Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alkin, Marvin C.
Beverly Hills, CA: Sage, 1985
361.61 ALK g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wright, George
New York: John Wiley & Sons, 2001
658.403 WRI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rainingsih Hardjo
"Tugas dan panggilan untuk membangun bangsa dan negara adalah konsekuensi logis dari Kemerdekaan yang telah dicapai. Berkenaan dengan itu Pemerintah Orde Baru telah merumuskan Pola Pembangunan Nasional. Pembangunan nasional Indonesia menempatkan manusia Indonesia sebagai fokus, maka manusia Indonesia merupakan pelaku dan tujuan dari Pembangunan Nasional.
Pembangunan Nasional tersebut dilaksanakan oleh seluruh manusia Indonesia, termasuk oleh para kaum wanitanya, walaupun dalam kenyataannya, pada konteks sejarah, bahwa kaum wanita belum mendapat mitra sejajar dengan kaum pria. Hal ini tercermin pada panorama sejarah perjuangan wanita Indonesia yang sudah dimulai sejak zaman Hindu hingga zaman pembangunan dewasa ini. Adapun sifat dan bentuk perjuangannya terbagi atas :
1. The Period of Awakening (1909-1942)
2. The Transitional Period (1942-1945)
3. After the Proclamation of Independence.
The Period of Awakening (1903-1942). Pada periode ini pergerakan wanita Indonesia sudah dimulai sejak abad 19, dan dipelapori oleh wanita berbagai bagian negara, antara lain oleh R.A. Kartini dari (Central Java), yang memperjuangkan persamaan hak-hak bagi wanita dalam segala bidang serta dalam ikatan perkawinan menolak poligami.
Perjuangan ini dilanjutkan dengan adanya Konggres Wanita Indonesia, tanggal 22 Desember 1923 di Yogyakarta untuk meningkatkan status kaum Wanita. Konggres Wanita pertama ini, menekankan kebutuhan akan pendidikan bagi anak-anak perempuan dam meningkatkan status wanita dalam perkawinan. Kemudian dilanjutkan dengan Konggres Wanita Indonesia ke-3, yang menekankan pada situasi wanita dalam pekerjaan dan hak wanita untuk bersuara dan sebagai pegawai negeri.
Pada The Transitional Period (1942-1945), Indonesia diduduki oleh Jepang dan Fujinkai (Japanese World for Women's Association), melakukan aktivitas-aktivitas meliputi:
1. Menanamkan patriotisme dikalangan wanita Indonesia
2. Mendirikan dapur umum.
3. Mengurangi pengangguran.
4. Meningkatkan sandang dan hasil pertanian
5. Meningkatkan industri rumah tangga.
6. Mengadakan kursus memberantas buta huruf.
Untuk memikat partisipasi wanita dalam perang Asia Timur Raya, Jepang mendirikan "Persatuan Srikandi" yang anggotanya terdiri dari anak wanita yang berumur antara 15-20 tahun, yang akhirnya membentuk suatu kekuatan yang melahirkan solidaritas dikalangan wanita. Pendudukan Jepang diutamakan bagi pembebasan dari penindasan Kolonial Belanda, sehingga menghambat aktivitas wanita Indonesia untuk berkembang ke dalam suatu pergerakan wanita. Akhirnya wanita bersama pria secara kontinue melakukan pergerakan Nasional.
Selanjutnya After the Proclamation of Independence, pada tanggal 17 Agustus 1945, awal tahun 1946 Organisasi Wanita Indonesia memperoleh identitas dan disatukan kedalam satu federasi yang dinamakan "KOWANI" termasuk diantaranya PERWARI. Dengan demikian berdasarkan sejarah, pergerakan wanita indonesia telah menunjukkan kemampuannya yang tidak saja melakukan pekerjaan yang di pandang hanya pantas dilakukan oleh kaum pria.
Karenanya, penghargaan terhadap partisipasi wanita dalam perjuangan kemerdekaan, UUD 1945 menjamin persamaan hak-hak bagi wanita dan pria di segala bidang. Namun demikian, masih timbul pertanyaan : sampai sejauh mana UUD 1945, pasal 27 (ayat 1 & 2) yang mencerminkan inspirasi persamaan hak bagi wanita di segala bidang pembangunan dapat terwujud. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, penulis menyorotinya dari titik sentral pernbangunan nasional beserta aparatur penyelenggaranya, khususnya pada pegawai negeri sipil wanita."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharyono
"Koperasi adalah badan usaha ekonomi yang sesuai bagi bangsa Indonesia karena di dalamnya tercantum dasar demokrasi ekonomi, yakni usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Kedudukan koperasi menjadi lebih strategis karena koperasi merupakan amanat kanstitusi negara kita dan diharapkan dapat menjadi sokoguru perekonomian nasional.
Upaya untuk menumbuhkembangkan koperasi sudah banyak dilakukan. Namun dalam kenyataannya koperasi masih jauh ketinggalan dibandingkan kedua sektor perekonomian lainnya. Belum mampunya koperasi berperan dalan perekonomian nasional disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mendasar dan diamati dalam penelitian ini adalah persepsi pengelola tentang hakekat tujuan koperasi yang akan berpengaruh terhadap penentuan kebijaksanaan dalam pencapaian tujuan. Hal ini erat kaitannya dengan tujuan koperasi yang berdimensi ganda, yakni sebagai organisasi ekonomi yang harus mempertahankan watak sosial yang dimilikinya. Untuk itu diteliti tentang kemampuan koperasi serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengelola dalam penentuan kebijaksanaan organisasi.
Penelitian dilakukan di wilayah Kotamadya Malang dan Kabupaten Malang. Untuk itu diambil sampel sebanyak 20 koperasi, yang terbagi dalam 10 koperasi yang dinyatakan telah berhasil atau memiliki kemampuan dan 10 koperasi yang tergolong belum berhasil. Variabel bebas yang diteliti meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kebijaksanaan yakni nilai yang dianut oleh pengambil keputusan (Xi), kepribadian pengambil keputusan (X2), pembagian wewenang dalam organisasi (X3), persepsi manajemen tentang keteraantungan ekstern (X4), keberanian manajemen dalam mengambil risiko (X5) dan kekuasaan manajemen CX6).
Sedangkan variabel tergantung adalah kemampuan koperasi (Y) dengan pendekatan melalui penerapan kebijaksanaan Model Tujuan Rasional dan Model Hubungan Manusia. Analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel X terhadap Y adalah regresi korelasi berganda. Sedangkan untuk mengukur sampai sejauh mana koperasi tersebut melaksanakan model kebijaksanaan,dilakukan analisis persentase. Hasil analisis memperlihatkan kecenderungan sebagai berikut :
1. Melalui analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan koperasi ditemukan bahwa :
a. Sebagian besar para pengambil keputusan memiliki komitmen yang tinggi terhadap terhadap nilai-nilai koperasi. Hal ini terlihat antara lain dengan keinginan mereka untuk memberikan prioritas pada pelayanan anggota. Demikian pula mereka tidak menginginkan apabila aspek ekonomis lebih ditonjolkan dari pada aspek sosialnya, meskipun mereka memahami bahwa koperasi adalah organisasi ekonami.
b. Kepribadian para pengambil keputusan secara umum cukup baik dan selaras dengan prinsip kebersamaan dalam koperasi. Hal ini terlihat antara lain dengan keinginan menerapkan keterbukaan dan persaingan sehat. Namun kepercayaan pada prang lain belum tumbuh secara balk. meskipun faktor kepercayaan termasuk penting dalam dunia usaha.
2. Mengenai pembagian wewenang, sebagian besar responden setuju bila pelaksanaan kegiatan operasional diserahkan pada manajemen, bahkan tidak hanya menyangkut masalah usaha raja tetapi termasuk pula masalah organisasi.
Para pengambil keputusan tidak menginginkan adanya ketergantungan yang besar pada pemerintah. Untuk mengembangkan koperasi, tidak perlu bantuan yang bersifat langsung, melainkan cukup dengan adanya peluang-peluang usaha.
Dijumpai adanya kecenderungan di kalangan para pengambil keputusan dalam koperasi bahwa tingkat keberanian mereka dalam mengambil risiko masih perlu ditingkatkan lagi.
Para pengambil keputusan tidak menginginkan adanya kekuasaan yang berada di luar dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya kemandirian mereka cukup tinggi. Namun dalam praktek, keinginan tersebut masih belum dapat diwujudkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rikky Darwito
"Perkembangan industri konstruksi yang semakin pesat mendorong diperlukannya suatu improvisasi dari perusahaan jasa konstruksi dalam melakukan efisiensi serta memaksimalisasi dalam pengelolaan sumber daya yang dimilikinya. Namun dalam kenyataannya, seorang pembuat keputusan seringkali mengalami kesukaran dalam mengambil keputusan. Hal tersebut mendorong diperlukannya suatu analisa keputusan yang dapat meminimalisasi kerugian akibat pelaksanaan keputusan yang diambil.
Dalam proses mencapai tujuan tersebut metode pemecahan masalah yang digunakan adalah dengan cara analisa kasus. Yaitu dilakukan suatu penelitian yang didasarkan pada data lapangan yang kemudian diterapkan pada suatu program DSS (Decicion Support System) dengan menggunakan metode tree diagram analysis sehingga semua alternatif tindakan serta probabilitas dan konsekuensi dalam suatu proses pengambilan keputusan dapat diperlihatkan.
Program Mimi. ax ver 1.1 merupakan pengembangan Decision Support System (DSS) berbasis internet dengan database yang dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan teknologi yang dikembangkan oleh masing-masing produsen alat berat. Program ini dirancang sebagai suatu sistem yang memberi kemudahan bagi para pembuat keputusan dalam memilih backhoe dan loader pada proyek konstruksi basement yang sesuai dengan keperluan teknis lapangan dan kondisi finansial perusahan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S34771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Sheila Esther Octavia
"[ ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan keluarga terhadap
keputusan perusahaan non finansial dalam melakukan merger dan akuisisi.
Penelitian ini juga menguji pengaruh kepemilikan keluarga terhadap cumulative
abnormal return, ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan merger dan
akuisisi. Regresi logistik untuk 249 perusahaan dalam 6 tahun penelitian
menemukan bahwa perusahaan dengan kepemilikan keluarga secara signifikan
lebih pasif dalam melakukan kegiatan merger dan akuisisi. Secara umum, seiring
pertambahan persentase kepemilikan keluarga, efek entrenchment semakin
menguat. Walaupun begitu, pengaruh persentase kepemilikan dalam berbagai
rentang ditemukan berbeda, dikarenakan ada hubungan non linear antara
konsentrasi kepemilikan dengan keputusan merger dan akuisisi. Regresi OLS
menemukan bahwa walaupun sentimen pasar akan kegiatan merger dan akuisisi
secara umum positif, namun efeknya melemah seiring dengan pertambahan
persentase kepemilikan dalam perusahaan bidder keluarga.
ABSTRACT This research aims to examine the impact of family ownership to merger and
acquisition decision. This research also aims to examine the difference of family
ownership in terms of market sentiment using proxy stock cumulative abnormal
return following merger and acquisition. Logistic regression for 249 firms in 6
years discovers that family firms are significantly more passive towards merger
and acquisition decision, and this entrenchment effect is reinforced as the family
percentage increases. However, it is found that there is non linear relationship
between family percentage and its likelihood to merge and acquire. OLS
regression finds that even when merger and acquisition decision generally create
positive value on abnormal return, this effect is weakened as family ownership
percentage increases in bidder firm.;This research aims to examine the impact of family ownership to merger and
acquisition decision. This research also aims to examine the difference of family
ownership in terms of market sentiment using proxy stock cumulative abnormal
return following merger and acquisition. Logistic regression for 249 firms in 6
years discovers that family firms are significantly more passive towards merger
and acquisition decision, and this entrenchment effect is reinforced as the family
percentage increases. However, it is found that there is non linear relationship
between family percentage and its likelihood to merge and acquire. OLS
regression finds that even when merger and acquisition decision generally create
positive value on abnormal return, this effect is weakened as family ownership
percentage increases in bidder firm.;This research aims to examine the impact of family ownership to merger and
acquisition decision. This research also aims to examine the difference of family
ownership in terms of market sentiment using proxy stock cumulative abnormal
return following merger and acquisition. Logistic regression for 249 firms in 6
years discovers that family firms are significantly more passive towards merger
and acquisition decision, and this entrenchment effect is reinforced as the family
percentage increases. However, it is found that there is non linear relationship
between family percentage and its likelihood to merge and acquire. OLS
regression finds that even when merger and acquisition decision generally create
positive value on abnormal return, this effect is weakened as family ownership
percentage increases in bidder firm.;This research aims to examine the impact of family ownership to merger and
acquisition decision. This research also aims to examine the difference of family
ownership in terms of market sentiment using proxy stock cumulative abnormal
return following merger and acquisition. Logistic regression for 249 firms in 6
years discovers that family firms are significantly more passive towards merger
and acquisition decision, and this entrenchment effect is reinforced as the family
percentage increases. However, it is found that there is non linear relationship
between family percentage and its likelihood to merge and acquire. OLS
regression finds that even when merger and acquisition decision generally create
positive value on abnormal return, this effect is weakened as family ownership
percentage increases in bidder firm., This research aims to examine the impact of family ownership to merger and
acquisition decision. This research also aims to examine the difference of family
ownership in terms of market sentiment using proxy stock cumulative abnormal
return following merger and acquisition. Logistic regression for 249 firms in 6
years discovers that family firms are significantly more passive towards merger
and acquisition decision, and this entrenchment effect is reinforced as the family
percentage increases. However, it is found that there is non linear relationship
between family percentage and its likelihood to merge and acquire. OLS
regression finds that even when merger and acquisition decision generally create
positive value on abnormal return, this effect is weakened as family ownership
percentage increases in bidder firm.]"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rafiandi
"Penulisan skripsi yang dikerjakan penulis merupakan usulan konsep perbaikan sistem pengadaan material pada PT. X.
Sesuai dengan judul skripsi yang berjudul : ?Usulan konsep penyediaan material dengan menggunakan SAP RB?, maka penulis berupaya memberikan sumbangan pemikiran yang berupa usulan hasil analisa maupun buah pemikiran dari penulis.
Proses penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis mencakup studi terhadap PT.X sendiri, yang mana dalam study tersebut dilalcukan dengan studi literatur yang dalam hal ini termasuk study terhadap laporan, kertas kerja, dll, maupun study lapangan yang dalam hal ini termasuk wawancara, maupun terjun ke lapangan (ikut melihat sistem secara langsung).
Setelah dilakukan study terhadap PT. X sendiri maka penulis berupaya rnengadakan analisa analisa terhadap permasalahan yang melingkupi sistem yang ada tersebut.
Sesuai dengan judul skripsi yang mengetengahkan SAP R/3 sebagai alat bantu, maka penulis setelah rnengadakan analisa sistem lalu berupaya mengadakan pembedahan terhadap SAP R/3, yang kebetulan pada saat itu juga penulis termasuk sebagai tenaga pernbantu dalam proyek penerapan SAP R/3 pada PT. X.
Berdasarkan analisa perrnasalahan permasalahan yang telah dilalcukan dan pernbedahan terhadap SAP R/3 maka penulis berupaya memberikan solusi yang terbaik bagi permasalah permasalah sistem pengadaan material pada PT. X.

"
1996
S36651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Putro Utomo
"Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggali lebih dalam mengenai pemilihan cairan infus di rumah sakit di Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi atribut-atribut penting yang memengaruhi keputusan dalam memilih produk cairan infus. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi, yang melibatkan wawancara dengan decision maker utama dan pengguna produk cairan infus di empat rumah sakit di wilayah Jakarta: Rumah Sakit Kanker Dharmais, RSUD Pasar Rebo, RS Kartika Husada, dan RSUD Mampang Prapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga atribut yang dominan dalam pemilihan produk cairan infus, yaitu harga, kualitas, dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Para decision maker di rumah sakit menganggap bahwa harga sebagai faktor kunci karena berhubungan dengan efisiensi rumah sakit. Di sisi lain, pengguna produk cairan infus menempatkan kualitas sebagai atribut paling penting karena berdampak pada produktivitas kerja, keselamatan pasien dan petugas kesehatan. Selain itu, TKDN juga memainkan peran kuat di rumah sakit pemerintah. Kriteria seleksi utama selain harga adalah nilai TKDN. Aturan pemerintah mendorong para decision maker di rumah sakit untuk mempertimbangkan TKDN dalam pemilihan cairan infus. Pengambil keputusan pembelian merek tertentu di rumah sakit berasal dari pihak farmasi dan pengadaan. Di rumah sakit swasta, direktur rumah sakit memiliki peran sentral dalam keputusan pembelian obat, dengan harga sebagai kriteria utama. Sedangkan di rumah sakit yang melayani pasien kanker, kualitas menjadi prioritas dalam pemilihan cairan infus. Dengan memahami temuan penelitian ini, diharapkan rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang melayani BPJS dapat memprioritaskan faktor kualitas, selain harga, dan TKDN dalam memilih produk cairan infus. Disamping itu juga bisa memberikan gambaran/peluang terkait bisnis cairan infus dengan menerapkan strategi pemasaran yang sesuai dengan kriteria seleksi rumah sakit. Hal ini diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

In this study, the researchers attempted to know deeper into the selection of infusion fluids at hospitals in Indonesia. The primary purpose is to identify the important attributes that influence the decision to choose an infused liquid product. The method used is a qualitative approach with phenomenological methods, which involves interviews with major decision makers and users of infusion liquid products in 4 hospitals in the Jakarta: Dharmais Cancer Center Hospital, RSUD Pasar Rebo, Kartika Husada Hospital Bekasi, and RSUD Mampang Prapatan South Jakarta. The research results indicate that there are three dominant attributes in the selection of infusion fluid products: price, quality, and domestic component level (TKDN). The decision makers at the hospital take the price as a key factor because it's related to hospital efficiency. On the other hand, users of infusion fluid products place quality as the most important attribute, as it impacts work productivity, patient safety, and health workers. TKDN also plays a strong role in government hospitals. The main selection criteria, besides the price, is the value of the infusion fluid. Government regulations encourage decision makers in hospitals to consider the risk of infusion in the selection of the fluid for infusion. The pharmacy and procurement are the decision-makers for purchasing a particular brand in the hospital. In private hospitals, hospital directors have a central role in drug purchase decisions, with price being the main criteria. Whereas in hospitals that serve cancer patients, quality is a top priority in the selection of infusion fluids. By understanding the findings of this research, it is expected that government hospitals and private hospitals serving BPJS can prioritize quality besides price, and TKDN factors in choosing infusion liquid products. Besides, it can also provide an overview and opportunity related to the infusion fluid business by implementing marketing strategies that match the hospital selection criteria. It is expected to contribute to the improvement of the health of the Indonesian population."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Sinalsal
"Untuk membangun hubungan pembeli-penjual (buyer-seller relationship) perlu diciptakan persepsi kualitas hubungan yang baik bagi kedua pihak. Dari sudut perspektif penjual, membangun persepsi kualitas hubungan yang baik di benak pelanggan sangat penting, agar pembeli tetap dalam hubungan. Dari persepsi hubungan yang baik dengan penjual, diharapkan terjadi pembelian ulang dari pelanggan yang ada dalam hubungan tersebut. Untuk mengukur kualitas hubungan tersebut, kepercayaan (trust) dan komitmen (commitment) adalah faktor yang konsisten bayak dipakai. Oleh karena itu dalam penelitian ini kepercayaan dan komitmen di sisi pembeli menjadi acuan untuk menilai keinginan mernbeli ulang. Dalam hubungan business-to-business, pembeli umumnya lebih rasional sebelum melakukan transaksi dibandingkan pembeli individu, oleh karena itu kualitas hubungan menjadi alat evaluasi bagi pembeli.
Orientasi hubungan pembeli-penjual dalam industri secara moderat dipengaruhi budaya perusahaan. Budaya perusahaan berpengaruh pada bagaimana suatu hubungan dibentuk, dipelihara, dan tujuan dari hubungan tersebut yang akhirnya mempengaruhi bagaimana suatu perusahaan pembeli membuat keputusan panting untuk bertransaksi.

To build a buyer-seller relationship we have to create a good perception concerning the relationship quality in the both parties. From seller's perspective, this relationship quality perception is an important thing in order to keep the relationship benefits and value. These relationship quality perceptions will generate buyer's repurchase intention in the future. As measures of relationship quality, we use the concept of trust and commitment from buyer-seller perspective.
In B-to-B relationship, buyers are normally more rational compare to the individual buyer. In order to maintain the buyer-seller relationship, buyer tends to use the relationship quality as their evaluation tools.
The culture of the company moderately will influence the orientation of relationship between buyer - seller. It gives an influence in how the relationship form, maintenance and aim of relationship in the future which could influence decision-maker in company for making transaction. From this study, we found that company culture has a great influence to B-to-B relationship quality, shaping the relationship form and in making future transaction decisions.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library