Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haentjens, R.C.P.
Alphen aan den Rijn: H.D. Tjeenk Willink, 1978
BLD 364.6 HAE o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Torringa, R.A.
Arnhem: Gouda Quint BV, 1984
BLD 346.015 TOR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Torringa, R.A.
Arnhem: Gouda Quint BV, 1988
BLD 346.015 TOR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vellinga, W.H.
Arnhem: Gouda Quint BV., 1982
BLD 345 VEL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diening, J. A. A.
Arnhem: Gouda Quint BV., 1982
345.05 DIE o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Selpamorita
"Tindak pidana korupsi di Indonesia yang semakin marak terjadi, dengan berkembangnya modus tindak pidana korupsi kini tidak hanya menyangkut subjek hukum orang-perseorangan saja tetapi juga menyangkut korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Adapun pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dimintai kepada pengurus korporasi, korporasi, atau pengurus dan korporasi. BUMN merupakan salah satu bentuk dari korporasi, sehingga apabila korporasi terlibat dalam tindak pidana korupsi sudah seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Namun yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah ketika berbicara mengenai keuangan atau kekayaan BUMN yang dianggap sebagai keuangan negara, seperti yang dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-IX/2013 dikaitkan dengan adanya kerugian negara yang terjadi dalam tindak pidana korupsi. Permasalahan tersebut terletak pada bagaimana pemenuhan unsur kerugian keuangan negara dan pertanggungjawaban pidana dan mekanisme penerapan pidana denda dan pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti oleh BUMN itu sendiri. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan adanya penyatuan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka BUMN selaku korporasi tidak dapat memenuhi unsur merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana korupsi, ketika perbuatan korupsi tersebut menguntungkan BUMN. Selain itu dengan menyatukan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka untuk mendapatkan pertanggungjawaban pidana terhadap BUMN akan menjadi sulit terkait tindak pidana korupsi, mengingat pidana pokok yang dapat dibebankan terhadap korporasi hanya pidana denda.

Corruption in Indonesia are increasingly prevalent, with the development of the mode of corruption now not only concerning individual as legal subjects but also concerning corporations as legal subjects who can be asked for criminal liability. The corporate criminal liability can be asked to administrators of corporations, corporations, or administrators and corporations. SOEs is a form of corporation, so if a corporation was involved in a crime of corruption it should be able to be asked for criminal liability. However, the problem in this case is when talking about budgets or SOEs assets that are considered as state budgets, as stated in the Constitutional Court Decision Number 48/PUU-IX/2013 associated with state losses that occur in criminal acts of corruption. The problem repose in how to fulfill the element of state budgets losses and criminal liability and the mechanism of the application of criminal penalties and additional crimes in the form of payment of substitute money by the SOE itself. In this study, the type of research used is normative using a legal and conceptual approach. The results of the study concluded that with the union of state-owned budgets as state budget, SOEs as corporations cannot fulfill the detrimental state finances element in criminal acts of corruption in Article 2 and Article 3 of the Corruption Act, when such corruption benefits SOEs. In addition, by integrating state-owned budget as state budgets, obtaining criminal liability against SOEs will be difficult in relation to corruption, given that the principal crimes that can be imposed on corporations are only forfeit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Huda
"On punishment and responsibility related to criminal liability in Indonesian legal system"
Jakarta: Kencana, 2006
345.077 CHA d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarga, Hari
"Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan membuat akta autentik. Kewenangan tersebut harus dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Notaris. Namun, ada kalanya terdapat seorang Notaris yang tidak mengikuti prosedur hukum dalam pelaksanaan kewenangannya membuat akta autentik. Hal ini pun mengakibatkan Notaris dinyatakan telah melakukan perbuatan pidana dan karenanya dibebani pertanggungjawaban pidana. Seperti halnya Terdakwa RUUR yang merupakan seorang Notaris di dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1362/Pid.B/2019/Pn.Jkt.Utr. Untuk meneliti Putusan ini, Penulis menggunakan data sekunder serta menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka sebagai alat pengumpulan data. Karenanya, penelitian tesis ini berbentuk penelitian hukum normatif. Lebih lanjut, dalam Putusan a quo, RUUR dinyatakan telah melakukan pemalsuan akta autentik karena membuat PPJB dan AJB tanpa dihadiri oleh para pihak yang berkepentingan dan karenanya tidak membacakan PPJB dan AJB tersebut. Terlebih lagi PPJB dan AJB tersebut merupakan transaksi jual beli tanah yang fiktif. Akibat perbuatan RUUR tersebut, Hakim menyatakan RUUR telah bersalah melakukan tindak pidana karena melanggar Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP dan membebankan pertanggungjawaban pidana kepadanya. Namun, sebelum proses hukum terhadap RUUR, telah terjadi perdamaian antara RUUR dengan para pihak sehingga telah tercipta restorative justice. Dengan demikian, karena telah ada restorative justice, pertanggungjawaban pidana seharusnya tidak dibebankan kepada RUUR dan dapat dikesampingkan dengan pembebanan pertanggungjawaban jabatan baik secara administrasi maupun secara etik. Hal ini juga sebagai implementasi dari konsep hukum pidana sebagai ultimum remedium. Dengan demikian, RUUR dapat dibebankan sanksi administrasi dan juga sanksi etik.

Notary as a public official has the authority to make authentic deeds. Such authority must be exercised by following the procedures stipulated by laws and regulations and the Notary Code of Ethics. However, there are times when there is a notary who does not follow legal procedures in exercising his / her authority to make authentic deeds. This also results in the notary being declared to have committed a criminal act and therefore being liable for the crime. Like the Defendant RUUR who is a Notary in the Decision of the North Jakarta District Court Number 1362/Pid.B/2019/Pn.Jkt.Utr. In this research, writer use secondary data and using document studies or library materials as a data collection tool. Thus, the form of this research is a normative legal research. Furthermore, in this decision, RUUR made PPJB and AJB without the attendance of interested parties and therefore did not read out the PPJB and AJB. Moreover, the PPJB and AJB are fictitious land buying and selling transactions. As a result of the RUUR's actions, the Judge declared RUUR guilty of committing a criminal act for violating article 264 paragraph 1 number 1 Indonesian Criminal Code and imposing criminal responsibility on him. However, before the legal process against RUUR, there was peace between RUUR and the parties so that restorative justice was created. Thus, because there is restorative justice, criminal responsibility does not have to be borne by the RUUR and can be overridden by the imposition of accountability for positions both administratively and ethically. This is also an implementation of the concept of criminal law as ultimum remedium. Thus, RUUR can be subject to administrative sanctions as well as ethical sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hallevy, Gabriel
"Derivative criminal liability includes inchoate offenses (criminal attempt, conspiracy, preparatory offenses, etc.), complicity (joint perpetration, perpetration through another, incitement, solicitation, accessoryship, etc.), organized crime, natural and probable consequences liability, post-crime aid, enterprise liability, terrorism and terrorist infrastructure, and many more forms of criminal liability, clearly making it a major pillar of modern criminal law. Although derivative criminal liability affects countries worldwide, there is still no general legal theory that covers this issue. The objective of the present book is to develop a comprehensive, general, legally sophisticated, and at the same time practical theory of derivative criminal liability. "
Heidelberg : Springer, 2012
e20401082
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Yuli Nurcahyono
"Masalah direktur nominee menjadi fenomenal karena dalam aturan hukum Indonesia belum mengakomodasi keberadaannya tetapi prakteknya digunakan. Rumusan masalah adalah bagaimana pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana, bagaimana pertanggungjawaban pidana direktur nominee dalam tindak pidana pencucian uang, bagaimana analisa terhadap putusan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi serta direktur nominee. Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana, suatu korporasi dapat bertanggung jawab melaui pengurusnya maupun korporasinya berdasarkan teori coorporate organ. Disebutkan dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No 13 Tahun 2016 bahwa pertanggungjawaban dari korporasi sendiri didasarkan dari pada undang-undang yang mengaturnya. seorang direktur nominee walaupun namanya dipinjam tetap saja seorang direktur nominee tersebut melanggar Pasal 4 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam hukum pidana direktur nominee adalah orang yang turut serta melkukan kejahatan sesuai dengan Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Putusan Nomor :211/Pid/2012/Pt.Dki Dan Putusan Nomor : 76 Pk/Pid.Sus/201 terhadap tindak pidana pencucian uang tersebut, pelaku menggunakan korporasi untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. Pertanggungjawaban pidananya semua diwakili oleh pengurus korporasi baik direktur biasa maupun direktur nominee tanpa adanya sanksi bagi korporasinya. Saran yaitu penegak hukum kesulitan memeriksa pelaku money laundering yang melibatkan korporasi, penegak hukum sebaiknya juga ikut memeriksa anggaran dasar perusahaan untuk membuka segala macam hal-hal yang tersembunyi di perusahaan tersebut.
Pertanggungjawaban Direktur Nominee Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Direksi dalam sebuah perusahaan dapat diibaratkan sebagai pemimpin perusahaan. Direksi dapat dijadikan sebagai ldquo korban rdquo apabila direksi tidak mengetahui sejauh mana pertanggung jawaban dari seorang direksi. Terlebih lagi, jika posisi direksi dalam perusahaan tersebut hanyalah sebagai ldquo direktur nominee rdquo . Direksi PT jelas bertanggung jawab penuh, tentunya akan membawa dampak munculnya implikasi hukum terhadap pertanggungjawaban Direksi ketika suatu korporasi melakukan tindak pidana baik pelanggaran maupun kejahatan. Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah 1 Bagaimana pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana, 2 Bagaimana pertanggungjawaban pidana direktur nominee dalam tindak pidana pencucian uang, Bagaimana analisa terhadap putusan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi serta direktur nominee, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Korporasi privat dapat berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Korporasi yang berbadan hukum diwakili oleh pengurusnya dan tanggung jawab pemegang sahamnya sebatas modal yang dimiliknya. Untuk yang tidak berbadan hukum tanggung jawabnya tidak terbatas, serta sistem pertanggungjawabanya adalah secara tanggung renteng. Untuk pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana, suatu korporasi dapat bertanggung jawab melaui pengurusnya maupun korporasinya yang dapat berupa denda atau pembubaran korporasi tersebut. Dalam kedudukannya di Perseroan Terbatas tugas dan fungsi direktur nominee tidak disebutkan di dalam Undang Undang No 40 Tahun 2007. Dalam tindak pidana korporasi khususnya tindak pidana pencucian uang, seorang direktur nominee walaupun namanya dipinjam tetap saja seorang direktur nominee tersebut melanggar Pasal 4 Undang Undang No. 8 Tahun 2010. Ada tiga contoh putusan yang melibatkan korporasi, direktur nominee yaitu 1 Putusan Nomor 211 PID 2012 PT.DKI 2 Putusan Nomor 76 PK Pid.Sus 201. Saran penulis Direktur dalam pengurusan perusahaan sebaiknya lebih mementingkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan lainnya. Dalam kasus direktur pinjam nama direktur nominee sebaiknya menggunakan perjanjian tertulis kepada orang yang meminjam nama tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T49724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>