Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Manifestasi klinis sepsis berupa systemic inflammatory response syndrome/SIRS, terdapatnya infeksi dan disfungsi organ merupakan kriteria yang digunakan dalam diagnosis sepsis saat ini. Pada 2 tahun terakhir berkembang pemikiran untuk menambahkan beberapa parameter disamping kriteria tersebut, dengan diajukannya terminologi PIRO (P: predisposition, I: infection, R: response dan O: organ failure). Manifestasi klinis sepsis di tiap rumah sakit maupun unit perawatan dapat berbeda bergantung dari beratnya sepsis, fokus infeksi, komorbiditas dan disfungsi atau kegagalan organ. Pada penelitian ini akan dievaluasi data demografi, komorbiditas, sumber infeksi, manifestasi SIRS, disfungsi organ dan profil mikrobiologik sepsis di rawat di Unit Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dilakukan penelitian deskriptif korelatif dengan disain potong lintang, pada 42 subyek dengan sepsis, sepsis berat dan renjatan septik. Penelitian dilakukan di Unit Rawat RSPUN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 2002. Dilakukan pencatatan data klinis, laboratorium (hematologi, biokimia, analisis gas darah) dan kultur aerob (darah dan spesimen lain). Kriteria sepsis yang digunakan berdasarkan American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine tahun 1992. Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya distrubusi sepsis yang proporsional menurut usia dan jenis kelamin, komorbiditas didapatkan pada 88% subyek, berupa diabetes melitus dan penyakit kronik lainnya. Sumber infeksi terbanyak berasal dari paru, kulit-jaringan lunak, abdomen dan traktus urinarius; dengan gambaran kuman Gram negatif lebih banyak dari Gram positif. Manifestasi SIRS didapatkan pada lebih dari 70% subyek dengan manifestasi terbanyak berupa takikardia dan takipnu. Manifestasi disfungsi organ terbanyak berupa penurunan kesadaran, asidosis metabolik, disfungsi renal dan penurunan tekanan arteri rata-rata, dan didapatkan korelasi parameter tersebut dengan derajat sepsis. (Med J Indones 2004; 13: 90-5)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (2) April June 2004: 90-95, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-90
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Herdiman Theodorus
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan data demografi, faktor risiko, gambaran klinis, infeksi oportunis/ko-infeksi dan perbedaannya pada rumah sakit pemerintah dan swasta. Penelitian retrospektif-deskriptif dilakukan di RSUPN-Dr. Cipto Mangunkusumo (RS pemerintah) dan RS Medistra (RS swasta) di Jakarta. Kriteria inklusi mencakup kasus HIV/AIDS yang dirawat pada tahun 2002-2003, dan hasil serologi HIV positif dengan metode Elisa. Data sekunder didapatkan dari rekam medis. Enam puluh enam subyek diikut-sertakan dalam penelitian (RS pemerintah 30 subyek dan RS swasta 36 subyek), terdiri dari 59 pria (89.4%) dan 7 wanita (10.6%). Tiga puluh tujuh persen subyek didiagnosis HIV dan 62% AIDS. Faktor risiko yang didapat mencakup pengguna narkoba (59.1%), homoseksual (13.6%), heteroseksual (21.1%), transfusi (1.5%) dan perinatal (1.5%). Gejala klinis terutama berupa demam akut (56.2%), penurunan berat badan (39.4%), batuk (38.8%), sesak nafas (27.2%), diare kronik (22.8%), demam berkepanjangan (19.7%), penurunan kesadaran (15.3% dan, anoreksia (15.3%). Perbedaan bermakna antara RS pemerintah dan swasta didapatkan pada keluhan demam dan batuk. Presentasi klinis pasien HIV/AIDS selama perawatan mencakup : pnemonia (56%), oral trush (22.6%), anemia (56.5%), lekopenia (32.3%), limfopenia (55.9%), peningkatan SGOT/SGPT (66.1%), hipoalbuminemia (46.9%), limfadenopati (10.6%), lesi serebral (7.6%), ensefalopati (6.0%), tuberkulosis paru dan efusi pleura (10.6%). Infeksi oportunis dan ko-infeksi mencakup kandidosis (25.8%), hepatitis C kronik (24.2%), hepatitis B dan C kronik (4.5%), tb paru, limfadenitis dan tb milier. Kandidosis dan tb paru lebih sering ditemukan di RS pemerintah. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa manifestasi klinis HIV/AIDS berupa pria/wanita usia muda dengan satu atau lebih faktor risiko, mengalami demam, keluhan pernapasan, penurunan berat badan, diare kronik, lemah, oral trush, anemia, lekopenia, limfopenia. Pasien yang dirawat di RS swasta menunjukkan gejala yang lebih bervariasi sedangkan yang dirawat di RS pemerintah menunjukkan kondisi yang lebih berat dan stadium lebih lanjut. (Med J Indones 2004; 13: 232-6)

The aims of this study is to determine the demographic data, risk factors, clinical presentations, opportunistic/co-infections and its difference between public and private hospitals. A retrospective-descriptive study was conducted in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (public hospital) and Medistra Hospital (private hospital), Jakarta. The inclusion criteria were new HIV/AIDS cases admitted in year 2002-2003 and positive HIV serology (Elisa method). Secondary data were collected form medical record. Sixty-six subjects were enrolled in this study (public hospital 30 subjects and private hospital 36 subjects), consist of 59 male (89.4%) and 7 female (10.6%). Thirty-seven percent subjects were defined as HIV and 62% AIDS. Risk factors obtained include drug user (59.1%), homosexual (13.6%), heterosexual (21.1%), transfusion (1.5%) and maternal-child (perinatal) (1.5%). The clinical symptoms mainly present as acute fever (56.2%), weight loss (39.4%), cough (38.8%), shortness of breath (27.2%), chronic diarrhea (22.8%), prolong fever (19.7%), loss of conciousness (15.3%), anorexia (15.3%). Significant differences between public and private hospitals were seen in fever and cough symptoms. Clinical presentation of HIV/AIDS patients during admission were : pneumonia (56%), oral trush (22.6%), anemia (56.5%), leucopenia (32.3%), lymphopenia (55.9%), elevated AST/ALT (66.1%), hypoalbuminemia (46.9%), limphadenopathy (10.6%), brain space occuping lesion (7.6%), encephalopathy (6.0%), pulmonary tb and pleural effusion (10.6%). The opportunistic and co-infections present were candidiasis (25.8%), chronic hepatitis C (24.2%), chronic hepatitis B and C (4.5%), pulmonary tb, lymphadenitis and miliary tb. Candidiasis and pulmonary tb were frequently found in public hospital. In conclusion from this study that clinical manifestation of HIV/AIDS were young man or woman, with one or more possible risk factor, had fever, respiratory complain, loss of body weight, chronic diarrhea, fatique, oral trush, anemia, leucopenia, lymphopenia. Patients admitted in private hospital had varied complain; and patients that admitted in public hospital had more severe and advance condition. (Med J Indones 2004; 13: 232-6)"
Medical Journal of Indonesia, 2004
MJIN-13-4-OctDec2004-232
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R. Miftah Suryadipraja
"Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap pasien infark miokard akut (IMA) yang dirawat di ICCU RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta antara Januari 1994 sampai Desember 1999. Dari 513 pasien yang dirawat dengan IMA, 227 pasien adalah usia lanjut, di mana 35,2 % dari mereka adalah wanita. Sebagian besar IMA usia lanjut mengeluh nyeri dada yang khas seperti pada pada kelompok usia muda. Pasien IMA usia lanjut cenderung terlambat datang ke rumah sakit dan lebih banyak menderita IMA gelombang Q. Faktor risiko diabetes melitus dan hipertensi lebih sering dijumpai pada usia lanjut. Prevalensi fibrilasi atrial dan mortalitas lebih tinggi pada usia lanjut. (Med J Indones 2003; 12: 229-35)

A retrospective study were performed in patients with acute myocardial infarction (AMI) that hospitalized in ICCU Cipto Mangunkusumo hospital, Jakarta during the period of January 1994 until Decmber 1999. There were 513 patients hospitalized with MCI, 227 patients (44.2%) were classified as elderly, and 35.2% of them were female. Most of the elderly AMI patients reported typical chest pain just like their younger counterparts. Elderly AMI patients tend to come later to the hospital, and more Q-wave myocardial infarction were identified compared to non-Q-wave myocardial infarction. Risk factors of diabetes mellitus and hypertension were more common among the elderly. The prevalence of atrial fibrillation and the mortality rate were higher among elderly AMI patients. (Med J Indones 2003; 12: 229-35)"
2003
MJIN-12-4-OctDec2003-229
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Meivira Budiman
"Background: Systemic sclerosis is a chronic progressive multisystem autoimmune disease in connective tissue, characterized by its heterogeneous clinical manifestation. The purpose of this study is to give information regarding clinical manifestations and laboratory findings of systemic sclerosis patients to establish diagnosis of disease.
Methods: This study was conducted using descriptive quantitative design in September until October 2016. Data was collected from medical records of patients visiting Rheumatology Clinic Dr. Hasan Sadikin General Hospital from 1 July 2015 until 30 June 2016 using total sampling method. The collected data were expected to comprise patients clinical manifestation and laboratory finding.
Results: Most of patients had cutaneous 57 100.0 pecent and musculoskeletal 40 70.2 pecent involvement. Some of the disease manifestations were Raynauds phenomenon 38 66.7 pecent , fingertip lesion 33 57.9 pecent, stiffness in skin 34 59.6 pecent, and arthalgia 29 50.9 pecent. Gastrointestinal involvements were present in 29 50.9 pecent patients. Renal involvement were determined from urinalysis result showed proteinuria 10 17.5 pecent and hematuria 8 14.0 pecent, found in 24 42.1 pecent patients, while pulmonary and cardiac involvements were found in 30 52.6 pecent patients, acknowledged from clinical symptoms such as dyspnea 12 21.1 pecent. Identification of autoantibodies was found in 12 21.1 pecent patients, with 10 17.5 pecent patients had reactive ANA and 3 3.5 pecent had positive anti Scl70.
Conclusion: Most of systemic sclerosis patients had cutaneous involvement. Renal, pulmonary, and cardiac involvement were concluded based on laboratory findings."
Jakarta: University of Indonesia School of Medicine, 2018
616 IJR 10:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Dani Martiwi
"Skabies merupakan penyakit kulit yang banyak ditemukan di pesantren dengan gejala rasa gatal yang hebat sehingga mengganggu aktivitas santri. Untuk itu perlu dilakukan pengobatan serentak yang diikuti penyuluhan sebagai upaya pencegahannya.
Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan santri mengenai gejala klinis skabies di pesantren X, Jakarta Timur. Desain penelitian ini adalah pre-post study menggunakan teknik total sampling sejumlah 140 orang. Pengambilan data pada tanggal 22 Januari 2010 dengan cara responden mengisi kuesioner mengenai gejala klinis skabies sebelum dan sesudah penyuluhan.
Hasilnya menunjukkan 56,4% berusia <15 tahun, 57,9% laki-laki, 51,4% santri tsanawiyah, 36,4% santri mendapatkan sumber informasi kurang sama dengan tiga, dan 62,8% menyatakan dokter sebagai sumber informasi paling berkesan. Sebelum penyuluhan, 2,9% santri tingkat pengetahuannya tergolong baik dan 71,4% kurang. Setelah penyuluhan 28,6% santri tingkat pengetahuannya tergolong baik dan 27,1% kurang.
Uji marginal homogeneity menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan (p<0,001). Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden sebelum penyuluhan dengan karakteristik santri (p>0,05). Uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden setelah penyuluhan dengan karakteristik santri (p>0,05).
Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai gejala klinis skabies tidak dipengaruhi karakteristik santri, namun dipengaruhi penyuluhan.

Scabies is skin disease that cause severe itching that disrupts activity of students in pesantren. For that we need to concurrent treatment and health promotion followed as prevention efforts.
The research objective is to determine the effect of education on the level of knowledge for students about the clinical manifestation of scabies. This pre-post study were taken using total sampling(140). Data is collected on January 22, 2010 by respondents fill out questionnaires before and after health promotion.
The results before health promotion showed 2,9% of students classified as good levels of knowledge and 71.4% less. After the health promotion 28,6% students classified as good and 27,1% less. Marginal homogeneity test showed there were significant differences between the level of knowledge before and after health promotion (p<0.001).
Kolmogorov-Smirnov test showed no significant differences between respondents level of knowledge before education with their characteristic. Chi-Square test showed no significant differences between respondents level of knowledge after health promotion with their characteristic.
It was concluded that the students’s knowledge level about clinical manifestation of scabies didn’t influenced by their characteristic, but influenced by the health promotion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Yuniar
"Defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD) adalah kelainan metabolisme bawaan pada sel darah merah akibat defisiensi enzim yang paling sering ditemui. Defisiensi enzim ini diperkirakan mengenai kurang Iebih 400 juta orang di dunia dengan prevalensi tertinggi terdapat di daerah tropis Afrika, Timur Tengah, daerah tropis dan subtropis Asia, beberapa daerah di Mediteranea dan Papua Nugini. Insiden defisiensi G-6-PD berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan tertinggi pada bangsa Yahudi yaitu 70%, diikuti daerah Afrika 26%, China 1,9-16% dan Italia 0-7%.2.
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada defisiensi enzim G-6-PD berupa anemia hemolitik akut dan ikterus yang menetap pada neonatus. Terdapatnya anemia ringan, morfologi sel darah merah yang abnormal dan peningkatan kadar retikulosit sangat mungkin disebabkan oleh proses hemolitik yang dapat terjadi balk pada bayi prematur atau cukup bulan dengan defisiensi enzim G-6-PD. Antara bulan September 1975 sampai dengan bulan Oktober 1976, Suradi telah memeriksa adanya defisiensi enzim G-6-PD, menggunakan uji tapis dengan metode Bernstein pada 3200 neonatus yang lahir di RSCM. Pada penelitian ini didapatkan 85 neonatus (2,66%) menderita defisiensi enzim tersebut dan 35 neonatus diantaranya menjadi ikterus. Pada beberapa kasus, ikterus neonatorum dapat sangat berat sehingga menyebabkan kerusakan otak permanent bahkan sampai meninggal. Munculnya manifestasi klinik pada anemia hemolitik dapat dicetuskan oleh obat-obatan, infeksi atau favism.
Ikterus neonatorum yang disebabkan oleh defisiensi G-6-PD mempunyai banyak variasi pada berbagai populasi baik mengenai frekuensi maupun beratnya penyakit. Secara biokimia ditemukan kurang lebih 400 varian yang berbeda. Pada daerah Afrika Banat dan Asia Tenggara, defisiensi enzim G-6-PD ditemukan pada 30% ikterus neonatorum. Penyebab variasi ini tidak sepenuhnya diketahui, yang jelas berperan adalah faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik yang mendasari variasi ini diduga karena terdapat mutasi pada gen G-6-PD. Analisis molekular untuk melihat adanya mutasi ini telah dilakukan dan didapatkan kurang lebih 122 varian. WHO membagi varian-varian ini menjadi 5 kelas dengan manifestasi klinis yang berbeda-beda.
Di Indonesia defisiensi enzim G-6-PD secara biokimia pertama kali diteliti oleh Kirkman dan Lie Injo pada tahun 1969, kemudian diikuti oleh beberapa penelitian lain. Secara analisis molekuler juga telah dilakukan penelitian pada orang dewasa normal dengan hasil mutasi terbanyak terdapat pada ekson 5,6,11 dan 12. Sumantri dkk pada tahun 1995 melakukan penelitian defisiensi enzim G-6-PD dengan subyek orang dewasa normal dan melaporkan bahwa varian G-6-PD Mahidol (ekson 5), Taipe Hakka (ekson 5), Mediteranean (ekson 6), dan Kaiping (ekson 12) terdapat pada suku Jawa. Iwai dkk pada tahun 2001 melakukan skrining pemeriksaan enzim G-6-PD pada berbagai negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia dengan subyek laki-laki dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis anemia hemolitik akut. Pada penelitian ini ditemukan varian Vanua Lava (ekson 5) terdapat pada suku Ambon, dan varian Coimbran (ekson 6) pada suku Jawa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library