Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triana Wulandari
Abstrak :
Dalam masyarakat multietnik, hubungan antar etnik merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh individu-individu yang terlibat dalam masyarakat tersebut. Seringkali hubungan antar etnik membawa berbagai konsekuensi, yang tidak saja positip tetapi juga negatip. Dalam masyarakat Kenten, dimana keragaman etnisitas mewarnai kehidupannya, hubungan-hubungan antar individu yang berlatarbelakang kultur berbeda-beda ternyata tidak selamanya menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatip. Masing-masing individu yang berbeda kultur tersebut, disamping masih mempertahankan identitas budayanya, juga melakukan hubungan-hubungan sosial yang saling mengisi dan melengkapi, dimana individu-individu saling belajar dan berkomunikasi secara akomodatif. Perbedaan-perbedaan yang ada terakomodasi melalui serangkaian tindakan warga masyarakat dengan melakukan aktivitas-aktivitas sosial, seperti lomba adu ayam, arisan, kegiatan kematian, pengajian, doa bersama, dan lain sebagainya. Dalam berbagai aktivitas tersebut, warga masyarakat memberikan apresiasi secara partisipatif, dengan meminimalkan perbedaan-perbedaan yang ada, dan secara langsung ataupun tidak langsung telah memungkinkan terjadinya proses pembauran. Pembauran dapat berlangsung secara alami dalam lingkungan masyarakat Kenten, manakala antar warga berusaha mengurangi sikap prasangka dan diskriminatif terhadap etnis lain yang berbeda. Dalam banyak kasus, suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa sikap-sikap stereotipik dan berbagai persepsi negatit masih mewarnai interaksi sosial yang terjadi. Akan tetapi pada umumnya sikap stereotipe berkembang atau tumbuh karena pengalaman-pengalaman individual, yang seringkali sangat sulit untuk dijadikan patokan atau pedoman bagi warga lainnya. Persepsi ataupun pengetahuan yang kurang proporsional yang dimiliki sebagian kecil masyarakat Kenten, misalnya etnis Palembang yang pemalas, etnis Minang yang suka main curang, etnis Cina yang kikir, ataupun etnis Jawa dan Sunda yang suka bermanis muka, dalam kehidupan sehari-harinya ternyata tidak ditampakkan secara berlebihan sehingga pembauran antar warga dapat berlangsung dengan alami. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh warga yang banyak melakukan perkawinan dengan etnik yang berbeda. Dalam perkawinan antar etnik, masing-masing individu mengikuti kesepakatan bersama yang dilakukan oleh pihak keluarga mempelai wanita ataupun pria. Disisi lain konflik-konflik yang sering muncul, sebagai akibat perbedaan-perbedaan kultur yang ada, lebih banyak diselesaikan secara kekeluragaan. Dalam banyak kasus konflik-konflik yang muncul dinilai oleh sebagian masyarakat Kenten sebagai kekurangpahaman individu di dalam menterjemahkan setiap pesan dan tindakan yang dilakukan oleh individu yang lain. Karena itu konflik yang ada dapat dengan mudah diselesaikan, walaupun seringkali konflik muncul dengan permasalahan yang relatif sama dan kualitas yang relatif sama pula. Misalnya konflik antar agama, dimana seringkali emosi seseorang dengan mudah diaktifkan, penyelesaiannnya relatif lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Siasanya peran tokoh agama menjadi sentral, dan musyawarah atau negosiasi yang berulang-ulang dilakukan untuk memperoleh persepsi yang sama. Dengan kata lain, penyelesaian konflik yang bersumber dari agama membutuhkan kerja keras para warga masyarakat untuk bisa menerima perbedaan-perbedaan nilai yang terkadung dalam masing-masing agama yang dianut. Pengalaman para warga masyarakat selama ini dalam memecahkan setiap konflik yang bersumber dari agama, tampaknya dijadikan modal oleh warga masyarakat dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi. Dengan demikian konflik-konflik yang muncul dapat terselesaikan secara baik, dan ini meneguhkan tesis bahwa konflik bersumber agama bagi masyarakat Kenten bukanlah faktor yang dapat mengurangi solidaritas sosial yang dibangun selama ini.
2001
T9705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hamima
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini mendeskripsikan pergerakan Tionghoa Muslim yang merupakan jamaah Masjid Lautze dalam ruang. Pergerakan tersebut meliputi aktivitas harian dan aktivitas sosial budaya yang dapat memengaruhi aktivitas Tionghoa Muslim di Masjid Lautze. Data dikumpulkan melalui wawancara terhadap sembilan orang informan dan pengamatan langsung di lapangan. Informan diklasifikasikan berdasarkan jenis pekerjaannya, yaitu wiraswasta, karyawan, ibu rumah tangga, dan pekerja keluarga. Hasil dari penelitian ini adalah ruang gerak harian informan wiraswasta dan karyawan yang bekerja di bidang pemasaran cenderung lebih luas. Selain itu, informan wiraswasta bebas menentukan hari kerja. Hal ini juga membuat informan wiraswasta bebas untuk mengikuti aktivitas sosial di luar pekerjaan utamanya, sehingga ruang gerak sosial budaya informan wiraswasta cenderung lebih luas. Faktor pengekang, seperti aktivitas harian dan sosial budaya memengaruhi intensitas kunjungan ke Masjid Lautze. Informan yang bekerja di akhir pekan lebih jarang berkunjung ke Masjid Lautze. Begitu pula dengan informan yang memiliki aktivitas sosial budaya yang padat. Sebaliknya, informan yang dipercaya membantu pengurus masjid lebih sering berkunjung ke Masjid Lautze. Sebagian besar informan tetap menunjukkan identitasnya sebagai etnis Tionghoa dengan tetap merayakan Imlek dengan meninggalkan ritual yang mengandung unsur kepercayaan.
ABSTRACT
This research describes Chinese moslems movement who are the member jamaah of Lautze Mosque in space. The movement includes daily activities and socio culture activities that could influence the respondents activities in Lautze mosque. Most of datas are collected by interviewing and observing the respondents. The respondents are classified based on their occupation businessman, private sector employee, housewife, and family worker. The results of this research is the businessman and marketing employee respondets have larger latitude. The businessman respondent also has independency in determining working days. This also make the businessman respondent free to take a part in some social activities in addition to work, so the businessman respondents also have the larger latitude in socio culture activities. The constraint factors, such as daily and socio culture activities influence the intensity of visiting Lautze mosque. The respondents who have to work on weekend usually come to Lautze Mosque rarely. The respondent who has so many social activities also comes to Lautze Mosque rarely. Otherwise, the respondents who like to help mosques administrators usually visit the mosque more often. Most of the respondents show their Chinese identity by celebrating Chinese new year without doing any rituals containing mystical belief.
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Panji Nayantaka
Abstrak :
Penulisan ini membahas perilaku konsumtif warga kota Moskow pascakrisis finansial tahun 1998. Tujuan penulisan ini adalah mengetahui dan memahami perilaku konsumtif warga kota Moskow dan faktor apa saja yang membuat mereka berperilaku konsumtif. Setelah melakukan analisis penulisan faktor-faktor penyebab utama terjadinya perilaku konsumtif warga kota Moskow adalah kestabilan ekonomi yang menyebabkan turunnya harga konsumen dan juga naiknya rata-rata gaji warga Moskow. Selain itu juga ditemukan faktor-faktor lain yang menyebabkan perilaku konsumtif tersebut.
This theses analyzes the consumptive behavior of Muscovites post financial crisis in 1998. The aim of this theses is to know and understand the consumptive behavior Muscovites in Moscow and causes which encouraged them consumptive. After being analyzed, the main cause which encouraged them to be consumptive was economical stability. The economical stability caused the decreasing consumer price and the raising salary average. Besides, in this theses also found other causes which encouraged the consumptive behavior.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S14773
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yadi Mulyadi
Abstrak :
Disertasi ini merupakan penelitian arkeologi sejarah yang menerapkan kajian arkeologi kematian pada makam-makam Islam di Kerajaan Gowa dan Tallo dari abad XVII-XX, dengan pendekatan pasca prosesual. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu bagaimana ragam bentuk makam yang mengindikasikan pertarungan identitas serta keterkaitan identitas budaya dan politik pada makam-makam tersebut dengan relasi kuasa antara Kerajaan Gowa dan Tallo. Objek kajian berupa tinggalan budaya material yang terdiri dari makam-makam Islam yang tersebar di 35 situs kompleks yaitu 19 di wilayah Kerajaan Gowa dan 16 di wilayah Kerajaan Tallo. Pemilihan objek makam berdasarkan kajian desk study yang dipadukan dengan data lapangan. Metode pengumpulan data lapangan berupa survei dan observasi serta perekaman data termasuk pendokumentasian dan pendeskripsian terkait dengan atribut pada masing-masing makam. Wawancara dengan informan kunci dan narasumber ahli filologi dilakukan secara terbatas, terkait pembacaan inskripsi pada makam tertentu. Kerangka teoritis Dark (1995) menjadi acuan dalam pengolahan data yang diperkuat dengan paradigma pasca prosesual Hodder (1991) dan Pearson (1982, 1999). Teori identitas Hall (1992) dan Barker (2005) digunakan sebagai pisau analisis dalam interpretasi data, dipadukan dengan teori kuasa Foucault (1980, 1991) dan Li (2012) serta teori resistensi Scott (1990). Hasil penelitian memperlihatkan identitas budaya terkait dengan etnisitas yang terdapat di Kerajaan Gowa Tallo pada masa itu, yaitu etnis Bugis, Makassar, Melayu, Arab, Tionghoa, Mandar dan Jawa. Atribut ragam hias pada makam termasuk dalam hal ini inskripsi merupakan representasi identitas budaya yang menjadi representasi etnisitas tokoh yang dimakamkan. Secara lebih spesifik representasi identitas budaya Bugis lebih dominan ditemukan pada makam-makam di wilayah Kerajaan Tallo, yaitu bentuk gunungan yang menyerupai transformasi dari konsep motif hias kepala kerbau di rumah adat Bugis. Penanda lainnya yaitu motif hias geometris sulapa’ eppa’ atau belah ketupat dan motif hias floraistik belo-belo massulapa. Keragaman representasikan pada makam-makamnya yang lebih kaya motif. Hal ini berbeda dengan makam-makam di wilayah Kerajaan Gowa yang lebih sederhana dari sisi bentuk maupun motif hiasnya. Pada akhirnya identitas budaya Gowa Tallo terbentuk dari beragam proses interaksi budaya yang juga dipengaruhi adanya hegemoni dan resistensi antara kedua kerajaan tersebut. Identitas Gowa Tallo adalah sebuah identitas budaya sekaligus politik yang mengindikasikan pertarungan identitas dan relasi kuasa antara Kerajaan Gowa dan Tallo, dimana makam khususnya makam raja dan bangsawan menjadi representasi adanya resistensi dan pertarungan identitas antara ahli waris sebagai bagian dari upaya legitimasi kuasa dan hegemoni. ......This dissertation is a historical archeology research that applies the archaeological study of death on Islamic tombs in the Kingdom of Gowa and Tallo from the XVII-XX centuries, with a post-processual approach. The research question posed is how thevarious forms of tombs indicate the struggle of identity and the relationship between cultural and political identities in these tombs and the power relations between the Kingdom of Gowa and Tallo. The object of study is material cultural remains consisting of Islamic tombs spread over 35 complex sites, namely 19 in the Kingdom of Gowa and 16 in the territory of the Kingdom of Tallo. The selection of the object of the tomb is based on a desk study that is combined with field data. Field data collection methods in the form of surveys and observations as well as data recording including documentation and descriptions related to the attributes of each tomb. Interviews with key informants and philologists were conducted on a limited basis, regarding the reading of inscriptions on certain graves. Dark’s (1995)'s theoretical  framework becomes a reference in data processing which is strengthened by the post-processual paradigm of Hodder (1991) and Pearson (1982, 1999). The identity theory of Hall (1992) and Barker (2005) is used as an analytical tool in data interpretation, combined with the power theory of Foucault (1980, 1991) and Li (2012) and Scott's (1990) resistance theory. The results showed that cultural identity was related to ethnicity in the Gowa Tallo Kingdom at that time, namely Bugis, Makassar, Malay, Arabic, Chinese, Mandar, and Javanese ethnicities. The decorative attributes on the tomb, including in this case the inscription, are a representation of cultural identity which is a representation of the ethnicity of the buried figure. More specifically, the representation of Bugis cultural identity is more dominantly found in tombs in the Tallo Kingdom area, namely the form of a gunungan that resembles the transformation of the concept of a buffalo head decoration in a Bugis traditional house. Other markers are the geometric decorative motif of sulapa' eppa' or rhombus and the floral ornamental motif of belo-belo massulapa. The ethnic diversity in the territory of the Tallo Kingdom is directly represented in the tombs which are richer in motifs. This is different from the tombs in the Gowa Kingdom which is simpler in terms of shape and decorative motifs. In the end, the cultural identity of Gowa Tallo was formed from various processes of cultural interaction which were also influenced by the hegemony and resistance between the two kingdoms. The identity ofGowa Tallo is a cultural and political identity that indicates the struggle for identity and power relations between the Kingdom of Gowa and Tallo, where the tombs, especially the tombs of kings and nobles, represent resistance and identity struggles between heirs as part of efforts to legitimize power and hegemony.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shely Fitrianisa
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai kepemilikan sebuah alat teknologi komunikasi yang sedang digemari oleh remaja saat ini. Kebutuhan yang cukup tinggi terhadap teknologi komunikasi di zaman modern ini tidak hanya sekadar sebagai sebuah alat komunikasi saja, tetapi melibatkan prestise yang berperan dalam menentukan identitas seseorang. Dalam memeroleh identitas kalangan menengah-atas, sebagian mahasiswa cenderung mengonsumsi barang-barang bermerek sebagai salah satu dari gaya hidup lifestyle mereka. Barang merek tersebut salah satunya adalah produk-produk keluaran perusahaan Apple Inc. yang menciptakan standar gawai mewah bagi kalangan masyarakat menengah-atas. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terlibat terhadap sejumlah mahasiswa di FISIP UI untuk melihat bagaimana budaya konsumen mahasiswa consumer culture berkaitan dengan identitas. Perilaku untuk memperoleh identitas sebagai kalangan atas dengan memaknai produk Apple sebagai alat penunjang, tidak terlepas dari skema-skema yang dimiliki oleh setiap individu. Dalam kajian Antropologi Kognitif, skema-skema tersebut menjadi tuntunan bagi individu dalam berperilaku dengan acuan skema di masa lalu, dan ekspektasi di masa depan. Dengan menggunakan pemahaman tentang skema untuk memahami perilaku mahasiswa dengan gawai yang dimilikinya, maka perbedaan pengetahuan antar individu menjadi suatu hal yang sangat penting untuk melihat interpretasi dan penilaian mereka terhadap produk Apple.Kata Kunci: Antropologi Kognitif, Apple Inc, Consumer Culture, Identitas, Lifestyle, Mahasiswa
ABSTRACT
This article focuses on the ownership of communication technology which is popular amongst college students. The needs for great device on this modern era is high. The function is not only for communication, but also includes prestige tied to a person rsquo s identity. To achieve the identity of high class society, some college students tend to consume branded goods as part of their lifestyle. Among branded goods that college students consume are the products of Apple Inc. which has become the standard of high taste technology for high class society. This research was conducted participant observation among college students at FISIP UI to saw how consumer culture relates to self identity. The action to obtain the identity of a high class person by using Apple products, also cannot be understood apart from schemas that every individual has. In cognitive anthropology, schemas take part in guiding every individual action with reference to past schemas, and future expectations. By using schemas to understand the behavior of college students with their gadgets, we can see the differences of knowledge between one person and the other is important in their interpretation and valuation of Apple products.Key Word Anthropology Cognitive, Apple Inc, Collage Students, Consumer Culture, Identity, Lifestyle, Scheme.
2016
S66270
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nevo Kurniawati
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang representasi dan identitas budaya imigran Turki yang tinggal di Jerman. Data utama yang dianalisis dalam skripsi ini adalah novel satir yang berjudul Lieber Onkel _mer: Briefe aus Alamanya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Teori utama yang digunakan adalah teori Identitas Budaya oleh Stuart Hall. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa identitas budaya imigran Turki bersifat cair dan tidak tetap. Identitas budaya mereka akan selalu berubah untuk memudahkan mereka beradaptasi dengan keadaan.
This study is about the representation of cultural identity of the Turkish immigrants who lived in Germany. The main data used in this study is a satirical novel entitled Lieber Onkel _mer: Briefe aus Alamanya. Literature research is used to analyze the problem on this study is. The main theories used is Cultural Identity by Stuart Hall. The result shows the fluidity and inconstancy of cultural identity of Turkish immigrants. Their cultural identity will always change, therefore they can adapt with certain situation easier.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S14974
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melani Budianta
Abstrak :
This paper discusses the intricate relation between culture and identity in a web of large ower structure of politics and the market by looking at the ways in which the Indonesian Chinese attach themselves to a lical performing arts tradition. The paper focuses on the history of the wayang orang amateur club called Ang Hien Hoo in Malang, East Java, which emerged from a Chinese diaspora burial assocation, to attract national limelight in the 1950s and 1960s. In this paper, in see the amateur club as a site, not only for cultural assimilation, but also as a meeting space for the diverse migrant Chinese population residing at a host country. The space is user to negitiate their positiaon as citizens responsible to promote and to become patrons of local raditional performing arts. The paper examines how this amateur club ws swept by the cold war politcs and national political turnmol of 1965, and how if fought to survive under the pressures of the global capitalist era. What emerges from the findings is the contradictory fact that the identification of the chinese with the Javanes tradtional performing arts us afirmed precisely as it is marked by Chineseness. Thus, despite the cultural is affirmed precisely as it is marked by Chineseness. Thus, despite the cultural blending, the Chinese Indonesian's patronage of local traditionl art continuously resproduces the double bind of aking home in the culture not seen as their own.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
909 UI-WACANA 18:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library