Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
Bestha Inatsan Ashila
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemidanaan dan pertimbangkan hakim terhadap perkara anak yang menjadi kurir narkoba, beserta proses pembimbingan dan pembinaan anak yang menyertainya di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Pusat dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang menjadi kurir narkoba dapat dijerat dengan Pasal 114 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan untuk pemidanaannya harus mengacu kepada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam memutus perkara anak yang menjadi kurir narkoba, hakim mempertimbangkan pertimbangkan yuridis maupun non-yuridis, yaitu laporan Litmas, tuntutan Jaksa Penuntut Umum, kondisi diri terdakwa baik yang ditemukan didalam Litmas maupun dalam fakta persidangan, kedudukan terdakwa sebagai kurir, aspek pemidanaan, serta perundang-undangan. Peran Bapas Pusat dalam menangani perkara anak yang menjadi kurir narkoba dimulai sejak tahap pra-adjudikasi, tahap adjudikasi dan tahap post adjudikasi. Sementara pembinaan di Lapas Salemba tidak ada pengkhususan bagi anak yang menjadi kurir narkoba. Proses pembinaan terhadap anak kurir narkoba dilaksanakan sama seperti dalam perkara lain.
The aims of this study is to find out the criminal prosecution and judges’ consideration on the case of children who become drug couriers, along with the following mentoring and development processes at the Central Penitentiary (Bapas) and Salemba Prison (Lapas). The results show that children who become drug couriers can be charged under Article 114 Law No. 35 of 2009 on Narcotics. Meanwhile, the criminal prosecution must refer to Law No. 11 of 2012 on Children Criminal Justice System. In deciding the case of children who become drug couriers, the judges make both judicial and non-judicial considerations; Litmas (Penitentiary Study) report, Public Prosecutors’ claims, defendants’ conditions both in Litmas and in trial facts, defendants’ positions as couriers, the criminal prosecution aspects, as well as the legislations. The Central Penitentiary (Bapas) roles in handling the case of children who become drug couriers start since the pre-adjudication stage, adjudication stage, and post-adjudication stage. On the other hand, for the development process at Salemba Prison (Lapas), there is no specialization for children who become drug couriers. The development process for children who become drug couriers is implemented in the same way as other cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59963
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lydia Azzahro Silparensi
"Penyedia jasa pengiriman merupakan peran yang dibutuhkan terlebih dengan meningkatnya kegiatan e-commerce, sehingga diperlukan suatu pengawasan yang ideal terhadap jalannya proses pengiriman barang. Kendati demikian, pelaksanaan terhadap jasa kurir dirasa masih kurang dalam mengatasi masalah yang ada, sebagai upaya perbaikan terhadap suatu pengawasan sekaligus penyesuaian dengan kebutuhan konsumen maka dilakukan analisis menggunakan metode yuridis normatif pada penelitian ini dengan membandingkan dua lembaga antara Indonesia dengan Malaysia yang kemudian ditemukan persamaan dan perbedaan dalam pelaksanaannya. Lembaga yang berada di Malaysia termasuk kedalam non-struktural yang tentunya berbeda dengan Indonesia yang berada dibawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika, bahwa lembaga Malaysia atau dikenal dengan Malaysian Communications and Multimedia Commission merupakan lembaga yang berperan dalam mengawasi jalannya komunikasi dan multimedia di Malaysia salah satunya peningkatan terhadap jasa kurir sebagaimana ketentuan Postal Service Act 2012. Lembaga ini lebih mengikuti perkembangan masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang ada dibantu dengan perusahaan-perusahaan pengiriman yang terkait guna mengetahui kendala dan solusi yang terjadi, sedangkan Indonesia dalam membuat kebijakan mengenai penyedia jasa pengiriman masih menekankan terhadap pemetaan cakupan wilayah dan pelacakan jasa kurir. Pelaksanaan kebijakan di Indonesia dan Malaysia tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yang dapat menjadi solusi terhadap kedua negara ini, bahwa Indonesia telah memiliki pembaruan terhadap sistem perizinan sedangkan Malaysia memiliki kebijakan terhadap pengaduan masyarakat akan tindakan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum oleh jasa kurir yang membantu pihak dalam mengatasi kendalanya. Penulisan ini dimaksudkan agar terdapat regulasi yang baru terkait penyedia jasa pengiriman terkhusus kurir maupun peningkatan terhadap peran lembaga di Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika.
Delivery service providers are a role that is needed especially with the increase in e-commerce activities, so that an ideal supervisory is needed for the process of delivery goods. Nevertheless, the implementation of courier services is still lacking in overcoming existing problems, as an effort to improve supervisory as well as adjust to consumer needs, an analysis was carried out using normative juridical methods in this study by comparing two institutions between Indonesia and Malaysia which later found similarities and difference in implementation. Institutions in Malaysia are classified as non-structural which is certainly different from Indonesia which is under the auspices of the Ministry of Communications and Informatics, that the Malaysian institution or known as the Malaysian Communication and Multimedia Commission is an institution that has a role in overseeing the course of communication and multimedia in Malaysia, one of which is increasing courier services as stipulated in the Postal Act 2012. This institution follows community developments in overcoming existing problems assisted by related delivery companies to find out the problems and solutions that occur, while Indonesia in making policies regarding delivery service providers still emphasizes mapping the scope region and tracking courier service. The implementation of policies in Indonesia and Malaysia certainly have their respective advantages and disadvantages which can be a solution for these two countries, that Indonesia has had an update on the licensing system while Malaysia has a policy against public complaints of default or unlawful acts by courier services that help parties to overcome the problem. This writing is intended so that there are new regulations regarding delivery service providers, especially couriers as well as an increase in the role of institutions in Indonesia, in this case the Directorate General of Post and Information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lintang Mutiara Savana
"Prinsip non-punishment merupakan prinsip yang mengandung ketentuan bahwa korban perdagangan orang tidak dipidana ketika mereka melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku perdagangan orang. Di Indonesia, terdapat masalah dalam penerapan prinsip tersebut, terutama dalam tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan narkotika. Dengan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini membahas 2 (dua) pokok permasalahan, antara lain: 1) pengaturan prinsip non-punishment dalam perlindungan korban perdagangan orang, dan 2) implementasi prinsip tersebut berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Prinsip non-punishment diatur dalam Pasal 18 UU PTPPO, di mana keberlakuannya memiliki keterkaitan dengan bentuk penyertaan doen plegen, daya paksa (overmacht), dan dasar penghapus pidana. Pengaturan dan penerapan prinsip non-punishment dalam hukum pidana di Indonesia masih memiliki berbagai ketidakpastian. Mulai dari kaitannya dengan dasar penghapus pidana, kriteria paksaan yang perlu dipenuhi, hingga tidak adanya preseden dikabulkannya prinsip non-punishment sebagai dasar penghapus pidana. Oleh karena itu, diperlukan pedoman tentang keberlakuan yang disertai penjelasan komprehensif mengenai prinsip tersebut dalam kerangka hukum tindak pidana perdagangan orang. Pedoman tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan mengebangkan peran aktif APH, terutama hakim, untuk menggali fakta-fakta hukum dan nilai-nilai yang ada, serta menindaklanjuti pembuktian terhadap pembelaan dengan dasar prinsip non-punishment.
The principle of non-punishment is a principle that stipulates that victims of trafficking are not punished when they commit criminal offenses because they are forced by traffickers. In Indonesia, there are problems in the application of this principle, especially in criminal offenses related to narcotics crimes. Using normative juridical research method, this research discusses 2 (two) main issues, among others: 1) the regulation of the principle of non-punishment in the protection of victims of human trafficking, and 2) the implementation of the principle based on Article 18 of Law No. 21/2007. The principle of non-punishment is regulated in Article 18 of Law No. 21/2007, where its applicability is related to doen plegen, overmacht, and the basis for criminal expungement. The regulation and application of the principle of non-punishment in criminal law in Indonesia still has various uncertainties. Therefore, there is a need for guidelines on the applicability and comprehensive explanation of the principle in the legal framework of human trafficking crimes. These guidelines are expected to increase and develop the active role of law enforcement officers, especially judges, to explore legal facts and values, as well as to ensure that the principle of non-punishment is applied."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizka Nur Widyana
"Tren pendapatan pasar logistik meningkat secara signifikan karena didorong oleh peningkatan kebutuhan masyarakat saat pandemi dan tren berbelanja secara daring. Oleh karena itu, industri logistik dituntut untuk terus berinovasi agar performa perusahaannya tetap terjaga dan kepuasan pelanggan dapat terus terpenuhi. Pengiriman barang dalam waktu yang singkat dan barang yang tetap terjaga kualitasnya merupakan nilai utama dalam pemenuhan kepuasan pelanggan. Peningkatan permintaan jasa juga dialami oleh oleh PT X Indonesia sebagai industri jasa Courier, Express, and Parcel (CEP) sehingga perusahaan perlu untuk meningkatkan efisiensi proses dan kinerja proses pergudangannya. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi pemborosan yang ada pada proses dan mengeliminasi aktivitas yang tidak memberikan nilai (non value added activity). Value stream mapping sebagai metode penerapan konsep lean memiliki tujuan untuk memetakan aliran material dan informasi dalam suatu proses. Dalam penelitian ini, value stream mapping dapat membantu untuk menggambarkan proses secara menyeluruh dan mengidentifikasi pemborosan pada proses pergudangan. Kemudian dilakukan analisis akar masalah menggunakan ishikawa diagram dan analisis risiko yang ditimbulkan dengan tools FMEA untuk menemukan pemborosan kritis dan merancang usulan perbaikan untuk mengurangi pemborosan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lead time proses pergudangan berkurang 37,9%, processing time berkurang 12,5%, dan value added ratio proses pergudangan meningkat menjadi 21,95%.
The trend of logistics market revenue increased significantly because it was driven by the increase in people's needs during the pandemic and the trend of shopping online. Therefore, the logistics industry is required to continue to innovate so that the company's performance is maintained and customer satisfaction can be continuously met. Delivery of goods in a short time and goods that are maintained in quality are the main values in fulfilling customer satisfaction. The increase in demand for services was also experienced by PT X Indonesia as a Courier, Express, and Parcel (CEP) service industry, so the company needed to improve process efficiency and warehousing process performance. This can be achieved by reducing waste in the process and eliminating non-value added activities. Value stream mapping as a method of applying the lean concept has the aim of mapping the flow of material and information in a process. In this study, value stream mapping can help to describe the overall process and identify waste in the warehousing process. Then the root problem analysis is carried out using Ishikawa diagrams and analysis of the risks posed by FMEA tools to find critical waste and design improvement proposals to reduce the waste. The results of this study indicate that the lead time of the warehousing process is reduced by 37.9%, the processing time is reduced by 12.5%, and the value added ratio of the warehousing process is increased to 21.95%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Winona Wanodyajati
"Tugas Karya Akhir ini membahas terkait Strategi Pencegahan Kejahatan Situasional yang dilakukan oleh
Customs Narcotics Team Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai upaya dalam meminimalisir penyelundupan Narkotika melalui jalur udara oleh “
flying courier”. Analisis dalam penulisan ini menggunakan pendekatan pencegahan kejahatan situasional terhadap kejahatan terorganisir dengan menerapkan 10 teknik yang diantaranya adalah Teknik
Target Harden, Control Access, Screen Entry/Exits, Control Tools/Weapons, Extend Guardianship, Reduce Anonymity, Utilize Place Managers, Strengthen Formal Surveillance, Set Rules, dan juga
Alert Conscience. Berdasarkan hasil analisis, implementasi dari teknik pencegahan kejahatan situasional tersebut masih memiliki beberapa hambatan.
This thesis discusses the Situational Crime Prevention Strategy by the Customs Narcotics Team of the Directorate General of Customs and Excise as an effort to minimize smuggling of Narcotics through the airways carried out by the "flying courier". The analysis in this paper uses a situational crime prevention approach to organized crime by applying 10 techniques which include Target Hardening, Access Control, Screen Entry/ Exits, Control Tools/ Weapons, Extend Guardianship, Reduce Anonymity, Utilize Place Managers, Strengthen Formal Surveillance, Set Rules, and also Alert Conscience. Based on the results of the analysis, the implementation of situational crime prevention techniques still has several obstacles.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library