Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
Nurul Zahra Syafitri Enanie
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai bentuk pertanggungjawaban tenaga kesehatan khususnya profesi perawat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian ini mengacu pada ketentuan normatif atau peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pelayanan kesehatan serta menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Pendekatan kasus meliputi pertanggungjawaban pidana tenaga kesehatan perawat melalui pengadilan sebanyak tiga putusan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tugas dan wewenang tenaga kesehatan perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan adalah praktik keperawatan professional meliputi seluruh aspek keperawatan yang diberikan kepada individu keluarga dan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang-Undang Tentang Keperawatan No.38 Tahun 2014, Undang-Undang Tentang Kesehatan No.36 Tahun 2009 dan peraturan yang terkait lainnya. Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus memiliki batas-batas tertentu dalam melakukan kegiatan pelayanan kesehatan atau praktik keperawatan. Ruang lingkup dari malpraktik medis meliputi praktik yang buruk/ salah yang berkaitan dengan profesi dibidang medis atau kesehatan yaitu profesi dokter, bidan dan perawat. Untuk membuktikan terjadinya malpraktik, faktor-faktor yang sangat penting adalah, Duty kewajiban , Breach of Duty Penyimpangan dari kewajiban , Direct Causation Akibat langsung , Damage Kerugian . Perawat dalam memberikan asuhan/pelayanan keperawatan harus bertanggungjawab baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap masyarakat. Bentuk pertanggungjawaban di sini baik berupa tanggung jawab maupun tanggung gugat. Tanggung jawab perawat dalam pelayanan kesehatan dapat dibagi menjadi 3 tiga yaitu tanggung jawab perdata, tanggung jawab administratif, dan tanggung jawab pidana.
ABSTRACT
This thesis discusses about the form of responsibility of health workers especially nursing profession. The author use normative methode which is the methode refers to normative or regulation provisions concerning criminal acts committed by health workers who carry out health service practice and use two approaches namely approach of legislation and approach of case. The case approach involves the criminal responsibility of health workers Nurses through the court of three decisions. The data already got will be analyzed by qualitative means describe the data in the form of a sentence and then interpreted by binding to the legislation so that eventually will lead to a conclusion. The result is the authorities of health workers Nurses in performing health services is a professional nursing practice covering all aspects of nursing given to individual families and communities in accordance with applicable legislation in Indonesia UU about Nurses No.38 in 2014. UU about healthy No.36 in 2009, etc. Nurses in doing nursing practice must have certain limits on doing health services or nursing practice. The scope of medical malpractice includes bad or false practices related to the medical or health professions such a doctors, midwives and nurses. The Fact For proven the malpractice are Duty, Breach of duty, Direct Causation, and Damage. The nurse in providing nursing care must be responsible both to himself and to the community. This form of accountability is both responsibility and accountability. The responsibility of the nurse in the health service can be divided into three namely civil liability, administrative responsibility, and criminal responsibility.
2017
T48443
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Vidya Prahassacitta
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26647
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
JK 8:5 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
JK 8:5 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Besare, David Daniel
Abstrak :
Hipnosis atau Hypnosis merupakan ilmu yang sudah ada sejak tahun 1552 SM. Kata Hipnosis pertama kali diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter di Inggris yang hidup antara tahun 1795 ndash; 1860. Dalam perkembangannya hipnosis bermanfaat sebagai sarana penyembuhan hipnoterapi penjualan, melahirkan, diet, bahkan untuk terapi seksual. Namun informasi yang berkembang dalam masyarakat terhadap hipnosis cenderung negatif dikarenakan berita-berita yang dimuat di televisi maupun berita-berita online yang memuat berita tentang kejahatan hipnotis. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu, pertama menganalisis terkait hilangnya kesadaran dibawah pengaruh hipnosis ditinjau dari hukum pidana. Kedua pertanggungjawaban pelaku tindak pidana yang melakukan tindak pidana nya dibawah pengaruh hipnosis. Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa pelaku tindak pidana yang melakukan tindak pidana dibawah pengaruh hipnosis dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
......
Hypnosis has existed since the 1552BC. Hypnosis was first introduced by James Braid, a doctor in Britain who live between the years 1795 ndash 1860. In its development, hypnosis is useful as a means of healing hypnotherapy the sale, giving birth, diet, even for sexual therapy. However, information developed in the community to hypnosis tend to be negative due to the news that was published in television and news online that includes news about crime using hypnosis. The problem that will be discussed in the writing of this is the first to analyze it and related loss of consciousness under the influence of hypnosis in terms of criminal law. The two held accountable the perpetrators of crimes of committing a criminal act of his under the influence of hypnosis. The researchers obtained the conclusion that the perpetrators of criminal acts of committing a crime under the influence of hypnosis can be held accountable criminal responsibility.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tracy Tania
Abstrak :
Pertanggungjawaban pimpinan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pidana dimana seorang pimpinan dianggap bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya. Pertanggungjawaban pimpinan pertama kali diterapkan di dalam kasus tindak pidana internasional di dalam kasus Yamashita dan saat ini telah dikodifikasikan ke dalam banyak konvensi seperti Statuta International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, Statuta International Criminal Tribunal for Rwanda, dan Statuta Roma serta diterapkan di berbagai kasus tindak pidana internasional. Di Indonesia, konsep pertanggungjawaban pimpinan diatur di dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan telah diterapkan di dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti di Timor-Timur. Tulisan ini mencoba membandingkan penerapan konsep pertanggungjawaban di tingkat internasional dan di Indonesia.
Superior responsibility is a form of criminal responsibility where a superior is held responsible for the criminal conduct of his subordinate. Superior responsibility was firstly applied in the Yamashita case and now has been codified in numerous conventions including the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia Statute, International Criminal Tribunal for Rwanda Statute, Rome Statute, and applied in various international criminal cases. In Indonesia, superior responsibility is regulated under Law No. 26 of 2000 on the Human Rights Tribunal and has been applied in human rights violation cases, such as the one in East Timor. This writing is trying to compare the implementation of superior responsibility on International and Indonesian level.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S569
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Nico Angelo Putra
Abstrak :
Konsep Joint Criminal Enterprise pertama kali diperkenalkan oleh Pengadilan Pidana Internasional untuk bekas wilayah Yugoslavia di dalam kasus Tadic pada tahun 1999. Setelah kasus Tadic, konsep Joint Criminal Enterprise diterapkan di berbagai pengadilan pidana internasional dan pengadilan hybrid supranasional untuk kasus kejahatan internasional. Di Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana memuat konsep penyertaan, sebuah konsep yang menyerupai Joint Criminal Enterprise.
Tulisan ini membahas pengertian dan perkembangan konsep Joint Criminal Enterprise, penerapan Joint Criminal Enterprise di dalam pengadilan pidana internasional dan pengadilan hybrid supranasional, serta analisis kesamaan konsep Joint Criminal Enterprise dengan konsep penyertaan menurut hukum Indonesia dan apakah konsep Joint Criminal Enterprise dapat diterapkan di dalam Pengadilan HAM di Indonesia.
......The concept of Joint Criminal Enterprise was first introduced by the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia in the 1999 Tadic case. The concept was then applied in various international criminal tribunals and hybrid criminal courts for cases of international crimes. In Indonesia, the criminal code prescribes the concept of joint perpetration, a concept that is similar to the concept of Joint Criminal Enterprise.
This thesis discuses the definition and development of the concept of Joint Criminal Enterprise, the application of Joint Criminal Enterprise in various international criminal tribunals and hybrid criminal courts, as well as the concept of Joint Criminal Enterprise and its association with the concept of joint perpetration under Indonesian law. Finally, this thesis discusses whether Joint Criminal Enterprise can be applied in the Human Rights Court in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1190
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Melyana Saputri
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis bagaimana pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan pelaku anak dengan autism spectrum disorder (ASD) dalam hukum pidana Indonesia. Anak penyandang ASD yang berhadapan dengan hukum sebagai pelaku anak memerlukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan ahli untuk menentukan pertanggungjawaban pidananya karena pelaku anak dengan ASD tidak memiliki kapasitas mental yang sama dengan anak pada umumnya dikarenakan kondisi ASD yang dimilikinya merupakan sebuah spektrum dengan gejala dan tingkat keparahan yang berbeda-beda pada setiap penyandangnya. Kapasitas mental pelaku anak penyandnag ASD berkaitan dengan kemampuannya mengetahui dan menghendaki perbuatannya untuk menentukan apakah mereka mampu atau tidak mampu bertanggung jawab. Pelaku anak dengan ASD yang memiliki tingkat keparahan ringan dengan gejala ASD yang tidak terlalu berat masih dianggap mampu dan kurang mampu bertanggung jawab, sedangkan pelaku anak dengan ASD yang memiliki tingkat keparahan parah dan gejala yang berat dianggap tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Apabila mereka dianggap mampu atau kurang mampu bertanggung jawab, pemidanaan yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi ASD nya, bahkan apabila mereka dianggap tidak mampu bertanggung jawab, mereka tetap membutuhkan rehabilitasi untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana.
......This research analyzes how criminal liability and punishment of child offenders with autism spectrum disorder (ASD) in Indonesian criminal law. Children with ASD who are in conflict with the law as child offenders require further research by involving experts to determine their criminal liability because child offenders with ASD do not have the same mental capacity as children in general because their ASD condition is a spectrum with symptoms and severity that vary for each person. The mental capacity of child offenders with ASD relates to their ability to know and will their actions to determine whether they are able or unable to take responsibility. Child offenders with ASD who have mild severity with less severe ASD symptoms are still considered capable and less capable of responsibility, while child offenders with ASD who have severe severity and severe symptoms are considered unable to take responsibility for their actions. If they are considered capable or less capable of being responsible, the punishment given must be adjusted to the condition of their ASD, even if they are considered unable to be responsible, they still need rehabilitation to prevent repetition of criminal acts.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Gracia Piona Yosepine
Abstrak :
Skripsi ini akan membahas mengenai tinjauan aspek hukum internasional, khususnya dalam bidang Hak Asasi Manusia HAM dalam proses peradilan yang dilakukan oleh Pemerintah Australia kepada anak ndash; anak berkewarganegaraan Indonesia berupa penindakan dan pemenjaraan dengan cara yang seharusnya dilakukan kepada orang dewasa. Skripsi ini juga akan memperlihatkan permasalahan hukum yang timbul dari pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai negara dengan sistem hukum yang berbeda, beserta dengan langkah hukum yang dilakukan negara dalam menangani permasalahan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sehingga skripsi ini akan meneliti permasalahan hukum yang timbul dari pelanggaran HAM dari sudut pandang relasinya dengan kekuatan dasar hukum serta pedoman hukum internasional tertulis yang mengatur mengenai perlindungan HAM anak, khususnya dalam aspek peradilan. Lebih lanjut skripsi ini akan memberikan gagasan - gagasan terkait kekuatan pengaturan hukum internasional serta peradilan anak. Pada akhirnya, akan diberikan kesimpulan mengenai penyebab timbulnya permasalahan beserta dengan masukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
......
This paper will focus on the analysis of International Law, specifically Human Rights aspects, in the process which was conducted by the Government of Australia in arresting and imprisoning Indonesian children accused as Juvenile Smuggler, in a way and procedure that should only be done to adults. This paper will also show the cases of legal issues arising from the human rights violations occurred in several countries with various legal systems, and their legal actions in handling the case therein. As this paper is written with the normative juridical method of research, it will further analyze the legal issues of human rights violations in relations with the binding power of the relevant written international source of law, rules, and guidelines. Further, this paper will provide the ideas coherent with the binding power of international regulation on human rights as well as juvenile justice. At last, there will be a conclusion on the cause of the issues, along with the recommendation to resolve the problem.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library