Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Windy Shafira
"Penelitian ini menganalisis cost of illness dan faktor-faktor yang berhubungan dengan cost of illness Peserta JKN dengan pelayanan Hemodialisis di wilayah Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi observasional yang bersifat cross sectional, menggunakan Data Sampel BPJS Kesehatan tahun 2015-2016. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dan sampel merupakan seluruh data Peserta JKN dengan pelayanan hemodialisis beserta komplikasinya sesuai dengan inklusi dan eksklusi yang ditetapkan di Wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2015-2016. Sampel yang diperoleh sebesar 137 Peserta JKN dengan Pelayanan Hemodialisis. Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata cost of illness Peserta JKN dengan Pelayanan Hemodialisis selama setahun adalah Rp80.839.459, dimana kategori rendah (50,4%) dan tinggi (49,6%). Rata-rata total biaya per Peserta per tahun di FKTP Non Kapitasi sebesar Rp24.426, rawat jalan tingkat lanjut (RJTL) sebesar Rp61.620.136, dan rawat inap tingkat lanjut (RITL) sebesar Rp19.194.897. Faktor-faktor yang mempengaruhi cost of illness adalah pernah menggunakan tingkat perawatan rawat inap di rumah sakit (56,6%) dan sangat rutin berkunjung ke RJTL (84,6%). Variabel yang paling dominan adalah kunjungan berkala RJTL.

This study aims to analyzes the cost of illness and factors associated with the cost of illness for JKN participants with hemodialysis services in West Java Province. This study used a quantitative approach with a cross-sectional observational study design, using Sample Data of BPJS Kesehatan 2015-2016. The sampling technique in this study was total sampling, that is all data on JKN participants who used hemodialysis services and their complications according to the inclusion and exclusion set in the area of West Java Province in 2015-2016. The sample obtained was 137 JKN participants with hemodialysis services. The results showed that the annual cost of illness for JKN participants with hemodialysis services was Rp80.839.459, in which the category was low (50.4%) and high (49.6%). The average total cost per participant per year in Non-Capitation FKTP was Rp24,426, while the average total cost of advanced outpatient care (RJTL) was Rp61,620,136, and the average total cost of advanced inpatient care (RITL) was Rp19,194,897.The factors that influence the cost of illness are participant that have used inpatient care rates in hospital (56.6%) and very routine visits to RJTL (84,6%). The most dominant variable was periodic RJTL visits."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Clarasinta
"Penelitian ini menganalisis cost of illness peserta JKN dengan penyakit kanker payudara di Indonesia dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Desain penelitian ini merupakan studi observasional yang deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Sampel BPJS Kesehatan dan Data Upah Rata-Rata per Jam menurut Provinsi Tahun 2021. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling sehingga sampel merupakan seluruh peserta JKN dengan penyakit kanker payudara di Indonesia sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata cost of illness per peserta mencapai Rp12.441.986 dan totalnya mencapai Rp1.021.175.992.024. Nilai tersebut belum termasuk biaya obat kemoterapi, obat kronis, dan pelayanan imunohistokimia dalam tarif non INA-CBG. Faktor jenis kelamin, usia, status perkawinan, segmentasi kepesertaan, kelas rawat, RJTL, RITL, lama hari perawatan, kepemilikan FKRTL yang pernah dikunjungi, tipe FKRTL yang paling banyak dikunjungi, dan tingkat keparahan berpengaruh signifikan secara statistik terhadap cost of illness. Penelitian ini menggambarkan besarnya cost of illness peserta JKN dengan penyakit kanker payudara sehingga program deteksi dini sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya dalam menghemat biaya.

This study analyzes the cost of illness of JKN participants with breast cancer in Indonesia and the factors that influence it. The research design is a descriptive observational study with a cross sectional approach. The data used in this study are Sample Data of BPJS Kesehatan and Average Hourly Wage Data by Province for 2021. The sampling technique uses total sampling so that the sample is all JKN participants with breast cancer in Indonesia according to predetermined inclusion and exclusion criteria. The results of this study indicate that the average cost of illness per participant reaches Rp12.441.986 and the total reaches Rp1.021.175.992.024. This value does not include the cost of chemotherapy drugs, chronic drugs, and immunohistochemistry services in non-INA-CBG rates. Factors such as gender, age, marital status, membership segmentation, class of care, RJTL, RITL, length of stay, ownership of FKRTL ever visited, type of FKRTL most visited, and severity have a statistically significant effect on the cost of illness. This study illustrates the high cost of illness for JKN participants with breast cancer, so early detection programs are very important to do as an effort to save costs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferri Yanuar
"Di daerah Propinsi Bangka Belitung. malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang klasik dan sudah berlangsung sejak lama yang sampai saat ini masih belum dapat teratasi. Kabupaten Bangka sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Bangka Belitung mempunyai angka kejadian malaria yang cukup tinggi. Angka AMI (Annual Malaria Incidence). yaitu sebesar 45%0 pada tahun 2002, dengan jumlah penderita malaria klinis mencapai 25.937 pada tahun yang sama. Tingginya kasus malaria di Kabupaten Bangka tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor kesehatan saja, tetapi juga akan berpengaruh terhadap sektor ekonomi masyarakat. Tahap awal untuk menilai kerugian ekonomi akibat malaria adalah dengan studi Cost of illness. Tingginya kasus tersebut akan menyebabkan banyaknya waktu produktif yang hilang karena sakit dan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mencari pengobatan. Biaya yang lebih besar dapat terjadi bila penderita malaria tersebut sampai dirawat di rumah sakit. Berdasarkan data dari RSUD Sungailiat terlihat bahwa jumlah kasus malaria yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu sebanyak 234 kasus pada tahun 2001 dan 689 kasus pada tahun 2002; menempati urutan pertama dari total kasus rawat inap. Penelitian ini ditujukan untuk melihat berapa besar biaya-biaya yang ditimbulkan karena sakit malaria pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran biaya - biaya yang ditimbulkan oleh penyakit malaria pada penderita yang dirawat di RSUD Sungailiat, baik biaya langsung (direct cost) maupun biaya tidak langsung (indirect cost). Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik pasien malaria, berapa besar biaya langsung dan biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh pasien malaria untuk mencari pengobatan sebelum dan seiama dirawat di rumah sakit dan diketahuinya rata-rata larva hari sakit -clan hari rawat -di rumah sakit, serta beberapa faktor yang berhubungan dengan total biaya yang -dikeluarkan karena sakit. Lingkup penelitian ini hanya mencakup cost of illness dari sudut pasien malaria saja tanpa melihat biaya institusi rumah sakit, sehingga yang dihitung adalah tarif pelayanan yang dibayarkan oleh pasien bukan biaya satuan untuk pelayanan tersebut.
Desain .penelitian adalah survei, yang dilaksanakan di bagian rawat inap RSUD Sungailiat Kabupaten Bangka. Waktu penelitian ini berlangsung selama bulan Maret - Juni 2003, dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 94 responden. Data primer dikumpulkan langsung dan pasien malaria yang dirawat dan dokter rumah sakit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mereka yang terbanyak dirawat di rumah sakit adalah laki-laki, pendidikan rata-rata SLTA, umur rata-rata 30 tahun dan sebagian besar responden (67,1%) adalah penduduk asli Bangka. Sebelum dirawat di rumah sakit, sebanyak 77,7% responden mencari pengobatan terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan. Biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh responden untuk pengobatan ini sebesar Rp. 28.310,00 yang terdiri dari biaya untuk transportasi, jasa dokter dan obat serta pemeriksaan laboratorium. Selain mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan, sebanyak 54,3% responden membeli obat sendiri dan umumnya mereka membeli obat di warung. Jenis obat yang dibeli adalah obat untuk demam karena gejala malaria yang mirip dengan demam biasa dan ketidaktahuan responden tentang penyakit malaria. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat Rp. 2.350,00.
Rata-rata hari rawat responden di rumah sakit responden adalah selama 3 hari dengan variasi antara 1 - 7 hari dengan kelas perawatan terbanyak di Kelas III (78,7%). Responden dibawa ke rumah sakit rata-rata setelah 1,5 hari setelah menderita sakit. Biaya yang dikeluarkan oleh responden selama dirawat di rumah sakit rata-rata sebesar Rp. 351.985.00 yang terdiri dari biaya untuk kamar perawatan, obat dan bahan medis, jasa/visit dokter, pemeriksaan laboratorium. emergensi dan tindakan lainnya. Responden masih mengeluarkan biaya untuk orang yang menunggui selama dirawat di rumah sakit dengan rata-rata biaya sebesar Rp_ 49.545,00 yang dikeluarkan untuk makan dan transportasi. Total hari sakit responden antara 2 - 9 hari dengan rata-rata selama 5 hari. Rata-rata pendapatan responden yang hilang karena sakit adalah Rp. 133.450,00, sementara rata-rata pendapatan yang hilang dari orang yang menunggui responden selama dirawat Rp. 53.215,00.
Biaya yang harus dikeluarkan oleh responden selama sakit malaria rata-rata Rp. 669.175,00. Kelompok biaya yang terbesar dikeluarkan oleh responden adalah untuk biaya langsung, yaitu 56,9% atau Rp. 381.155,00 digunakan untuk membeli obat dan bahan medis, jasa/visit dokter, pemeriksaan laboratorium, emergensi dan tindakan lainnya serta biaya kamar perawatan di rumah sakit. Biaya tidak langsung yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 288.020,00 digunakan untuk biaya transportasi ke fasilitas kesehatan, biaya makan dan minum, biaya keluarga yang menunggui pasien dan opportunity cost/kesempatan yang hilang karena sakit malaria yang berupa hilangnya pendapatan pasien dan orang yang menungguinya selama sakit malaria.
Hasil analisis bivariat menunjukkan, ada dua variabel yang berhubungan dengan total biaya selama sakit, yaitu tingkat penghasilan pasien dan jenis Plasmodium. Sementara untuk variabel lama hari rawat di rumah sakit, total hari sakit, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan Jenis pekerjaan tidak menunjukkan adanya hubungan dengan total biaya yang dikeluarkan.
Saran yang disampaikan adalah perlu penelitian yang lebih lengkap tentang COI malaria karena Bangka adalah daerah endemis malaria, Dinas Kesehatan perlu melibatkan sektor lain di dalam program pemberantasan malaria di Bangka, rumah sakit perlu melakukan analisis biaya satuan pelayanan di rumah sakit, khususnya untuk malaria dan bagi pemerintah daerah Bangka perlu memberikan perhatian khusus terutama bagi pendatang yang beresiko untuk terkena malaria.

Cost of Illness Malaria: A Case Study in Sungailiat Public Hospital Bangka Distric, 2003In Bangka Belitung Province, malaria is one of the classical health problem has been found since long time ago, and yet until to day still not been successfully solved. Bangka as one of district in Province of Bangka Belitung has high number of malaria cases. The AMI (Annual Malaria Incidence) was 45%o in 2002, and clinical malaria patients reached 25.937 in the same year. Malaria problem in Bangka District will not only impact the health sectors, but also affect the economic and social sectors. The Cost of Illness study is the first step to estimate the economic loss due to the malaria. As well one potential impact is the loss of the productive time of the people, including the expenses for the treatment and pain released to seek for medication as well as loss opportunity to earn money. This loss is even higher if they have to be hospitalized. The data from RSUD Sungailiat shows that number of malaria patient admitted to the hospital is quite high, 234 cases in year 2001 and 689 cases in year 2002; and has been the first top cases in Sungailiat Public Hospital. This research aimed to obtaining information on how much costs generated due to malaria of the patient being hospitalized.
This research aim is to obtain the cost of illness of malaria of the patient hospitalized in RSUD Sungailiat, both direct and indirect costs. The objectives of this research are to describe characteristics of the malaria patients, the direct and indirect costs to seek for medication, average length of stay (ALOS) patients at hospital, as well as some factors related with total cost of illness. This research only covers cost of illness from the aspect of the patient of malaria regardless the cost from the provider side.
This research is a survey, conducted in Sungailiat Public Hospital, Bangka District. Data has been collected during March - June 2003. The sample size was 94 respondent. Primary Data collected directly from the patient.
The study revealed that those who have been hospitalized due to the malaria are mostly male, senior high school graduated, 30 years old on average and mostly (67,1%) are originally from Bangka island. Before being hospitalized, 77,7% of the respondent seek care to the health facilities. Average cost spent by respondent was Rp. 28.310,00, consisted of transportation expense, drugs and physician charge and also the laboratory examination. Self medication was chosen by 54,3% of the respondent, by buying the drugs from "warung" (small shop). Mostly they bought the drugs for fever treatment because of they ignorance of malaria treatment. Average drugs expense was Rp. 2.350,00.
Average length of stay (AIDS) respondent was 3 days, varied 1 - 7 days mostly in Class III (78,7%). Respondent admitted to hospital after 1,5 day suffering. Patient expenses during hospitalized was equal to Rp. 351.985,00, consisted of expenses for the hotel room, medical consumables and drugs, medical services, laboratory examination/diagnosys, and other emergency services. The average expenses for the care taker during hospitalized was Rp. 49.545,00 for meals and the transportation. In total number of sick day of respondent between 2 - 9 days (5 days on average). Income loss (opportunity cost) due to malaria illness is Rp. 133.450,00, while for the care taker is 53.215,00.
Total cost of illness is Rp. 669.175,00, comprised both of direct and indirect costs. The direct cost is 56,9% from the total cost or equal to Rp. 381.155,00, mostly spent for medical consumables and drugs, medical services, hotel room, laboratory examination/diagnosis, and other emergency services as well as hospital. The indirect cost was amounted to Rp. 288.020,00 for the transportation to the health facilities, expenses for meals, care taker during hospitalized and income loss of the patient and the care taker as well as.
Result of the bivariate analysis showed that are two variables related with total cost during pain; income of the patients and type of Plasmodium. Length of stay, number of sick days, sex/gender, occupation and education of the respondent did not show any significant relationship with the cost of illness.
The study suggested that a more comprehensive cost of illness study would be needed, as well as intersectoral approach to combat malaria in Bangka and special attention for the immigrants with high risk for malaria from other places.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suswanti
"Diare akut sarnpai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare ini masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Dalam periode tahun 2005-2006, jumlah kasus penyakit diare di Kabupaten Landak mengalami kenaikan yang cukup tajam. Tahun 2005 sebanyak 4.474 kasus (1 meninggal) dan tahun 2006 naik menjadi 6.210 kasus (2 meninggal). Diare menempati urutan ketiga setelah ISPA dan Malaria dalam proporsi sepuluh penyakit terbesar di Kabupaten Landak. Tingginya kejadian penyakit diare ini menimbulkan kerugian sosial ekonomi dan berdampak pada pembiayaan pemerintah dan masyarakat. Penelitian terhadap kerugian yang dialarni oleh diare pemah dilakukan hanya pada satu sisi saja yaitu pada sisi pasien. Sementara sisi provider belum pemah dilakukan. Biaya yang timbul pada sisi provider maupun pasien masing-masing diklasifikasikan sebagai biaya langsung (drect cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Untuk itu penelitian ini bertujuan secara umum rnemperoleh gambaran tentang besaran biaya yang ditimbulkan akibat sakit (cost of illness) rawat jalan diare. Sedangkan Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik pasien rawat jalan diare, besaran biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost) pada sisi provider dan pasien yang melakukan kunjungan ke puskesmas dalam satu periode sakit.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 96 orang yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesrnas Ngabang Kalimantan Barat pada buian Maret s/d Mei 2007. Data yang digunakan dalarn penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari lokasi penelitian serta data primer yang diperoleh dari basil interview kepada pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien ada/ah kelompok umur dewasa 44%, berjenis kelamin laki-laki 54%, tidakibelum bekerja 49%, tidakibelum sekolah 50%, tidak berpenghasilan 56%, jalan kaki ke puskesmas 40%, penanggung biaya puskesrnas berasal dad kantong sendiri 76%, jurnlah hari sembuh 2 hari 54%. Hasil penelitian menunjukkan besar biaya langsung pada provider adalah Rp. 2.292.440,- dengan rata-rata biaya langsung sebesar Rp. 23.879,-. Biaya tidak langsung pada provider sebesar Rp. 75.492,- dengan rata-rata sebesar Rp. 786,-. Total biaya pada provider sebesar Rp. 2.367.933,- dengan rata-rata sebesar Rp. 24.665,-. Biaya langsung pada pasien sebesar Rp. 478.000,- dengan rata-rata sebesar Rp. 4.979,- per pasien. Biaya tidak langsung pada pasien sebesar Rp. 1.090.250,- dengan rata-rata sebesar Rp. 11.356,-. Total biaya pada pasien diare sebesar Rp. 1.568.250,- dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 16335,-.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata biaya akibat sakit (cost of illness) yang dikeluarkan baik pada sisi provider maupun sisi pasien untuk pelayanan rawat jalan diare per pasien sebesar Rp. 41.001,-(tidak termasuk opportunity cost). Apabila dilakukan simulasi perhitungan kerugian ekonomi yang menjadi beban pemerintah dan masyarakat akibat sakit diare maka diperoleh angka sebesar Rp. 1,6 IniIyar per tahun, atau 0,3% dari APED (Rp. 435.887.753.163,-), 7% dari anggaran kesehatan plus gaji (Rp. 26.126.133.800,-), 9% dari anggaran kesehatan tanpa gaji (Rp. 18.245.385.200,-). Dikaitkan dengan UMR Landak, maka didapatkan angka kerugian sebesar Rp. 2,5 Myst per tahun. Saran yang dapat disampaikan adalah angka kenigian yang dialarni dapat dijadikan aeuan perencanaan, penyusunan anggaran dan intervensi program penanggulangan diare dengan berorientasi path upaya preventif dan promosi, perlunya dilakukan penghematan biaya pada sisi provider dengan menekan penggunaan obat diare yang tidak rasionil, perlu dilakukan perhitungan biaya secara menyeluruh berdasarkan kegiatan, perlu penyuluhan dan perbatian kepada masyarakat tentang penyakit diare, dan terakhir bagi peneliti selanjutnya dapat melihat seeara bersarnaan pada layanan rawat jalan dan map di rurnah sakit dan puskesmas dengan menghitung opportunity cost.

Acute diarrhea at present still becomes health problem, not only in developing countries but also in developed countries. Diarrhea still leads to endemic (KLB) with very huge sufferer in short time. Between 2004-2005, number of diarrhea case in Landak Regency increase quite sharply. There are 4,474 cases (one died) in 2005 and the cases increase to 6,210 (2 died) in 2006. Diarrhea places the third rank after Upper Respiratory Infection (1SPA) and malaria among ten diseases in Landak Regency. The high of diarrhea incident has caused social economic loss and affected the cost for government and people. Research on loss caused by diarrhea was ever conducted but limited on patient side. Meanwhile, research on provider has never been done. Cost resulted from patient as well as provider was respectively classified as direct cost and indirect cost.
Generally, the purpose of this research is to obtain description on the cost of illness for diarrhea outpatients. Meanwhile. particularly, the purpose is to obtain description on characteristics of diarrhea outpatients, direct cost and indirect cost at provider and patient visiting health center in one period of illness.
The research conducted in Puskesmas Ngabang West Kalimantan from March to May 2007 uses cross sectional design with 96 respondents. Secondary data employed in this research come from research location, while the primary data come from interviewing the patient.
The results show that mostly patients are adult (44%). male (54%). unemployment (49%). uneducated (50%), having no income (56%). going to health center on foot (40%). self-utiarant or (76%), and having two-days recovery day (54%). Direct cost for provider is IDR 2,292,440 with direct cost IDR 23,879 on average. Indirect cost for provider is 1DR 75,492 with [DR. 786 on average. Total cost for provider is IDR 2.367,933 with /DR 24,665 on average. Direct cost on patient is [DR 478,000 with DR 4,979 on average per patient. Indirect cost for patient is [DR 1,090,250 with IDR 11,356 on average. Total cost for diarrhea patienzs is [DR 1.568.250 with 1DR 16,335 on average.
The results indicate that thc average cost of illness incurred by both provider and patients for outpatient service of diarrhea per patient is [DR. 41,001 (excluded opportunity cost). If economic loss due to diarrhea borne by government and people was caiculated, the rate is DR 1.6 billion per year or 0.3% of APBD (1DR 435,887,753,163), 7% of health budget phis salary (IDR 26,126,133.800), 9% of health budget without salary (IDR 18,245,385,200) Related to UN1R of Landak. the loss is 1DR 2.5 billion per year.
It is recommended that loss can be used as reference in planning, developing budget. and intervening program diarrhea control orienting to prevention and promotion. It is in need to retrench provider cost by reducing irrational use of diarrhea medicines, calculate cost comprehensively based on activities, educate people and keep them focused on diarrhea. Furthermore,, researcher could instantaneously see the service for outpatient and inpatient in hospital and health center by calculating opportunity cost.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allosomba, Torrodatu
"Di propinsi DKI Jakarta, penyakit demam berdarah merupakan salah satu prioritas masalah di bidang kesehatan. Kasus demam berdarah setiap tahunnya terus meningkat bahkan terjadi KLB. Tingginya kasus demam berdarah mengakibatkan pengeluaran biaya yang cukup besar haik dari pemerintah maupun dari pasien/keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran biaya - biaya yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah, yang menjalani perawatan rawat inap di RSUD Tarakan.Tujuan khusus penelitian ini hanya cost of illness dari pasien dan tidak mencakup biaya yang dikeluarkan pemerintah.
Desain penelitian adalah survei, yang dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2004 di RSUD Tarakan, dengan rumus, jumlah sampel 82 responden. Data dikumpulkan dengan wawancara langsung kepada responden yang sedang menjalani perawatan rawat inap. Selanjutnya data diolah dan dianalisa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik responder yaitu jenis kelamin responden yang terbanyak menjalani rawat inap adalah laki-laki. umur rata-rata responden adalah 22.8 tahun.Tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA. Sebelum menjalani rawat inap di RSUD Tarakan, responden terlebih dulu mencari pengobatan dengan membeli obat sendiri dan ke tempat sarana kesehatan lainnya. Besarnya biaya sebelum berobat ke rumah sakit rata-rata Rp 38.054, terendah Rp 1.000 dan termahal Rp 704.845, terdiri dari biaya: obat, jasa, laboratorium dan pemeriksaan lainnya dan transportasi.
Responden dirawat di rumah sakit rata-rata 4 hari, dengan variasi antara 1 sampai 10 hari . Kelas perawatan yang digunakan responden semuanya kelas III. Responden ke rumah sakit untuk berobat setelah sakit rata-rata 3 hari. Biaya yang dikeluarkan selama menjalani perawatan rawat inap rata-rata sebesar Rp 369.799.
Total hari sakit responden adalah antara 4 sampai 15 hari dengan rata-rata 7 hari sakit. Pendapatan responden yang berkurang/ hilang selama sakit rata-rata sebanyak Rp 145.000 dan pendapatan yang berkurang / hilang dari keluarga yang menunggui rata-rata sebanyak, Rp 202.969.
Janis biaya yang dikeluarkan selama sakit demam berdarah terdiri dari 12 jenis biaya dengan total biaya rata-rata sebanyak Rp 892.067. Biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Besarnya biaya langsung Rp 423.690, komponen biaya langsung yang terbesar adalah biaya obat ( 48.8% ) dari total biaya langsung . Besarnya biaya tidak langsung sebanyak Rp 468.377. dimana komponen biaya yang terbesar pada biaya tidak langsung adalah opportunity cost ( 74.5%) dari total biaya tidak langsung.
Hasil analisis bivariat antara karakteristik responden dengan biaya menunjukkan bahwa total biaya sakit lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada wanita. pendidikannya SMA keatas biaya sakitnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang pendidikan s/d SMP , pada kelompok yang pekerjaannnya pegawai biaya sakitnya lebih tinggi dibandingkan dengn kelompok yang pekerjaanya bukan pegawai, pada responden yang lama sakitnya lama, biaya sakitnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok responden yang lama sakitnya singkat sedangkan pada kelompok responden yang lama hari rawatnya lama dan singkat biaya yang dikeluarkan pasien hampir sama.
Penelitian ini hanya dilaksanakan di salah satu RSUD di Propinsi DKI Jakarta dan waktu penelitian bersamaan dengan terjadinya KLB demam berdarah maka hasil penelitian ini belum menggambarkan cost of illness pada semua golongan yang ada di Propinsi DKI Jakarta dan hanya merupakan gambaran biaya yang dikeluarkan oleh golongan yang tidak mampu . Karena itu perlu penelitian lagi yang menggambarkan semua golongan dengan melaksanakan penelitian di beberapa rumah sakit vertikal dan rumah sakit swasta yang merawat pasien demam berdarah di Propinsi DKI Jakarta.
Daftar Pustaka : 30 ( 1986 - 2004 )

In the special province of district Jakarta, dengue hemorrhagic fever is in a high priority in of public health program. A case of dengue hemorrhagic fever has been increasing annually. The DHF case incared high cost to government and the patients.
The general objective of this research is to obtain information about total cost of DHF disease to those who have been hospitalized at the Tarakan RSUD.The specific objectives of this research is to find out the out the pocket cost of illness being borne by the patient.
This study Surveyed patients being treated at the Tarakan RSUD from April through May 2004 with total sample of 82 respondents . Data were collected by interviewing directly the 82 patient/ family stay in the hospital. The data was then processed and analyzed.
The result indicates that most of (he patient are male, with average age of 22.8 years old. Their educational background are mostly Senior High School graduates. Before being hospitalized at the Tarakan hospital, they fought medicines or went medical facilities. The average cost of priored medicine was Rp 38.054 consist : medicines, services, laboratory, other medical and transportation.
On average, patients need to be hospitalized for 4 days varying 1 to 10 days. All wards used are found out to be the third class. Respondent to go to hospital for make medicine after they are sick 3 days ago. The average cost for to care health in hospitals was Rp 369.700.
Totally, it took them to recover from the illness for 4 to 15 days averaging 7 days. The income average of respondent to decrease during sick as Rp 145.000 and income average of they family to decrease was Rp 202.969
The total expenditure breaks for 12 kind of cost amounting to Rp 892.067 on average. The expenditure is categorized into direct cost and indirect cost. The direct cost amounting Rp 421690 which medicine cost ( 48.4%) is the biggest cost of total direct cost component. The indirect cost amounting Rp 468.377 which opportunity cost (74,5%) is the biggest cost of total indirect cost component.
The result of bivariat indicate cost of illness of the men more expensive than women, senior high school education background cost of illness than secondary school, official group than not official, sufferers an illness has had along time and short time the cost are almost same.
The research that carried out in once of Regional Public Hospital ( RSUD) in the province of Jakarta and at the time has out break dengue hemorrhagic fever moment with the result that research not yet describe of cost of illness from the all group in DKI Jakarta province , and only to find cost of illness by destitute category. It is need to make a future study in the several vertical hospitals and private hospitals that is dengue hemorrhagic fever patients in DKI Jakarta province.
References: 30 ( 1945 - 2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library