine HD patients. Bivariate analysis reveaied that the demographic factors (age, gender, education), fluid intake, sensation of thirst, family and social support, self efficacy, and stress was independent determinant of IDWG. The result of this research showed significant relationship between fluid intake and IDWG (r=0,54I, p-value = 0,000), and no significant relationship between age, gender, education, thirst, family and social support, self efficacy and stress with IDWG. The research concluded fluid intake is a significant factor contribute of IDWG. It is recommended to develop health education about fluid management to increase the self care of haemodialysis patient in health care."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T26578
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Hidayati
"ABSTRAK
Ketidakberdayaan merupakan salah satu masalah kesehatan psikososial yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan ketidakberdayaan pada klien dengan Chronic Kidney Disease CKD . Penulis melakukan asuhan keperawatan psikososial selama 5 hari kepada klien yang mengalami ketidakberdayaan. CKD menimbulkan berbagai permasalahan yang turut menjadi salah satu penyebab ketidakberdayaan. Intervensi yang diberikan berupa rangkaian strategi pelaksanaan tindakan keperawatan psikososial ketidakberdayaan. Evaluasi hasil implementasi keperawatan psikososial ketidakberdayaan perlu dikembangkan dan diimplementasikan di ruang perawatan umum. Kata kunci :Chronic Kidney Disease CKD , Ketidakberdayaan, masyarakat perkotaanKetidakberdayaan merupakan salah satu masalah kesehatan psikososial yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan ketidakberdayaan pada klien dengan Chronic Kidney Disease CKD . Penulis melakukan asuhan keperawatan psikososial selama 5 hari kepada klien yang mengalami ketidakberdayaan. CKD menimbulkan berbagai permasalahan yang turut menjadi salah satu penyebab ketidakberdayaan. Intervensi yang diberikan berupa rangkaian strategi pelaksanaan tindakan keperawatan psikososial ketidakberdayaan. Evaluasi hasil implementasi keperawatan psikososial ketidakberdayaan perlu dikembangkan dan diimplementasikan di ruang perawatan umum. Kata kunci :Chronic Kidney Disease CKD , Ketidakberdayaan, masyarakat perkotaan

ABSTRACT
Powerlessness is a form of psychosocial health problem which is experienced more by those living in urban societies. This paper intends to provide an describe of nursing care to powerlessness issues on a client with Chronic Kidney Disease CKD . The author conducted psychosocial nursing care for a period of five days to a client experiencing moderate powerlessness. CKD raised various problems, which in turn became a cause of the ensuing powerlessness issues. Intervention provided was in the form of series nursing care strategies related to the powerlessness. Evaluation of the implementation results demonstrated that signs of powerlessness on client decreased. Psychosocial nursing care intervention of powerlessness need to be developed and implemented at patient general care wards. Keywords Chronic kidney disease , Powerlessness, urban community"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Satya Perdhana
"Latar Belakang: Penyakit Ginjal Kronik PGK merupakan masalah kesehatan di seluruh penjuru dunia. PGK menjadi penyebab menurunnya kualitas hidup penderitanya sekaligus meningkatkan risiko kematian. Penyakit Ginjal Kronik ditandai dengan terjadinya kerusakan ginjal dalam waktu lama dan progresif. Gangguan pada PGK berkaitan dengan kejadian stres oksidatif, yaitu keadaan di mana Reactive Oxygen Species ROS terbentuk melebihi pertahanan antioksidan. Kuersetin sebagai bagian keluarga flavonoid diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa pemberian kuersetin mampu meningkatkan ekspresi protein Nuclear factor related erythroid factor 2 Nrf2 di dalam nukleus pada tikus yang mengalami PGK. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan untuk mengkonfirmasi apakah peningkatan ekspresi protein Nrf2 di dalam nukleus terjadi pada tahap transkripsi.
Metode: Jaringan ginjal tikus Sprague-Dawley dari penelitian terdahulu yang tersimpan pada suhu -80oC, diukur ekspresi mRNA Nrf2, Keap1dan HO1menggunakan qRT PCR. Terdapat 4 kelompok penelitian yaitu kelompok kontrol normal, kelompok dengan nefrektomi 5/6 berturut-turut diberi CMC 0,5, kaptopril 10 mg/kgBB, dan kuersetin 100 mg/kgBB. Ekspresi mRNA Nrf2, Keap1 dan HO1dianalisis statistik menggunakan uji ANOVA yang dilanjutkan dengan multiple comparison post hoc dengan LSD, Kruskal-Wallis untuk data yang tidak memenuhi syarat uji ANOVA dimana perbedaan dianggap bermakna secara statistik bila p.

Background: Chronic Kidney Disease CKD has been a problem all around the world as it causes the decrease of life quality and also raises the risk of death. Chronic kidney disease characterized with long time and progressively kidney failure. The alteration of CKD correlated to oxidative stress, a condition when Reactive oxygen species ROS produced more than antioxidant defense. Quercetin as a part of flavonoid, has been known to have an antioxidant activity. It has been showed in the previous study that quercetin increased intra nuclear Nuclear factor related erythroid factor 2 Nrf2 . This study proposed to confirm whether the increase of nuclear NRF2 is happened in transcription event.
Method: Kidney tissue of Sprague Dawley rat from previous study which had been saved in 80oC had measured the expression of Nrf2, Keap1 and HO1 mRNA by qRT PCR. There were 4 groups as the previous study, normal control group, 5 6 nephrectomy plus consecutively 0,5 CMC, 10 mg kgBW captopril, and 100 mg kgBW quercetin. Expression of Nrf2, Keap1 and HO1 mRNA had been analyzed statistically with ANOVA test and LSD multiple comparison post hoc. For data that are not fit to analyzed with ANOVA would be analyzed with Kruskal Wallis and Mann Whitney. The data considered as significantly different by p.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Karina
"Chronic kidney disease adalah suatu kondisi kerusakan ginjal atau seseorang dengan nilai eGFR kurang dari 60 ml/min/1.73m2 pada setidaknya dua kali pemerikasaan klinis dengan rentang waktu 90 hari. Metode UUO merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk hewan uji model chronic kidney disease. Salah satu mekanisme UUO dalam menggambarkan kondisi CKD pada hewan uji adalah melalui pembentukan ROS secara molekuler. Ekstrak etanol daun binahong diketahui memiliki senyawa antioksidan berupa kuersetin yang dapat melindungi ginjal dari kerusakan. Penelitian tentang efek pemberian ekstrak etanol daun binahong pada tikus model UUO masih jarang diakukan. Tujuan dilakukan percobaan kali ini adalah membuat hewan model UUO dan mengetahui dosis optimum dari ekstrak etanol daun binahong berdasarkan nilai serum kreatinin. Hewan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah tikus galur Sparague-dawley sebanyak 21 ekor yang dibagi kedalam 7 kelompok, yaitu kelompok normal, kontrol negatif, kontrol positif, kontrol pembanding, kelompok dosis 1, kelompok dosis 2, kelompok dosis 3. Parameter serum kreatinin diketahui setalah perlakuan UUO dan pemberian bahan uji dilakukan selama 14 hari. Dosis 150 mg/kg BB sebagi kelompok dosis 2 memiliki kemampuan yang optimum dalam mengurangi nilai serum kreatinin pada hewan model UUO.

Chronic kidney disease is a condition of kidney damage or someone with an eGFR value of less than 60 ml/min/1.73m2 at least twice the clinical examination with a span of 90 days. The UUO method is one method that can be used for animal models of chronic kidney disease. One mechanism of UUO in describing CKD conditions in test animals is through molecular formation of ROS. The ethanol extract of binahong leaves is known to have antioxidant compounds in the form of quercetin which can protect the kidneys from damage. Research on the effects of the administration of binahong leaf ethanol extract in UUO model mice is still rarely conducted. The purpose of this experiment is to make an animal model of UUO and find out the optimum dose of binahong leaf ethanol extract based on serum creatinine values. The animals used in this experiment were Sparague-Dawley strain rats with 21 animals divided into 7 groups, namely normal group, negative control, positive control, comparison control, dose group 1, dose group 2, dose group 3. Serum creatinine serum parameters it is known after the UUO treatment and the provision of test material carried out for 14 days. The dosage of 150 mg/kg body weight as group 2 has the optimum ability to reduce serum creatinine values in animal models of UUO."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Qisti Mathriul
"Inspeksi visual merupakan metode untuk mendeteksi keberadaan partikel terlihat dalam produk injeksi yang dilakukan oleh personel yang terkualifikasi. Namun seiring bertambahnya usia terjadi penurunan ketajaman visual dan kemampuan untuk mendeteksi kontras pada manusia, hal ini mempengaruhi kinerja dari operator. Oleh karena itu, diperlukan rekualifikasi untuk operator inspeksi visual untuk menunjukan bahwa operator masih terkualifikasi untuk menjalankan inspeksi visual. Pada laporan ini akan dibahas mengenai hasil rekualifikasi dua operator inspeksi visual di PT CKD-OTTO Pharmaceuticals. Proses ini dilakukan sesuai protokol ““Visual Inspector Qualification Protocol – Semi-Automatic Visual Inspection Process” yang berlaku di PT CKD-OTTO Pharmaceuticals. Hasil rekualifikasi operator inspeksi visual mesin semi-otomatis menunjukan bahwa operator X telah terkualifikasi untuk menjalankan inspeksi visual mesin semi-otomatis untuk semua sediaan injeksi yang diproduksi. Sedangkan operator Y terkualifikasi untuk melakukan inspeksi visual terhadap injeksi sediaan cair dan liofilisasi vial bening.

Visual inspection is a method for detecting the presence of visible particles in injectable products which is carried out by qualified personnel. However, along with time there is a decrease in visual acuity and the ability to detect contrast in humans, this affects the performance of the operator. Therefore, it is necessary to requalify the visual inspection operator to show that the operator is still qualified to carry out the visual inspection. This report will discuss the results of the requalification of two visual inspection operators at PT CKD-OTTO Pharmaceuticals. This process is carried out according to the "Visual Inspector Qualification Protocol - Semi-Automatic Visual Inspection Process" protocol that applies to PT CKD-OTTO Pharmaceuticals. The results of the requalification of semi-automatic machine visual inspection operators show that operator X has been qualified to carry out semi-automatic machine visual inspections for all injection preparations produced. Meanwhile, operator Y is qualified to carry out visual inspection of liquid preparation injection and clear vial lyophilization."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>