Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Day, John L.
New York: John Wiley & Sons, 2002
616.462 DAY l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bellman, Richard E.
New York: Elsevier, 1964
530.15 BEL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rieza Rachmat Putra
Abstrak :
Karakterisasi secara dinamik pada formasi Keutapang telah dilakukan berdasarkan parameter geomekanik. Parameter geomekanik pada konteks ini merupakan parameter bergantung stress yaitu porositas dan permeabilitas pada lapisan Z600. Studi ini dibatasi oleh sistem transmibilitas tertutup dari lapisan yang lain. Parameter fisis ini dikontrol oleh perubahan tekanan formasi pada saat diproduksikan dari sumur produksi.Temuan dari studi ini meliputi kontrol utama dalam melakukan pembaharuan model mekanis yaitu nilai kompresibilitas pori dari lapisan Z600. Pembaharuan dilakukan setiap tahunnya dalam medio 1994-2011. Dari hasil pembaharuan dalam periode tersebut didapat hasil bahwa pada parameter porositas, turunnya nilai tekanan formasi dengan selisih 50 psi akan mengurangi nilai porositas secara eksponensial sebesar 4 dan mengikuti persamaan y = 0.0362e0.0022x. Sedangkan naiknya nilai tekanan formasi dengan selisih 50 psi akan menambah nilai porositas secara eksponensial sebesar 6 dan mengikuti persamaan y = 0.0589e0.0016x. Pada parameter permeabilitas, turunnya nilai tekanan formasi dengan selisih 50 psi akan mengurangi nilai permeabilitas secara eksponensial sebesar 25 mD dan mengikuti persamaan y = 24.558e0.0007x. Sedangkan naiknya nilai tekanan formasi dengan selisih 50 psi akan menambah nilai permeabilitas secara eksponensial sebesar 12.5 mD dan mengikuti persamaan y = 10.786e0.0037x.Model mekanis bumi MEM dari lapisan Z600 yang sudah diperharui tiap tahunnya ini akan sangat berguna sebagai input dalam melakukan simulasi injeksi fluida ke reservoir EOR ke lapisan yang mengalami deplesi tekanan produksi. Dalam sejarah ekplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia, studi ini merupakan pionir sehingga dapat diharapkan dapat membuat metode ini dapat diaplikasikan di lapangan yang sudah mengalami penurunan tekanan pasca produksi.
"Jaeger" oilfield, the study that has been conducted has main purpose to identify the physical stress dependent parameter changes of reservoir which are porosity and permeability of Z600 layer. Bounded by closed transmibility multiplier system from another verticaly stacked layer. This physical parameter controlled by pore pressure changes during field production in time sequentially. The primary control to determine updated reservoir physical model in this research was the dynamic value of pore compressibility of Z600 layer. Updating has provided in 1994 2011 interval. From the updating processes, we can conclude that for pore pressure decrases with 50 psi will reduce the value of porosity around 4 and following formula y 0.0362e0.0022x. for pore pressure incrases with 50 psi will added the value of porosity around 6 and following formula y 0.0589e0.0016x. In terms of permeability, for pore pressure decrases with 50 psi will reduce the value of permeability around 25mD and following formula y 24.558e0.0007x. For pore pressure incrases with 50 psi will added the value of permeability around 12.5 mD and following formula y 10.786e0.0037x.The updated Mechanical Earth Model of Z600 layer represents the current condition and can be used as an input for reservoir simulation to estimate physical behavior during EOR activity to depleted formation pressure. This research is pioneer in terms of integrating geomechanical model with reservoir simulation, and hope can give a great impact to another depleted pressure oilfield.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T49206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Endika Sulistyanto Putro
Abstrak :
Sebagai penukar dari kontribusi jasa mereka pada perusahaan, karyawan memperoleh kompensasi. Kompensasi tersebut dapat berupa kompensasi yang bersifat finansial maupun nonfinansial. Salah satu bentuk kompensasi finansial yang saat ini marak digunakan perusahaan adalah Employee Stock Option Plan (ESOP) atau Program Kepemilikan Saham Oleh Karyawan. Dalam program tersebut karyawan diberikan hak untuk dapat membeli saham perusahaan pada periode waktu tertentu dalam jumlah tertentu dan dengan harga tertentu, yang telah ditentukan pada awal pemberian program tersebut. Opsi tersebut memberikan kesempatan bagi karyawan untuk memperoleh keuntungan jika nilai saham perusahaan meningkat. Dengan adanya opsi tersebut, akan mendorong karyawan untuk berperilaku dengan cara yang dapat meningkatkan nilai saham perusahaan. Pada saat karyawan memperoleh keuntungan dari stock option, keuntungan tersebut akan dikenakan pajak penghasilan. Pemahaman perlakuan pajak penghasilan atas stock option menjadi sangat penting, agar penghasilan tersebut dapat dilakukan pemajakan. Jika transaksi pemberian opsi saham diperlakukan sebagai penghasilan dari hubungan kerja maka berlaku ketentuan mengenai Dependent Personal Services. Tetapi jika transaksi opsi saham tersebut diperlakukan sebagai penghasilan yang berupa keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) maka yang berlaku adalah ketentuan mengenai Capital Gains.
As a return for their contribution to the company, employees receive compensation. There are many forms of compensation. It can be in cash or noncash compensation. One of a non-cash compensation is Employee Stock Option Plan (ESOP) or employee stock ownership plan. This plan gives employees right to obtain a specific number of company?s share in a certain price, and a certain period of time, which has been written in a contract. Allowing employees to gain profit as the price of company?s share increases. As a result, it will encourage employees to behave in the way that can enhance the company?s share value. Since employee may gain profit from the stock option, the profit shoud be taxed as income tax. The understanding of the role of tax for stock option is important, thus tax can be paid appropriately. If the transaction granting of stock options be treated as income from employment relationship is applicable provisions Dependent Personal Services. But if the stock option transactions are treated as income in the form of profits from the transfer of property (capital gains) will apply the provisions of Capital Gains.
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T28304
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Masbimoro Waliyy Edisworo
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit thalassemia tinggi prevalensinya di Indonesia. Modalitas MRI digunakan pasien transfusion-dependent thalassemia (TDT) yang menjalani transfusi darah berkesinambungan untuk menilai tingkat zat besi di organ hati. Pemeriksan ini memerlukan biaya tinggi dan hanya tersedia di dua kota besar di Indonesia. Kandungan zat besi yang tinggi dalam waktu yang lama di hati dapat berakibat pada kerusakan hati. Modalitas yang lebih terjangkau dari segi lokasi dan biaya diperlukan dalam menilai tingkat zat besi di organ hati pada kelompok pasien ini. Tujuan : Mengetahui kekuatan korelasi antara nilai shear wave velocity (SWV) acoustic radiation force impulse (ARFI) dengan nilai T2* MRI dalam menilai zat besi organ hati. Metode : Data primer SWV ARFI dan nilai T2* MRI dari 29 pasien TDT dikumpulkan lalu dianalisis dengan SPSS untuk mengukur korelasi. Hasil : Penelitian ini menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan yang moderat antara nilai SWV ARFI dan nilai T2* MRI hati (R = -0,383) yang bermakna secara statistik (Spearman P = 0,040). Kesimpulan : ARFI merupakan pemeriksaan yang memiliki korelasi dengan pemeriksaan MRI dalam menilai kandungan zat besi organ hati pasien TDT. Namun demikian, penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang kuat, dan oleh sebab itu mungkin dibutuhkan penelitian lebih lanjut. ......Background : Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. MRI modalities used by patients with transfusion-dependent thalassemia (TDT) who undergo continuous blood transfusions to assess iron levels in the liver. This examination require high cost and is only available in two major cities in Indonesia. High iron content over a long time in the liver can result in liver damage. More affordable modalities in terms of location and cost are needed to assess iron levels in the liver in this group of patients. Objective: Determine the correlation strength between acoustic radiation force impulse (ARFI) shear wave velocity and T2* MRI values in assessing liver iron. Methods: ARFI SWV primary data and T2* MRI values of 29 TDT patients were collected and then analyzed with SPSS to measure correlation. Results: This study showed negative correlation with moderate strength between ARFI SWV values and liver T2* MRI values (R = -0,383) which was statistically significant (Spearman P = 0.040). Conclusion: ARFI has a correlation with MRI examination in assessing the iron content of TDT patients liver organs. However, the correlation is not strong and further studies might be needed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjorang, Christine N S
Abstrak :
Latar Belakang : Terdapat dua modalitas terapi paliatif pada populasi pasien penyakit jantung bawaan biru pulmonary duct dependent yaitu intervensi kateterisasi dengan PDA stent dan pembedahan dengan mBTT shunt. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membandingkan luaran kedua tindakan paliatif ini pada usia yang lebih tua. Tujuan: Mengetahui luaran tindakan PDA stent dibandingkan dengan mBTT shunt sebagai terapi paliatif pada pasien penyakit jantung bawaan sianotik dengan pulmonary duct dependent. Metode : Dilakukan studi kohort retrospektif menggunakan data sekunder terhadap 143 pasien yang menjalani terapi paliatif PDA stent dan mBTT shunt pada periode Agustus 2016 sampai Agustus 2022 di RS Pusat Jantung Harapan Kita. Dilakukan pemantauan selama perawatan hingga 30 hari pasca tindakan. Hasil: Total 143 pasien yang dimasukkan ke dalam analisis luaran primer dan sekunder; 43 pasien menjalani PDA stent dan 100 pasien menjalani mBTT shunt dengan median usia kelompok PDA stent 110 (31-1498) hari dan kelompok mBTTshunt 174.5 (30-1651) hari. Komposit luaran primer tidak bermakna pada kedua kelompok meliputi mortalitas 30 hari (6(14%) vs 14 (14%), p=1,000), reintervensi (1(2,3%) vs 7 (7%),p = 0,436) , dan rehospitalisasi 30 hari (0(0%) vs 2(2%),p=0,319). Analisis luaran sekunder didapatkan angka lama rawat inap ICU lebih pendek pada kelompok PDA stent(2 (0-16) hari vs 4 (1-63) hari, p =0,002). Kesimpulan: PDA stent memiliki luaran yang tidak berbeda dengan tindakan mBTT shunt pada komposit luaran meliputi mortalitas 30 hari, reintervensi, dan rehospitalisasi 30 hari namun berbeda bermakna pada lama rawat ICU. ......Background: There are two modalities of palliative therapy in the population of patient with pulmonary duct dependent which is catheterization intervention with PDA stent and surgery with BTT shunt. To date, there have been no studies that have compared the outcomes of these two palliative strategy in older age. Objectives: To determine the outcome of PDA stent compared to mBTT shunt as palliative therapy in patients with pulmonary duct dependent congenital heart disease. Methods: A retrospective cohort study was conducted using secondary data on 143 patients undergoing palliative therapy for PDA stents and mBTT shunts from August 2016 to August 2022 at National Cardiovascular Center Harapan Kita. Monitoring was carried out during treatment up to 30 days after the procedure. Results : A total of 143 patients were included in the primary and secondary outcome analysis; 43 patients underwent PDA stent and 100 patients underwent mBTT shunt with median age of PDA stent group 110 (31-1498) days and mBTT shunt group 174.5 (30-1651) days. Primary outcome composite was not significant in both groups including 30 days mortality (6(14%) vs 14(14%), p=1.000), reintervention (1(2.3%) vs 7(7%),p=0.436) , and 30 days rehospitalization (0(0%) vs 2(2%),p=0.319). Secondary outcome analysis showed shorter ICU length of stay in the PDA stent group (2 (0-16) days vs 4 (1-63) days, p = 0.002). Conclusion: PDA stent has an outcome that is not different from the mBTT shunt procedure in the composite outcome including 30 days mortality, reintervention, and 30 days rehospitalization but significantly different in ICU length of stay.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Faizal Drissa
Abstrak :
Pendahuluan : Muatan besi berlebih merupakan masalah utama pada pasien thalassemia beta bergantung transfusi karena menyebabkan toksisitas pada jaringan atau organ. Laporan mengenai korelasi antara muatan besi berlebih dengan fungsi endokrin pada pasien dewasa TDT beta yang mengalami retardasi pertumbuhan di Indonesia belum pernah dilaporkan. Tujuan: Mendapatkan profil muatan besi dengan fungsi endokrin pada pasien dewasa TDT beta yang mengalami retardasi pertumbuhan.Metode: Dilakukan studi potong lintang pada pasien thalassemia beta mayor homozigot dan beta HbE usia dewasa yang mendapat transfusi darah di Poliklinik Thalassemia RSCM Jakarta pada Desember 2017. Muatan besi berlebih diwakili oleh feritin serum FS dan saturasi transferin ST, fungsi endokrin yang diperiksa adalah TSHs, fT4, dan IGF-1. FS, fT4 dan TSHs diperiksa dengan metode ELISA. IGF-1 diperiksa berdasarkan metode Solid-Phase ECLIA. Hasil: Proporsi hipotiroid subklinis sebesar 32,7 , kadar IGF-1 rendah pada 79,3 subjek penelitian. Terdapat korelasi negatif lemah FS dengan fT4 r = -0,361; p=0,003 , dan IGF-1 r=-0,313; p=0,008 , tidak terdapat korelasi FS dengan kadar TSHs r=0,074; p=0,29 . Tidak terdapat korelasi ST dengan TSHs r =0,003; p=0,492 , fT4 r=0,018; p=0,448 , dan IGF-1 r=-0,142; p=0,143. Simpulan: Terdapat korelasi negatif antara muatan besi berlebih yang dinilai dari feritin serum dengan fungsi endokrin yang dinilai dengan fT4 dan IGF-1.
Introduction. Iron overload is a major problem in patients with transfusion dependent beta thalassemia, because it causes toxicity to tissues or organs. The correlation between iron overload and endocrine function in adult TDT beta patients in Indonesia have not been reported. This study aims to obtain a profile of iron load and endocrine function of adult TDT beta patients with growth retardation.Methods Cross sectional study was performed on beta homozygous beta and adult HbE beta patients receiving blood transfusions at the Thalassemia Kiara RSCM Jakarta Clinic, December 2017. Iron overload was represented by serum ferritin FS and transferrin saturation ST, and the endocrine functions are TSHs, fT4 by ELISA method and IGF 1 by the Solid Phase ECLIA method. Results Subclinical hypothyroid proportion was 32,7 and low IGF 1 level was found in 79.3 of subjects. There is a weak negative correlation between FS and fT4 r 0.361 p 0.003, and IGF 1 r 0.313 p 0.008 . No correlation was found between ST with TSHs r 0,003 p 0,492, fT4 r 0,018 p 0,448, and IGF 1 r 0,142 p 0,143. Conclusion There was negative correlation between iron overload based on serum ferritin with endocrine function based on fT4 and IGF 1.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masbimoro Waliyy Edisworo
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit thalassemia tinggi prevalensinya di Indonesia. Modalitas MRI digunakan pasien transfusion-dependent thalassemia (TDT) yang menjalani transfusi darah berkesinambungan untuk menilai tingkat zat besi di organ hati. Pemeriksan ini memerlukan biaya tinggi dan hanya tersedia di dua kota besar di Indonesia. Kandungan zat besi yang tinggi dalam waktu yang lama di hati dapat berakibat pada kerusakan hati. Modalitas yang lebih terjangkau dari segi lokasi dan biaya diperlukan dalam menilai tingkat zat besi di organ hati pada kelompok pasien ini. Tujuan: Mengetahui kekuatan korelasi antara nilai shear wave velocity (SWV) acoustic radiation force impulse (ARFI) dengan nilai T2* MRI dalam menilai zat besi organ hati. Metode: Data primer SWV ARFI dan nilai T2* MRI dari 29 pasien TDT dikumpulkan lalu dianalisis dengan SPSS untuk mengukur korelasi. Hasil: Penelitian ini menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan yang moderat antara nilai SWV ARFI dan nilai T2* MRI hati (R = -0,383) yang bermakna secara statistik (Spearman P = 0,040). Kesimpulan: ARFI merupakan pemeriksaan yang memiliki korelasi dengan pemeriksaan MRI dalam menilai kandungan zat besi organ hati pasien TDT. Namun demikian, penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang kuat, dan oleh sebab itu mungkin dibutuhkan penelitian lebih lanjut. ......Background: Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. MRI modalities used by patients with transfusion-dependent thalassemia (TDT) who undergo continuous blood transfusions to assess iron levels in the liver. This examination require high cost and is only available in two major cities in Indonesia. High iron content over a long time in the liver can result in liver damage. More affordable modalities in terms of location and cost are needed to assess iron levels in the liver in this group of patients. Objective: Determine the correlation strength between acoustic radiation force impulse (ARFI) shear wave velocity and T2* MRI values in assessing liver iron. Methods: ARFI SWV primary data and T2* MRI values of 29 TDT patients were collected and then analyzed with SPSS to measure correlation. Results: This study showed negative correlation with moderate strength between ARFI SWV values and liver T2* MRI values (R = -0,383) which was statistically significant (Spearman P = 0.040). Conclusion: ARFI has a correlation with MRI examination in assessing the iron content of TDT patients liver organs. However, the correlation is not strong and further studies might be needed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Dian Anindita
Abstrak :
Latar Belakang: Talasemia merupakan kelainan sintesis hemoglobin yang membutuhkan transfusi darah berulang. Kombinasi terapi kelasi dan transfusi darah telah meningkatkan harapan hidup, namun menyebabkan penumpukan besi di organ tubuh seperti kelenjar endokrin. Hipogonadisme yang merupakan salah satu gangguan endokrin yang sering terjadi pada penderita talasemia, umumnya terjadi akibat penumpukan besi di jaringan hipofisis. Penumpukan besi di hipofisis dapat dilihat dengan melihat waktu relaksasi MRI T2 hipofisis. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan status besi dengan keadaan hipogonadisme yang dinilai dengan melihat korelasi serum feritin, saturasi transferin dan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis dengan kadar FSH, LH dan testosteron. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan subjek 32 penderita pria talasemia bergantung transfusi. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif di poliklinikin talasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan serum feritin, saturasi transferin, FSH, LH dan testosteron menggunakan teknik ELISA. Sedangkan pemeriksaan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis menggunakan MRI Avanto 1,5 Tesla. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 62,5% pasien tidak mencapai pubertas sempurna. Didapatkan rerata kadar testosteron 23,31 (SB 15,57). Didapatkan 25% pasien memiliki testosteron rendah, dan dari kelompok tersebut seluruhnya memiliki kadar FSH dan LH yang rendah atau normal. Dijumpai adanya korelasi negatif lemah antara waktu relaksasi MRI T2 hipofisis dengan saturasi transferin pada kelompok dengan nilai testosteron normal. Korelasi pada variabel lainnya tidak terdapat yang signifikan. Simpulan: Angka kejadian pasien dengan pubertas tidak sempurna cukup tinggi, tidak sejalan dengan hasil laboratorium. Pada penelitian ini dijumpai korelasi negatif lemah antara saturasi transferin dengan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis.
Background: Thalassemia is a disorder of haemoglobin synthesis that require regular blood transfusion. The combination of chelation therapy and blood transfusion has extended life expectancy. However, repetition of blood transfusions leads to accumulation of iron in organs such as endocrine glands. Hypogonadism is one of the most prevalent endocrine disorder in thalassemia, caused by iron deposition in pituitary gland. Iron overload in pituitary can be measured by pituitary MRI T2 relaxation time. Objective: The purpose of this study was to see the correlation between iron overload with hypogonadal state by analyzing correlation between ferritin serum, transferrin saturation, pituitary MRI T2 relaxation time with FSH, LH and testosterone levels. Methods: This is a cross-sectional study with 32 subjects of male transfusion-dependent thalassemia. The subjects were collected with consecutive sampling technique in thalassemia outpatient clinic in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Measurement of serum ferritin, transferrin saturation, FSH, LH and testosterone were done using ELISA technique. Pituitary MRI T2 relaxation time was done using MRI Avanto 1.5 Tesla. Results: In this study, secondary sexual characteristics was not fully achieved in 62,5%. The mean of testosterone levels is 23,31 (SD 15,57). Low testosterone levels were found in 25% patients, and all had low or normal FSH and LH levels. There was a weak negative correlation between transferrin saturation and pituitary MRI T2 relaxation time in normal testosterone level group.

Conclusions: This study demonstrated high rate of patients who did not achieved puberty, but low rate of patient with low testosterone. There is a weak negative correlation between transferrin saturation and pituitary MRI T2 relaxation times.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hotmedi Listia Doriana
Abstrak :
Penyebaran demam berdarah dengue (DBD) Asia Tenggara semakin luas. Tiga negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Myanmar dan Thailand merupakan negara yang termasuk tingkat endemisitas kategori A. (WHO. 2006). Walaupun terapi DBD sudah banyak berkembang, masih terdapat pasien yang pada awal perawatan termasuk derajat I, II berkembang menjadi tejadi renjatan dilaporkan sebanyak 20%- 40% (Gubler. l998). Oleh karena itu, untuk mencapai target CFR di bawah 1% Indonesia perlu meningkatkan manajemen diagnosis klinis dan laboratorium di masa yang akan datang (Depkes. 2004). Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement (ADB) (Gubler. 1997). Penelitian sero epidemiologi yang dilakukan Haalstead dkk selama tahun 1960 menimbulkan sangkaan ada hubungan antara infeksi sekunder dengan peningkatan risiko menderita DBD sehingga Haalstead 1988 mengatakan bahwa infeksi sekunder oleh virus dengue kasusnya menjadi lebih berat dibandingkan infeksi primer. Teori ini sampai sekarang masih menjadi kontroversial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis infeksi terhadap kejadian syok sindrom dengue (SSD) di rumah sakit. Desain penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan perbandingan 1:3 menggunakan data sekunder bersumber dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan diperoleh dari bagian anak dan penyakit dalam di tiga rumah sakit yaitu : Koja di DKI Jakarta, dr. Kariadi Semarang Jawa Tengah dan dr. Pirngadi Medan Sumatra Utara. Populasi studi berjumlah 96 (24 kasus dan 72 kontrol) adalah pasien yang telah didiagnosa DBD. Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat dan multivariat dengan uji chi square (x2) dan multivariat dengan analisis multiple logistik regresi ganda. Hasil analisis bivariat penelitian ini tidak cukup bukti adanya hubungan infeksi sekunder dengan kejadian SSD (OR=l,O86 pada 95% CI: 0,350 - 3,364). Demikian juga tidak cukup bukti adanya hubungan jenis kelamin laki-laki dengan kejadian SSD (OR=1,321 pada 95% CI: 0,523 - 3.337). Umur <= 8 tahun mempunyai risiko terpapar SSD 2,6 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=2,600 pada 95% CI: l.004-6,739). Status gizi lebih mempunyai risiko terpapar SSD 1,7 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=l,706 pada 95% CI: 593-4,905). Trombosit lebih berisiko SSD 5,163 kali dibandingkan dengan yang tidak SSD (crude OR=5,l63 pada 95% CI: l,l 18-23.844). Hematokrit mempunyai risiko terpapar DSS 4,545 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=4,545 pada 95% Cl: 1,696-l2,18l). Perdarahan mempunyai risiko terpapar SSD 4,896 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=4,896 pada 95% CI: 1,814-l3,21l). Hasil multivariat bahwa infeksi sekunder tidak berhubungan dengan kejadian SSD (adjusted OR=1,086 pada 95% CI: 0,350 - 1364) tanpa pengaruh confounding atau efek modifier dari kovariat yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyarankan kepada rumah sakit perlu lebih berhati-hati/waspada pada penderita DBD usia anak dengan status gizi baik agar tidak jatuh ke dalam kondisi yang semakin parah; early diagnostic bagi tersangka/penderita DBD agar mendapat penanganan yang lebih tepat maka rumah sakit dapat menggunakan Rapid Dengue Test (RDT) bila rumah sakit tidak melakukan pemeriksaan Hemaglutinasi Inhibisi mengingat pemeriksaan ini membutuhkan 2 sampel darah fase akut dan konvalense; diharapkan hasil pemeriksaan Hemaglutinasi Inhibisi dikirim ke Dinas Kesehatan dan Departemen Kesehatan guna data sero epidemiologi di Indonesia. Kepada pembuat kebijakan untuk memperkuat jejaring dengan rumah sakit dan laboratorium (regional) sehingga mendapatkan data hasil laboratorium yang sangat penting sebagai data dasar perencanaan program. ......Spreading of dengue hemorrhagic fever (DHF) in South-East Asia increasing widely. Indonesia. Myanmar, and Thailand are three countries which have endcmisity rank of A category (WI-IO. 2006). Although DHF therapy has been improved a lot, in the first treatment still there is patient placed in I, II degree growing up to shock has been reported a number of 20%-40% (Gubler. 1998). Therefore, Indonesia has to intensify clinical diagnostic management and laboratory in the future to achieve the target of CFR under 1% (Depkes. 2004). Two theories applied to explain change of pathogenesis of DBD and SSD are secondary infection hypothesis (theory of secondary heterologous infection) and hypothesis of antibody dependent enhancement (ADE) (Gubler. 1997). Research of sero epidemiology done by Haalstead and friends during of year 1960 make a presumption of relation between secondary infection and increasing of suffering DHF forward Haalstead 1988 said that secondary infection caused by dengue virus became more severe than primer infection. Until now this theory is still controversial. This study aim to investigate of the effect of type of infection to case of dengue shock syndrome (DSS) in hospital. Design of this research is control case study, with comparison 1:3 using secondary data stems from Board-of Research and Health Development of Health Department taken from department of pediatric and interna at three of hospital that are Koja in DKI Jakarta, dr. Kariadi in Semarang Center of Java and dr. Pirngadi in Medan - North Sumatra. Study of population of patient diagnosed IJHF are amount of 96 (24 cases and 72 controls). Analysis used are bivariat and multivariate analysis with chi square test (x2) and analysis of logistic multiple logistic of double regretion for multivariate. Result of bivariat analysis is less evidence of correlation between secondary infection and case of DSS (OR=l ,086 at 95% Cl: 0,350-3,364). Likewise less of between male gender (0R=l,32l at 95% CI: 0,523-3337). Age 5 8 years old is more risk of DSS suffering 2,6 times than who not DSS (crude OR=2,60O at 95% Cl: 1.004-6,739). Nutrient status is more risk of 1,7 times than (crude 0R= l,706 at 95% CI: 593- 4_905). Trombocyte is more risk of 5.163 times than (crude OR=5,l63 at 95% Cl: l.l I8-23,844). Hematocryte gets more risk of 4,545 times than (crude OR=4,545 at 95% Cl: l_696-l2,l8l). Bleeding is more risk of 4.896 times than (crude OR=4,896 at 95% Cl: l,8l4-13,21 1). Result of multivariate shows that there is not correlation between secondary infection and case of DSS (adjusted ORHI ,086 at 95% CI: 0,350-3,364) without confounding and modifier effect from kovariat investigated. Based on the result of this research author offer suggestion to hospital to be carefully to DHF patient of good nutrient status child age in order not to get more risk severely; early diagnostic for DHF suspected/patient need to be treated correctly using Rapid Dengue Test (RDT) in case of hospital not doing inspection Hernaglutinacy Inhibition correspond to this inspection needed 2 samples of acute phase blood and konvalense; it‘s supposed inspection result of Hemaglutinacy Inhibition given to Health Agency or Health Department for sero epidemiology need in Indonesia. For the policy maker to make a great networking with other regional hospital and laboratory in order to get data of important laboratory result as a basic data of program planning.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T33964
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>