Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bogor: pusat perpustakaan dan penyebaran teknologi pertanian,
575 IBPI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Nadifa Fikriyuanti
"Pendahuluan: Leptospirosis merupakan penyakit reemerging infectious disease yang disebabkan oleh Leptospira sp. dan memiliki distribusi global dengan kejadian yang lebih tinggi di daerah tropis dan subtropis berkisar dari 10 hingga 100 kasus manusia per 100.000 orang.
Tujuan: Mengetahui faktor risiko lingkungan dan individu yang menyebabkan kasus peningkatan leptospirosis di Asia Pasifik.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi literature review dengan jumlah literatur sebanyak 8 artikel internasional dan waktu penelitian pada bulan Maret 2021-November 2021. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa artikel internasional dalam bentuk full text pdf dari database internasional seperti ScienceDirect, ProQuest, Scopus, dan PubMed. Analisis data yaitu deskriptif dengan menyajikan hasil sintesis data penelitian dalam bentuk teks narasi dan tabular untuk melihat perbandingan faktor risiko dari masing-masing literatur.
Hasil: Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang paling signifikan menyebabkan leptospirosis berdasarkan case-control study ialah jenis pekerjaan di bidang pertanian (OR 4,588), sedangkan berdasarkan cross-sectional study faktor risiko yang paling signifikan adalah keberadan tikus (p value 0,001) dan jenis pekerjaan (p value 0,005).
Kesimpulan: Jenis pekerjaan dan keberadaan tikus merupakan faktor risiko yang paling signifikan berhubungan meningkatkan kejadian leptospirosis. Hal ini didukung oleh jenis pekerjaan yang tergolong high risk occupational, misalnya bekerja di bidang pertanian lebih berisiko meningkatkan leptospirosis dibanding pekerjaan yang berisiko rendah.

Introduction: Leptospirosis is a reemerging infectious disease that caused by Leptospira sp. and has a global distribution with higher incidence in tropical and subtropical regions ranging from 10 to 100 human cases per 100,000 people.
Objective: To examine the environmental and individual risk factors that cause leptospirosis infection in Asia Pacific region.
Method: This study uses a literature review study approach and analyzed using qualitative methods. This study uses secondary data of international articles from the internet or websites, with a total of 8 international articles. Data were collected from the international database which is ScienceDirect, ProQuest, Scopus, and PubMed. Most of the articles are from Sri Lanka, India, Laos, Vietnam and Malaysia.
Results: The results of this study indicate that the most significant risk factor for leptospirosis based on the case-control study is the occupation, especially in the wet cultivation sector (OR 4.588), while the most significant risk factor based on the cross-sectional study is the presence of rats (p value 0.001) and type of work (p value 0.005).
Conclusion: Occupation and presence of rats are the most significant risk factors of leptospirosis. The occupation that classified as high risk occupational, especially agricultural. People who work in high risk occupational has a higher risk of leptospirosis than people who work in low risk.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Godlim
"Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Karenanya dalam Pelita I Pembangunan pertanian ini memperoleh prioritas utama. Dengan demikian medan juang yang dipilih adalah medan juang pertanian. Disinilah sasaran sentral diletakkan, ikhtiar dipusatkan dan hasil diharapkan. Pilihan pada sector pertanian bukanlah sekedar pilihan belaka. Pilihan didasarkan pada strategi pembangunan untuk mendobrak keterbelakangan ekonomi melalui pembaharuan di bidang pertanian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1974
S15440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastri
"Standar keamanan pangan dan kesehatan produk pangan dan pertanian telah menjadi isu yang penting di banyak negara di dunia. Perjanjian WTO tentang penerapan tindakan SPS memungkinkan negara-negara untuk mengadopsi peraturan mereka sendiri sehingga menyebabkan beragamnya standar keamanan yang berlaku di dunia. Studi mengenai standar keamanan pangan yang telah dilakukan umumnya menggunakan suatu ukuran spesifik dari Sanitary and Phytosanitary (SPS) yaitu Maximum Residue Limit of pesticide (MRL) terhadap suatu komoditas tertentu, dan sebagian besar studi hanya memfokuskan penelitiannya pada dampak agregat (negatif/positif) dari kebijakan SPS terhadap perdagangan.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan inventory menggunakan coverage ratio (CR) dari kebijakan SPS Indonesia terhadap impor produk pangan dan melihat perbedaan dampaknya secara disagregat terhadap negara-negara pengekspor. Secara agregat, CR dari kebijakan SPS Indonesia berdampak negatif dan signifikan terhadap impor produk pangan dan pertanian. Sedangkan secara disagregat dampaknya berbeda antara negara pengekspor yang merupakan kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang. Negara maju cenderung memperoleh keuntungan dari diberlakukannya kebijakan SPS di Indonesia, yang ditunjukan dengan dampaknya yang signifikan dan positif. Sedangkan CR untuk negara berkembang berdampak negatif dan signifikan.

Food safety and health standards of food and agriculture products have become an important issue in many countries around the world. The WTO Agreement on the adoption of SPS measures enables countries to adopt their own rules causing diverse safety standards prevailing in the world. Studies on food safety standards have generally employed a specific measure of Sanitary and Phytosanitary (SPS) namely Maximum Residue Limit of pesticide (MRL) of a particular commodity, and most studies focus only on the aggregate (negative / positive) impact of SPS policy on trade.
This research uses inventory approach using coverage ratio (CR) from SPS Indonesia policy toward food product import and see the disaggregate effect difference to exporting countries. In aggregate, CR of the SPS Indonesia policy has a significant and negative impact on food and agricultural imports. While the disaggregate impact is different between the exporting country which is a group of developed countries and groups of developing countries. Developed countries tend to benefit from the enactment of SPS policies in Indonesia, which are shown with significant and positive impacts. While CR for developing countries has a negative and significant impact.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library