Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S38663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Suryani
Abstrak :
Penempatan posisi Access Point pada Jaringan Wifi.id yang tepat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kekuatan sinyal yang diterima dari transmitter ke receiver. Parameter yang paling mempengaruhi dalam menentukan performa posisi Access Point adalah nilai kekuatan sinyal, karena nilai inilah yang akan digunakan untuk menentukan coverage area (cakupan sinyal) dari sebuah transmitter (Access Point). Pada penelitan ini telah dilakukan pengukuran terhadap kekuatan sinyal access point terhadap penerima di ruang EBIS WITEL Yogyakarta yang diukur menggunakan InSSIDER dan dihasilkan RSSI (Receive Signal Strength Indicator) dari sebuah transmitter terhadap receiver. Dalam pengukuran juga digunakan propagasi Line Of Sight (LOS) dan propagasi Non Line Of Sight (NLOS). Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan digunakan untuk melakukan pemodelan penempatan posisi Acces Point menggunakan metode algoritma genetika. Kekuatan sinyal RSSI yang diterima oleh receiver tidak hanya bergantung pada jarak antara transmitter dan receiver, akan tetapi menunjukkan variasi yang besar terhadap fading dan shadowing pada sebuah lokasi, juga pengaruh interferensi dapat menyebabkan penurunan sinyal (RSSI) yang diterima oleh receiver. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat menghasilkan pemodelan yang sesuai dan tepat guna dalam melakukan optimisasi penempatan posisi Access Point pada jaringan Wifi.Id menggunakan metode algoritma genetika.
Positioning of access point on wifi.id?s network on the right place is needed to optimize the signal strength received from the transmitter to the receiver . The parameters that most influence in determining the performance of the position of the access point is the value of the signal strength, because the value that will be used to determine the coverage area (signal coverage) of a transmitter (access point). In this research has been done measuring the signal strength of the access point to the receiver in the room EBIS Witels Yogyakarta measured using inSSIDer and generated RSSI (Receive Signal Strength Indicator) from a transmitter to a receiver. Measurements were also used in the propagation of Line Of Sight (LOS) and propagation Non Line Of Sight (NLOS). Data obtained from field measurements are used for modeling the placement of the access point using genetic algorithm. RSSI signal strength received by the receiver does not only depend on the distance between transmitter and receiver, but showed a large variation against fading and shadowing at a location, also influence the interference can cause a decrease in the signal (RSSI) received by the receiver. From the research conducted, is expected to generate appropriate modeling and effective in optimizing the placement of the access point on the wifi.id?s network using genetic algorithm.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T46057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ainy Sidik
Abstrak :
Di Indonesia pemasaran pelayanan rumah sakit dimulai ketika terjadi keterbatasan anggaran terutama bagi rumah sakit pemerintah dan pertumbuhan yang pesat dari rumah sakit swasta sepuluh tahun yang lalu. Pada saat ini pemasaran rumah sakit berkembang dengan pesat seiring dengan pertumbuhan rumah sakit yang kompetitif. Salah satu kebijakan Departemen Kesehatan dalam pemasaran rumah sakit adalah pemasaran hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembangunan kesehatan yakni antara lain : meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan agar derajat kesehatan penduduk menjadi lebih baik dan pemasaran tidak boleh 1epas dari dasar - dasar etik kedokteran dan etika rumah sakit Untuk itu rumah sakit perlu menyusun strategi pemasaran yang terdiri dari (1) pasar sasaran, (2) bauran pemasaran dan (3) tingkat pembiayaan pemasaran. Rumah Sakit Pelni Petamburan adalah RSU milik PT Pelni merupakan rumah sakit yang sangat tua dan dikenal oleh masyarakat dengan kemampuan pelayanan setara dengan RSU kelas B yang terletak di wilayah Jakarta Barat. Disamping itu merupakan rumah sakit yang unik karena sejak berdirinya ditujukan untuk melayani pegawai KPM (Konirrjiijke Packkervaart Matschappj), jadi bukan berdasarkan untuk melayani masyarakat yang berada di lokasi geografiknya. Kegiatan pemasaran produk unggulan rawat inap dengan sasaran primer segmen perusahaan dan dibukanya segmen partikulir diharapkan dapat meningkatkan jumlah pasien masuk rawat inap di RS Pelni Petamburan, namun dalam kenyataannya mengalami penurunan selama periode 1995 hingga 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan wilayah cakupan dan faktor faktor pelayanan meliputi jenis nasabah, jenis pelayanan dan kelas perawatan dengan jumlah pasien masuk rawat inap di RS Pelni Petamburan. Hasil penelitian adalah : 1. Wilayah cakupan. - Wilayah cakupan yang potensial bagi RS Pelni Petamburan adalah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Tangerang, Jakarta Timur , Bekasi dan Luar Daerah. - Hubungan wilayah cakupan dengan jumlah pasien partikulir dan perusahaan masuk rawat inap sangat kuat dan positif 2. Nasabah partikulir dan perusahaan - Jumlah nasabah perusahaan yang masuk rawat inap di RS Pelni Petamburan lebih kecil dari nasabah partikulir. - Kecenderungan jumlah pasien partikulir masuk rawat inap tidak teratur dengan pertambahan tahun, sedangkan pasien perusahaan mempunyai kecederungan menurun 3. Jenis Pelayanan Perawatan. - Pelayanan perawatan umum adalah pelayanan perawatan yang tertinggi dibutuhkan baik oleh pasien partikulir maupun perusahaan. Disusul kemudian kebutuhan pelayanan perawatan kebidanan, anak dan ICU/ICCU. Sedangkan pelayanan perawatan ICU/ICCU adalah yang paling rendah diperlukan bagi kedua jenis nasabah. - Pasien yang membutuhkan perawatan kebidanan, umum, anak dan ICCU tertinggi berasal dan wilayah cakupan Jakarta Barat. - Hubungan semua jenis pelayanan perawatan yang dibututhkan pasien partikulir dan perusahaan dengan wilayah cakupan sangat kuat dan positif, terkecuali pelayanan perawatan ICU/ICCU bagi pasien perusahaan tidak ada hubungan dengan wilayah cakupan. 4. Kelas Perawatan - Pasien partikulir paling banyak memilih kelas III sedangkan pasien perusahaan terbanyak memilih kelas II. Pemilihan kelas SVIP, VIP dan Utama lebih kecil dari pemilihan kelas I, II dan III. - Jumlah pasien partikulir masuk rawat inap tertinggi dikelas SVIP, VIP, UTAMA, I, dan III berasal dari wilayah cakupan Jakarta Barat, sedangkan yang terendah berasal dari Luar Daerah. - Jumlah pasien perusahaan masuk rawat inap di kelas SVIP, VIP, UTAMA, I, II, dan III berasal dari wilayah cakupan Jakarta Barat. Sedangkan yang terendah untuk kelas SVIP, II dan III berasal dari wilayah cakupan Depok, kelas VIP dan I dari wilayah cakupan Bogor, dan kelas Utama berasal dari wilayah cakupan Jakarta Utara . - Pemilihan kelas perawatan dengan wilayah cakupan bagi pasien partikulir dan perusahaan masuk rumah sakit mempunyai hubungan yang kuat dan positif Daftar Pustaka 17, 1987 - 2003
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gifson, Albert
Abstrak :
Keberadaan spektrum frekuensi sebagai sumber daya alam yang sangat terbatas dan memiliki nilai ekonomis yang sangat strategis menyebabkan perlunya pengelolaan spektrum frekuensi secara effisien. Di Indonesia penetapan frekuensi dilakukan tanpa perencanaan service area dan pengkanalan frekuensi yang matang, hanya bergantung terhadap permintaan penonton. Oleh karena itu hal yang sangat mendesak dilakukan saat ini adalah pembuatan perencanaan ulang frekuensi TV siaran yang merupakan bagian dari Perencanaan Induk (Masterplan) frekuensi penyiaran. Hal ini relatif sangat sulit karena keadaan kesalahan cara pandang, penetapan frekuensi yang menganggap penetapan frekuensi seperti membagi "kue". Padahal mestinya penetapan frekuensi dilakukan berdasarkan suatu "Masterplan" atau perencanaan "service area". Di dalam perencanaan dan penetapan frekuensi harus diperliatikan masalah daerah pelayanan (service area) penyiaran yang akan sangat mempengaruhi perencanaan coverage area, daya pancar, tinggi antena dan pengkanalan frekuensi. Selanjutnya perlu diikuti dengan adanya studi-studi tentang sistem dan teknologi baru, khususnya kehadiran teknologi TV digital yang telah dikembangkan dan diterapkan oleh negara-negara maju, yang membawa dampak baik dalam pemanfaatan pita frekuensi sehingga dapat menyediakan banyak saluran, selain itu juga kualitas gambar lebih baik.
The existence of frequency spectrum as limited nasional resources and own very strategic economic value cause the importance of management of frequency spectrum in efficient. In Indonesia, the frequency allotment done without planning of service area and mature frequency canal, only hinge to applicant request. Therefore the done imperative matter in this time is making frequency re-planning of TV broadcast which represent the part of main planning (Master plan) of Broadcast Frequency. This matter relative very difficult since mistake circumstance of approaching in frequency allotment which assumes frequency allotment of such as dividing "cake". Though must the frequency allotment done to base on "Master plan" or planning service area. In planning and frequency alignment have to be paid attention to the problem of service district broadcasting that will very influence planning of coverage area, radiated power, Neigh of antenna and frequency canal. It follows on the need of study existence of about system and new technology, specially the technological attendance of digital TV which have been developed and applied by developed countries, which bring good impact in exploiting of frequency bandwidth so that earn to provide a lot of channel, others also quality of picture will be more be good.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T2017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Cahyono
Abstrak :
Penyakit diare disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Sedangkan yang menjadi faktor risiko antara lain kualitas air bersih, kondisi jamban, kepadatan hunian, status gizi, pemberian ASI eksklusif, imunisasi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga. Insiden diare di daerah Pondok Gede jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Kota Bekasi masih yang tertinggi yaitu 26,6 per 1000 penduduk (1998), 29,9 per 1000 penduduk (1999), dan 30,2 per 1000 penduduk (2000). Penyebab tingginya insiden tersebut belum diketahui secara pasti, sehingga perlu dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan diare. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan (kualitas air bersih, kondisi jamban dan kepadatan hunian) dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kasus kontrol. Kasus adalah balita yang menderita diare yang datang berobat ke puskesmas, sedangkan kontrol adalah balita yang tidak menderita diare yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pondok Gede. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kondisi lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kualitas air bersih, kondisi jamban, status gizi balita, ASI eksklusif, imunisasi campak, pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga dengan kejadian diare pada balita. Sedangkan untuk kepadatan hunian dan pendidikan ibu tidak ada hubungan bermakna dengan kejadian diare pada balita. Untuk uji interaksi didapat adanya interaksi antara variabel kondisi jamban dengan status ekonomi keluarga dan status gizi keluarga dengan kepadatan hunian. Pada analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda, setelah dikontrol oleh faktor status gizi, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, pendidikan, pengetahuan dan status ekonomi keluarga ternyata faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare adalah kondisi jamban. Dari hasil penelitian menunjukan perlunya meningkatkan perhatian masyarakat terhadap status gizi balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, sarana penyediaan air bersih dan kondisi jamban keluarga dalam upaya penurunan insiden diare. Sedangkan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Puskesmas Pondok Gede disarankan meningkatkan pemberian penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tidak hanya melalui puskesmas dan posyandu tetapi juga melalui pengajian ibu-ibu dan arisan dengan topik penyakit diare, persyaratan kesehatan lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, imunisasi dan status gizi balita serta pengetahuan tentang penyakit diare guna pencegahan penyakit diare. Kepada Pemerintah Kota Bekasi disarankan agar dapat menyediakan dana untuk pemberian stimulan pembangunan sarana air bersih dan jamban keluarga percontohan atau pembangunan sarana air bersih dan jamban keluarga bagi keluarga yang tidak mampu. ......Relationship between Environment Factors with Diarrhea Incidence among Under-fives in Coverage Area of Pondok Gede Health Center, Bekasi City 2003Diarrhea could be caused by bacteria, viruses, or parasites and the risk factors are water quality, water closet condition, resident density, exclusive breast feeding, immunization, mother education, mother knowledge, and economic status of family. Diarrhea incidence in Pondok Gede compared to other area in Bekasi City has a highest rate that is 26,6 per 1000 residents (1998), 29,9 per 1000 residents (1999), and 30,2 per 1000 residents (2000). It is no clear the cause of high incidents rate, this need to be studied about factors that related to. Objective of this study is to find out relationship between environment factors such as quality of clean water, water closet condition and residents density with diarrhea incidence among under-fives in coverage area by Pondok Gede health center, city of Bekasi. This study used case control design. Case is under-five suffer to diarrhea which came to health center, and control is under-five not suffered to diarrhea which living in covered area of Pondok Gede health center. Data collected by interview and environment observation. The results of this study shows that there is relation between quality of clean water, water closet condition, under five nutrition status, exclusive breast feeding, immunization, mother knowledge, and economic status of family with diarrhea incidence. While with resident density and mother education have no significant relation ship with diarrhea incidence. The interaction test has found that there is interaction between water closet condition variable with economic status and family nutrition status with resident density. In multivariate analysis by multi regression logistic, after controlled by nutrition status factor, exclusive breastfeeding, measles immunization, education, knowledge, and economic status of family, environment factor that appears influence diarrhea incidence is water closet condition. From the results of this study showed that it is necessary to increase community awareness to under-five nutrition, exclusive breastfeeding, measles immunization, infrastructure of clean water provider, and water closet condition in efforts to decrease diarrhea incidence. While to Health Office of Bekasi City and Pondok Gede health center recommend conduct information dissemination to community to increase community's knowledge, not only by health centers or Posyandu, but through activities that gathered mothers such as pengajian (devotional) or arisan. Bekasi City government should be provide fund for stimulant to develop clean water infra structure, good family closet model and clean water infra structure and water closet for under class family.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Eka Kurniasih
Abstrak :
ABSTRAK
Kota Jakarta Timur merupakan wilayah kejadian kebakaran paling tinggi dibanding wilayah kota lainnya. Oleh karena itu, perlu mengetahui wilayah rawan kebakaran, wilayah kejadian kebakaran dan wilayah jangkauan hidran. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, keruangan dan uji statistik. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pola wilayah rawan kebakaran tinggi terletak di bagian utara dengan kondisi bangunan semi permanen tinggi, kerapatan jaringan jalan lokal tinggi dan kepadatan penduduk tinggi. Pola wilayah kejadian kebakaran tinggi terletak di bagian utara dengan kondisi perumahan tidak teratur dan padat penduduk. Pola wilayah jangkauan hidran tinggi terletak di bagian utara dengan kondisi wilayah rawan kebakaran tinggi dan kejadian kebakaran tinggi. Berdasarkan penelitian ini dapat ditunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara wilayah rawan kebakaran dengan wilayah kejadian kebakaran, namun terdapat hubungan yang signifikan antara wilayah jangkauan hidran dengan wilayah rawan kebakaran dan wilayah kejadian kebakaran.
ABSTRACT
Fire occurrence in East Jakarta is the highest among other areas of the city. Therefore, it is necessary to identify the fire-prone regions, fire occurrence regions and the hydrants coverage area. This research used statistical tests, descriptive and spatial analysis. The result showed that the pattern of high fire-prone region is located in the northern part of East Jakarta which dominated by high-rise and semi-permanent building, dense local road networks and high population density. The pattern of high fire occurrence located in the northern part of the area with poorly ordered housing conditions and densely populated. The pattern of fire hydrant with high coverage area located in the northern with high fire-prone regions and high fire occurrence. This research further demonstrated that there is no significant relationship between a fire-prone regions with fire occurrence regions, but there is a significant relationship between the hydrant coverage area with a fire-prone regions and fire occurrence regions.
2016
S64345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunaedi Pradja
Abstrak :
Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam bidang kesehatan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997. Dalam rangka merespon krisis ekonomi tersebut UNICEF melalui program JPSBK melakukan kegiatan revitalisasi posyandu dengan memberikan makanan tambahan vitadele untuk balita di posyandu sebanyak lebih dari 150.000 balita. Untuk mengetahui dampak efektivitas revitalisasi posyandu dan pemberian vitadele terhadap status gizi balita maka Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (PPK-UI) bekerjasama dengan UNICEF melakukan penelitian di 4 propinsi yaitu Sumatera Barat (Sumbar), Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim), yang dilakukan pada bulan Juni dan Juli tahun 2002. Data yang di analisis untuk pembuatan tesis ini adalah bagian dari penelitian yang dilaksanakan oleh PPK-UI. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita yaitu karakteristik balita, karakteristik orang tua, Nitadele dan penyakit infeksi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini cross sectional. Sampel adalah ibu balita yang mempunyai balita berumur 10-60 bulan. Dari hasil analisis dengan menggunakan indikator BB/U dan TB/U, ditemukan balita gizi kurang masing-masing sebanyak 30,7% dan 29,0%. Faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan status gizi balita berdasarkan indeks TB/U adalah pendidikan ibu balita (p=0,001), pendidikan bapak balita (p=0,003), pekerjaan bapak balita (p),001), pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita (p=0.411) untuk TB/U. Sedangkan menurut status gizi indeks BBIU adalah pendidikan ibu balita (p=0.004) dan penyakit ISPA (p=4.001), Hasil analisis multivariat diperoleh faktor yang paling dorninan untuk terjadinya status gizi kurang berdasarkan indeks TB/U adalah pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita dan menurut status gizi kurang berdasarkan indeks BB/U adalah penyakit ISPA. Ada dua Cara ibu balita untuk mendapatkan vitadele yaitu membeli dan gratis, kemudian sebanyak 19.6% ibu balita menerima vitadele tidak rutin. Persentase jumlah vitadele yang diterima selama program tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan status gizi balita, tetapi mempunyai kecenderungan persentase jumlah vitadele yang diterima semakin sedikit, maka jumlah balita status gizi kurang meningkat. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anggota keluarga yang ikut mengkonsumsi vitadele adalah (1) balita bukan sasaran, (2) ibu, (3) bapak, dan (4) anggota keluarga lainnya. Konsumsi vitadele terbanyak adalah balita bukan sasaran (72,5%), kemudian dua anggota keluarga (16,4%), tiga anggota keluarga (7,3%) dan semua anggota keluarga ikut mengkonsumsi (3,8%). Jarak akhir menerima vitadele sarnpai dengan saat penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. tetapi mempunyai kecenderungan balita status gizi kurang meningkat dengan jarak akhir yang semakin melebar.
Social Security Net (JPS BK) is one of efforts by government in health area to reduce impact of economic crisis since 1997. in order to response this crisis, UNICEF through JPSBK program conduct the revitali7a-ion program of posyandu by giving food supplement vitadele for 150.000 under fives. To find out effectiveness posyandu revitalization and vitadele distribution to nutritional status of under five, Center of Health Research University of Indonesia (PPKUI) by cooperation with UNICEF conducting research in 4 provinces such as, West Sumatra. West Java, Center of Java and East Java, which carried out at June and July 2002. Data which analyzed by this study is part of that research. This study objective is to find out factors that related to nutritional status of under-five such as under-five's characteristics, parent's characteristics, vitadele and infectious disease. This study used cross sectional design. Sample is mothers who have under-five aged 10-60 month. Results of the analysis using indicator BB/U and TB/U, found there are under-fives under nutrition 30.7% and 29,0%. Factors which have relation with nutritional status of under-five based on TB/U index is mother education (p=0,041), Father Education (p=0,003), Father Occupation (p =0,401), mother knowledge about monitoring under-five's growth (p O,011). While based on index BBIU are mother education (p-0,04) and acuter respiratory disease (p=0,001), from multivariate analysis the most dominant factor of under nutrition based on index TB/U is mother knowledge and based on index BB/U is acute respiratory disease. Mother could get vitadele free or buying, 19,6% under-fives not received vitadele routinely. Percent number vitadele accepted during program has no significant relation with under-five's nutritional status, but tend fewer accepted percent vitadele could increase under-fives with under nutrition. Result of this study showed that there are non target which consume vitadele such as, non target under-five, mother, father, and other family member. The most consumed vitadele is non target under-five (72.5%). Two family member (16.4%), three family member (7.3%) and all family member (3.8%). time range from end for accepting vitadele to starting time of this study have no significant relation, but there is increasing in under-five's nutritional status if more range of time.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library