Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Citra Aryudi
Abstrak :
Latar Belakang: World Health Organization melaporkan sebanyak 11 kematian anak dibawah lima tahun terjadi karena komplikasi intapartum termasuk keadaan asfiksia intrapartum. Hipoksia/asidemia fetal intrapartum berpotensi menyebabkan berbagai morbiditas baik jangka pendek seperti hypoxic-ischemic ensephalopathy maupun jangka panjang seperti cerberal palsy. FIGO mengatakan bahwa pH dibawah 7,2 adalah keadaan asidemia. Onset kerusakan otak yang terjadi saat asidemia dapat berjalan dengan cepat sehingga dibutuhkan pemantauan dini. Pola denyut jantung fetus yang abnormal berkaitan dengan 2,86 kali risiko asidemia dibanding pola CTG yang normal. Tujuan: Mencari hubungan antara katagori CTG dan pola CTG dengan kejadian asidemia janin, sehingga dapat memprediksi keluaran janin dan tatalaksana kehamilan selanjutnya. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cohort retrospektif, menggunakan data rekam medis pasien persalinan dengan diagnosis gawat janin di RSCM pada Januari 2016-Desember 2017, yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok CTG mencurigakan dan patologis dengan kejadian asidemia janin atau tidak. Kemudian dilakukan analisis statistik untuk menilai hubungan antara gambaran kardiotokografi dengan kejadian asidemia. Hasil: Terdapat 32 (30,8%) subjek dari 104 subjek dengan CTG mencurigakan dan terdapat 40 (40%) subjek dari 100 subjek dengan CTG patologis mengalami asidemia. Tidak didapatkan hubungan bermakna secara statistik kejadian asidemia antara kelompok CTG dengan kejadian asidemia janin (p=0.168; 95% CI 0.529-1.119). Asidemia janin terjadi pada 36,8% pada kelompok dengan pola CTG reduced variability, 38,5% pada absent variability, 20% pada tachycardia, 25% pada late deceleration, 58,3% pada late deceleration and reduced variability, 30,8% pada variable deceleration, 50% pada variable deceleration and reduced variability dengan semua hamil uji statistic menunjukan nilai p>0,05. Tidak terdapat pola CTG yang berhubungan yang bermakna dengan kejadian asidemia janin. Nilai pH pada penelitian ini memiliki median 7.24 dan nilai median pH pada kasus asidemia adalah 7.082. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara katagori CTG dengan kejadian asidemia janin, namun didapatkan trend bahwa CTG patologis lebih sering mengalami asidemia. Tidak terdapat hubungan antara pola CTG dengan kejadian asidemia janin, namun pola CTG late deceleration and reduced variability cenderung lebih sering mengalami asidemia janin.
Introduction: WHO stated that there were 11 of infant mortality rate due to intrapartum complication including asphyxia. Intrapartum fetal hypoxia or acidemia causes short and long-term morbidity such as hypoxic ischemic encephalopathy and cerebral palsy. FIGO concluded that pH level under 7.2 was academic condition. Onset of brain dysfunction occurred rapidly; early monitoring is needed. Abnormal fetal heart rate is related with 2.86 times of academic risk compared with normal CTG pattern. Aims: Determine the relation between CTG category and pattern to intrapartum fetal acidemia so that we can predict fetal outcome and further pregnancy treatment. Methods: This cohort retrospective study design conducted through medical records in RSCM from January 2016-December 2017. All delivery patients with fetal distress diagnosis consisted of two groups including suspicious and pathological CTG group corresponding to fetal academic. Statistical analysis determine the relationship between cardiotocography and acidemia incidence. Results: There were 32 subjects (30.8%) from 104 subjects with suspicious CTG, and 40 subjects (40%) from 100 subjects with pathological CTG having acidemia. There was no significant relationship statistically with acidemia incidence between CTG category and fetal acidemia (p=0.168; 95% CI 0.529-1.119). Fetal acidemia was 36.8%, 38.5%, 20%, 25%, 58.3%, 30.8%, 50% in reduced variability, absent variability, tachycardia, late deceleration, late deceleration and reduced variability, variable deceleration, and variable deceleration and reduced variability CTG group; respectively, with statistical test results all p value >0.05. There was no relationship between CTG pattern and fetal acidemia. The pH value in this study had 7.24 for median with median pH in this acidemia case was 7.082. Conclusion: There is no relationship between CTG category and fetal acidemia; however, pathological CTG was more often in acidemia cases. There was no relationship between CTG pattern and fetal acidemia incidence; however, late deceleration and reduced variability CTG pattern tends to more often in fetal acidemia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Azenda
Abstrak :
Latar Belakang: Hipoksia diperkirakan dapat memicu terjadinya kerusakan jaringan akan terjadi pelepasan sinyal-sinyal yang dapat memobilisasi sel punca. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menilai pengaruh kondisi hipoksia janin, yang dinilai dari pH dan APGAR skor, terhadap peningkatan jumlah sel punca darah tali pusat. Tujuan: Diketahuinya pengaruh kondisi hipoksia janin terhadap jumlah sel punca darah tali pusat. Metode: Penelitian ini adalah studi observasi dengan rancangan cross sectional, di IGD FKUI-RSCM tahun 2013-2014. Kelompok diteliti adalah janin yang mengalami hipoksia pada Ibu bersalin dengan hamil cukup bulan (37-40 minggu), kehamilan tunggal hidup intra uterin, dengan kontrol janin yang tidak mengalami hipoksia. Dilakukan pengambilan darah tali pusat masing-masing Ibu pada kedua kelompok, dengan cara semiclosed system. Kemudian dilakukan dua jenis proses, yaitu volume reduction dan red blood cells depletion. Pemeriksaan kandungan sel punca CD34+ dilakukan di Laboratorium Terpadu FKUI. Hasil: Didapatkan 17 janin dengan hipoksia dan 17 janin tanpa hipoksia. Didapatkan perbedaan bermakna antara jumlah CD34 dengan hipoksia janin (31.77 sel/uL vs 13.65 sel/uL, p = 0.037). Tidak didapatkan korelasi antara jumlah sel punca dengan derajat hipoksianya (p = 0.153, r = -0.362). Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah sel punca janin yang mengalami hipoksia dengan janin yang tidak mengalami hipoksia. ...... Background: Hypoxia was estimated to trigger tissue injury and release signals which could cause stem cells mobilization. There was still no other study about relationship between fetal hypoxic condition and increasing number of umbilical cord?s stem cells by counting pH and APGAR score. Aim: To find out the relationship between fetal hypoxic condition and umbilical cord?s stem cells. Method: This was an observational study using cross sectional design. It was held at the Emergency Room of FMUI-RSCM between the year of 2013 and 2014. Studied group consist of hypoxic fetus in labour woman with aterm pregnancy (37-40 weeks), singleton-viable intrauterine pregnancy and not hypoxic fetal control. Umbilical cord blood collecting within both groups used the semiclosed system. And then we done the volume reduction and red blood cells depletion. The examination of CD34+ stem cell was held at Integrated Laboratory of FMUI. Result: We found 17 fetus with hypoxia and 17 others without hypoxia. There are significant differences between CD34 with hypoxic fetus (31.77 cells/uL vs 13.65 cells/uL, p = 0.037). There is no correlation between stem cells and hypoxic grading condition (p = 0.153, r = -0.362). Conclusion: There is significant difference between the number of stem cells in hypoxic fetus and not hypoxic fetus.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sastia Winda Astuti
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Menurut WHO stroke merupakan penyebab kematian nomor duadi dunia, yaitu sebanyak sekitar 15 juta kasus dengan jenis kasus terbanyak adalahstroke iskemia. Populasi sel mononuklear MNC darah tali pusat manusiamengandung sel progenitor dan prekursor sel endotel dalam jumlah banyak yangsering digunakan dalam penelitian stroke. Dalam penelitian sebelumnya terbuktibahwa pemberian MNC darah tali pusat manusia secara intraarterial dan intravenadapat meningkatkan vaskulogenesis.Tujuan: Membandingkan efek neurogenesis dari pemberian MNC darah tali pusatmanusia secara intraarterial dan intravena kepada tikus model stroke.Metode: Penelitian eksperimental menggunakan tikus model stroke iskemia obstruksi arteri cerebri media, n=24 . Hewan coba dibagi menjadi empat kelompokyaitu normal kontrol , stroke dengan pemberian plasebo, stroke dengan pemberianMNC secara intraarterial dan stroke dengan pemberian MNC secara intravena. Duaminggu pasca perlakuan dilakukan terminasi dan pewarnaan sediaan otak denganHematoxylin Eosin HE untuk mengetahui perubahan bentuk sel dan morfologijaringan serta dengan pewarnaan imunohistokimia menggunakan antibodi anti-Neun untuk mengetahui jumlah neuron.Hasil: Dari hasil pewarnaan HE diketahui adanya gliosis dan shrunken cell padaarea korteks tikus stroke. Terdapat perbedaan hasil yang bermakna antara kelompokyang diberi plasebo dengan yang diberi MNC. Dari hasil pewarnaanimunohistokimia juga didapatkan peningkatan jumlah neuron yang signifikanantara kedua kelompok tersebut. Tidak ada perbedaan jumlah neuron yangsignifikan antara pemberian MNC darah tali pusat secara intraarterial denganintravena.Kesimpulan: Pemberian MNC darah tali pusat manusia secara intraarterial danintravena memiliki efek neurogenesis yang sama pada jaringan otak tikus pascastroke iskemia.
ABSTRACT
Background According to WHO, stroke is the second leading cause of death inthe world about 15 million cases with ischemic stroke as the most common type.Human umbilical cord blood derived mononuclear cell MNC populationcontains large numbers of progenitor cells and endothelial cell precursors that arefrequently used in stroke studies. In previous studies it has been shown thatintraarterial and intravenous administration of human umbilical cord blood MNCcan increase vasculogenesis.Objective Comparing the neurogenesis effect of intra arterial with intravenousdelivery of MNC to stroke model rats.Methods Experimental study using ischemic stroke model Wistar mice cerebralartery media obstruction, n 24 . The animals were divided into four groups normal control , stroke with placebo delivery, stroke with MNC intra arterialdelivery and stroke with MNC intravenous delivery. After two weeks treatmentmice were terminated and histologic preparations of brain are made and stainedwith Hematoxylin Eosin HE to determine cellular and tissue morphology changesand with immunohistochemical staining using anti Neun to determine the numberof neurons.Result Microscopic observation of HE staining slides showed existence of gliosisand shrunken cells in cortical area of stroke rats. There were significant differencesin outcomes between the placebo treated and MNC treated groups. From theimmunohistochemical staining results also obtained increasing numberof neurogenesis effect.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Nugroho Putri
Abstrak :
Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus. Deteksi dini asfiksia penting untuk mencegah keluaran buruk jangka pendek. Analisis gas darah tali pusat merupakan metode objektif untuk menilai hipoksia-asidosis janin yang merupakan dasar patologi asfiksia. Penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama merupakan penelitian comparative cross-sectional untuk menilai hubungan pO2 vena, pCO2 arteri, ΔpO2 vena-arteri, ΔpCO2 arteri-vena tali pusat, dan fractional tissue oxygen extraction dengan keluaran sekunder, yaitu dengan skor Apgar <7 pada menit ke-5. Tahap kedua menggunakan desain nested case-control untuk menilai keluaran primer, yaitu keluaran buruk jangka pendek, meliputi perdarahan intraventrikular, ensefalopati hipoksik-iskemik, perawatan neonatal intensive care unit, serta kematian neonatal dini. Total subjek adalah 47 subjek. Tahap pertama penelitian hanya mendapatkan empat kasus sehingga tidak dapat dinilai hubungan dengan skor Apgar rendah menit ke-5. Tahap kedua penelitian mendapatkan 10 kasus dan 37 kontrol. Delta pO2 vena-arteri tali pusat lebih rendah bermakna (p=0,041), sedangkan fractional tissue oxygen extraction lebih rendah namun tidak bermakna (p=0,059) pada neonatus yang mengalami keluaran buruk jangka pendek dibanding tanpa keluaran buruk. Ketiga parameter lain tidak berhubungan dengan keluaran buruk jangka pendek. Titik potong optimal untuk memprediksi keluaran buruk jangka pendek neonatus adalah ≤3,35 mmHg (Sn=83,8%; Sp=60,0%) untuk ΔpO2 vena-arteri tali pusat dan ≤16,2% (Sn=81,1%; Sp=60,0%) untuk FTOE. Delta pO2 vena-arteri tali pusat (OR=7,75 (p=0,010; IK95% 1,66 – 36,01) maupun FTOE (OR=6,43; p=0,017; IK95% 1,42 – 29,08) prediktif terhadap keluaran buruk jangka pendek neonatus. Model prediksi dibuat menggunakan parameter FTOE. ...... Asphyxia remains one of the most common cause of morbidity and mortality in neonates. Early detection is crucial to prevent asphyxia-related short-term adverse outcomes. Umbilical cord blood gas analysis provides objective measurement of fetal hypoxia and acidosis which define asphyxia. This study aimed to evaluate association of umbilical cord venous pO2, arterial pCO2, arterio-venous ΔpCO2, veno-arterial ΔpO2, and fetal fractional tissue oxygen extraction (FTOE) ratio with neonatal short-term adverse events, including intracranial hemorrhage, hypoxic-ischemic encephalopaty, admission to neonatal intensive care unit, and early neonatal death, as primary outcomes, and low 5-minute Apgar score as secondary outcomes. We used nested case-control design to evaluate primary outcomes and comparative cross-sectional design for the latter. A total of 47 subjects were recruited. Low 5-minute Apgar scores were found in four subjects, which did not fulfill the minimum sample size requirement for analysis. Short-term adverse outcomes were found in 10 cases. Delta pO2 was significantly lower (p=0,041), while FTOE was lower albeit not statistically significant (p=0,059) in case compared to control group. The other three parameters failed to show any significant associations. Optimal cutoff value for pO2 was ≤3,35 mmHg with 83,8% sensitivity dan 60,0% specificity, and ≤16,2% for FTOE (Sn=81,1%; Sp=60,0%). Either umbilical veno-arterial ΔpO2 (OR=7,75; p=0,010; 95%CI 1,66 – 36,01) or FTOE (OR=6,43; p=0,017; IK95% 1,42 – 29,08) was predictive for neonatal short-term adverse outcomes. A prediction model was developed for FTOE.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanny Kusuma Sary
Abstrak :
Masa yang paling rentan sepanjang kehidupan anak adalah masa neonatus dengan kematian paling banyak terjadi dalam minggu pertama kehidupan. Penyebab kematian tertinggi adalah kelahiran prematur, asfiksia, infeksi dan cacat lahir. Deteksi dini dengan pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memahami faktor yang berpengaruh terhadap keluaran buruk dalam menentukan pengawasan ketat dan tindakan intervensi dengan segera. Pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan darah tali pusat dapat menjadi solusi. Penelitian ini menganalisa hubungan antara kadar glukosa, hemoglobin (Hb) dan nilai hematokrit (Ht) darah tali pusat dengan keluaran buruk jangka pendek neonatus yang terdiri dari skor Apgar 5 menit < 7, IVH, distres napas atau kardiovaskular yang butuh perawatan intensif, diagnosis sepsis neonatorum dan kematian neonatus. Empat puluh empat subjek yang terdiri dari 22 subjek dengan keluaran buruk dan 22 subjek tanpa keluaran buruk diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata kadar glukosa, Hb dan nilai Ht pada kelompok neonatus dengan keluaran buruk lebih rendah dari kelompok neonatus tanpa keluaran buruk. Terdapat hubungan antara kadar glukosa, Hb dan nilai Ht dengan tingkat kejadian keluaran buruk jangka pendek neonatus. Parameter kadar glukosa, Hb dan nilai Ht masing-masing memiliki area under curve (AUC) 70,6%; 71,1% dan 65%. Analisis regresi logistik menghasilkan model probabilitas keluaran buruk menggunakan parameter metode persalinan, usia kehamilan dan kadar Hb tali pusat dengan titik potong 15,55 g/dL. ......The most vulnerable period throughout a children life is neonatal period with most deaths occurring in the first week of life. The leading cause of death are prematurity, asphyxia, infection and birth defects. Early detection using laboratory testing is needed to understand factors that influence bad outcomes and to determine intensive care or immediate intervention. Laboratory testing using umbilical cord blood sample can be a solution. This study analyzed the relationship between cord blood glucose, hemoglobin (Hb) levels and hematocrit (Ht) values with short-term neonatal bad outcomes consisting of 5-minute Apgar score less than 7, intraventricular hemorrhage (IVH), respiratory or cardiovascular distress requiring intensive care, diagnosis of neonatal sepsis and neonatal death. Forty-four subjects consisting of 22 subjects with bad outcomes and 22 subjects without bad outcomes were included in this study. The mean glucose, Hb levels and Ht values in the group of neonates with bad outcomes were lower than the group of neonates without bad outcomes. There is a relationship between glucose, Hb levels and Ht values with the incidence of short-term neonatal adverse outcomes. Cord blood glucose, Hb levels and Ht values each have an area under curve (AUC) of 70.6%; 71.1% and 65%. Logistic regression analysis showed a bad outcome probability model using delivery method, gestational age and the cord blood hemoglobin levels cut-off point of 15,55 g/dL.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sulaiman Alwahdy
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Stroke iskemik merupakan salah satu jenis stroke yang tersering dijumpai. Trombolisis (rt-PA) merupakan satu-satunya obat yang diakui oleh Food and Drug Administration (FDA). Untuk regenerasi sel saraf yang telah mati hingga saat ini masih dipertanyakan. Sel mononuklear darah tali pusat manusia merupakan salah satu pilihan yang cukup menjanjikan untuk terapi stroke iskemik melalui keuntungan yang dimilikinya antara lain; ketersediaannya yang mudah, efek pluripotensi dan imaturitas yang dimilikinya. Metode Penelitian : Penelitian eksperimental dengan desain Prospective Interventional Study pada 4 kelompok perlakuan. Kelompok pertama adalah kelompok sehat dan tiga kelompok lainnya adalah kelompok perlakuan tikus yang dilakukan oklusi arteri serebral media (OASM) dengan jumlah enam tikus per kelompok. Tikus dibiarkan selama tujuh hari setelah dilakukan OASM dan sebelum dilakukan transplantasi secara intraarteri dan intravena dengan dosis 1x106 sel per kg. Penilaian fungsional dilakukan sebelum OASM, tujuh hari setelah OASM dan pada hari ke 3,4 dan 9 pasca transplantasi. Dilakukan evaluasi terhadap pengurangan luas area infark, sel yang mengekspresikan protein beta-III tubulin (TUJ1), glial fibrillary acidic protein (GFAP) dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dalam proses neurogenesis dan angiogenesis. Hasil : Pada tes sensorimotor didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna diantara kelompok. Terdapat perbedaan bermakna pada aktifitas spontan tikus yang dilakukan transplantasi dibandingkan kelompok kontrol (p<0.05). Membandingkan jumlah sel neuron didaerah hipokampus, terdapat jumlah sel yang lebih banyak pada kelompok transplantasi dibandingkan kelompok kontrol walaupun tidak berbeda bermakna secara statistik. Angiogenesis pada kelompok transplantasi memiliki hasil yang berbeda bermakna dibandingkan kontrol (P<0.001). Tidak ditemukan adanya pengurangan luas area infark dan efek samping pada kelompok transplantasi. Kesimpulan : Baik dilakukan secara intraarterial ataupun intravena, kedua rute tetap memiliki efek dalam memperbaiki aktifitas spontan tikus. Dosis 1x106 sel per kg cukup aman dengan tidak ditemukannya efek samping yang serius seperti efek rejeksi dan tetap memiliki efek yang menguntungkan. Angiogenesis yang terbentuk pada kelompok transplantasi memberikan harapan dalam mempercepat proses neurogenesis.
ABSTRACT

Introduction : Cerebral ischemia is among the most common type of stroke seen in patient. Thrombolysis (rt-PA) is the only United States Food and Drug Administration (FDA) approved drug available.For regeneration of death neurons are remain questionable. Human umbilical cord blood mononuclear cell (cbMNC) is one of the option treatments for ischemic stroke through their various advantages; availability, pluripotency and immaturity. Method : One group for healthy rat and three groups (n=6 per group) of male wistar rats were undergone permanent middle cerebral artery occlusion (MCAO). Rats were allowed to recover for 7 days before intraarterial (IA) and intravenous (IV) injection of 1x106 cells per kg of human cbMNC. Behavioural tests were performed before MCAO, 1 week after MCAO and at 3,9 and 14 days after cbMNC injection. Brain infarct area, Beta III tubulin (TUJ1), glial fibrillary acidic protein (GFAP) and vascular endothelial growth factor (VEGF) antibody marker were evaluated. Results : Behavioral test in sensorimotor evaluation revealed no significant differences between all groups. Spontaneous activity were much significantly improved compared to placebo group (p<0.05). Comparing the survival of neurons in hippocampus, IA and IV have better result compare to placebo. Angiogenesis in IA group showed significant differences (P<0.001) compare to IV and placebo respectively. No effect of cbMNC transplantation in decreasing Infarct area. Serious adverse effects were not found. Conclusion : IA and IV human cbMNC transplantation provides post stroke spontaneous activity recovery. Safety of xenogenic study were confirmed by this study when dosage 1x106 cells per kg were used and showed their beneficial effects. The existence of more neovascularization in the transplanted rats of cbMNC provide hope in accelerating repairement of the neurons.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Elly
Abstrak :
Penelitian ini membahas pengaruh kadar vitamin D dan kalsium terhadap panjang dan berat lahir bayi. Jenis penelitian cross sectional melibatkan 144 ibu hamil trimester 3 dan bayi yang dilahirkan. Pemeriksaan vitamin D menggunakan biomarker 25(OH)D dan kalsium menggunakan kalsium total dari serum darah tali pusat. Pengukuran panjang dan berat lahir dilakukan terstandar segera setelah lahir dengan alat merk Seca tipe 231/231. Analisis menggunakan uji korelasi, t test, ANOVA dan analisis regresi linier ganda untuk melihat pengaruh status vitamin D dan kalsium terhadap panjang dan berat lahir dengan memperhatikan variabel pengganggu (umur, paritas, tinggi badan ibu dan ayah, kesesuaian penambahan berat badan ibu selama hamil sesuai IMT pra hamil, status anemia, aktifitas fisik, kecukupan gizi ibu dan merokok). Hasil yang diperoleh: rata-rata panjang dan berat lahir adalah normal 48.7 cm dan 3090.4 gram, panjang lahir pendek 31.2 % dan BBLR 8.3%. Rata-rata kadar serum 25(OH)D adalah 27.6 ng/dL, status vitamin D kurang mencapai 62,5%. Rata-rata kadar kalsium 10 ng/mL dan hipokalsemia 24.3%. Kadar vitamin D dan kalsium berpengaruh bermakna terhadap panjang lahir setelah dikontrol tinggi badan ibu, kadar haemoglobin dan kecukupan asupan energi ibu. Setiap peningkatan 10 ng/dL kadar vitamin D akan menambah panjang lahir sebesar 0,4 cm dan setiap kenaikan 10 ng/mL kadar kalsium akan menambah 2,22 cm. Kadar vitamin D dan kalsium berpengaruh bermakna terhadap berat lahir setelah dikontrol tinggi badan ibu, kadar haemoglobin, kecukupan asupan energi ibu dan kesesuaian penambahan berat badan ibu selama hamil. Setiap peningkatan 10 ng/dL kadar vitamin D akan menambah 100,9 gram berat lahir dan setiap peningkatan 10 ng/mL kadar kalsium akan menambah 448 gram berat lahir bayi. Hasil penelitian menyarankan ibu hamil perlu meningkatkan asupan vitamin D dan kalsium termasuk zat gizi lain sesuai standar kecukupan gizi ibu hamil dan mendorong agar kulit mendapatkan paparan sinar matahari. ......This study discusses the effect of vitamin D and calcium levels on the length and birth weight of babies. This type of cross sectional study involved 144 third trimester pregnant women and babies born. Vitamin D examination using biomarkers of 25(OH)D and calcium using total calcium from cord blood serum. Measurements of length and birth weight are standardized immediately after birth with the Seca brand type 231/231. Analysis using correlation test, t test, ANOVA and linear regression analysis to see the effect of vitamin D and calcium status on length and birth weight by considering confounding variables (age, parity, maternal and paternal height, suitability of maternal weight gain during pregnancy according to BMI pre pregnancy, anemia status, physical activity, nutritional adequacy of mother and family smoking). Results obtained: the average length and birth weight were normal 48.7 cm and 3090.4 grams, short birth length 31.2% and LBW 8.3%. The average serum level of 25(OH)D is 27.6 ng/dL, vitamin D status is less than 62.5%. The average calcium content is 10 ng /mL and 24.3% hypocalcemia. Vitamin D and calcium levels had a significant effect on birth length after control of maternal height, hemoglobin level and adequacy of maternal energy intake. Every 10 ng/dL increase in vitamin D levels will increase the birth length by 0.4 cm and every 10 ng/mL increase in calcium levels will add 2.22 cm. Vitamin D and calcium levels had a significant effect on birth weight after control of maternal height, hemoglobin level, adequacy of maternal energy intake and suitability of maternal weight gain during pregnancy. Every 10 ng/dL increase in vitamin D levels will add 100.9 grams of birth weight and each 10 ng/mL increase in calcium levels will add 448 grams of baby's birth weight. The results suggest that pregnant women need to increase their intake of vitamin D and calcium, including other nutrients according to the nutritional adequacy standards of pregnant women and encourage the skin to get sun exposure.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
D2623
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Tjahjadi
Abstrak :
Asfiksia perinatal berhubungan dengan luaran buruk neonatus, seperti buruknya skor Apgar; kebutuhan resusitasi dan ventilasi bertekanan positif, perdarahan intraventrikuler, hypoxic ischemic encephalopathy, hingga terjadinya kematian dini neonatus. Pemantauan kesejahteraan janin melalui berbagai modalitas indirek dilakukan untuk mendeteksi dini faktor risiko asfiksia perinatal, meskipun pemeriksaan gas darah tali pusat diakui sebagai metode baku penetapan status asam basa dan penegakkan keadaan asfiksia yang objektif. Asidosis metabolik janin menurut ACOG dan AAP ditegakkan jika dijumpai pH arteri tali pusat ≤ 7 dan defisit basa ≥ 12 mmol/L, tetapi masih belum diketahui nilai pH dan BD yang dapat digunakan untuk memprediksi kejadian luaran buruk neonatus. Penelitian ini dilakukan di RSUPNCM selama bulan Mei – Agustus 2020 terhadap persalinan dengan usia kehamilan di atas 27 minggu, baik secara spontan maupun operasi. Desain penelitian adalah kohort prospektif dengan masa pemantauan bayi baru lahir selama 7 hari. Sejumlah 135 subjek yang memenuhi kriteria diikutsertakan dalam penelitian ini. Nilai pH < 7,2015 dapat diterapkan pada sampel arteri maupun vena tali pusat karena menunjukkan akurasi baik dan prediktif terhadap kejadian luaran buruk neonatus jangka pendek, dengan nilai RR masing-masing 4,05 dan 5,9. Nilai BD arteri tali pusat tidak menunjukkan kemaknaan dalam memprediksi luaran buruk neonatus jangka pendek. ......Perinatal asphyxia is associated with adverse neonatal outcomes, such as poor Apgar score, the need for positive pressure ventilation and resuscitation, intraventricular hemorrhage, hypoxic ischemic encephalopathy, and the occurrence of early neonatal death. Monitoring of fetal well-being through various indirect modalities is performed to detect the risk of developing perinatal asphyxia, although cord blood gas testing is recognized as the reference method of determining neonatal acid-base status and diagnosing perinatal asphyxia. According to ACOG and AAP, fetal metabolic acidosis is confirmed if either umbilical cord artery pH ≤ 7, or a base deficit ≥ 12 mmol / L is found, but it is still unknown whether pH and BD values could be used to predict the incidence of adverse neonatal outcomes. This research was conducted at the dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital during May - August 2020 on spontaneous or caesarean deliveries with a gestational age of more than 27 weeks. The study design was a prospective cohort with 7 days monitoring period of newborns. A total of 135 subjects who met inclusion criteria were included in this study. The pH value of < 7.2015 showed good accuracy and predictive of short-term adverse outcome for both arterial and venous umbilical cord, with RR of 4.05 and 5.90 respectively. Umbilical cord BD was insignificant as short-term neonatal adverse outcomes predictor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniasari Endah Prajanti
Abstrak :
Bank darah tali pusat merupakan suatu produk jasa yang memberikan pelayanan jasa penyimpanan sel punca, yang menjadi harapan terapi bagi banyak penyakit mematikan, dari tali pusat bayi yang baru dilahirkan. Tujuan penelitian ini untuk melihat efektifitas seminar dalam membentuk sikap terhadap produk jasa bank darah tali pusat. Seminar sebagai salah satu bentuk komunikasi marketing yang dianggap dapat membentuk keyakinan dan sikap dilakukan kepada 78 mahasiswa-i akademi kebidanan, yang diharapkan dapat berperan sebagai influencer, untuk melihat proses pembentukan keyakinan dan sikap terhadap bank darah tali pusat. Penelitian ini menggunakan perspektif Elaboration Likelihood Model untuk menilai apakah sikap yang terbentuk merupakan hasil dari proses kognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seminar dapat meningkatkan keyakinan dan sikap terhadap produk. Namun pembentukan keyakinan dan sikap tersebut tidak seluruhnya terbentuk melalui proses kognitif.
Cord blood bank is a services product that provide storage services for stem cells, which become the futures hope for many letal diseases therapy, from the umbilical cord of new born babies. The purpose of this study to see the effectiveness of seminars in shaping attitudes toward the product. Seminar as a form of marketing communications that are considered to form beliefs and attitudes conducted to 78 students from academy of obstetrics, which is expected to become an influencers, to see the process of the formation of beliefs and attitudes towards cord blood bank. The perspective of this study use Elaboration Likelihood Model to assess whether attitudes are formed in the result of cognitive processes. The results showed that the seminar can increase confidence and attitude toward the product. However, the formation of beliefs and attitudes are not entirely formed through cognitive processes.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Febrian Wijaya
Abstrak :
Sel Natural Killer (NK) adalah sel pelepas granul sitotoksik yang melisis patogen intracytoplasmic (yaitu infeksi virus atau bakteri) dan sel tumor/kanker sebagai bagian dari imunitas bawaan. Sel NK berasal dari diferensiasi sel punca hematopoietik (SPH) di jalur Common Lymphoid Progenitor (CLP). SPH diperoleh dari darah tali pusat, dengan jumlah SPH yang lebih tinggi daripada sumsum tulang. Berbagai protokol diferensiasi telah dilaporkan dengan jumlah sel NK dan fenotipe yang berbeda. Studi perbandingan efektivitas diferensiasi sel NK dengan sampel SPH yang dikultur dan SPH yang baru diisolasi masih minim. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tahapan maturasi diferensiasi sel NK yang dihasilkan antara sampel SPH yang dikultur dan baru diisolasi menggunakan modifikasi protokol Dezell dkk. dengan menggunakan interleukin-2 (IL-2) tanpa keberadaan feeder cell. Kultur SPH dilakukan selama dua minggu sebelum diferensiasi untuk sampel SPH yang dikultur. Hasil kultur diferensiasi selama lima minggu dianalisis menggunakan flow cytometry untuk mengetahui keberadaan reseptor NKp46, pengamatan Giemsa untuk mengetahui tahapan maturasi sel NK, dan qRT-PCR untuk mengetahui ekspresi gen perforin dan granzyme B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel SPH yang dikultur menghasilkan jumlah sel NK di tahap dewasa (tahap 5) yang lebih tinggi dibandingkan sampel SPH yang diisolasi melalui pengamatan Giemsa. Hasil flow cytometry menunjukkan nilai MFI NKp46 yang berbeda signifikan pada kedua sampel, dengan keberadaan reseptor aktivasi NKp46 yang lebih tinggi dijumpai pada sampel isolasi di hari ke-35. Hal ini disebabkan oleh aktivitas ROS pada kultur SPH dan regulasi mikroRNA. Oleh karena itu, sampel SPH yang dikultur dan sampel SPH yang baru diisolasi mampu menghasilkan populasi sel NK yang dewasa. ......Natural Killer (NK) cells are cytotoxic-granule-releasing cells which lysis intracytoplasmic pathogens (ie. virus or bacteria infection) and tumor/ cancer cells as part of innate immunity. NK cells originate from differentiation of hematopoietic stem cells (HSCs) in the Common Lymphoid Progenitor (CLP) pathway. HSCs can be obtained from umbilical cord blood, with a higher number of HSCs than bone marrow. Various differentiation protocols have been reported with different NK cell yields and phenotypes obtained. Comparative studies on the effectiveness of NK cell differentiation with cultured HSC samples and freshly isolated HSC are still minimal. The aim of this study was to compare the different stages of NK cell differentiation maturation produced between cultured and newly isolated SPH samples using a modified protocol of Dezell et al. using interleukin-2 (IL-2) in the absence of feeder cells. For expanded HSC samples, cultures were carried out for two weeks before differentiation. The results of the differentiation culture for five weeks were then analyzed using flow cytometry to determine the presence of NKp46 receptors, Giemsa observations to determine the stages of NK cell maturation, and qRT-PCR to determine the expression of perforin and granzyme B genes. The results show that cultured HSC samples can produce a higher number of NK cells with a more mature stage than freshly isolated HSC samples by Giemsa's observations which showed the presence of NK cells at stages 5. The results of flow cytometry showed that the MFI NKp46 values ​​were significantly different in the two samples, with a higher NKp46 activation receptor found in the isolated samples on day 35. This is due to ROS activity on SPH culture and microRNA regulation. Therefore, the cultured HSC samples and freshly isolated HSC samples were able to produce mature NK cell populations.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library